Alex dengan langkah terburu buru langsung menuju ke kantor Cassandra saat menerima panggilan tidak biasa dari perempuan itu. biasanya, Cassandra akan mengabaikan panggilannya dan mematikan ponselnya. Ini justru sangat aneh bukan?
“Alex, kenapa kita ke sini?” Alexa berusaha sangat keras untuk mengikuti langkah kaki Alex yang sangat cepat. “Aku tidak tau,” jawab Alex. Ia malah berpikir kalau Cassandra membutuhkannya. Karena? Hei! Ini memang tidak biasa kan?! Berarti ini darurat bukan? “Kenapa aku punya Kaka sepertimu Alex!!” kutuk Alexa yang kelelahan dan memegangi lututnya karena lemas. Alex justru sudah berjalan di depannya tanpa peduli pandangan orang orang di sekitar. Alex langsung memasuki lift dan menuju keAlex benar benar kembali ke kantornya. Ia tak bisa bekerja dengan tenang saat otaknya terpecah. Tak bisa memikirkan satu hal pun dengan benar. Ia seperti... tak rela? Benar! “Benar, aku tak senang karena aku sangat suka mengganggu landak betina itu.” Alex mengacak acak rambutnya. Dengan sangat keras karena frustasi. Rasanya, bukan ini jawabannya! Bukan! Tapi apa?!! Tak menemukan jawaban, justru Alex mendapatkan panggilan telephone dari Airlangga. Ayahnya. “Hallo??”jawab Alex dengan lesu, Airlangga tak mendengar nada lesu Alex. Ia sudah sibuk dengan apa yang akan ia bicarakan pada Alex. “Pulang malam ini, ada anak dari teman Ayah yang ingin bertemu denganmu. Siapa tau kalian berjodoh.”
“Hentikan.” Tepisan tangan Cassandra menghardik gerakan tangan Alex. Laki laki itu hanya tersenyum. “Aku lupa, sebaiknya kita robek saja dress ini.” Kekeh Alex dengan puas. Ia sangat puas dengan leluconyna itu. “Hentikan tindakanmu yang menggangguku Alex! Urusan kita sudah selsai.” “Justru karena urusan kita sudah selesai, bagaimana kalau kita buat urusan urusan yang lain? Hem? Tertarik??” Alex bersumpah! Entah Tuhan ataukan memang ia yang mengendalikan mulutnya barusan. Sepertinya ia mulai gila tanpa sebab karena mulai menggoda Cassandra. Dengan menyilangkan tangan di depan dadanya. Cassandra tersenyum tengik.&
“Aku akan menyuruh orangku untuk mengantarkanmu pulang.” Alex kini paham, Allen tidak menyentuh wine atau apapun karena sedang tidak dalam kondisi yang baik. Jadi ia takan bersaing dengan orang yang tak sebanding dengannya. Tungggu, tunggu! Bersaing untuk apa memangnya? Alex jadi ingin menampar dirinya sendiri karena pemikiran aneh ini. “Tunggu, kekasihku...” pekik Allen dengan sangat panik. Ia teringat, ia datang ke sini untuk menemani Cassandra. Menjadi partner pesta dansanya. “Akan aku urus kekasihmu itu.” pungkas Alex, rasanya ia sedikit sebal saat sakit seperti ini Allen masih mengingat Cassandra. Enak saja!! Alex menyuruh salah satu bawahannya untuk mengantarkan Allen pulang. Dan benar, hanya dalam
Alex melihat sekeliling. Ia baru kali ini, bertandang ke rumah keluarga Dominica. Punya selera yang bagus dalam penataan hunian. Alex sampai berdecak kagum saat melihat tatanan bunga yang tumbuh di sepanjang jalan. Bunga bunga mahal. Mata Alex terpicing saat melihat sosok memakai dress hitam itu. awalnya nampak tak terlihat, samar karena kegelapan. Dan saat sorot lampu mobil Alex menyorotinya. Cassandra langsung menutup mata karena silau. “Landak kecil....” gumam Alex dengan puas saat lagi lagi, takdir atau apapun itu, mempertemukannya dengan Cassandra. Wajah panik Cassandra jelas terlihat. Ia melihat mobil Allen, tanpa pengemudinya tentunya. Dan Allen tak ada di manapun! Cassandra berlari ke arah pintu keluar, menanyakan apakah Allen pergi dengan temannya ke suatu tempat dan belum kembal
Dan Allen menghembuskan asap rokoknya,”Kebiasaan lama, kalau saya stress. Saya akan merokok, rupanya, mungkin karena kebiasaan ini yang mungkin menjadi penyebab penyakit saya.” Tutur Allen dengan tenang. Sekarang, entah ia merokok atau tidak. Nyawanya hanya tinggal menunggu sisanya habis. “Setengah tahun yang lalu, dan saat baru di ketahui, sudah masuk stadium akhir.” Pungkas Allen, akhirnya ia menjawab pertanyaan Alex yang di tujukan padanya. Alex bahkan sampai tak bisa berkata kata saat Anthoni mengatkan kalau Allen terkena kanker otak setelah laki laki itu tak sadarkan diri di mobil Alex saat di antarkan pulang, dengan darah segar yang mengucur di hidung laki laki itu. Alex masih tak percaya! “Tolong, jaga Cassandra saat saya sudah mati.” Bisik Allen dengan gama
“Wah Alexa....” Alexa tak membiarkan Alex menyelanya, ia sebal karena Alex. “Aku akan menjadi bridemaid kalian, aku akan menjadi orang yang paling berbahagia di pernikahan kalian Alex!!”ucap Alexa dengan suara keras dan bersungguh sungguh. Alex bahkan tak bisa membayangkan kalau ia berada di atas altar dengan Isabella sebagai pengantinya. Tidak!! “Aku akan senang menjadi adik yang baik di hadapan Tuhan dengan cara mendoakanmu di hari pernikahanmu Alex, selamat tinggal...!!” Buru buru Alexa meninggalkan Alex yang sepertinya sudah hampir meledak dengan cara mendoakanya menikah dengan orang yang tidak ia cintai. Benar benar adik yang sangat pengertian! Pengertian dalam mendoakan yang buruk buruk untuk sauda
Alex melihat kesempatan itu, ia akan semakin membuat Ayahnya percaya dan memutuskan hubungan antara dia dan Isabella itu. Tapi keyakinan di mata Airlangga itu berubah menjadi tatapan curiga. “Ini bukan trikmu agar kamu bisa lolos dan akhirnya kamu pura pura menikah bukan?”selidik Airlangga ingin memastikan, dan Alex tertawa hambar. Itu justru rencananya terdahulu, ah dulu bahkan Alex tak memikirkan untuk menikahi Cassandra terlebih dahulu, agar anaknya nanti punya kekuatan hukum. Alex menggeleng,”Tidak, aku benar benar ingin menikahi wanita ini. Bukan si Isabella itu.” jawab Alex dan jawaban itu semakin membuat Airlangga berjingkrak. Ini sepertinya akan menjadi tanda kalau ia akan segera menimang cucu. “Apa itu wanita yang kamu cintai Alex?”tanya Airlangga dengan s
Alex tersenyum tanpa melirik ke arah Cassandra. Cassandra bahkan sampai heran, kenapa akhir akhir ini Alex sering sekali tersenyum? Aneh bukan?? “Makan siang, makan siang yang sangat romantis.....” bisik Alex tanpa melirik ke arah Cassandra. Itu justru berefek sangat buruk pada Cassandra. Karena ia merasa kalau pipinya sangat merah dan terasa panas. Sial! Apa yang aku pikirkan sebenarnya??!! “Kenapa diam?”tanya Alex dengan sangat bingung, karena biasanya Cassandra akan protes. Pasti. “Aku tidak mau makan siang.” “Tapi ini kewajiban.” “Aku tidak punya kewaj
Encounter 7 Waktu seperti berjalan sangat lambat bagi Aruna. Perjalanan pulangnya seperti berkilo kilo meter lebih jauh. Sedangkan Mahesa di samping Aruna justru tenang saja, sejak tadi memilih untuk ikut diam dan juga fokus ke jalanan. Ketika mobil putih itu memasuki jalanan yang mulai sempit. Menuju ke pemukiman yang tidak terlalu elite, tapi tidak juga terlalu padat penduduk. “Berhenti di sana...” Aruna menunjuk rumahnya, rumah dengan tembok yang di cat berwarna tosca, dengan halaman yang sempit dan gerbang yang tidak terlalu tinggi.&
Encounter 6 Aruna merasakan kecemasan menghampirinya. Hampir semua teman teman kantornya tidak menjawab panggilan maupun pesan darinya. Semua orang mungkin sudah pulang ataupun sedang melakukan pekerjaan diluar kantor. Aruna akhirnya duduk di paving, ia mengamati dengan mata nanar, dua roda belakang yang tidak lagi terisi udara. Dan bukan hanya itu, mobil kantor ini juga mogok! Aruna menundukan kepalanya dalam dalam, ia tengah mencari cari solusi. Tapi otaknya juga ikut mogok. “Butuh tumpangan?”&
Encounter 5 Aruna sedang menatap layar ponselnya. Mencari hiburan di layar benda canggih itu. Sesekali mata Aruna yang jeli itu memperhatikan tiap tempat yang muncul di explore instagramnya. Aruna mencari hiburan sekaligus inspirasi. Menyelam sambil minum air. Cukup lama Aruna bermain ponsel hingga ia menyadari kalau waktu makan siangnya sudah hampir habis. Aruna berdiri dan mengeluarkan uang dari sakunya, meletakannya di atas meja dengan ditindih mangkuk soto yang baru saja ia makan. Aruna berjalan dengan tergesa gesa, tangannya mengetuk kaca gerobak. Aruna tersenyum dan dengan cepat ia menunjuk ke arah mangkuk-nya. 
Encounter 5 Aruna sedang menatap layar ponselnya. Mencari hiburan di layar benda canggih itu. Sesekali mata Aruna yang jeli itu memperhatikan tiap tempat yang muncul di explore instagramnya. Aruna mencari hiburan sekaligus inspirasi. Menyelam sambil minum air. Cukup lama Aruna bermain ponsel hingga ia menyadari kalau waktu makan siangnya sudah hampir habis. Aruna berdiri dan mengeluarkan uang dari sakunya, meletakannya di atas meja dengan ditindih mangkuk soto yang baru saja ia makan. Aruna berjalan dengan tergesa gesa, tangannya mengetuk kaca gerobak. Aruna tersenyum dan dengan cepat ia menunjuk ke arah mangkuk-nya. 
Encounter 4 Laura melirik ke meja yang sudah Mahesa pesan. Laura jelas sekali terlihat enggan untuk menyantap beberapa makanan disana. Apalagi Chesee Croucet yang terlihat menggiurkan tapi mematikan. Mematikan karir Laura maksudnya, karena ya... terlalu banyak kalori, dan berlemak. Euhh. Sedangkan Mahesa terlihat tenang tenang saja sambil menikmati minumannya, Latte. Meskipun kafe ini VIP, Mahesa tidak memesan makanan yang terlalu mewah. Toh ia hanya sekedar menikmati minuman disini. Sedangkan Aruna sejak tadi disergap rasa gugup. Ia bahkan melakukan tindakan bodoh dengan langsung menyeruput minumannya yang masih panas.&
Encounter 3 Sebuah Kafe di daerah Bilangan, Jakarta Barat. Benar kata Kayara, kliennya kali ini benar benar membuatnya syok dan tidak percayara. Kafe yang Aruna masuki yang sepengetahuannya hanya bisa dimasuki oleh orang yang sudah reservasi terlebih dahulu. Tanpa perlu memerlukan tanda pengenal, Aruna bisa mengetahui siapa kliennya sekarang ini. “Selamat siang....” sapa Aruna dengan nada seramah mungkin. Menyapa dua orang yang hanya terlihat punggungnya saja. “Siang...” balas si pemilik suara bariton, si perempuan nampaknya masih kesal dan mengira kalau Aruna adalah Kayara.
Encounter 2 Namanya Aruna Renjana. Pagi ini, sama seperti pagi sebelumnya. Aruna berjalan ke arah kelasnya, dengan rambut yang dikuncir dan tangan yang penuh dengan buku paket, Aruna berjalan. Sendirian. Langkahnya yang cepat membuat Aruna hanya membutuhkan waktu sekitar beberapa menit untuk sampai dikelasnya. Diujung sana, setelah melewati lapangan rumput. Tapi itu tidak seperti dugaannya. Aruna terhenti, tepat di gazebo. Aruna yang harus melewati paving tepian lapangan, karena ada larangan untuk menginjak injak lapangan rumput itu terhenti oleh gerombolan siswa laki laki.
Encounter 1 Just Married adalah kantor kecil dengan bangunan dua lantai. Bangunan yang lantai satu di gunakan untuk semua karyawan dan untuk segala hal yang bersifat administratif. Sedangkan lantai dua adalah bangunan dengan hampir seluruhnya bermaterialkan kaca, lantai dua lebih digunakan sebagai tempat untuk technical meeting dan pematangan ide. Jangan berharap kalau kantor Aruna memiliki kantin. Karena jawabannya, tidak ada. Kantin disini adalah trotoar sebrang jalan yang diisi banyak sekali warung tenda, yang sama sama digunakan oleh banyak sekali karyawan di kompleks ini untuk mengisi perut di jam makan siang, Just Married bisa di bilang sukses walau skalanya masih kecil, berkat p
Mahesa mencengkeram erat tangan Aruna. Melihat wajah Aruna yang memerah, bahkan bukan hanya wajahnya, sekujur tubuh Aruna seperti mengeluarkan rona merahnya. Membuat Mahesa tidak menyadari, ada daya magis yang membuatnya terpesona. Mahesa tidak pernah membayangkan ini sebelumnya, lebih lebih dengan posisi mereka saat ini. Dengan tubuh Aruna yang pasrah dibawah himpitan tubuh Mahesa yang melingkupinya. Rintihan demi rintihan kecil Aruna yang kian membuat Mahesa mencengkeram, menahan erangannya sendiri. Gadis yang setengah memejamkan matanya itu, berusaha untuk meraih pungguh Mahesa. Tapi terlambat, tangan Mahesa sudah kembali mencengkeram pergelangan tangan Aruna, meletakannya diatas kepala dan memperc