“ Kenapa kamu kemari? “
Cassandra sudah mengajak Alex untuk duduk di ruangan yang nyaman. Ruangan kecil yang biasanya di gunakan untuk minum teh sambil melihat ke taman lewat jendela kaca. “ Sama sama. “ jawab Alex dengan singkat dan kemudian menyeruput tehnya. Ia mendapatkan pelirikan dari Cassandra. “ Apanya yang sama sama. Dasar gila. “ Cassandra memelototi Alex yang sedang terkekeh. Benar benar, hobi Alex ini unik. Di depan Alexa ia hobi marah marah. Di depan Cassandra ia hobi terkikik dan tertawa. “ Kamu lupa berterima kasih. Karena aku sudah menolongmu. “ jawab Alex. Ia sangat puas dengan ekspresi Cassandra yang tak bisa membantah kata katanya barusan. Cassandra hanya diam saja, entah sejak kapan. Alex mulai memperhatikannya. Pandangan mata itu sepertinya tak bosan bosan di itarakan untuk Cassandra.&Cassandra pulang dengan banyak dokumen di tangannya. Ia sampai kewalahan karena banyak sekali yang harus ia kerjakan. Hanya tinggal menghitung hari lagi. Esok, waktu tersisa tinggal tiga hari lagi. Tiga hari!! Satu juta pun belum ia hasilkan. “ Bodoh sekali mulutku ini! Selalu saja membawa petaka! “ umpat Cassandra sambil memukul mulutnya. Gara gara menantang Alex, tak melihat seberapa kemampuannya. Ia jadi kocar kacir sendiri. “ Nona. “ panggilan Clara itu mengangetkan Cassandra. Sosok pelayan itu muncul dengan takut takut saat mendekatinya. Seperti sedang melihat penampakan saja. “ Ada apa Clara? Kenapa kamu ketakutan begitu? “ Clara mendengar pertanyaan itu dan nampak takut takut, ia melirik ke sekliling rumah. Gara gara Tuan rumah marah marah. Aura ru
Pagi itu benar benar di lewati dengan cepat. Hanya tinggal tiga hari lagi! Dan bugh!!! Tamat riwayatnya kalau tak bisa melunasi hutang kepada Alex. Dan sekarang, Cassandra sedang mencoba menghemat waktu agar tak terbuang percuma. Ia sarapan dengan brutal. Cepatnya bukan main. Clara bahkan mengira kalau Cassandra tak mengunyah makananya. Hanya asal telan saja. “ Terima kasih untuk sarapannya Clara! “ seru Cassandra dengan riang. Perutnya terisi, tenanganya terisi dan semangatnya juga! Hari ini! Ia akan menebas semua hal yang menyusahkannya! Tekad Cassandra. Kebiasaan Cassandra adalah berterima kasih setelah makan. Seperti yang ia lakukan saat di rumah keluarga besar. Clara melihat ke arah kursi Alex yang kosong. Tuannya itu belum beranjak ke bawah untuk sarapan. Dan Cassandra nampak tak ingat kalau laki laki itu sedang terpuruk? Terluka? Atau apa tepatnya? Clara jadi bi
Alex masuk rumah dengan sangat beringas. Ia baru saja mendengarkan tekanan dari orang tuanya. Airlangga sengaja mampir ke kantor hanya untuk mengusik anak lelakinya itu untuk segera menikah dengan perempuan pilihannya. Dan jawabannya sudah jelas. Tidak. Tidak akan. Brakk!!! Suara pintu yang di tutup dengan sangat emosi. “ Kenapa dia masuk seperti kesurupan? “ tanya Cassandra pada Clara yang tetap menyapu lantai dan hanya diam tak mau menanggapi. Huft. Cassandra kembali mengetikan laporan di laptonya. Waktunya semakin menipis. Dua hari lagi. Potongan dua puluh empat jam rasanya tak cukup. “ Clara!! “ jerit Cassandra dengan sangat frustasi. Clara jadi takut sendiri. Dua pasangan ini, kenapa sangat suka berteriak? Batin Clara sambil tetap menyapu lanta
“Temanmu itu, aku bertemu dia saat di butik beberapa hari yang lalu ...” Alexa mengangguk dengan paham, seolah dia langsung menangkap waktu dan tempat, sekaligus kejadian hari itu dengan jelas. Karena Cassandra menceritakan langsung padanya di tengah malam saat ia sedang ngantuk ngantuknya. “Oh hari itu ...” ucap Alexa dengan gamang,”Hari itu Allen tiba tiba tidak bisa datang dan Cassandra hanya memakai dressnya.” Alexa menimang akan mengatakan kelanjutkan certitanya atau tidak, tapi melihat wajah Alex yang sangat penasaran dan sangat tertarik dengan topik ini. Akhirnya Alexa memilih untuk melanjutkan. “Mereka sudah memutuskan untuk menikah set
Cassandra terus membuka matanya. Laporan hari ini benar benar sial! Ia sampai pusing harus di apakan. Sesekali Cassandra meliri jam dinding di kamarnya. Sudah pukul sepuluh malam. Dan belum terdengar bunyi mobil masuk. Harusnya Alex sudah pulang kan? “Ah! Kenapa memikirkan urusan yang bukan urusanku?” Cassandra kembali ke keyboard laptopnya. Dengan bibir yang di mancungkan, ia sesekali mengutuk diri sendiri karena ia hampir.... hampir saja bersimpati pada Alex. Dan selang beberapa menit, setelah berkali kali menajamkan telinga. Cassandra mendengar deru mobil yang memasuki pelataran rumah. Tanpa sadar, Cassandra berlonjak. Entah untuk apa. Tangga itu di naiki Alex dengan terburu buru, ia kesal karena hari ini ia habiskan dengan bertemu wanita yang tak sampai radar menarik untuknya. Tapi tiba tiba, langkah Alex di
Alex dengan langkah terburu buru langsung menuju ke kantor Cassandra saat menerima panggilan tidak biasa dari perempuan itu. biasanya, Cassandra akan mengabaikan panggilannya dan mematikan ponselnya. Ini justru sangat aneh bukan? “Alex, kenapa kita ke sini?” Alexa berusaha sangat keras untuk mengikuti langkah kaki Alex yang sangat cepat. “Aku tidak tau,” jawab Alex. Ia malah berpikir kalau Cassandra membutuhkannya. Karena? Hei! Ini memang tidak biasa kan?! Berarti ini darurat bukan? “Kenapa aku punya Kaka sepertimu Alex!!” kutuk Alexa yang kelelahan dan memegangi lututnya karena lemas. Alex justru sudah berjalan di depannya tanpa peduli pandangan orang orang di sekitar. Alex langsung memasuki lift dan menuju ke
Alex benar benar kembali ke kantornya. Ia tak bisa bekerja dengan tenang saat otaknya terpecah. Tak bisa memikirkan satu hal pun dengan benar. Ia seperti... tak rela? Benar! “Benar, aku tak senang karena aku sangat suka mengganggu landak betina itu.” Alex mengacak acak rambutnya. Dengan sangat keras karena frustasi. Rasanya, bukan ini jawabannya! Bukan! Tapi apa?!! Tak menemukan jawaban, justru Alex mendapatkan panggilan telephone dari Airlangga. Ayahnya. “Hallo??”jawab Alex dengan lesu, Airlangga tak mendengar nada lesu Alex. Ia sudah sibuk dengan apa yang akan ia bicarakan pada Alex. “Pulang malam ini, ada anak dari teman Ayah yang ingin bertemu denganmu. Siapa tau kalian berjodoh.”
“Hentikan.” Tepisan tangan Cassandra menghardik gerakan tangan Alex. Laki laki itu hanya tersenyum. “Aku lupa, sebaiknya kita robek saja dress ini.” Kekeh Alex dengan puas. Ia sangat puas dengan leluconyna itu. “Hentikan tindakanmu yang menggangguku Alex! Urusan kita sudah selsai.” “Justru karena urusan kita sudah selesai, bagaimana kalau kita buat urusan urusan yang lain? Hem? Tertarik??” Alex bersumpah! Entah Tuhan ataukan memang ia yang mengendalikan mulutnya barusan. Sepertinya ia mulai gila tanpa sebab karena mulai menggoda Cassandra. Dengan menyilangkan tangan di depan dadanya. Cassandra tersenyum tengik.&
Encounter 7 Waktu seperti berjalan sangat lambat bagi Aruna. Perjalanan pulangnya seperti berkilo kilo meter lebih jauh. Sedangkan Mahesa di samping Aruna justru tenang saja, sejak tadi memilih untuk ikut diam dan juga fokus ke jalanan. Ketika mobil putih itu memasuki jalanan yang mulai sempit. Menuju ke pemukiman yang tidak terlalu elite, tapi tidak juga terlalu padat penduduk. “Berhenti di sana...” Aruna menunjuk rumahnya, rumah dengan tembok yang di cat berwarna tosca, dengan halaman yang sempit dan gerbang yang tidak terlalu tinggi.&
Encounter 6 Aruna merasakan kecemasan menghampirinya. Hampir semua teman teman kantornya tidak menjawab panggilan maupun pesan darinya. Semua orang mungkin sudah pulang ataupun sedang melakukan pekerjaan diluar kantor. Aruna akhirnya duduk di paving, ia mengamati dengan mata nanar, dua roda belakang yang tidak lagi terisi udara. Dan bukan hanya itu, mobil kantor ini juga mogok! Aruna menundukan kepalanya dalam dalam, ia tengah mencari cari solusi. Tapi otaknya juga ikut mogok. “Butuh tumpangan?”&
Encounter 5 Aruna sedang menatap layar ponselnya. Mencari hiburan di layar benda canggih itu. Sesekali mata Aruna yang jeli itu memperhatikan tiap tempat yang muncul di explore instagramnya. Aruna mencari hiburan sekaligus inspirasi. Menyelam sambil minum air. Cukup lama Aruna bermain ponsel hingga ia menyadari kalau waktu makan siangnya sudah hampir habis. Aruna berdiri dan mengeluarkan uang dari sakunya, meletakannya di atas meja dengan ditindih mangkuk soto yang baru saja ia makan. Aruna berjalan dengan tergesa gesa, tangannya mengetuk kaca gerobak. Aruna tersenyum dan dengan cepat ia menunjuk ke arah mangkuk-nya. 
Encounter 5 Aruna sedang menatap layar ponselnya. Mencari hiburan di layar benda canggih itu. Sesekali mata Aruna yang jeli itu memperhatikan tiap tempat yang muncul di explore instagramnya. Aruna mencari hiburan sekaligus inspirasi. Menyelam sambil minum air. Cukup lama Aruna bermain ponsel hingga ia menyadari kalau waktu makan siangnya sudah hampir habis. Aruna berdiri dan mengeluarkan uang dari sakunya, meletakannya di atas meja dengan ditindih mangkuk soto yang baru saja ia makan. Aruna berjalan dengan tergesa gesa, tangannya mengetuk kaca gerobak. Aruna tersenyum dan dengan cepat ia menunjuk ke arah mangkuk-nya. 
Encounter 4 Laura melirik ke meja yang sudah Mahesa pesan. Laura jelas sekali terlihat enggan untuk menyantap beberapa makanan disana. Apalagi Chesee Croucet yang terlihat menggiurkan tapi mematikan. Mematikan karir Laura maksudnya, karena ya... terlalu banyak kalori, dan berlemak. Euhh. Sedangkan Mahesa terlihat tenang tenang saja sambil menikmati minumannya, Latte. Meskipun kafe ini VIP, Mahesa tidak memesan makanan yang terlalu mewah. Toh ia hanya sekedar menikmati minuman disini. Sedangkan Aruna sejak tadi disergap rasa gugup. Ia bahkan melakukan tindakan bodoh dengan langsung menyeruput minumannya yang masih panas.&
Encounter 3 Sebuah Kafe di daerah Bilangan, Jakarta Barat. Benar kata Kayara, kliennya kali ini benar benar membuatnya syok dan tidak percayara. Kafe yang Aruna masuki yang sepengetahuannya hanya bisa dimasuki oleh orang yang sudah reservasi terlebih dahulu. Tanpa perlu memerlukan tanda pengenal, Aruna bisa mengetahui siapa kliennya sekarang ini. “Selamat siang....” sapa Aruna dengan nada seramah mungkin. Menyapa dua orang yang hanya terlihat punggungnya saja. “Siang...” balas si pemilik suara bariton, si perempuan nampaknya masih kesal dan mengira kalau Aruna adalah Kayara.
Encounter 2 Namanya Aruna Renjana. Pagi ini, sama seperti pagi sebelumnya. Aruna berjalan ke arah kelasnya, dengan rambut yang dikuncir dan tangan yang penuh dengan buku paket, Aruna berjalan. Sendirian. Langkahnya yang cepat membuat Aruna hanya membutuhkan waktu sekitar beberapa menit untuk sampai dikelasnya. Diujung sana, setelah melewati lapangan rumput. Tapi itu tidak seperti dugaannya. Aruna terhenti, tepat di gazebo. Aruna yang harus melewati paving tepian lapangan, karena ada larangan untuk menginjak injak lapangan rumput itu terhenti oleh gerombolan siswa laki laki.
Encounter 1 Just Married adalah kantor kecil dengan bangunan dua lantai. Bangunan yang lantai satu di gunakan untuk semua karyawan dan untuk segala hal yang bersifat administratif. Sedangkan lantai dua adalah bangunan dengan hampir seluruhnya bermaterialkan kaca, lantai dua lebih digunakan sebagai tempat untuk technical meeting dan pematangan ide. Jangan berharap kalau kantor Aruna memiliki kantin. Karena jawabannya, tidak ada. Kantin disini adalah trotoar sebrang jalan yang diisi banyak sekali warung tenda, yang sama sama digunakan oleh banyak sekali karyawan di kompleks ini untuk mengisi perut di jam makan siang, Just Married bisa di bilang sukses walau skalanya masih kecil, berkat p
Mahesa mencengkeram erat tangan Aruna. Melihat wajah Aruna yang memerah, bahkan bukan hanya wajahnya, sekujur tubuh Aruna seperti mengeluarkan rona merahnya. Membuat Mahesa tidak menyadari, ada daya magis yang membuatnya terpesona. Mahesa tidak pernah membayangkan ini sebelumnya, lebih lebih dengan posisi mereka saat ini. Dengan tubuh Aruna yang pasrah dibawah himpitan tubuh Mahesa yang melingkupinya. Rintihan demi rintihan kecil Aruna yang kian membuat Mahesa mencengkeram, menahan erangannya sendiri. Gadis yang setengah memejamkan matanya itu, berusaha untuk meraih pungguh Mahesa. Tapi terlambat, tangan Mahesa sudah kembali mencengkeram pergelangan tangan Aruna, meletakannya diatas kepala dan memperc