Lala mengerutkan keningnya ketika mendengar ucapan pria tersebut. "Om bilang suka dulu. Om harus ungkapkan rasa cintanya dulu Om, barulah bisa memiliki, itu juga kalau diterima." Lala tersenyum memandangnya.
Iswandi begitu sangat malu ketika mendengar ucapan Lala, dirinya memang tidak berpengalaman urusan wanita, bahkan ia sendiri tidak pandai cara mengutarakan isi hatinya kepada seorang wanita.
"Kenapa aku tantang dia untuk mengutarakan perasaannya, kalau dia bener-bener ungkapkan cinta, aku harus jawab apa." Lala berkata dalam hatinya.
"Apakah itu penting?" tanya Iswandi.
"Ya pasti penting dong Om, segala sesuatu itu harus jelas om. kalau gak jelas nanti aku akan bebas cari pacar ke mana-mana," jelas Lala.
"Kamu bilang apa?" Iswandi bertanya dengan membesarkan matanya.
Lala tersenyum ketika mendengar pertanyaan Iswandi. Pria itu terlihat sangat menggemaskan dimatanya. Dirinya tidak bisa membayangkan bila memiliki pacar seperti Iswandi, pri
Arga harus menelan air ludahnya ketika melihat rambut panjang Nadira yang basah, handuk yang melingkar di dadanya, dan hanya menutupi sebagian pahanya. Perut yang sudah besar dan bulat, membuat istrinya semakin menggoda. Melihat pemandangan seperti ini, sungguh membuat dirinya seakan tidak mampu menahan hasratnya."Hubby mau apa?" Nadira mundur beberapa langkah ketika suaminya mendekat dengannya."Peluk anak." Arga memberi alasan."Dira nggak percaya, Hubby selalu alasan peluk anak, nanti setelah peluk anak lihat anak." Nadira sudah sangat hafal dengan sikap suaminya. Terkadang dirinya bisa mandi berulang kali hingga dua bahkan tiga kali bila tidak cepat memakai pakaian."Mau bagaimana lagi, hubby terlalu sangat menyayangi anak, sehingga ingin melihatnya setiap saat." Arga berkata dengan mengulum senyumnya.Nadira menggelembungkan pipinya dengan bibir bawah yang maju ke depan. Suaminya tidak pernah kehabisan kata-kata untuk membela diri dan u
"Lala,"panggil Iswandi.Lala kaged ketika mendengar Iswandi memanggilnya. "Iya om," jawabnya."Apa kamu sering pulang ke daerah asal kamu?" tanya Iswandi."Belum ada om, aku sibuk kerja di sini bisa dikatakan, aku juga gak ada libur." Lala beralasan."Meskipun idul Fitri?" Tanya Iswandi.Lala menganggukkan kepalanya.Iswandi bingung untuk melanjutkan pertanyaannya setelah mengetahui jawaban Lala. "Apa kamu masih memiliki kedua orang tua?" Iswandi mencoba untuk kembali bertanya."Masih om, kedua orang tua aku juga masih sehat." Lala tersenyum.Iswandi hanya diam dan mengerutkan keningnya. Semakin bertanya membuatnya semakin bingung dengan jawaban yang diberikan Lala untuknya."Tunggu sebentar ya Om, aku buat minum." Lala beranjak dari kursi sofa yang didudukinya. Sejak tadi ia lupa untuk membuatkan minum untuk tamunya."Sepertinya saya sudah duduk di sini cukup lama, dan kamu baru mengingat tentang minum." Is
"Hubby." Nadira menggenggam tangan suaminya."Iya," jawab Arga. Matanya yang baru saja akan terpejam kini harus dibukanya lagi, ketika mendengar istrinya yang memanggilnya."By, perut Dira rasanya tegang. Hubby coba pegang, ini keras." Nadira memegang tangan suaminya dan meletakkan di bagian perut yang terasa keras dan menonjol tersebut."Ini kenapa kayak gini?" tanya Arga.Nadira menggelengkan kepalanya. "Anak sekarang sudah pintar seruduk by, ini sepertinya kepala anak. Bulat dan keras." Nadira menebak tonjolan yang terasa bulat dan kertas tersebut."Apa mungkin lututnya?" Arga ikut serta menebak."Bisa jadi ya By, soalnya kalau siku pasti kecil." Nadira dan Arga tertawa ketika mereka saling menebak apa yang terasa menonjol saat ini.Arga mengusap-ngusap bagian perut istrinya dengan penuh kasih sayang. "Hai sayang Daddy ini sudah malam, anak bayi kenapa malah pengen main di jam seperti ini?" Ucapnya yang sudah mulai merasa ngantuk.
Lamunannya buyar seketika saat mendengar dering di ponselnya. "Siapa sih yang nelpon di jam segini, nggak sopan amat," omel Lala. Lela begitu sangat malas untuk menjangkau ponselnya yang ada di meja kecil di samping tempat tidurnya.Lala begitu sangat kesal ketika ada yang mengganggu dirinya yang sedang berpikir mencari solusi. Dijangkaunya ponsel yang ada ada di samping tempat tidurnya dan melihat sambungan telepon yang masuk tersebut. Jantungnya berdegup dengan sangat hebatnya ketika mengetahui ternyata panggilan telepon itu dari Iswandi. "Kenapa nelpon sih udah jelas aku lagi mikirin jawaban." Lala berkata dengan memandang layar ponselnya. Namun dirinya tidak bisa menutupi, bahwa hatinya begitu sangat senang ketika mendapat panggilan telepon dari pria yang berwajah ganteng tersebut."Halo," sapa Lala."Iya halo juga, belum tidur ya," jawab Iswandi. Ia tidak bisa tidur. Berulangkali Iswandi mencoba memejamkan matanya, namun tetap saja pikirannya hanya tertuju
"Gaji aku dibayar 3 kali lipat ya kanda," Lala begitu kesal dan meminta syarat untuk gajinya diberi tiga kali lipat banyaknya daripada di toko pakaian."Tidak masalah Dinda." Iswandi tersenyum.Lala memandang Iswandi dengan sangat kesal. Pria itu tampak sengaja datang terlambat menjemputnya."Ayo Dinda temani kanda sarapan," Iswandi berkata dengan tersenyum. Ia merasa sangat senang ketika apa yang direncanakannya telah berjalan dengan sangat baik. Pria itu begitu bersyukur dengan kecerdasan otak yang dimilikinya, sehingga dirinya bisa memiliki ide seperti ini. Iswandi sengaja terlambat untuk menjemput Lala, agar Lala berhenti dari tempat kerjanya dan tanpa menyalahkannya sama sekali. Meskipun dirinya tidak mahir dalam merayu dan mendekati wanita, namun setidaknya otak encernya sangat bermanfaat bila kondisi seperti ini."Ayo Dinda temani kanda sarapan," ajak Iswandi.Lala menganggukkan kepalanya dan memegang tangan Iswanti. Lala tidak m
Arga duduk di meja kerjanya dengan memandang Iswandi yang saat ini duduk di depannya. Dari cara ia memandang asisten pribadinya, sudah terlihat jelas bahwa Arga sedang menunggu jawaban."Ada apa tuan?" tanya Iswandi yang berpura-pura tidak mengerti dengan tatapan bosnya."Jelaskan kepada ku, sejak kapan kamu mengenali teman Nadira?" Arga bertanya dengan raut wajah yang begitu sangat serius.Iswandi tersenyum malu-malu ketika mendengar pertanyaan bosnya. Seperti orang yang sedang dilanda asmara, wajahnya bersemu merah saat ini.Melihat sikap Iswandi yang malu-malu, membuat Arga terasa ingin tertawa, namun ia mencoba untuk menahan tertawanya, ia tidak ingin Iswandi merasa malu kepadanya."Saya mengenali Lala itu tanpa sengaja tuan. Waktu itu saya datang ke restoran, saat restoran sedang direnovasi. Di sana saya berjumpa dengan Lala. Kami berjumpa tanpa disengaja. Dia menabrak saya, dan peristiwa itu sudah terjadi sekitar 3 minggu yang lal
"Halo," jawab Lala ketika mengangkat sambungan telepon di ponselnya. Lala diam dan menunggu jawaban dari orang yang saat ini menghubunginya."Halo." Lala kembali menyapa orang yang saat ini menghubunginya. Nomor ponsel ini baru masuk di teleponnya, sehingga dirinya tidak tahu siapa yang saat ini menghubunginya."Jangan bikin emosi ya, sejak tadi aku ini sudah pengen marah-marah. Sudahlah aku lagi emosi, ini datang lagi orang nelpon yang gak jelas. Kalau mau ngomong ya jawab, jangan diam aja. bikin kesel." Lala marah."Kenapa hari ini aku apes sekali. Tau nggak sih, pagi-pagi saja aku sudah kena marah dan berhentikan kerja. Jadi jangan buat aku tambah marah."Nadira hanya tersenyum ketika mendengar omelan dari Lala. "Halo assalamualaikum," jawab Nadira."Waalaikumsalam." Lala diam mendengarkan suara yang begitu sangat dikenalnya. "Nadira?" Tanya Lala."Ha...ha... sepertinya aku menelepon diwaktu yang tidak tepat. Aku matiin aja ya telep
"Halo kanda, kanda di mana?" tanya Lala."Masih di kantor, ini lagi ada kerjaan sebentar, tunggu ya nanti begitu selesai, kanda akan langsung ke rumah Dinda," jawab Iswandi."Kalau kanda sibuk, aku ke tempat kerja pakai ojek online aja ya kanda," pinta Lala."Jangan Dinda, kanda tidak mau Dinda pakai ojek online. Tunggu kanda sebentar lagi akan selesai," jelas Iswandi."Nanti aku terlambat lagi kanda. aku gak mau di berhentikan lagi." Lala berkata dengan frustasi."Dinda tidak terlambat kok," Iswandi tersenyum kecil."Ya sudah kalau gitu, aku tunggu kanda," ucap Lala."Iya Dinda," jawab Iswandi yang kemudian memutuskan sambungan teleponnya.Lala mengusap wajahnya dengan sangat kasar. Melihat sikap Iswandi kepadanya, membuat dirinya semakin takut. Pria itu memang benar-benar sangat ingin serius kepadanya, dan Lala tidak bisa membayangkan bila Iswandi mengetahui pekerjaannya. Setelah nanti pria itu mengetahui pekerjaannya,
"Minta perawatan ntar ke sini." Nadira mendesak."Iya bentar lagi, tadi lagi mandi." Lala tersenyum menjelaskan."Lama sekali." Nadira tidak sabaran.Arga memandang istrinya dengan mengerutkan keningnya. Sejak di rumah istrinya sudah ngomel-ngomel untuk bisa datang ke rumah sakit. Sekarang sudah di rumah sakit, istrinya sudah tidak sabar untuk melihat anak dari sahabatnya. "Kenapa dari tadi nggak sabaran?" Arga yang duduk di sofa."Semalam Lala kirim fotonya ke Dira, Dira penasaran, kalau difoto itu cantik sekali. Makanya Dira pengen lihat langsung. Bisa aja kamera yang dipakai bohong." Nadira memandang Lala. Setelah melihat foto bayi yang dikirimkan Lala, membuat Nadira terbayang-bayang wajah cantik bayi tersebut. Berulang kali ia memandang foto bayi cantik itu, hingga dirinya benar-benar penasaran. Apakah benar wajah bayi yang dilihatnya sesuai dengan foto yang dikirim sahabatnya."Emang cantik sekali sih orangnya." Yeni tersenyum."Itu karena cucunya Mbak Yeni makanya kelihatan c
"Assalamualaikum." Nadira masuk kedalam kamar rawat Lala, bersama dengan kedua orang tuanya, mama mertua, Arga dan Andrea."Waalaikumsalam." jawab penghuni yang ada di dalam kamar."Lala nggak nyangka akan datangnya sekarang, kirain nanti sore." Lala tersenyum lebar melihat Nadira yang sudah masuk dalam kamarnya."Mana sabar nunggu sore." Arga memandang istrinya. Pagi-pagi sekali, Nadira sudah meminta ke rumah sakit. Pada akhirnya Arga ikut serta ke rumah sakit sebelum berangkat ke kantor."Mama juga nggak sabar." Luna tersenyum memandang Yeni."Akhirnya, Punya cucu juga." Yeni tersenyum memandang Luna."Hahaha, kirain Iswandi bakalan betah jadi bujangan, yang penting bisa ngekorin Arga kemana-mana." Luna menertawakan anak angkat serta putranya."Meskipun aku suka membuntutinya kemana-mana, tapi aku ini lelaki normal ibu Luna." Iswandi tersenyum tipis.Arga tertawa ketika mendengar ucapan mamanya. "Aku juga sangat senang ketika mengetahui dia menyukai wanita ma, kalau tidak aku was-w
"Hahaha, kita waktu gadisnya kurus, gitu sudah nikah, pas hamil badannya mulai gendut.""Gak tahulah gimana nanti mau kuruskan badan." Lala mulai cemas memikirkan badannya paskah melahirkan. Melihat teman-temannya yang sudah semakin gemuk setelah melahirkan, membuat Lala cemas."Nanti bila bayi sudah mulai aktif seperti Arkan, akan turun sendiri berat badannya. Sekarang berat badan ku sudah turun 4 kilo. Dari yang kemarin 55 sekarang sudah 51. Tapi kata Hubby, jangan kurus lagi, nanti jelek. Hubby lebih senang lihat aku kayak gini, daripada kayak dulu katanya terlalu kurus." Nadira tersenyum.Lala tertawa ketika mendengar cerita Nadira. "Iya sih, dulu kamu kurus banget, jelek. Kalau sekarang sudah cantik, berisi, jadi terkesan lebih imut-imut." Lala teringat seperti apa dulu badan Nadira yang sama bekerja dengannya di toko pakaian. Nadira hanya tertawa ketika mendengar ucapan sahabatnya."Arkan mau ini?" Lala menggendong Arkan yang ingin menjangkau mobil remote berukuran kecil di ra
Iswandi tersenyum ketika melihat Arga yang turun dari dalam mobil sambil menggendong putranya, dan kemudian Nadira ikut turun. Iswandi yang sudah berencana untuk berangkat ke kantor lebih dulu terpaksa harus membatalkan niatnya, ketika mengetahui bahwa bos besarnya datang ke rumah untuk mengantarkan istri serta anaknya. "Selamat pagi pak Arga." Iswandi tersenyum dengan sopan.Arga sedikit menganggukkan kepalanya. "Iya pagi," jawabnya dengan gaya angkuhnya.Nadira hanya bisa tersenyum ketika melihat sikap angkuh dan sombong suaminya."Hai Arkan." Lala yang berdiri di samping Iswandi, tersenyum melambaikan tangannya ke arah Arkan."Hai aunty." Nadira tersenyum dan melambaikan tangannya."Sayang, Daddy akan kerja dulu cari uang. Anak Daddy yang tampan, main lah di sini sama mommy." Arga tersenyum dan memberikan putranya kepada Nadira, setelah mencium pipi bulat Arkan kiri dan kanan terlebih dahulu.Arkan tersenyum dan mulai berbicara. Arga tertawa saat melihat putranya yang menjawab uc
Iswandi pulang ke rumahnya. Pria itu tersenyum saat melihat istrinya yang sedang duduk di atas tempat tidur dengan menumpuk beberapa bantal di belakang punggungnya. "Assalamualaikum." Iswandi tersenyum. Entah apa yang saat ini di tonton istrinya, sehingga wanita yang berperut besar itu, tidak melihat kehadirannya.Lala tersenyum ketika melihat suaminya. "Waalaikumsalam," ucapnya yang menjulurkan tangannya tanpa turun dari atas tempat tidur."Lagi makan apa Dinda?" Iswandi tersenyum dan mengusap bibir istrinya yang terkena saus."Ada mangga dan juga ada sosis, serta bakso bakar, enak." Lala tersenyum menunjukkan piring yang ada di sampingnya. Ia menancapkan garpu di sosis goreng dan mencelupkan ke dalam saus sambal dan mayones. "Coba kanda."Iswandi tersenyum dan menggigit sosis yang diberikan istrinya. "Kanda mau mandi." Iswandi tersenyum melihat istrinya.Lala menganggukkan kepalanya."Kenapa penampakannya seperti ini?""Emangnya Lala hantu, di bilang penampakan." Lala memajukan bibi
Arga merasa puas ketika mendengar penjelasan yang disampaikan oleh Iswandi.“Minggu depan, perusahaan kita akan menandatangani kontrak kerjasama dengan perusahaan minyak dari Amerika. Perusahaan dari Amerika, mempercayai perusahaan kita, untuk mengolah pertambangan minyak di Riau." Iswandi tersenyum."Kamu tidak bercanda?" jawab Arga.Ada beberapa perusahaan besar yang menawarkan kerjasama dengan perusahaan minyak dari Amerika. Ia tidak menyangka, bahwa proyek ini, perusahaannya yang memenangkannya."Tentu tidak tuan.""Apa ada informasi tentang anaknya Edwin?" tanya Arga."Setelah mereka datang melihat pemakaman Edwin, Robert dan juga Gilbert seakan hilang begitu saja. Sampai sekarang, mereka belum diketahui keberadaannya.”"Bagaimana bisa?" tanya Arga.Iswandi menggelengkan kepalanya. Kami sudah mengecek ke tempat-tempat yang mungkin didatanginya, namun ternyata tidak ada. Mereka juga tidak kembali ke desanya.Arga mengusap wajahnya dan kemudian menganggukkan kepalanya. "Lebih ting
Lala dan Iswandi, sampai di rumah mewah milik Arga.Lala tersenyum saat melihat Arkan yang sedang duduk di atas mobil remote."Lala sudah rindu sekali dengan Arkan." Lala tersenyum memandang Iswandi. Begitu dengar Nadira mengatakan sudah sampai di Indonesia, Lala langsung meminta untuk datang berkunjung."Ya sudah, kita turun." Iswandi tersenyum. Ia datang ke rumah Arga, karena ada hal penting yang akan mereka bicarakan."Iya kanda." Lala menganggukkan kepalanya.Lala turun dari dalam mobil dan berjalan dengan cepat. Lala menghentikan langkah kakinya ketika Iswandi menarik tangannya. "Ada apa kanda?" Lala memandang suaminya dengan tidak mengerti."Jalannya pelan-pelan Dinda." Iswandi tersenyum dan mengusap perut istrinya.Lala tersenyum ketika mendengar nasehat yang diberikan oleh suaminya. Ia memegang perutnya dan mengusapnya dengan lembut. "Maaf ya nak, mami buru-buru, sampai lupa." Lala tersenyum dan berjalan bersama dengan suaminya beriringan, sambil memegang tangan Iswandi."Assa
"Mama, kita akan bongkar oleh-oleh." Nadira tersenyum ketika melihat Mama mertuanya yang sudah masuk ke dalam rumah."Tidak usah sekarang, nanti saja, Nadira baru pulang jadi pasti sangat capek." Luna memberikan saran."Enggak ma, Dira gak capek kok.” Nadira tersenyum dirinya sudah tidak sabar untuk menunjukkan apa saja oleh-oleh yang sudah dibawanya pulang untuk mama mertuanya, ayah, ibu serta adiknya.Luna tersenyum dan menganggukkan kepalanya. Wanita yang sedang menggendong cucunya itu tidak bisa menolak kehendak menantunya. Sebagai bentuk bahwa dirinya, begitu sangat menghargai apa yang akan diberikan menantu kesayangannya.Pelayan meletakkan tas yang diambilnya, di ruang tamu satu persatu. Bik Narti tahu bahwa yang di dalam tas, adalah oleh-oleh yang sudah disiapkan majikannya untuk keluarganya. Sebagai seorang pelayan, Bik Narti tidak mungkin bermimpi untuk mendapatkan oleh-oleh dari nyonya mudanya. "Nyonya ini tasnya sudah dikeluarkan semua," ucap bik Narti."Terima kasih bik,"
"Senang sekali ya, dimanja siang dan malam." Luna menggoda Nadira. ini merupakan bulan madu Nadira dan Arga, Luna senang melihat Nadira dan Arga pulang dengan penuh kebahagiaan seperti ini. Cucunya juga sehat hingga sampai ke Indonesia.Nadira tersenyum malu saat mendengar Mama mertuanya menggodanya."Ayo cucu oma, sini sama Oma. Oma sudah sangat rindu." Luna mengembangkan tangannya dan mengambil Arkan dari tangan Arga.Arga memberikan putra putranya kepada mananya. Pria itu memeluk mamanya dan mencium pipinya. "Apakah mama sehat-sehat saja." Arga tersenyum memandang mamanya yang menggendong Arkan. "Alhamdulillah sehat, mama sangat rindu dengan Arkan." Luna tersenyum dan mencium pipi cucunya."Ibu, Dira rindu." Nadira meluk ibunya. Ia mencium pipi ibunya kiri dan kanan, kemudian mencium punggung tangan ibunya."Ibu juga sangat rindu. 10 hari itu ternyata waktu yang sangat lama." Erna tersenyum memandang putrinya. Wanita itu kemudian mencium pipi putrinya, kiri dan kanan. "Ibu sunggu