Aku meraung keras sambil menangis. Kumohon, kumohon, kumohon ini semua hanya mimpi! Aku ... hanya bermimpi, kan? Ya, pasti hanya mimpi! Tidak mungkin ada iblis yang bisa menyentuh dan mengisap darah manusia! Tubuhku yang letih ini mungkin karena efek mimpi yang melelahkan! Tapi ... rasa sakit dan lengket di pundak tadi terasa nyata.Lelah setelah menangis berjam-jam, akhirnya mataku terpejam dan larut ke alam mimpi. Di dalam mimpi, aku kembali bertemu dengan iblis itu. Iblis bermata hijau yang telah menciumku setelah mengisap pundakku. Tubuhku lagi-lagi tidak dapat bergerak, terasa kaku. Sementara iblis itu berjalan mendekatkali ini ia tidak melayang.Kuedarkan pandangan ke sekeliling. Ladang lavender yang cantik sejauh mata memandang, dengan aroma harum khasnya. Lavender adalah bunga kesukaanku.Iblis itu kemudian berhenti, menyisakan jarak beberapa langkah di depanku. Saat mataku kembali ke wajah tampannya,
Mataku terpaku pada sosok pria berbaju serba hitam yang masih saja menatapku dengan bola mata hijaunya. Adegan-adegan dalam mimpiku tiba-tiba membanjiri otak. Saat bibirnya menyentuh bibirku, saat mulutnya mengisap ... Kugelengkan kepala dengan kuat.Aku bisa bergerak! Kembali kutatap pria itu. Jadi ... dia bukan iblis di dalam mimpiku? Tapi ... kenapa wajah dan sosoknya sangat mirip? Dan cara matanya menatapku...Pria itu mengulas seringai lebar, membuatnya terlihat semakin tampan sekaligus tampak keji. Jantungku berdegup dengan kencang karena rasa takut. Cepat-cepat kubalikkan tubuh dan berlari pergi meninggalkannya. Aku bersyukur dalam hati karena tubuhku bisa bergerak dan menjauh dari pria bermata hijau itu.Aku menyapa teman pertamaku, Lidya, gadis yang sangat cantik, berkulit cokelat keemasan, dan bertubuh seksi dengan sweater warna peach lengan pendek yang dipadu rok senada di atas lutut, menyu
Menjelang larut malam, aku tak ingin memejamkan mata meski kantuk mulai menyerang. Aku berusaha bertahan dengan menenggak dua cangkir kopi pahit, sebab jika terlelap, aku khawatir akan bertemu lagi dengan Xander di alam mimpi: itu hal terakhir yang kuinginkan.Sepulang kuliah aku telah mendapatkan kerja part-time pertamaku, menjadi petugas laundry di sebuah ruko yang membuka jasa laundry yang terletak di kawasan apartemen dan perumahan mewah yang jaraknya lumayan jauh dari rumahku, tapi dekat dengan kampus. Upah yang akan kuterima lumayan, dan pemilik laundry-nya pun hangat serta ramahMbak Fia namanyajadi aku mengambil pekerjaan itu. Aku baru akan mulai bekerja di Ceria Laundry esok hari sepulang kuliah, mulai jam 5 sore sampai jam 11 malam.Awalnya Ibu tidak mengizinkan karena aku harus pulang sendiri setiap jam 11 malam dengan mengayuh sepeda, tapi aku bersikeras bahwa aku akan baik-baik saja. Aku bilang padanya aku bisa menjaga diriku sen
Aroma lavender yang menenangkan dan keindahan pemandangan padang lavender di sekitarku membuatku terpesona. Ingin rasanya aku berguling-guling. Saat memikirkan itu, tanpa sadar aku sudah berguling-guling di antara semak lavender. Aku tersenyum memandangi langit biru di atasku, dengan gumpalan awan putih seperti kapas. Angin sejuk membelai wajah, leher, lengan, dan kakiku yang terbuka. Ingin rasanya berlama-lama di sini.Lalu tiba-tiba muncul Xander yang menunduk tepat di atas wajahku, napasnya yang beraroma segar mengembus hangat wajahku. Mata hijau teduh itu menatapku mesra dengan senyum lembut terukir di wajah tampannya. “Kau menyukainya?”“Ya, aku sangat menyukainya! Ini ... sempurna, Xander....”“Kalau begitu, beri aku hadiah.”Aku tersenyum menyambut ciumannya. Bibir kami saling memagut hingga napas kami tersengal. Kedua tanganku merangkul lehernya, membuat da
Aku terkejut mendengar suara serak Xander. Jantungku seketika berdegup cepat, panik. Apa yang harus kulakukan?“Yang harus kaulakukan hanyalah datang ke sini, dan ambil bungkusan pakaian laundry-an. Itu tanggung jawabmu, kan? Apa kau ingin dipecat dari Ceria Laundry?”Aku mencengkeram kabel telepon. Terdengar suara menggelegar di kejauhan. Hujan pasti akan turun sementara aku kembali ke apartemen. Tapi iblis itu benar, itu memang tanggung jawabku, dan aku tidak ingin dipecat."Datanglah ke penthouse-ku, lantai teratas apartemen.”Lalu kudengar bunyi klik, tanda bahwa Xander memutus sambungan telepon.Kutatap Mbak Fia. “Aku ... aku akan mengurus baju-baju laundry-an di apartemen. Bisa kupinjam jas hujan? Aku akan naik sepeda ke sana.”“Bowo akan mengantarmu dengan mobil.”“Ti-tida
Author POVPuluhan kapal dengan berbagai macam nama bersandar di pelabuhan utama, deck VIP di kota seribu kapal, Athena, Yunani. Kota para dewa-dewi yang konon abadi dengan kesempurnaan wajah dan fisiknya. Mungkin itu yang sekilas terlihat oleh para pegawai pelabuhan yang mengurus tali-tali besar agar yacht atau kapal pribadi sang penyewa deck bersandar dengan baik—seorang Dewa Olympus. Di siang yang terik—khas kota Athena—seolah musim panas tak pernah berakhir, para pegawai pelabuhan yang mayoritas adalah pria tiga puluhan dengan kulit cokelat memandang sebuah yacht mewah dengan nama De Ville.Seorang pria tegap berada di deck terdepan yacht itu, saat perahu mewah khas kaum jetset itu menempel di pelabuhan, kaki panjang pria berpakaian serba biru melangkah dan selanjutnya berjalan di tepi pelabuhan dengan santai. Seperti seorang model runaway kondang yang sering wara-wiri di couture Paris, dengan rayban hitam dan celana car
Author POVDeretan rumah mewah berjajar di kawasan elit yang terletak di dekat pelabuhan, daerah itu terlihat seperti dunia lain jika dibandingkan dengan perumahan kumuh terletak tiga kilometer dari sana. Udaranya, pepohonannya, bahkan sungainya berbeda. Bagaimana bisa, sebuah sungai di wilayah yang sama bisa berbeda warna dan kondisinya?Sebuah rumah megah minimalis berlantai tiga terlihat lebih mencolok dibandingkan rumah mewah di samping kanan dan kirinya, sebuah pagar sebahu berwarna hitam mengkilat tidak dapat menyembunyikan keindahan tampilan luar rumah itu. Dinding kuning cerah tertimpa sinar matahari terik, pasti membuat orang berpikir, orang seperti apa mengecat rumah indahnya dengan warna mencolok seperti ini?Lidya melewati permukiman kelas atas itu karena ibunya menyuruh mengirimkan bingkisan cupcakes kepada teman baik ibunya—yang memang seorang sosialita. Sayang sopir pribadi sang I
Xander memaksa untuk mengantarku ke laundry, namun aku menolak dengan keras. Saat ia berkata bahwa tak akan memberikan laundry-an, akhirnya aku menyerah dan membiarkan Xander mengantarku, sementara sepedaku diikat di atas mobilnya.Mbak Fia menyambutku dengan kening berkerut saat melihat Xander yang mengantarku. Bosku itu terlihat akan menegur, namun entah kenapa dia malah diam saja, lalu masuk ke dalam ruangan kantornya.Aku mendelik pada Xander. "Kenapa masih di sini? Cepat pulang."Xander mengangkat bahu, lalu segera berlalu menuju mobilnya tanpa berkata apa pun.Oke, pasti Mbak Fia marah besar padaku karena aku terlalu lama di apartemen, dan malah diantar ke sini oleh pria yang tidak dikenal. Tapi ternyata dugaanku salah, Mbak Fia tidak marah, dia malah langsung menyuruhku untuk menyetrika pakaian yang menumpuk—itu membuatku semakin merasa bersalah padanya.Aku me
“Nadja…”“Nadja..” Bisikku.Aku melihat kelopak matanya bergerak perlahan. Sebuah kemajuan.“Nadja…”“Nadja..”Kepalaku terasa berat sekali, aku merasa berada di dalam dunia yang sangat gelap dengan tubuh yang sangat sakit. Seongatku...m Aku tadi memakan sebuah kue, lalu mengantuk. Tapi kenapa aku jadi seperti ini? Aku seperti sadar namun tidak bisa membuka mataku dan aku tidak bisa mengontrol tubuhku. Aku tidak bisa merasakan Jemima berada di dalam tubuhku lagi. Apakah aku sudah mati? Apakah kue itu beracun?Aku, dalam keadaan seperti ini... Dan merasa sangat lama, mungkin berhari-hari atau berminggu-minggu atau berbulan-bulan? Yang jelas, aku berada dalam kehampaan yang sangat lama. Sampai aku merasa ada sebuah sentuhan di tanganku yang sangat dingin, teramat dingin seperti aku terkena frost note, seperti aku tertimpa oleh es batu yang teramat b
“Tidurkan ia di kasur!” Perintah Devanna saat tiba di kabin. Aku sangat khawatir dengan Nadja, karena tubuhnya tak sehangat biasanya.Setelah Nadja kutidurkan di ranjang, Devanna memeriksa tangannya…mungkin memeriksa nadinya, Chralie terlihat memucat… pandangannya beralih dari Nadja kepadaku.“Kau tak merasakan apapun, Xander?” Tanya ayah kepadaku, apa maksudnya?“Nope. Aku baik-baik saja. Apa maksudnya?”“Kalau terjadi apapun yang berbahaya kepada Nadja, kau akan merasakannya… setidaknya kau tak merasakan apapun…berarti tak ada yang serius dengan Nadja.” Jelas Charlie.Aku mengembuskan napas lega, ia benar. Aku tak merasakan apapun, tak ada rasa sakit. Masalahnya adalah aku tak bisa memanggil Jemima, dan Nadja di kepalanya. Aku sama sekali tak bisa menghubungi mereka scara telepati.Devanna, berdiri dan memandang Charlie dengan pandangan cemas. “Ini jauh lebih berbahaya daripada lu
Aku mencari Charlie dan Devanna di kabinnya. Ya, dugaanku benar. Mereka ada di sana."Apa yang kalian lakukan di sini?" Tanyaku heran."Xander? Dimana Nadja?" Tanya Devanna menghampiriku dengan wajah gusar. Aku melihat ke arah ayahku yang duduk bersandar di sofa. Ada sebuah cast di kakinya yang terluka."Aku menyembunyikannya di trap door di kamar." Jawabku terus terang.Devanna tak langsung menjawab, ia menengok ke arah Charlie. Aku bisa merasakan ada yang salah di sini."Pamanmu datang!" Ucap Charlie! "Ia mau membunuhku! Sepertinya ia sudah mengambil alih pack house, entah yang lain." Jelas Charlie dengan wajah suram.Aku ingin percaya bahwa Nadja baik-baik saja. Ia aman, hanya aku yang tahu tempat itu...ya ia aman."Xander, ka
Aku dan Xander sampai di pack house, aku sempat kebingungan bagaimana cara kembali berubah menjadi manusia...karena aku akan berubah dalam keadaan telanjang, atau aku naik ke atas dalam bentuk serigala?"Wait! Kau pakai pakaianku!" Ucap Xander di dalam kepalaku.Aku menengok ke arahnya, serigala Xander berubah menjadi bentuk pria tinggi besar dan tanpa pakaian, ia dengan cepat memakai celana bahannya yang ternyata ia simpan di moncongnya, jadi selama ini ia membawa pakaian dengan menggigitnya! Wow! Smart!Ia lalu memberikan kausnya dan menunjukkannya kepadaku. Aku berubah...aku membayangkan diriku berkaki dua, dan rambutku yang sebahu... Jemari tangan, dan detik berikutnya aku berubah menjadi tubuh manusiaku. Xander langsung meloloskan kaus lewat kepalaku dan memasangkannya dengan sempurna.Jadilah aku dan Xander berada di depan pack house,
‘Kau penghianat!’ Ucapku kesal kepada Jem.‘Aku hanya memberitahu Cain!’ Jawabnya merasa tak bersalah.‘Sama saja!’Setengah jam setelahnya, Xander datang dengan membawa satu buah plastic berisi beberapa test pack. Ia sudah gila!Aku memandang aneh ke arahnya. “Kau beli berapa?”“Satu…untuk setiap merek.” Jawabnya menyerahkan semuanya kepadaku. Ada sekitar dua puluh stik pemeriksaan kehamilan dalam plastic itu.“Kau kira aku bisa mengeluarkan urin satu gallon? Untuk mengetes semua alat yang kau beli?” Jawabku kesal, aku berdiri dan masuk ke dalam kamar mandi, setelah membaca instruksi aku melakukannya, walau dalam box instruksi dikatakan bahwa terbaik dilakukan pada urin pertama di pagi hari…ini hanya untuk memastikan saat ini. Besok pagi aku akan men
Aku dan Lidya ada di kelas ke dua dan terakhir kami di kampus hari ini.“Praktically, Kau akan keluar dari kampus ini…jadi kurasa kau di skors atau tidak, tak akan berpengaruh dnegan IPKmu? Kan?” Tanya Lidya.“Kau mengingatkanku atas derita hidupku Lidya!” Ucapku kesal.“Kapan kau pergi?” Tanyanya.“Xander bilang dalam dua minggu, ia harus berada di dalam pack. Aku meminta liburan, jadi mungkin kami akan pergi lebih awal.”“Kemana?”“Entahlah… Japan or Korea.”“Japan is cool. South Korea…is mouth watering.”“Mungkin Jepang. Ada yang ingin kulakukan di sana.”Lidya mengangguk dan diam, dosen kami telah datang. Aku berpikir, memang Lidya ada benarnya, mau aku belajar atau dapat skors sekalipun…tak akan berpengaruh dengan nilai akhirku. Karena pada akhirnya aku takkan berkuliah di sini lagi.
"Ty akan di sini bersama Lidya, sebagai gantinya ayah memintaku datang menggantikan tugas Ty. Ayah dan Devanna sepertinya kewalahan mengurus segalanya." Jelas Xander."Lalu...kalau kau nanti menjadi Alpha... Siapa yang menjadi Beta?""Aku masih harus mencari pengganti Ty, akan sangat egois kalau aku memilihnya lagi. Ia berhak menikmati hidupnya."Aku bergegas ke kelas pertamaku, hari ini sepanjang hari aku akan berada di kelas yang sama dengan Lidya. Sejak pagi aku menghiraukan Xander setelah berdebatan kami mengenai kembali ke pack.Ah…Itu dia, Lidya sudah duduk di kursi kelas dengan wajah merona dan berseri, pasti ia semalaman bersama Ty dan ia sudah mendengar kabar itu. Pantas sekali kalau ia sumringah seperti itu!“Lidya!” Sapaku dan langsung duduk di sampingnya.Lidya tersenyum sangat lebar melihatku.“Nadja,
Aku duduk di samping Lidya seperti biasa, kami mengikuti kelas seperti biasa. Aku tiba-tiba ingin ke toilet dan meminta ijin kepada dosen untuk keluar.Toilet di gedung ini terletak di pojok koridor. Hanya ada satu di lantai ini. Aku masuk dan menyelesaikan urusanku, setelah selesai aku mencuci tanganku di wastafel dan kudengar suara pintu bilik toilet terbuka dan tertutup. Aku bisa melihat seorang perempuan berjalan menuju wastafel di sampingku. Ia tersenyum, perempuan itu berambut merah dan berpakaian seksi...wajah yang sangat aku kenali. Cindy."Hai!" Sapaku berusaha tenang."Hai. Dunia sangat sempit, kita bertemu lagi di sini!" Ucapnya ia mencuci tangannya perlahan. Mata kami saling bertemu lewat cermin."Aku duluan. Bye!" Ucapku setelah selesai mencuci tanganku. Jujur saja aku ingin cepat keluar dari tempat ini....pergi menjauhinya...ja
“Mmh…Andrew…ia sengaja memantraiku.”Aku dan Xander berbarengan menjawab. “What?!”“Saat aku pulang ke kota ini, aku tak tahu…aku merasakan sebuah ketertarikan yang luar biasa kepada Andrew..bahkan melebihi perasaanku kepadanya dulu.” Jelas Lidya, ia menggenggam tangan Ty.Ty mengangguk. “Ya. Aku juga merasakan ada yang aneh dengan Lidya, beruntung aku datang ke sini.”“Ya. Dan Devanna memberinya waktu di sini lebih lama. Thanks God. Aku merasa seperti duniaku di selimuti nafsu dengan Andrew…di hari pertama kuliah… di parkiran..bahkan saat aku bersama Ty… aku membayangkannya dengan erotis.”“Lalu?” Xander bertanya sangat penasaran.“Ia manusia biasa. Itu jawaban atas pertanyaanmu. Tapi ia menggunakan seorang shaman untuk memantrai Lidya.” Ty yang menjawab.“Apakah itu mungkin?” Tanyaku.“Ya. Aku gila Nadja. Aku bertanya kepad