Selama diperjalanan Iswandi tidak banyak berbicara, dirinya begitu sangat sulit untuk mengeluarkan setiap kalimat yang ingin diucapkannya.
Iswandi hanya menuruti perintah gadis yang duduk disampingnya.
"Apa ingin makan dulu!?" Iswandi bertanya dengan sedikit memandang Lala.
"Aku udah kenyang Om, tapi kalau Om pengen makan aku temanin," jawab Lala.
"Saya juga masih kenyang." Iswandi sedikit tersenyum.
"Kenapa sih Om, mau antar jemput aku seperti ini? Repot tahu om." Lala berkata dengan memandang Iswandi.
"Apa kamu merasa repot? "Iswandi memberhentikan mobilnya di tepi jalan.
Lala begitu kaged ketika melihat sikap pria tersebut. "Maksud aku yang repot itu om, karena Om yang bolak-balik jemput aku." Lala tersenyum. Ia berharap Iswandi tidak salah paham dengan maksudnya.
Raut wajahnya berubah seketika setelah mendengar penjelasan Lala. Iswandi tersenyum dan kembali menjalankan mobilnya. Dirinya memang bukan tipe pria hu
Lala mengerutkan keningnya ketika mendengar ucapan pria tersebut. "Om bilang suka dulu. Om harus ungkapkan rasa cintanya dulu Om, barulah bisa memiliki, itu juga kalau diterima." Lala tersenyum memandangnya.Iswandi begitu sangat malu ketika mendengar ucapan Lala, dirinya memang tidak berpengalaman urusan wanita, bahkan ia sendiri tidak pandai cara mengutarakan isi hatinya kepada seorang wanita."Kenapa aku tantang dia untuk mengutarakan perasaannya, kalau dia bener-bener ungkapkan cinta, aku harus jawab apa." Lala berkata dalam hatinya."Apakah itu penting?" tanya Iswandi."Ya pasti penting dong Om, segala sesuatu itu harus jelas om. kalau gak jelas nanti aku akan bebas cari pacar ke mana-mana," jelas Lala."Kamu bilang apa?" Iswandi bertanya dengan membesarkan matanya.Lala tersenyum ketika mendengar pertanyaan Iswandi. Pria itu terlihat sangat menggemaskan dimatanya. Dirinya tidak bisa membayangkan bila memiliki pacar seperti Iswandi, pri
Arga harus menelan air ludahnya ketika melihat rambut panjang Nadira yang basah, handuk yang melingkar di dadanya, dan hanya menutupi sebagian pahanya. Perut yang sudah besar dan bulat, membuat istrinya semakin menggoda. Melihat pemandangan seperti ini, sungguh membuat dirinya seakan tidak mampu menahan hasratnya."Hubby mau apa?" Nadira mundur beberapa langkah ketika suaminya mendekat dengannya."Peluk anak." Arga memberi alasan."Dira nggak percaya, Hubby selalu alasan peluk anak, nanti setelah peluk anak lihat anak." Nadira sudah sangat hafal dengan sikap suaminya. Terkadang dirinya bisa mandi berulang kali hingga dua bahkan tiga kali bila tidak cepat memakai pakaian."Mau bagaimana lagi, hubby terlalu sangat menyayangi anak, sehingga ingin melihatnya setiap saat." Arga berkata dengan mengulum senyumnya.Nadira menggelembungkan pipinya dengan bibir bawah yang maju ke depan. Suaminya tidak pernah kehabisan kata-kata untuk membela diri dan u
"Lala,"panggil Iswandi.Lala kaged ketika mendengar Iswandi memanggilnya. "Iya om," jawabnya."Apa kamu sering pulang ke daerah asal kamu?" tanya Iswandi."Belum ada om, aku sibuk kerja di sini bisa dikatakan, aku juga gak ada libur." Lala beralasan."Meskipun idul Fitri?" Tanya Iswandi.Lala menganggukkan kepalanya.Iswandi bingung untuk melanjutkan pertanyaannya setelah mengetahui jawaban Lala. "Apa kamu masih memiliki kedua orang tua?" Iswandi mencoba untuk kembali bertanya."Masih om, kedua orang tua aku juga masih sehat." Lala tersenyum.Iswandi hanya diam dan mengerutkan keningnya. Semakin bertanya membuatnya semakin bingung dengan jawaban yang diberikan Lala untuknya."Tunggu sebentar ya Om, aku buat minum." Lala beranjak dari kursi sofa yang didudukinya. Sejak tadi ia lupa untuk membuatkan minum untuk tamunya."Sepertinya saya sudah duduk di sini cukup lama, dan kamu baru mengingat tentang minum." Is
"Hubby." Nadira menggenggam tangan suaminya."Iya," jawab Arga. Matanya yang baru saja akan terpejam kini harus dibukanya lagi, ketika mendengar istrinya yang memanggilnya."By, perut Dira rasanya tegang. Hubby coba pegang, ini keras." Nadira memegang tangan suaminya dan meletakkan di bagian perut yang terasa keras dan menonjol tersebut."Ini kenapa kayak gini?" tanya Arga.Nadira menggelengkan kepalanya. "Anak sekarang sudah pintar seruduk by, ini sepertinya kepala anak. Bulat dan keras." Nadira menebak tonjolan yang terasa bulat dan kertas tersebut."Apa mungkin lututnya?" Arga ikut serta menebak."Bisa jadi ya By, soalnya kalau siku pasti kecil." Nadira dan Arga tertawa ketika mereka saling menebak apa yang terasa menonjol saat ini.Arga mengusap-ngusap bagian perut istrinya dengan penuh kasih sayang. "Hai sayang Daddy ini sudah malam, anak bayi kenapa malah pengen main di jam seperti ini?" Ucapnya yang sudah mulai merasa ngantuk.
Lamunannya buyar seketika saat mendengar dering di ponselnya. "Siapa sih yang nelpon di jam segini, nggak sopan amat," omel Lala. Lela begitu sangat malas untuk menjangkau ponselnya yang ada di meja kecil di samping tempat tidurnya.Lala begitu sangat kesal ketika ada yang mengganggu dirinya yang sedang berpikir mencari solusi. Dijangkaunya ponsel yang ada ada di samping tempat tidurnya dan melihat sambungan telepon yang masuk tersebut. Jantungnya berdegup dengan sangat hebatnya ketika mengetahui ternyata panggilan telepon itu dari Iswandi. "Kenapa nelpon sih udah jelas aku lagi mikirin jawaban." Lala berkata dengan memandang layar ponselnya. Namun dirinya tidak bisa menutupi, bahwa hatinya begitu sangat senang ketika mendapat panggilan telepon dari pria yang berwajah ganteng tersebut."Halo," sapa Lala."Iya halo juga, belum tidur ya," jawab Iswandi. Ia tidak bisa tidur. Berulangkali Iswandi mencoba memejamkan matanya, namun tetap saja pikirannya hanya tertuju
"Gaji aku dibayar 3 kali lipat ya kanda," Lala begitu kesal dan meminta syarat untuk gajinya diberi tiga kali lipat banyaknya daripada di toko pakaian."Tidak masalah Dinda." Iswandi tersenyum.Lala memandang Iswandi dengan sangat kesal. Pria itu tampak sengaja datang terlambat menjemputnya."Ayo Dinda temani kanda sarapan," Iswandi berkata dengan tersenyum. Ia merasa sangat senang ketika apa yang direncanakannya telah berjalan dengan sangat baik. Pria itu begitu bersyukur dengan kecerdasan otak yang dimilikinya, sehingga dirinya bisa memiliki ide seperti ini. Iswandi sengaja terlambat untuk menjemput Lala, agar Lala berhenti dari tempat kerjanya dan tanpa menyalahkannya sama sekali. Meskipun dirinya tidak mahir dalam merayu dan mendekati wanita, namun setidaknya otak encernya sangat bermanfaat bila kondisi seperti ini."Ayo Dinda temani kanda sarapan," ajak Iswandi.Lala menganggukkan kepalanya dan memegang tangan Iswanti. Lala tidak m
Arga duduk di meja kerjanya dengan memandang Iswandi yang saat ini duduk di depannya. Dari cara ia memandang asisten pribadinya, sudah terlihat jelas bahwa Arga sedang menunggu jawaban."Ada apa tuan?" tanya Iswandi yang berpura-pura tidak mengerti dengan tatapan bosnya."Jelaskan kepada ku, sejak kapan kamu mengenali teman Nadira?" Arga bertanya dengan raut wajah yang begitu sangat serius.Iswandi tersenyum malu-malu ketika mendengar pertanyaan bosnya. Seperti orang yang sedang dilanda asmara, wajahnya bersemu merah saat ini.Melihat sikap Iswandi yang malu-malu, membuat Arga terasa ingin tertawa, namun ia mencoba untuk menahan tertawanya, ia tidak ingin Iswandi merasa malu kepadanya."Saya mengenali Lala itu tanpa sengaja tuan. Waktu itu saya datang ke restoran, saat restoran sedang direnovasi. Di sana saya berjumpa dengan Lala. Kami berjumpa tanpa disengaja. Dia menabrak saya, dan peristiwa itu sudah terjadi sekitar 3 minggu yang lal
"Halo," jawab Lala ketika mengangkat sambungan telepon di ponselnya. Lala diam dan menunggu jawaban dari orang yang saat ini menghubunginya."Halo." Lala kembali menyapa orang yang saat ini menghubunginya. Nomor ponsel ini baru masuk di teleponnya, sehingga dirinya tidak tahu siapa yang saat ini menghubunginya."Jangan bikin emosi ya, sejak tadi aku ini sudah pengen marah-marah. Sudahlah aku lagi emosi, ini datang lagi orang nelpon yang gak jelas. Kalau mau ngomong ya jawab, jangan diam aja. bikin kesel." Lala marah."Kenapa hari ini aku apes sekali. Tau nggak sih, pagi-pagi saja aku sudah kena marah dan berhentikan kerja. Jadi jangan buat aku tambah marah."Nadira hanya tersenyum ketika mendengar omelan dari Lala. "Halo assalamualaikum," jawab Nadira."Waalaikumsalam." Lala diam mendengarkan suara yang begitu sangat dikenalnya. "Nadira?" Tanya Lala."Ha...ha... sepertinya aku menelepon diwaktu yang tidak tepat. Aku matiin aja ya telep