“Kamu bukan bocah yang di iming imingi permen lalu di minta untuk masuk ke mobil orang asing..Alexa tak percaya alasan bualan Cassandra itu. Intinya, ia marah dengan sahabatnya itu.
“Aish! Percuma saja, kamu takan percaya. Ngomong ngomong, apakah Allen mencariku akhir akhir
“Kamu Chipmunk? Menggerogoti kertas sampai begini …? Alexa meraih kertas yang harus ia ketik ulang itu. Kucel, kotor. “Apa kamu tidak bisa melihat kalau itu bekas di remas ?
Damian Leonidas. Laki laki paru baya itu mengacak acak rambutnya. “Tuan, ada yang ingin bertemu dengan anda.. Sekretaris bernama Brian itu muncul dengan berita yang tak ingin Damian dengar. “Aku sedang tidak ingin menerima tamu.. jawab Damian singkat. Matanya kembali tertuju ke laporan keuangan perusahaanya yang tak kunjung membaik. Itu alasannya, kenapa ia mengacak acak rambut dengan frustaso. “Tapi aku memaksa.. tiba tiba Alex masuk menerobos tubuh Brian. Tubuh Brian terhuyung karena menghalangi jalan Alex. Ia nampak bingung. Aku harus me
Sabar Cassandra! Selain sifat menyebalkan yang di miliki laki laki impoten ini. Dia juga sangat suka merendahkan orang lain. Setelah aku lebih kaya dari dia, aku akan membeli rumahnya dengan paksa, membeli semua yang ia miliki dengan paksa. Haha! Aku akan menunggu saat itu. Saat kejayaanku. “Kenapa? Kamu takut kalau aku bisa membayar hutang hutang Ayahku dalam seminggu? Kamu takut kamu kalah dan kamu harus mencari perempuan lain. Bersiaplah Tuan Alex.. Cassandra ingin menghardik lidahnya karena sudah menyebut nama Alex. Alex tak suka di tentang. Dan Ia sedang di tentang. “Aku yakin, kamu akan gagal.. ujar Alex dengan mantap. “Dan maaf, aku akan mem
“Atau, kamu takut ya? Kalau kamu lebih memilih melunasi hutangmu dengan cara lain, sepert-. “Diam! Aku tidak keberatan. Aku tidak takut dan jangan bermimpi ada cara alternatif lain! Cassandra dengan sebal langsung menandatangani surat kontrak itu. Alex hanya tersenyum puas. Entah apa yang membuatnya sangat senang. “Berikan ini ke notaris untuk di legalkan.. Alex memberikan kertas itu pada Smith. Akhirnya aku bisa pulang, batin Smith. Teriakan demi teriakan Cassandra benar benar mengganggu batinnya. “Ayo.” Ajak Alex dengan tangan terulur ke arah Cassandra. “Apa?! Cassandra mema
Cassandra meneguk ludahnya dengan gugup. Berkali kali ia mengutuk dirinya sendiri. “ Apa dia itu temanmu yang sering bermain dengamu? “ Alex menarik kursinya dengan sengaja membuat suara berdecit di lantai. Mengintimidasi Cassandra tentunya. “ Kami berteman sejak lama, sejak kuliah. Dia itu murid paling cerdas di angkatan kami. Cassie bahkan umurnya setahun lebih muda dariku. “ penjelasan Alexa tak membuat kemarahan Alex mereda seketika. “ Oh? Benarkan? Dia secerdas itu sampai bisa lulus kuliah dengan nilai sempurna itu? “ Alex menangkupkan tanganya ke wajahnya, memandangi wajah Cassandra yang sejak tadi kaku karena gugup. Kenapa laki laki ini memandang
Cassandra berangkat ke kantor dengan terburu buru. Pagi ini ia menghindari Alex dengan sengaja. Tentu saja, kesalahannya semalam memang tak bisa di maafkan. Mana mungkin Alex melepaskannya saat rasa sakitnya sudah hilang. Cassandra takut akan di lumat habis habis oleh Alex. Pagi ini, ia berangkat dengan patokan jam di ponselnya. Dan Alex tidak iseng dengan mengubah jam di rumahnya ternyata. Cassandra jadi tak perlu mandi subuh subuh seperti kemarin. “ Ayah. “ panggil Cassandra saat tubuh Damian mendekatinya di dalam ruangannya itu. “ Kamu tidak apa apa? “ Damian melihat tubuh Cassandra yang masih lengkap, huft. Ia pikir, kemarin Alex datang untuk mencabik cabik puterinya itu. Tapi tidak ternyata. “ Aku baik baik saja, kenapa? “ Cassandra melihat ekspresi
“ Kenapa kamu kemari? “ Cassandra sudah mengajak Alex untuk duduk di ruangan yang nyaman. Ruangan kecil yang biasanya di gunakan untuk minum teh sambil melihat ke taman lewat jendela kaca. “ Sama sama. “ jawab Alex dengan singkat dan kemudian menyeruput tehnya. Ia mendapatkan pelirikan dari Cassandra. “ Apanya yang sama sama. Dasar gila. “ Cassandra memelototi Alex yang sedang terkekeh. Benar benar, hobi Alex ini unik. Di depan Alexa ia hobi marah marah. Di depan Cassandra ia hobi terkikik dan tertawa. “ Kamu lupa berterima kasih. Karena aku sudah menolongmu. “ jawab Alex. Ia sangat puas dengan ekspresi Cassandra yang tak bisa membantah kata katanya barusan. Cassandra hanya diam saja, entah sejak kapan. Alex mulai memperhatikannya. Pandangan mata itu sepertinya tak bosan bosan di itarakan untuk Cassandra.&
Cassandra pulang dengan banyak dokumen di tangannya. Ia sampai kewalahan karena banyak sekali yang harus ia kerjakan. Hanya tinggal menghitung hari lagi. Esok, waktu tersisa tinggal tiga hari lagi. Tiga hari!! Satu juta pun belum ia hasilkan. “ Bodoh sekali mulutku ini! Selalu saja membawa petaka! “ umpat Cassandra sambil memukul mulutnya. Gara gara menantang Alex, tak melihat seberapa kemampuannya. Ia jadi kocar kacir sendiri. “ Nona. “ panggilan Clara itu mengangetkan Cassandra. Sosok pelayan itu muncul dengan takut takut saat mendekatinya. Seperti sedang melihat penampakan saja. “ Ada apa Clara? Kenapa kamu ketakutan begitu? “ Clara mendengar pertanyaan itu dan nampak takut takut, ia melirik ke sekliling rumah. Gara gara Tuan rumah marah marah. Aura ru
Encounter 7 Waktu seperti berjalan sangat lambat bagi Aruna. Perjalanan pulangnya seperti berkilo kilo meter lebih jauh. Sedangkan Mahesa di samping Aruna justru tenang saja, sejak tadi memilih untuk ikut diam dan juga fokus ke jalanan. Ketika mobil putih itu memasuki jalanan yang mulai sempit. Menuju ke pemukiman yang tidak terlalu elite, tapi tidak juga terlalu padat penduduk. “Berhenti di sana...” Aruna menunjuk rumahnya, rumah dengan tembok yang di cat berwarna tosca, dengan halaman yang sempit dan gerbang yang tidak terlalu tinggi.&
Encounter 6 Aruna merasakan kecemasan menghampirinya. Hampir semua teman teman kantornya tidak menjawab panggilan maupun pesan darinya. Semua orang mungkin sudah pulang ataupun sedang melakukan pekerjaan diluar kantor. Aruna akhirnya duduk di paving, ia mengamati dengan mata nanar, dua roda belakang yang tidak lagi terisi udara. Dan bukan hanya itu, mobil kantor ini juga mogok! Aruna menundukan kepalanya dalam dalam, ia tengah mencari cari solusi. Tapi otaknya juga ikut mogok. “Butuh tumpangan?”&
Encounter 5 Aruna sedang menatap layar ponselnya. Mencari hiburan di layar benda canggih itu. Sesekali mata Aruna yang jeli itu memperhatikan tiap tempat yang muncul di explore instagramnya. Aruna mencari hiburan sekaligus inspirasi. Menyelam sambil minum air. Cukup lama Aruna bermain ponsel hingga ia menyadari kalau waktu makan siangnya sudah hampir habis. Aruna berdiri dan mengeluarkan uang dari sakunya, meletakannya di atas meja dengan ditindih mangkuk soto yang baru saja ia makan. Aruna berjalan dengan tergesa gesa, tangannya mengetuk kaca gerobak. Aruna tersenyum dan dengan cepat ia menunjuk ke arah mangkuk-nya. 
Encounter 5 Aruna sedang menatap layar ponselnya. Mencari hiburan di layar benda canggih itu. Sesekali mata Aruna yang jeli itu memperhatikan tiap tempat yang muncul di explore instagramnya. Aruna mencari hiburan sekaligus inspirasi. Menyelam sambil minum air. Cukup lama Aruna bermain ponsel hingga ia menyadari kalau waktu makan siangnya sudah hampir habis. Aruna berdiri dan mengeluarkan uang dari sakunya, meletakannya di atas meja dengan ditindih mangkuk soto yang baru saja ia makan. Aruna berjalan dengan tergesa gesa, tangannya mengetuk kaca gerobak. Aruna tersenyum dan dengan cepat ia menunjuk ke arah mangkuk-nya. 
Encounter 4 Laura melirik ke meja yang sudah Mahesa pesan. Laura jelas sekali terlihat enggan untuk menyantap beberapa makanan disana. Apalagi Chesee Croucet yang terlihat menggiurkan tapi mematikan. Mematikan karir Laura maksudnya, karena ya... terlalu banyak kalori, dan berlemak. Euhh. Sedangkan Mahesa terlihat tenang tenang saja sambil menikmati minumannya, Latte. Meskipun kafe ini VIP, Mahesa tidak memesan makanan yang terlalu mewah. Toh ia hanya sekedar menikmati minuman disini. Sedangkan Aruna sejak tadi disergap rasa gugup. Ia bahkan melakukan tindakan bodoh dengan langsung menyeruput minumannya yang masih panas.&
Encounter 3 Sebuah Kafe di daerah Bilangan, Jakarta Barat. Benar kata Kayara, kliennya kali ini benar benar membuatnya syok dan tidak percayara. Kafe yang Aruna masuki yang sepengetahuannya hanya bisa dimasuki oleh orang yang sudah reservasi terlebih dahulu. Tanpa perlu memerlukan tanda pengenal, Aruna bisa mengetahui siapa kliennya sekarang ini. “Selamat siang....” sapa Aruna dengan nada seramah mungkin. Menyapa dua orang yang hanya terlihat punggungnya saja. “Siang...” balas si pemilik suara bariton, si perempuan nampaknya masih kesal dan mengira kalau Aruna adalah Kayara.
Encounter 2 Namanya Aruna Renjana. Pagi ini, sama seperti pagi sebelumnya. Aruna berjalan ke arah kelasnya, dengan rambut yang dikuncir dan tangan yang penuh dengan buku paket, Aruna berjalan. Sendirian. Langkahnya yang cepat membuat Aruna hanya membutuhkan waktu sekitar beberapa menit untuk sampai dikelasnya. Diujung sana, setelah melewati lapangan rumput. Tapi itu tidak seperti dugaannya. Aruna terhenti, tepat di gazebo. Aruna yang harus melewati paving tepian lapangan, karena ada larangan untuk menginjak injak lapangan rumput itu terhenti oleh gerombolan siswa laki laki.
Encounter 1 Just Married adalah kantor kecil dengan bangunan dua lantai. Bangunan yang lantai satu di gunakan untuk semua karyawan dan untuk segala hal yang bersifat administratif. Sedangkan lantai dua adalah bangunan dengan hampir seluruhnya bermaterialkan kaca, lantai dua lebih digunakan sebagai tempat untuk technical meeting dan pematangan ide. Jangan berharap kalau kantor Aruna memiliki kantin. Karena jawabannya, tidak ada. Kantin disini adalah trotoar sebrang jalan yang diisi banyak sekali warung tenda, yang sama sama digunakan oleh banyak sekali karyawan di kompleks ini untuk mengisi perut di jam makan siang, Just Married bisa di bilang sukses walau skalanya masih kecil, berkat p
Mahesa mencengkeram erat tangan Aruna. Melihat wajah Aruna yang memerah, bahkan bukan hanya wajahnya, sekujur tubuh Aruna seperti mengeluarkan rona merahnya. Membuat Mahesa tidak menyadari, ada daya magis yang membuatnya terpesona. Mahesa tidak pernah membayangkan ini sebelumnya, lebih lebih dengan posisi mereka saat ini. Dengan tubuh Aruna yang pasrah dibawah himpitan tubuh Mahesa yang melingkupinya. Rintihan demi rintihan kecil Aruna yang kian membuat Mahesa mencengkeram, menahan erangannya sendiri. Gadis yang setengah memejamkan matanya itu, berusaha untuk meraih pungguh Mahesa. Tapi terlambat, tangan Mahesa sudah kembali mencengkeram pergelangan tangan Aruna, meletakannya diatas kepala dan memperc