Aku dan Lidya ada di kelas ke dua dan terakhir kami di kampus hari ini.
“Praktically, Kau akan keluar dari kampus ini…jadi kurasa kau di skors atau tidak, tak akan berpengaruh dnegan IPKmu? Kan?” Tanya Lidya. “Kau mengingatkanku atas derita hidupku Lidya!” Ucapku kesal. “Kapan kau pergi?” Tanyanya. “Xander bilang dalam dua minggu, ia harus berada di dalam pack. Aku meminta liburan, jadi mungkin kami akan pergi lebih awal.” “Kemana?” “Entahlah… Japan or Korea.” “Japan is cool. South Korea…is mouth watering.” “Mungkin Jepang. Ada yang ingin kulakukan di sana.” Lidya mengangguk dan diam, dosen kami telah datang. Aku berpikir, memang Lidya ada benarnya, mau aku belajar atau dapat skors sekalipun…tak akan berpengaruh dengan nilai akhirku. Karena pada akhirnya aku takkan berkuliah di sini lagi. <‘Kau penghianat!’ Ucapku kesal kepada Jem.‘Aku hanya memberitahu Cain!’ Jawabnya merasa tak bersalah.‘Sama saja!’Setengah jam setelahnya, Xander datang dengan membawa satu buah plastic berisi beberapa test pack. Ia sudah gila!Aku memandang aneh ke arahnya. “Kau beli berapa?”“Satu…untuk setiap merek.” Jawabnya menyerahkan semuanya kepadaku. Ada sekitar dua puluh stik pemeriksaan kehamilan dalam plastic itu.“Kau kira aku bisa mengeluarkan urin satu gallon? Untuk mengetes semua alat yang kau beli?” Jawabku kesal, aku berdiri dan masuk ke dalam kamar mandi, setelah membaca instruksi aku melakukannya, walau dalam box instruksi dikatakan bahwa terbaik dilakukan pada urin pertama di pagi hari…ini hanya untuk memastikan saat ini. Besok pagi aku akan men
Aku dan Xander sampai di pack house, aku sempat kebingungan bagaimana cara kembali berubah menjadi manusia...karena aku akan berubah dalam keadaan telanjang, atau aku naik ke atas dalam bentuk serigala?"Wait! Kau pakai pakaianku!" Ucap Xander di dalam kepalaku.Aku menengok ke arahnya, serigala Xander berubah menjadi bentuk pria tinggi besar dan tanpa pakaian, ia dengan cepat memakai celana bahannya yang ternyata ia simpan di moncongnya, jadi selama ini ia membawa pakaian dengan menggigitnya! Wow! Smart!Ia lalu memberikan kausnya dan menunjukkannya kepadaku. Aku berubah...aku membayangkan diriku berkaki dua, dan rambutku yang sebahu... Jemari tangan, dan detik berikutnya aku berubah menjadi tubuh manusiaku. Xander langsung meloloskan kaus lewat kepalaku dan memasangkannya dengan sempurna.Jadilah aku dan Xander berada di depan pack house,
Aku mencari Charlie dan Devanna di kabinnya. Ya, dugaanku benar. Mereka ada di sana."Apa yang kalian lakukan di sini?" Tanyaku heran."Xander? Dimana Nadja?" Tanya Devanna menghampiriku dengan wajah gusar. Aku melihat ke arah ayahku yang duduk bersandar di sofa. Ada sebuah cast di kakinya yang terluka."Aku menyembunyikannya di trap door di kamar." Jawabku terus terang.Devanna tak langsung menjawab, ia menengok ke arah Charlie. Aku bisa merasakan ada yang salah di sini."Pamanmu datang!" Ucap Charlie! "Ia mau membunuhku! Sepertinya ia sudah mengambil alih pack house, entah yang lain." Jelas Charlie dengan wajah suram.Aku ingin percaya bahwa Nadja baik-baik saja. Ia aman, hanya aku yang tahu tempat itu...ya ia aman."Xander, ka
“Tidurkan ia di kasur!” Perintah Devanna saat tiba di kabin. Aku sangat khawatir dengan Nadja, karena tubuhnya tak sehangat biasanya.Setelah Nadja kutidurkan di ranjang, Devanna memeriksa tangannya…mungkin memeriksa nadinya, Chralie terlihat memucat… pandangannya beralih dari Nadja kepadaku.“Kau tak merasakan apapun, Xander?” Tanya ayah kepadaku, apa maksudnya?“Nope. Aku baik-baik saja. Apa maksudnya?”“Kalau terjadi apapun yang berbahaya kepada Nadja, kau akan merasakannya… setidaknya kau tak merasakan apapun…berarti tak ada yang serius dengan Nadja.” Jelas Charlie.Aku mengembuskan napas lega, ia benar. Aku tak merasakan apapun, tak ada rasa sakit. Masalahnya adalah aku tak bisa memanggil Jemima, dan Nadja di kepalanya. Aku sama sekali tak bisa menghubungi mereka scara telepati.Devanna, berdiri dan memandang Charlie dengan pandangan cemas. “Ini jauh lebih berbahaya daripada lu
“Nadja…”“Nadja..” Bisikku.Aku melihat kelopak matanya bergerak perlahan. Sebuah kemajuan.“Nadja…”“Nadja..”Kepalaku terasa berat sekali, aku merasa berada di dalam dunia yang sangat gelap dengan tubuh yang sangat sakit. Seongatku...m Aku tadi memakan sebuah kue, lalu mengantuk. Tapi kenapa aku jadi seperti ini? Aku seperti sadar namun tidak bisa membuka mataku dan aku tidak bisa mengontrol tubuhku. Aku tidak bisa merasakan Jemima berada di dalam tubuhku lagi. Apakah aku sudah mati? Apakah kue itu beracun?Aku, dalam keadaan seperti ini... Dan merasa sangat lama, mungkin berhari-hari atau berminggu-minggu atau berbulan-bulan? Yang jelas, aku berada dalam kehampaan yang sangat lama. Sampai aku merasa ada sebuah sentuhan di tanganku yang sangat dingin, teramat dingin seperti aku terkena frost note, seperti aku tertimpa oleh es batu yang teramat b
“Nadja ....” Terdengar suara di dalam angin.Aku membuka mata. Kurasakan embusan angin malam membelai lembut kulit lengan.“Nadja ....”Siapa yang memanggilku? Perlahan aku bangkit duduk dari tempat tidur. Kedua bola mataku tertuju ke arah jendela yang terbuka. Di sana, duduk di birai jendela, sesosok gelap besar dan tinggi menjulang membelakangi langit malam dengan bulan penuh. Siapa itu? Jantungku berdegup kencang, dan rasa takut dengan cepat menjalari seluruh tubuh, membuatku tidak dapat bergerak. Suaraku tercekat
Aku meraung keras sambil menangis. Kumohon, kumohon, kumohon ini semua hanya mimpi! Aku ... hanya bermimpi, kan? Ya, pasti hanya mimpi! Tidak mungkin ada iblis yang bisa menyentuh dan mengisap darah manusia! Tubuhku yang letih ini mungkin karena efek mimpi yang melelahkan! Tapi ... rasa sakit dan lengket di pundak tadi terasa nyata.Lelah setelah menangis berjam-jam, akhirnya mataku terpejam dan larut ke alam mimpi. Di dalam mimpi, aku kembali bertemu dengan iblis itu. Iblis bermata hijau yang telah menciumku setelah mengisap pundakku. Tubuhku lagi-lagi tidak dapat bergerak, terasa kaku. Sementara iblis itu berjalan mendekatkali ini ia tidak melayang.Kuedarkan pandangan ke sekeliling. Ladang lavender yang cantik sejauh mata memandang, dengan aroma harum khasnya. Lavender adalah bunga kesukaanku.Iblis itu kemudian berhenti, menyisakan jarak beberapa langkah di depanku. Saat mataku kembali ke wajah tampannya,
Mataku terpaku pada sosok pria berbaju serba hitam yang masih saja menatapku dengan bola mata hijaunya. Adegan-adegan dalam mimpiku tiba-tiba membanjiri otak. Saat bibirnya menyentuh bibirku, saat mulutnya mengisap ... Kugelengkan kepala dengan kuat.Aku bisa bergerak! Kembali kutatap pria itu. Jadi ... dia bukan iblis di dalam mimpiku? Tapi ... kenapa wajah dan sosoknya sangat mirip? Dan cara matanya menatapku...Pria itu mengulas seringai lebar, membuatnya terlihat semakin tampan sekaligus tampak keji. Jantungku berdegup dengan kencang karena rasa takut. Cepat-cepat kubalikkan tubuh dan berlari pergi meninggalkannya. Aku bersyukur dalam hati karena tubuhku bisa bergerak dan menjauh dari pria bermata hijau itu.Aku menyapa teman pertamaku, Lidya, gadis yang sangat cantik, berkulit cokelat keemasan, dan bertubuh seksi dengan sweater warna peach lengan pendek yang dipadu rok senada di atas lutut, menyu