Semua agenda Alex di lakukannya dengan baik, rapi dan terorganisir. Alexa lumayan cekatan menilik kalau ini adalah pekerjaan profesional pertama yang di tekuninya.
“Aku kelelahan ...keluh Alexa sembari membaringkan tubuh di sofa.
“Aku tidak bisa mengikuti kegiatan orang workaholic sepertimu ...”ucap Alexa lagi. Ia kelalahan setelah seharian mengikuti Alex. Agenda yang ia buat sepdat mungkin dan singkat. Nyatanya, memakan waktu seharian.
“Kalau begitu, pulanglah ...ujar Alex menanggapi keluhan adiknya.
Alexa menatap Kakanya tak percaya,.Nanti aku di pecat begitu .. ?ujarnya ketatukan dan khawatir. Alex malah tersenyum mencemooh.
“Kalau kamu tidak pulang karena sudah semalam ini, aku yang bisa di pecat oleh Ayah ...Alex masih meneliti agendanya hari ini.
“Masih ada beberapa agenda lagi, aku akan ikut .....ujar Alexa menuntut.
Hanya ada satu agenda lagi. Pertemuan dengan Leonidas Corporation. Membahas perpanjangan kontrak dan investasi. Tapi Alex sudah memutuskan. Perusahaanya akan memutuskan kontrak dengan mereka.
“Tidak, kamu pulang saja. Aku tak mau di jadikan kambing hitam kalau besok kamu sakit ...ujar Alex dengan nada dingin.
“Tapi aku harus bekerja ...rengek Alexa dengan nada manja.
“Ini, ambilah ...Alex mengulurkan kartu kredit pribadinya. Mata Alexa terbelalak, ia tau. Kartu kredit kedua kakanya. Danil ataupun Alex. Limitnya takan sampai walaupun ia belanja gila gilaan.
“Apa maksudnya ini, direktur menggoda sekretarisnya .. ?ucap Alexa dengan senyum jail dan juga puas.
“Belanjalah dan jangan ikuti aku, bersenang senanglah ...ucap Alex seolah tak peduli berapa yang akan di habiskan adiknya kalau terkena sindrom gila belanja.
“Sungguh .. ?melihat Alex yang hanya diam. Alexa semakin berseru.
“Aku akan mengajak temanku dan membelanjakannya, apa Kaka tidak khawatir di tagih rentenir nantinya .. ?” tanya Alexa memastikan ucapan Alex.
“Cepat pergi sebelum aku berubah pikiran ...
Alexa langsung berlari keluar sambil menyambar tasnya. Ia berlari dengan riang dan memasukan kartu kredit Alex ke dalam tasnya.
“Halo .. ? Cassie .. ?ucap Alexa pada sambungan telfon ke orang di luar sana.
“Alexa ... ?ujar suara yang menyahuti.
“Kamu mau belanja denganku malam ini ...?binar mata Alexa sangat senang. Ia dan sahabatnya, yang ia panggil Casse, Cassie alias Casandra. Sangat suka berbelanja.
“Kamu mau ku traktir dengan gaji pertamaku .. ?ucap Alexa berbohong. Kenyataanya itu kartu kredit kakanya.
“Kalau begitu jemput aku ...jawab Casandra dengan cepat dan semangat. Dan secepat itu pula sambungan telfon di putus.
Di sisi lain, Alex juga tau. Kalau sekarang ia harusnya menuju ke kediaman Damian Leonidas. Ajakan makan malam dengan niat terselubung untuk membahas soal bisnis. Alex melemaskan tubuhnya. Pekerjaan terakhir selalu terasa yang paling melelahkan. Tapi tidak untuk Alex. Ia gila kerja.
“Ayo kita selesaikan ini ....ujarnya menyemangati diri sendiri.
*** 000 ***
Mata Damian berkelit gugup. Tak menyangka kalau berunding dengan Alex jauh lebih menyulitkan di banding berunding dengan ayahnya. Airlangga. Alex lebih sulit diajak berdiskusi dan menemukan titik temu. Alex bersikukuh untuk memutuskan kontrak.
“Saya mohon, kita pertimbangkan kembali. Karena perusahaan saya, pasti bangkit dari keterpurukan ini ...Ucap Damian setengah memohon setengah meminta belas kasihan.
Alex tak mendengarkan segala ucapan dan janji dari Damian. Perhitungannya tak pernah meleset. Perusahaan Damian akan kolaps sebentar lagi. Dan setelah jamuan makan malam barusan, ia tetap tak berubah pikiran.
“Ayah .. ? Ayah .. !!
suara Casandra yang mendekati ruangan itu membuat Alex tertegun.“Non, jangan. Tuan sedang ada tamu penting ...suara perempuan lain mulai terdengar dan panggilan Casandra berhenti. Damian menatap Alex ketakutan kalau pria itu tak suka dengan gangguan yang tak terprediksi itu.
“Dia puterimu .. ?tanya Alex dengan suara lantang.
“Puteri saya satu satunya ...ujar Damian takut takut.
Alex melihat sebuah pigura foto yang di pajang di meja. Seorang wanita muda berambut bronze dengan hidung mungil mancung yang menjulang. Juga rambut yang dibirkan tergerai di dalam foto.
Cantik, komentar Alex di dalam hatinya. Ia kemudian teringat tuntutan cucu dari ayahnya.
“Puterimu, orang yang cerdas bukan ... ?tanya Alex memastikan. Tiba tiba ia ada ide gila.
“Dia selalu mengikuti kelas akselerasi sejak sekolah dasar, SMP dan juga SMA. Dia sudah lulus kuliah saat usia dua puluh tahun ...ucap Damian dengan nada bangga akan pencapaian puterinya.
“Bagus ..ucap Alex lirih.
Anakku tidak boleh terlahir dari perempuan asal asalan. Itu yang terlintas di pikiran Alex di mobil tadi pagi, dan sepertinya. Ia menemukan perempuan yang cocok untuk itu.
“Sepuluh triliyun ... , ucap Alex mengumumkan harga.
“Sep—uluh triliyun .. ?ulang Damian terbata bata.
“Kita akhiri kesepakatan dengan Airlangga Developer, dan aku akan secara pribadi berinvestasi seniali sepuluh triliyun ...Alex mengucapkan dengan penuh percaya diri. Uang itu tak berjumlah bagi Alex. Yang artinya, bukan masalah besar.
“Dengan satu syarat, aku mau puterimu ....
Alex mengambil puntung rokok ke tiganya. Setelah mengingat semua kejadian beberapa hari belakangan. “Aku memilih perempuan yang tepat, tapi sudah di taklukan seperti landak ... komentarnya saat mengingat betapa keras kepalanya Casandra barusan. “Well, tapi dia jalan keluar yang terbaik ...
“Ku bayar sepuluh triliyun milikmu! Dan cari perempuan lain untuk mengandung anakmu! Casandra mengucapkannya dengan lantang dan penuh percaya diri. Alex terpana lumayan lama dengan kepercayaan diri Casandra. Tapi kemudian tertawa. “Aku tidak yakin kamu mampu …”jawab Alex dengan nada masih merendahkan. Ia menatap Casandra yang sudah mengenakan dress yang ia pesankan untuknya. Menatap Casandra
“Halo ? Clara, ada apa ..”Alex menjawab dengan nada dingin. Mencoba tenang untuk menghadapi panggilan tak di sengaja ini. “Tuan! Maafkan saya yang tidak bisa bekerja dengan benar..
Di ruang meeting. Alex menatap kursi kosong itu dengan bersiap siap mengamuk si penunggunya kelak. Sudah hampir satu jam. Dan penunggu kursi itu belum muncul. Sudah di bayangan Alex, kalau orang itu akan muncul dengan sumringah dan tanpa dosa. Dan ternyata itu terwujud.
“Lebih cepat lagi..” baru setelah Alex memerintah untuk memacu kecepatan. Ia berani menambah kecepatan mobil. Benar memang, semua karyawan yang belum pernah melihat sosok Alex. Langsung takut takut dengan laki laki itu. B
“Tidak perlu, aku tidak membutuhkannya.. Danil menolak. Cassandra benar benar kaya. Mungkin sebanding dengannya, si penjaga gerbang itu langsung menunduk hormat pada Cassandra yang keluar dari mobil. “Aku sudah merepotkan, aku harus membayar semua ini..
“Kamu bukan bocah yang di iming imingi permen lalu di minta untuk masuk ke mobil orang asing.. Alexa tak percaya alasan bualan Cassandra itu. Intinya, ia marah dengan sahabatnya itu. “Aish! Percuma saja, kamu takan percaya. Ngomong ngomong, apakah Allen mencariku akhir akhir
“Kamu Chipmunk? Menggerogoti kertas sampai begini …? Alexa meraih kertas yang harus ia ketik ulang itu. Kucel, kotor. “Apa kamu tidak bisa melihat kalau itu bekas di remas ?
Encounter 7 Waktu seperti berjalan sangat lambat bagi Aruna. Perjalanan pulangnya seperti berkilo kilo meter lebih jauh. Sedangkan Mahesa di samping Aruna justru tenang saja, sejak tadi memilih untuk ikut diam dan juga fokus ke jalanan. Ketika mobil putih itu memasuki jalanan yang mulai sempit. Menuju ke pemukiman yang tidak terlalu elite, tapi tidak juga terlalu padat penduduk. “Berhenti di sana...” Aruna menunjuk rumahnya, rumah dengan tembok yang di cat berwarna tosca, dengan halaman yang sempit dan gerbang yang tidak terlalu tinggi.&
Encounter 6 Aruna merasakan kecemasan menghampirinya. Hampir semua teman teman kantornya tidak menjawab panggilan maupun pesan darinya. Semua orang mungkin sudah pulang ataupun sedang melakukan pekerjaan diluar kantor. Aruna akhirnya duduk di paving, ia mengamati dengan mata nanar, dua roda belakang yang tidak lagi terisi udara. Dan bukan hanya itu, mobil kantor ini juga mogok! Aruna menundukan kepalanya dalam dalam, ia tengah mencari cari solusi. Tapi otaknya juga ikut mogok. “Butuh tumpangan?”&
Encounter 5 Aruna sedang menatap layar ponselnya. Mencari hiburan di layar benda canggih itu. Sesekali mata Aruna yang jeli itu memperhatikan tiap tempat yang muncul di explore instagramnya. Aruna mencari hiburan sekaligus inspirasi. Menyelam sambil minum air. Cukup lama Aruna bermain ponsel hingga ia menyadari kalau waktu makan siangnya sudah hampir habis. Aruna berdiri dan mengeluarkan uang dari sakunya, meletakannya di atas meja dengan ditindih mangkuk soto yang baru saja ia makan. Aruna berjalan dengan tergesa gesa, tangannya mengetuk kaca gerobak. Aruna tersenyum dan dengan cepat ia menunjuk ke arah mangkuk-nya. 
Encounter 5 Aruna sedang menatap layar ponselnya. Mencari hiburan di layar benda canggih itu. Sesekali mata Aruna yang jeli itu memperhatikan tiap tempat yang muncul di explore instagramnya. Aruna mencari hiburan sekaligus inspirasi. Menyelam sambil minum air. Cukup lama Aruna bermain ponsel hingga ia menyadari kalau waktu makan siangnya sudah hampir habis. Aruna berdiri dan mengeluarkan uang dari sakunya, meletakannya di atas meja dengan ditindih mangkuk soto yang baru saja ia makan. Aruna berjalan dengan tergesa gesa, tangannya mengetuk kaca gerobak. Aruna tersenyum dan dengan cepat ia menunjuk ke arah mangkuk-nya. 
Encounter 4 Laura melirik ke meja yang sudah Mahesa pesan. Laura jelas sekali terlihat enggan untuk menyantap beberapa makanan disana. Apalagi Chesee Croucet yang terlihat menggiurkan tapi mematikan. Mematikan karir Laura maksudnya, karena ya... terlalu banyak kalori, dan berlemak. Euhh. Sedangkan Mahesa terlihat tenang tenang saja sambil menikmati minumannya, Latte. Meskipun kafe ini VIP, Mahesa tidak memesan makanan yang terlalu mewah. Toh ia hanya sekedar menikmati minuman disini. Sedangkan Aruna sejak tadi disergap rasa gugup. Ia bahkan melakukan tindakan bodoh dengan langsung menyeruput minumannya yang masih panas.&
Encounter 3 Sebuah Kafe di daerah Bilangan, Jakarta Barat. Benar kata Kayara, kliennya kali ini benar benar membuatnya syok dan tidak percayara. Kafe yang Aruna masuki yang sepengetahuannya hanya bisa dimasuki oleh orang yang sudah reservasi terlebih dahulu. Tanpa perlu memerlukan tanda pengenal, Aruna bisa mengetahui siapa kliennya sekarang ini. “Selamat siang....” sapa Aruna dengan nada seramah mungkin. Menyapa dua orang yang hanya terlihat punggungnya saja. “Siang...” balas si pemilik suara bariton, si perempuan nampaknya masih kesal dan mengira kalau Aruna adalah Kayara.
Encounter 2 Namanya Aruna Renjana. Pagi ini, sama seperti pagi sebelumnya. Aruna berjalan ke arah kelasnya, dengan rambut yang dikuncir dan tangan yang penuh dengan buku paket, Aruna berjalan. Sendirian. Langkahnya yang cepat membuat Aruna hanya membutuhkan waktu sekitar beberapa menit untuk sampai dikelasnya. Diujung sana, setelah melewati lapangan rumput. Tapi itu tidak seperti dugaannya. Aruna terhenti, tepat di gazebo. Aruna yang harus melewati paving tepian lapangan, karena ada larangan untuk menginjak injak lapangan rumput itu terhenti oleh gerombolan siswa laki laki.
Encounter 1 Just Married adalah kantor kecil dengan bangunan dua lantai. Bangunan yang lantai satu di gunakan untuk semua karyawan dan untuk segala hal yang bersifat administratif. Sedangkan lantai dua adalah bangunan dengan hampir seluruhnya bermaterialkan kaca, lantai dua lebih digunakan sebagai tempat untuk technical meeting dan pematangan ide. Jangan berharap kalau kantor Aruna memiliki kantin. Karena jawabannya, tidak ada. Kantin disini adalah trotoar sebrang jalan yang diisi banyak sekali warung tenda, yang sama sama digunakan oleh banyak sekali karyawan di kompleks ini untuk mengisi perut di jam makan siang, Just Married bisa di bilang sukses walau skalanya masih kecil, berkat p
Mahesa mencengkeram erat tangan Aruna. Melihat wajah Aruna yang memerah, bahkan bukan hanya wajahnya, sekujur tubuh Aruna seperti mengeluarkan rona merahnya. Membuat Mahesa tidak menyadari, ada daya magis yang membuatnya terpesona. Mahesa tidak pernah membayangkan ini sebelumnya, lebih lebih dengan posisi mereka saat ini. Dengan tubuh Aruna yang pasrah dibawah himpitan tubuh Mahesa yang melingkupinya. Rintihan demi rintihan kecil Aruna yang kian membuat Mahesa mencengkeram, menahan erangannya sendiri. Gadis yang setengah memejamkan matanya itu, berusaha untuk meraih pungguh Mahesa. Tapi terlambat, tangan Mahesa sudah kembali mencengkeram pergelangan tangan Aruna, meletakannya diatas kepala dan memperc