Ayla Reynard memandang cermin dengan tatapan kosong. Rambut coklat gelapnya tergerai dengan sempurna, dibingkai dengan rapi oleh gaun hitam elegan yang dipilih Leon untuk makan malam mereka. Malam ini terasa istimewa, meski ia tak tahu bahwa itu akan menjadi malam yang mengubah segalanya.
Senyum Ayla terlukis di wajahnya, namun matanya menyembunyikan kegelisahan yang semakin membesar. Setiap detik yang berlalu seperti sebuah persiapan untuk sesuatu yang tak bisa ia hindari, sebuah keputusan yang tak terelakkan. Di luar jendela kamar tidurnya, suasana malam Velmont City terasa begitu damai, gemerlapnya lampu-lampu kota menciptakan kesan sempurna tentang dunia yang mereka huni. Sebuah dunia yang Ayla kenal terlalu baik—dunia penuh harapan, keinginan, dan impian.
Namun, hidupnya tak pernah sesempurna seperti yang terlihat di permukaan.
“Segera datang, sayang. Aku akan menjemputmu,” suara Leon dari telepon memecah keheningan. Ayla mengangguk meski tahu Leon tidak bisa melihatnya. Telepon dimatikan, dan untuk sesaat, Ayla merasakan ketenangan yang terlepas begitu saja.
Ayla mengambil napas dalam-dalam, menenangkan dirinya. Ia tahu malam ini akan berbeda, tapi dia tak bisa membayangkan betapa buruknya kenyataan yang akan dihadapinya.
Di luar, deru mobil Leon semakin mendekat. Ayla memandangi dirinya sekali lagi di cermin. Ia melihat seorang wanita yang seharusnya bahagia. Seharusnya.
Di ruang makan yang megah, Ayla duduk berhadapan dengan Leon, pria yang telah mengisi sebagian besar hidupnya selama dua tahun terakhir. Leon, dengan rambut hitam terurai rapi dan mata biru tajam, memandangnya dengan senyuman yang seakan-akan menggambarkan dunia yang hanya milik mereka berdua. Namun, ada sesuatu yang berbeda pada malam itu. Sesuatu yang terasa seperti ancaman.
"Ayla," kata Leon pelan, memulai pembicaraan yang sudah dipersiapkan jauh-jauh hari. "Aku rasa kita perlu bicara serius."
Ayla menundukkan kepala, tidak tahu apa yang sedang mengintai dalam kata-kata itu. Rasa takut perlahan menyusup dalam dadanya. Meskipun mereka berdua telah bersama, meskipun Leon adalah lelaki yang tampaknya sempurna, Ayla selalu merasakan adanya jurang yang tidak pernah bisa ia jembatani. Jurang yang menghalangi mereka untuk benar-benar satu.
"Ada apa, Leon?" tanya Ayla, suaranya nyaris tak terdengar.
Leon menatapnya, seakan mencoba menilai reaksi Ayla. “Ayla, aku tidak bisa melanjutkan hubungan kita,” ucapnya perlahan. Kalimat itu datang dengan begitu tenang, namun menampar Ayla seperti pukulan keras.
Ayla merasa seperti dunia di sekitarnya berhenti berputar. Bibirnya kering, dan dadanya terasa sesak. “Apa maksudmu?”
Leon mengalihkan pandangannya, berusaha mencari kata-kata yang tepat. “Kamu tahu aku sangat mencintaimu, Ayla. Tapi kenyataannya, kita tak bisa bersama.”
Ayla merasa ada sesuatu yang menusuk jantungnya. “Kenapa?” tanya Ayla, mencoba menahan air mata yang mulai mengancam.
Leon menggigit bibir bawahnya dan akhirnya berkata dengan suara yang lebih berat, “Kamu berasal dari keluarga yang... berbeda, Ayla. Aku tidak bisa terus seperti ini. Keluargaku sudah memberikan tekanan yang besar. Mereka... mereka tidak menganggapmu sebanding denganku.”
Ayla tak bisa mengucapkan sepatah kata pun. Segala sesuatunya berputar begitu cepat dalam pikirannya, tidak ada yang bisa ia katakan untuk membenarkan dirinya. Ia merasa begitu kecil, begitu tidak berarti. Ada sesuatu yang pecah dalam dirinya saat itu, suara hatinya berteriak, “Jangan tinggalkan aku. Jangan tinggalkan aku begitu saja hanya karena siapa aku.” Namun, kata-kata itu tak pernah keluar. Ia hanya menatap Leon dengan mata yang dipenuhi rasa sakit.
Leon melanjutkan, “Aku harap kamu bisa mengerti. Ini bukan berarti aku tidak mencintaimu. Tapi aku harus mengikuti apa yang keluarga inginkan. Aku sudah berusaha, Ayla.”
Ayla terdiam. Kenyataan ini menyakitkan lebih dari apapun yang bisa ia bayangkan. Leon, pria yang begitu ia cintai, ternyata bukanlah siapa-siapa dalam pandangan dunia yang lebih besar. Sementara ia hanya bisa mengandalkan hati yang penuh harapan, Leon berada di dunia yang lebih tinggi, dunia yang membuatnya merasa tak pantas.
Tapi, di tengah kepedihan itu, muncul sebuah perasaan lain yang mulai tumbuh dalam dirinya—rasa marah yang menggeram di dasar hatinya. Ia tahu ini bukan akhir dari segalanya. Ini hanya permulaan.
Setelah Leon pergi, Ayla duduk terdiam di ruang makan yang kini terasa begitu sepi. Ia meraih gelas anggur yang ada di meja, tetapi tangannya terasa gemetar. Semua kenangan bersama Leon—semua impian yang mereka bangun—hancur seketika.
Namun, yang lebih mengejutkan dari segalanya adalah perasaan yang mulai tumbuh dalam dirinya. Bukan kesedihan, tetapi amarah yang membara. Dia merasa dihina, dijatuhkan hanya karena status sosial yang bukan pilihannya.
Tak lama setelah Leon meninggalkan rumahnya, Ayla berdiri, berjalan menuju meja kerja di sudut ruangan. Di sana, terdapat sebuah laptop dan berkas-berkas yang ia siapkan untuk pertemuan besar yang tak kunjung datang. Semua ini terasa sia-sia. Namun, di tengah perasaan hancur itu, Ayla mendapatkan sebuah pencerahan—dia tidak akan berdiam diri. Dia akan membalas dendam.
Pikiran itu datang begitu saja. Leon tak tahu betapa Ayla akan menghancurkannya. Semua yang telah dia anggap enteng akan dihancurkan dengan cara yang lebih kuat dari apa yang Leon bayangkan. Ayla akan mengubah nasibnya sendiri.
Dia akan menunjukkan pada Leon, pada keluarganya, bahwa dia bukanlah wanita yang bisa dianggap remeh begitu saja. Ada dunia lain yang bisa dia masuki, dunia yang tidak pernah Leon atau keluarganya pahami. Dunia yang lebih gelap, lebih keras. Dunia yang akan membuatnya kuat.
Dalam pikiran Ayla, nama Dimitri Velasquez muncul. CEO dari Velasquez Corporation, penguasa dunia bisnis dan dunia gelap yang tak kenal ampun. Nama yang selalu terdengar dalam bisikan-bisikan bisnis besar. Ayla tahu itu. Dimitri adalah orang yang bisa memberinya kekuatan.
“Ini baru awal,” gumam Ayla pada dirinya sendiri, sebuah senyum tipis terukir di wajahnya. Meskipun hatinya masih terasa sakit, rasa dendamnya telah menyala.
Ayla menatap layar laptopnya. Setiap klik, setiap informasi yang ia gali mengenai Dimitri dan dunia bisnisnya semakin menguatkan tekadnya. Dia tidak hanya akan menghancurkan Leon, dia akan menjadi wanita yang lebih dari sekadar korban. Ia akan menjadi penguasa dunia ini, dengan cara yang paling brutal sekalipun.
"Aku akan membuatmu menyesal," ucap Ayla pelan, tanpa ada yang mendengar.
Layar laptop terus menyala, dan di balik itu, dunia baru terbuka lebar—sebuah dunia yang gelap dan berbahaya.
Malam yang kelam menyelimuti Velmont City saat Ayla Reynard berjalan keluar dari apartemennya. Udara dingin menyentuh kulitnya, namun tidak ada yang lebih dingin daripada perasaan yang ada dalam hatinya. Dengan langkah mantap, ia melangkah ke arah mobil hitam yang menunggu di depan gedung. Setiap detik dalam perjalanan ini semakin menguatkan niatnya—tujuan yang jelas dan tak bisa dibelokkan. Ia harus menghancurkan Leon, dan untuk itu, ia membutuhkan kekuatan. Kekuatan yang hanya dimiliki oleh seorang pria seperti Dimitri Velasquez.Ayla teringat percakapan terakhirnya dengan Leon, bagaimana ia diperlakukan seperti sekadar barang yang bisa dibuang begitu saja. Setiap kata yang diucapkan Leon, setiap tatapan matanya yang merendahkan, semakin membakar amarah di dalam diri Ayla. Tidak ada kata penyesalan di bibir Leon, hanya alasan kosong tentang status sosial, tentang keluarganya yang lebih memilih uang dan kekuasaan daripada cinta yang mereka punya.“Apa yang akan kamu lakukan, Ayla?” g
Pagi berikutnya, Velmont City terbangun dengan hiruk-pikuk khas kota metropolitan. Jalan-jalan dipenuhi dengan mobil mewah yang berkilau di bawah sinar matahari, gedung pencakar langit yang menjulang menghalangi pandangan terhadap langit biru yang bersih. Semua tampak sempurna, tetapi bagi Ayla Reynard, dunia ini hanyalah sebuah panggung di mana dirinya hanyalah bagian dari cerita yang lebih besar—sebuah cerita yang penuh dengan ambisi, pengkhianatan, dan dendam.Ayla duduk di meja kerjanya di Reynard Holdings, perusahaan kecil yang ia bangun dari nol. Meski perusahaan ini belum sekuat Velasquez Corporation milik Dimitri, namun Ayla tahu ini adalah langkah pertamanya menuju puncak. Dia ingin lebih dari sekadar membalas dendam pada Leon dan keluarganya. Dia ingin menunjukkan bahwa dirinya lebih dari sekadar wanita yang mereka anggap tidak berharga.Namun, satu hal yang Ayla pelajari sejak malam pertama bertemu Dimitri adalah bahwa dunia ini bukan dunia yang mudah untuk dimasuki. Bahkan
Ayla berdiri di luar pintu kaca besar The Elysian Tower, memandangi kota yang bersinar di bawahnya. Angin sore berhembus ringan, membawa aroma kota yang penuh dengan ambisi dan kegembiraan. Namun, bagi Ayla, segala kemewahan dan kemegahan ini hanyalah lapisan luar dari sebuah dunia yang jauh lebih gelap. Dunia yang baru saja ia masuki—dunia yang penuh dengan manipulasi, kekuasaan, dan intrik.“Jangan terlalu terpesona dengan pemandangan ini,” suara berat Dimitri terdengar di belakangnya, membuat Ayla berbalik. Dimitri berdiri dengan sikap tegap, mengenakan jas hitam yang selalu tampak sempurna di tubuhnya. Matanya yang tajam mengamati Ayla dengan penuh perhatian, seolah mengukur sejauh mana wanita ini bisa bertahan.“Apa yang kamu maksud?” Ayla bertanya, berusaha menutupi keraguan yang mulai merayapi dirinya.“Velmont City adalah tempat di mana banyak orang datang untuk meraih impian mereka, tetapi juga tempat di mana impian itu hancur begitu saja. Kamu tidak bisa hanya terpesona oleh
Ayla berdiri di ruang kerja Dimitri yang mewah, matanya menatap kosong ke jendela besar yang menghadap ke Velmont City yang terhampar luas. Pemandangan kota itu, dengan segala kemewahan dan kehidupan yang tampak sempurna, kini terasa semakin hampa. Dunia yang pernah ia anggap sebagai tempat penuh harapan kini tampak seperti arena permainan tanpa aturan, di mana kemenangan hanya diberikan kepada mereka yang mampu bertahan.Dimitri berdiri di belakang meja kerjanya, sibuk dengan laporan dan dokumen-dokumen yang tampaknya tak pernah habis. Suasana di ruangan itu sunyi, hanya suara langkah kaki dan desiran angin dari luar yang mengisi ruang. Ayla tahu bahwa untuk memenangkan permainannya, ia harus menunggu. Menunggu kesempatan yang tepat untuk menyerang, untuk menghancurkan Leon dan segala yang berhubungan dengannya. Tapi saat ini, ia juga tahu bahwa ia sudah terperangkap dalam permainan yang lebih besar, permainan yang tak hanya melibatkan Leon, tetapi juga Dimitri.Dimitri tiba-tiba ber
Malam itu, angin dingin bertiup melalui celah-celah jendela, membawa aroma hujan yang belum turun. Ayla duduk di kursi besar di ruang kerjanya, di antara tumpukan dokumen yang tersebar di meja. Tangan kirinya menggenggam pena, sementara matanya menatap kosong ke layar laptop. Rencana yang telah ia susun matang perlahan memunculkan keraguan di dalam dirinya, namun ia cepat-cepat mengusirnya. Tidak ada ruang untuk keraguan dalam rencana ini.Victor Moretti adalah langkah pertama. Ayla tahu dia tidak bisa bergerak sendiri, dan meskipun ada banyak risiko, bertemu dengan Victor adalah keputusan yang tepat. Tangan kanan Dimitri itu punya banyak informasi yang bisa menjadi kunci untuk menghancurkan Carlisle Industries, perusahaan yang dulu menjadi kebanggaan Leon. Ayla tahu, untuk menghancurkan Leon, ia harus melibas segala sesuatu yang menjadi jantung dari kekuasaannya. Dan Carlisle Industries adalah pusat dari segalanya.Namun, ada sesuatu yang mengganjal. Seseorang yang selalu hadir dalam
Ayla berdiri di balkon apartemennya yang megah, menatap ke luar ke gedung-gedung pencakar langit Velmont City yang penuh cahaya. Angin malam bertiup dingin, tetapi ia tidak merasa apa-apa. Diri yang dulu, yang pernah takut pada kegelapan dunia ini, sudah mati. Sekarang, dunia ini adalah miliknya untuk dijinakkan. Setiap langkah yang ia ambil semakin mendekatkannya pada tujuannya—membalas dendam pada Leon dan mereka yang menghancurkan hidupnya.Namun, hari ini, rasa cemas sedikit menyesaki hatinya. Pertemuan dengan Gabriel Delgado tadi bukanlah sekadar pertemuan bisnis biasa. Ada sesuatu yang lebih dalam. Sesuatu yang lebih gelap. Meskipun ia berhasil mendapatkan apa yang ia inginkan, ia tahu, permainan ini belum berakhir. Bahkan, baru saja dimulai.Victor Moretti, yang sejak awal telah menjadi sekutunya, tak pernah sekalipun menunjukkan tanda-tanda kelemahan. Namun, Ayla tahu bahwa dia tidak bisa sepenuhnya mempercayai siapa pun. Bahkan Victor, meskipun loyal kepada Dimitri, tetap mem
Pagi di Velmont City selalu tampak penuh dengan energi yang membara, bahkan saat matahari belum sepenuhnya terbit. Udara pagi yang dingin sedikit menyegarkan, tetapi Ayla merasa tubuhnya lebih terbebani daripada biasanya. Setiap langkah yang ia ambil terasa semakin berat, seperti ada bayang-bayang yang mengikutinya. Bayang-bayang yang bukan berasal dari masa lalunya, tetapi dari dunia yang semakin ia masuki—dunia yang penuh dengan kebohongan dan rahasia.Pagi itu, ia duduk di meja kerjanya di Reynard Holdings, perusahaan yang ia bangun sendiri setelah ia bekerja sama dengan Dimitri. Pekerjaannya mulai mengalir lebih lancar, tetapi ia tahu bahwa semua ini hanyalah bagian dari permainan yang lebih besar. Tak jarang, pikirannya melayang kembali kepada Dimitri dan percakapan mereka sebelumnya. Dimitri... Ada yang berbeda darinya, sesuatu yang membuat Ayla merasa seolah dirinya berada di dalam permainan catur yang diatur oleh tangan yang lebih kuat daripada dirinya.Clara, sahabatnya yang
Malam itu, setelah meninggalkan Club Noir, langkah Ayla terasa semakin berat. Udara malam yang dingin semakin menusuk kulitnya, tetapi hatinya jauh lebih beku daripada cuaca yang menerpa tubuhnya. Ia memikirkan percakapan dengan Dimitri yang semakin membingungkan, meninggalkan lebih banyak pertanyaan daripada jawaban. Bayang-bayang masa lalu yang datang mengganggu semakin menguatkan tekadnya untuk melanjutkan perjuangan ini, tetapi juga memperdalam keraguan tentang siapa yang sebenarnya bisa ia percayai.Ayla mengunci pintu mobilnya dengan suara berderit, sebelum melangkah menuju gedung Reynard Holdings, perusahaan yang ia bangun dengan susah payah. Gedung itu kini menjadi simbol dari kebangkitannya, namun setiap kali ia menginjakkan kaki di sana, ada perasaan yang mengusik—sebuah perasaan tidak nyaman yang terus bertumbuh.Di dalam ruang kerjanya yang luas dan minim dekorasi, Ayla duduk di kursinya, menatap layar komputer dengan tatapan kosong. Pikiran-pikirannya melayang ke arah yan
Asap hitam membubung tinggi di langit Ravenhurst, menciptakan siluet menyeramkan di tengah kobaran api yang melahap gudang. Angin malam membawa aroma mesiu dan kayu terbakar, mengaburkan penglihatan sesaat sebelum gelombang panas merayap mendekat.Dimitri tetap berdiri di tempatnya, tubuhnya tegap seperti patung batu, sorot matanya gelap dan penuh arti. Ia tak berkedip menatap kehancuran di depannya, seolah menikmati pemandangan itu. Ayla berdiri di sampingnya, napasnya masih tersengal setelah pelarian mereka dari dalam gudang.“Kita harus pergi,” ucapnya tegas.Dimitri menoleh perlahan, tatapannya tajam. “Gabriel akan tahu siapa yang menghancurkan ini.”Ayla menggigit bibir. “Itu memang yang kau inginkan, bukan?”Dimitri tidak menjawab, hanya berbalik dan melangkah menuju mobil. Ayla mengikutinya, menyadari bahwa ada sesuatu yang berubah dalam pria itu. Ia tidak hanya sedang bertarung dengan Gabriel, tapi juga dengan dirinya sendiri.Di dalam mobil, Leon duduk di kursi belakang denga
Suara tembakan masih bergema ketika Ayla dan Leon berlindung di bawah meja café yang hancur. Kaca pecah berserakan di lantai, aroma bubuk mesiu bercampur dengan bau kopi yang tumpah. Teriakan para pengunjung menggema, beberapa berlari ke luar, yang lain berjongkok ketakutan.Leon menyumpah pelan, matanya menyipit ke arah luar. “Ini kerjaan Gabriel. Dia ingin memastikan kita tahu siapa yang berkuasa.”Ayla menarik napas dalam, menekan rasa paniknya. Ia tahu dunia Dimitri tidak akan pernah aman, tapi ia tidak menyangka akan terlibat langsung dalam aksi penyerangan seperti ini.“Lari ke belakang,” bisik Leon. “Aku akan mengalihkan perhatian mereka.”Ayla menatapnya tajam. “Kau pikir aku tidak bisa mengurus diriku sendiri?”Leon menyeringai meski di bawah ancaman bahaya. “Aku tahu kau bisa. Tapi aku juga tahu kau lebih pintar daripada melawan tanpa rencana.”Ayla tidak bisa membantah. Saat suara tembakan sedikit mereda, Leon melompat keluar dari persembunyian, menembakkan pistol yang enta
Suara detak sepatu hak tinggi Ayla menggema di sepanjang koridor marmer The Elysian Tower. Setiap langkahnya penuh keyakinan, namun dalam hatinya, ada badai yang tak dapat ia redam. Setelah pertemuannya dengan Gabriel Delgado malam itu, ancaman yang ia lontarkan masih berputar di pikirannya."Kau pikir Dimitri bisa melindungimu selamanya, Ayla? Akan ada saatnya dia memilih bisnisnya lebih dari dirimu."Ayla menggeleng pelan, berusaha mengusir suara itu dari kepalanya. Tidak. Dimitri berbeda. Ia bukan pria yang mudah dikendalikan oleh ancaman. Namun, ada hal lain yang mengganggunya—kenyataan bahwa Gabriel tahu terlalu banyak.Saat Ayla tiba di lantai tertinggi gedung, pintu lift terbuka, memperlihatkan sosok Victor Moretti yang sudah menunggunya. Pria itu berdiri dengan ekspresi serius, menunjukkan bahwa sesuatu telah terjadi."Ada apa?" tanya Ayla langsung, tak ingin berbasa-basi.Victor menatapnya sejenak sebelum akhirnya berujar, "Dimitri ingin bertemu denganmu. Sekarang."Tanpa ber
Malam itu, Ayla duduk di sebuah meja kecil di Silver Moon Café, tempat yang pernah menjadi bagian dari kehidupannya sebelum semua kekacauan ini dimulai. Aroma kopi dan suara denting cangkir menghidupkan nostalgia, tetapi kini terasa seperti kenangan yang jauh. Ia menatap cangkir kopinya, pikirannya penuh dengan keputusan besar yang harus ia buat.Ia mengambil ponsel dan membaca kembali pesan singkat dari Ivy. “Kau tahu siapa musuh sebenarnya, Ayla. Jangan biarkan dirimu terjebak di bawah kendali Dimitri seperti aku dulu.”Kata-kata itu menghantui. Ayla tahu Ivy berbicara dari pengalaman, tetapi bagaimana ia bisa yakin bahwa Ivy sepenuhnya jujur? Apakah ini hanya bagian dari rencananya untuk menjatuhkan Dimitri?“Pikiranku terlalu bising,” gumam Ayla sambil menyandarkan punggungnya ke kursi.Seorang pelayan mendekat untuk menanyakan apakah ia membutuhkan sesuatu lagi, tetapi ia hanya menggeleng dan tersenyum kecil. Saat pelayan pergi, seorang pria duduk di kursi di hadapannya tanpa diu
Ayla berdiri di ambang jendela apartemennya, memandang keluar ke Velmont City yang bercahaya dalam gelapnya malam. Dokumen yang Ivy tinggalkan tergeletak di meja di belakangnya, menjadi pengingat bahwa dunia yang baru ia masuki ini bukan hanya soal kekuasaan, tetapi juga penuh jebakan.Tatapan Dimitri sebelum ia pergi tadi masih terngiang di benaknya—campuran antara peringatan, kepercayaan, dan rasa sakit yang tersimpan rapi di balik topeng pria yang selama ini ia kenal sebagai sosok tak terkalahkan.Ayla menarik napas dalam-dalam, mencoba mengusir kebimbangan yang semakin menggigit hatinya. Apakah Dimitri benar-benar seseorang yang bisa ia percayai? Atau Ivy sebenarnya memberinya alat untuk mengendalikan situasi ini?Setelah beberapa saat, ia mengambil keputusan. Langkah berikutnya bukanlah soal siapa yang ia percayai, tetapi bagaimana ia memastikan dirinya tidak menjadi korban dari permainan ini.Pagi berikutnya, Ayla melangkah ke dalam The Elysian Tower, gedung megah yang menjadi s
Hujan telah reda, tetapi udara di Velmont City masih menyisakan dingin yang menusuk tulang. Ayla berdiri di luar sebuah restoran kelas atas di kawasan pusat kota. Di tangannya, sebuah ponsel bergetar dengan pesan terakhir dari Ivy: “Kita bertemu di sini. Sendiri.”Ayla tidak tahu apakah ini perangkap atau justru kesempatan. Namun, ia memutuskan untuk menghadapi Ivy. Jika wanita itu punya jawaban atas kebingungan yang berkecamuk di benaknya, maka Ayla harus mengambil risiko.Saat Ayla memasuki restoran, seorang pelayan membimbingnya ke meja di sudut ruangan. Ivy Larchmont sudah menunggu di sana, mengenakan gaun satin hitam yang membingkai tubuhnya dengan sempurna. Senyum tipis terlukis di wajah Ivy, tetapi tidak ada kehangatan di sana."Ayla Reynard," Ivy menyapa dengan suara selembut belati yang siap menancap."Ivy," jawab Ayla sambil duduk. Tatapan Ayla tajam, tetapi ia berusaha menjaga emosinya tetap netral.“Berani sekali kau datang menemuiku. Tidak takut Dimitri tahu?” Ivy bertany
Velmont City yang megah mulai diguyur hujan deras. Langit kelabu memantulkan suasana hati Ayla yang tengah berkecamuk. Hari itu, Ayla kembali duduk di sudut ruang kantornya di The Elysian Tower. Di tangannya, sebuah amplop cokelat yang baru saja tiba dari seseorang tanpa identitas.Ia membuka amplop itu dengan hati-hati, lalu menarik isinya. Foto-foto Leon bersama seorang wanita berambut panjang tampak memenuhi setiap bingkai. Di beberapa foto, Leon terlihat memberikan sebuah cincin berlian kepada wanita itu.“Pertunangan?” Ayla bergumam, dahinya mengerut.Sebelum ia sempat merenungkan lebih jauh, Dimitri memasuki ruangannya dengan langkah cepat, membawa aura dingin yang tak pernah gagal menguasai ruangan."Apa itu?" tanyanya, melirik amplop di tangan Ayla.“Foto Leon. Tampaknya dia bertunangan dengan seseorang,” Ayla menjawab, menyerahkan foto-foto itu kepada Dimitri.Dimitri mengamati foto-foto tersebut dengan saksama, ekspresinya tetap dingin. "Itu salah satu taktik mereka. Mereka
Pagi di Velmont City menyapa dengan cahaya keemasan yang memantul dari gedung-gedung pencakar langit. Tapi di dalam The Elysian Tower, suasana terasa jauh dari hangat. Ayla duduk di meja besar ruang rapat Velasquez Corporation, pandangannya tertuju pada berkas-berkas yang Dimitri sodorkan tadi pagi."Ini adalah langkah pertama kita," ucap Dimitri, nada suaranya tajam seperti biasa. "Semua transaksi gelap Carlisle ada di dalam ini. Kita mulai dengan menghancurkan basis keuangan mereka."Ayla membaca dokumen itu dengan saksama. Setiap lembar adalah bukti korupsi, pencucian uang, dan manipulasi bisnis yang dilakukan keluarga Carlisle selama bertahun-tahun. Namun, di balik angka-angka itu, ia bisa merasakan risiko besar yang akan mereka ambil."Kita bisa menjatuhkan mereka dengan ini," kata Ayla pelan, matanya berkilat penuh keyakinan. Tapi kemudian ia menambahkan, "Tapi ini juga bisa membahayakan kita. Jika bukti ini jatuh ke tangan yang salah—""Itu tugas kita untuk memastikan hal itu t
Malam itu semakin larut, tetapi udara di restoran mewah yang mereka tempati terasa semakin berat. Suara gelas beradu samar-samar terdengar dari meja lain, namun bagi Ayla, seolah seluruh ruangan telah berhenti bernapas. Gabriel Delgado, dengan senyum sinisnya yang penuh teka-teki, baru saja mengungkapkan rahasia gelap tentang keluarga Carlisle yang membuat semua rencana Ayla dan Dimitri terasa goyah. Namun, Gabriel tidak berhenti di situ.“Aku tahu kalian ingin menghancurkan Carlisle,” ucap Gabriel, memainkan cincin perak di jari manisnya dengan sikap santai yang bertentangan dengan ketegangan di matanya. “Tapi untuk melakukannya, kalian harus menghadapi lebih dari sekadar Leon. Keluarga Carlisle bukan hanya bisnis, mereka adalah sistem. Dan sistem itu memiliki akar yang dalam.”Ayla merasa hatinya tenggelam. Setiap kata Gabriel terasa seperti belati yang perlahan menusuk keyakinannya. Selama ini, ia mengira bisa menggunakan kekuatan Dimitri untuk meruntuhkan Leon dan keluarganya, tet