Share

Bab 2

Batu delima ini memang pusaka keluarga kami.

Jumlahnya ada dua buah.

Satu buah aku berikan kepada Ilham untuk diberikan kepada gadis pilihannya.

Satunya lagi tadinya akan kuberikan kepada putra bungsuku, tapi karena dia masih terlalu kecil, aku menyimpannya untuk saat ini.

Erina jelas salah paham.

Dia merenggut kalung batu delima di leherku dan tertawa histeris.

"Ilham, kamu pembohong. Kamu janji hanya akan mencintaiku, tapi akhirnya kamu selingkuh dengan perempuan tua ini."

"Aku membencimu. Aku sangat membencimu."

"Hatiku sangat sakit, tapi aku tetap ingin mencintaimu."

Dia bergumam pada dirinya sendiri, dan setelah menggila beberapa saat, matanya tiba-tiba suram dan mengerikan.

"Asal mereka mati, nggak akan ada lagi rintangan di antara kita."

"Benar! Itu jawabannya!"

Erina mengeluarkan ponselnya dan menelepon seseorang. Setelah berdering sebentar, aku mendengarnya berkata, "Kak, kamu harus membantuku mempertahankan hubunganku!"

Tapi aku tidak punya waktu untuk menyaksikan kegilaannya. Aku merangkak ke tempat tidur anak bungsuku dan melihat kondisinya semakin parah.

"Tolong, tolong selamatkan anakku!"

"Dia digigit ular berbisa dan wajahnya sudah membengkak. Dia bisa mati kalau terlambat diselamatkan!"

Perawat lain di sekitar juga menasihati Erina.

"Bisa gawat kalau sampai beneran meninggal."

"Bagaimana kalau kita bawa anak ini ke UGD dulu?"

Erina mendecakkan lidah dengan kesal, mengamati kerumunan orang itu dengan mata tajam.

"Kalian yakin ingin berpihak dengan selingkuhan?"

"Jangan lupa, ayah Ilham direktur rumah sakit ini. Setelah aku jadi menantunya, kesempatan kalian mendapat promosi ada di tanganku."

Begitu mendengar kalimat ini, semua orang saling memandang dan langsung pergi, pura-pura sibuk.

Aku hampir memohon, "Erina, tolong, biarkan anakku pergi ke ruang gawat darurat dulu. Dia sudah hampir nggak tertolong."

Namun, wajah Erina dingin dan matanya menusuk tajam.

"Pas sekali, aku ingin dia mati. Mati, biar nggak ada kerenggangan antara aku dan Ilham setelah kami menikah!"

"Aku nggak mau hubungan kami dikeruhkan oleh anak haram. Aku nggak mau jadi ibu tiri anak orang lain."

Aku buru-buru menjelaskan, "Dia bukan anak haram Ilham, dia adik Ilham."

"Adik kandung, aku jamin."

Erina menendang hatiku. "Bilangnya adik Ilham, tapi kamu memperlakukan dia seperti anakmu."

"Konyol sekali. Kamu juga mau ngaku-ngaku jadi ibu Ilham?"

Aku segera mengangguk. "Aku memang ibu Ilham, ibu kandung."

Erina seperti melamun sejenak, menatap wajahku dengan cermat.

Pada saat itu, pintu terbuka.

Sekelompok orang yang membawa tongkat menghambur masuk. Yang memimpin adalah seorang pemuda yang rambutnya dicat pirang. Dia berteriak, "Siapa yang berani merebut pacar adikku?"

Dia lalu melihat aku yang berlutut di lantai dengan pipi bengkak dan penampilan acak-acakan, serta Erina yang berdiri di seberangku dengan wajah tidak bersahabat.

"Kak, ini dia pelacur itu. Dia juga ngaku-ngaku jadi ibu Ilham."

Pemuda itu tertawa sinis, menatapku dari atas ke bawah dengan jijik:

"Dia? Istri Pak Direktur? Jangan bercanda!"

"Erina, perempuan murahan ini cuma ingin menakut-nakutimu."

Tatapan skeptis Erina menjadi semakin yakin. "Kak, untunglah kamu di sini. Kalau nggak, aku sudah tertipu perempuan selingkuhan ini."

Dia menyerbu ke arahku dan menampar wajahku beberapa kali berturut-turut seperti kesetanan.

Telingaku berdengung, tapi aku tidak berani mengelak, hanya terus memohon, "Tolong anakku, tolong selamatkan anakku ...."

Mata Erina tiba-tiba bersinar dengan tatapan mengolok-olok. Dia berkata dengan jahat.

"Bisa. Kalau kamu ingin aku menyelamatkannya, lepas pakaianmu, tampar wajahmu, dan bilang kamu pelacur dan selingkuhan. Minta maaf padaku dan katakan ke kamera kalau kamu menyesal merusak hubungan kami."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status