Bab 5

Ayla berdiri di ruang kerja Dimitri yang mewah, matanya menatap kosong ke jendela besar yang menghadap ke Velmont City yang terhampar luas. Pemandangan kota itu, dengan segala kemewahan dan kehidupan yang tampak sempurna, kini terasa semakin hampa. Dunia yang pernah ia anggap sebagai tempat penuh harapan kini tampak seperti arena permainan tanpa aturan, di mana kemenangan hanya diberikan kepada mereka yang mampu bertahan.

Dimitri berdiri di belakang meja kerjanya, sibuk dengan laporan dan dokumen-dokumen yang tampaknya tak pernah habis. Suasana di ruangan itu sunyi, hanya suara langkah kaki dan desiran angin dari luar yang mengisi ruang. Ayla tahu bahwa untuk memenangkan permainannya, ia harus menunggu. Menunggu kesempatan yang tepat untuk menyerang, untuk menghancurkan Leon dan segala yang berhubungan dengannya. Tapi saat ini, ia juga tahu bahwa ia sudah terperangkap dalam permainan yang lebih besar, permainan yang tak hanya melibatkan Leon, tetapi juga Dimitri.

Dimitri tiba-tiba berhenti dan menatapnya, matanya yang gelap memancarkan ketajaman yang sulit dipahami. “Kamu tidak hanya bermain untuk membalas dendam, Ayla,” suaranya dalam dan berat. “Kamu bermain untuk mengubah segala sesuatu, untuk mengguncang dunia ini.”

Ayla menelan salivanya, namun matanya tetap menatap dengan penuh tantangan. “Aku tahu itu. Tidak ada jalan setengah hati. Jika aku ingin menghancurkan Leon, aku harus lebih dari sekadar wanita yang tersakiti. Aku harus menjadi kekuatan yang tak bisa dihentikan.”

Dimitri mengangguk pelan, lalu memundurkan kursinya dan berjalan mendekat. “Baiklah. Tapi ingat, Ayla, kamu tidak bisa hanya berharap pada kebencian. Cinta, atau setidaknya perasaan, bisa menjadi senjata yang lebih kuat daripada dendam yang membakar.”

Ayla memutar bola matanya dengan jengkel. “Cinta? Jangan bercanda, Dimitri. Aku sudah lama kehilangan itu.”

Dimitri berhenti di depannya, tersenyum tipis. “Kamu pikir begitu. Tapi hati-hati, Ayla. Dendammu bisa memakanmu hidup-hidup jika kamu terlalu terjebak di dalamnya. Suatu hari, kamu akan melihat bahwa tidak semua yang terlihat kuat itu memang benar-benar kuat.”

Ayla merasa gemuruh di dadanya, sebuah perasaan yang sulit untuk diungkapkan. Ia tidak tahu apakah itu kecemasan atau kebingungan. Namun, ia tahu satu hal—Dimitri tidak salah. Dendamnya mungkin membutakan dirinya, mengarahkannya pada tujuan yang jelas, tetapi di balik itu, ada banyak hal yang lebih rumit, hal yang tak pernah ia perhitungkan sebelumnya.

“Baiklah, saya akan mendengarkan. Apa yang harus saya lakukan selanjutnya?” tanya Ayla, berusaha untuk mengendalikan emosinya.

Dimitri menyandarkan tubuhnya di meja, memandang Ayla dengan serius. “Sebelum kita bergerak lebih jauh, kita perlu menguasai jalur utama. Carlisle Industries adalah penghalang terbesar kita. Kita harus menyusup ke dalamnya. Tidak hanya dengan uang dan kekuasaan, tetapi dengan informasi dan pengaruh. Kamu bisa mulai dengan menemukan titik lemah mereka.”

Ayla mengangguk, mencerna setiap kata Dimitri dengan serius. Ia tahu bahwa untuk mengalahkan Leon, ia harus tahu segala hal tentang keluarga Carlisle. Setiap kebiasaan, setiap rahasia yang mereka sembunyikan. Dan satu-satunya cara untuk mendapatkannya adalah dengan masuk ke dalam dunia mereka.

“Ada satu orang yang bisa membantumu,” lanjut Dimitri, “Victor Moretti. Dia tahu cara bergerak di dalam dunia bisnis yang gelap ini. Kamu harus bertemu dengannya, berbicara langsung. Jangan ragu untuk meminta bantuan jika diperlukan.”

Ayla merasa ragu, tetapi ia menguatkan diri. Victor adalah orang yang dikenal sangat loyal kepada Dimitri, tetapi lebih dari itu, Victor juga dikenal sebagai tangan kanan yang sangat berbahaya. Jika Dimitri mengarahkannya kepada Victor, itu berarti ada sesuatu yang besar yang harus dilakukan.

“Aku akan melakukannya. Aku tahu aku tidak bisa menunggu lebih lama,” jawab Ayla dengan penuh tekad.

Dimitri mengangguk, lalu memberikan senyum tipis. “Bagus. Dan ingat, Ayla... ini bukan hanya tentang menghancurkan Leon. Ini tentang mendominasi seluruh dunia mereka.”

---

Malam itu, Ayla berada di sebuah kafe kecil di ujung kota, tempat yang dipilih Dimitri untuk pertemuannya dengan Victor. Suasana kafe itu tenang, dengan pencahayaan lembut dan aroma kopi yang menyelimuti udara. Ayla duduk di meja di pojok ruangan, menunggu dengan penuh perhatian. Tangannya memegang secangkir teh hangat, meski ia tidak benar-benar meminumnya.

Pintu kafe terbuka, dan seorang pria tinggi dengan jas hitam masuk. Wajahnya serius, matanya tajam. Victor Moretti. Ayla tidak pernah bertemu dengannya sebelumnya, tetapi ia sudah mendengar banyak tentangnya—tentang bagaimana Victor bisa menghancurkan siapapun yang mencoba menghalangi jalan Dimitri.

Victor melangkah ke arahnya, dan Ayla segera berdiri. Mereka saling bertatap sejenak sebelum Victor akhirnya duduk di hadapannya.

“Kamu Ayla, kan?” suara Victor serak, namun mengandung kekuatan yang tak bisa diremehkan. “Dimitri sudah memberitahuku tentangmu.”

Ayla mengangguk, lalu menatapnya dengan penuh keyakinan. “Aku datang untuk mencari bantuan. Aku tahu kalian bisa membantu aku menembus pertahanan Carlisle Industries.”

Victor tersenyum tipis, senyum yang tidak menunjukkan rasa ramah sama sekali. “Dimitri percaya padamu, dan itu sudah cukup. Tapi ingat, permainan ini bukan untuk orang yang lemah. Aku akan membantumu, tapi kamu harus siap menghadapi segala risiko.”

Ayla mengatur napasnya, matanya tajam menatap Victor. “Aku sudah siap. Apa yang harus aku lakukan?”

Victor meliriknya, lalu mengangguk. “Kita akan mulai dengan langkah pertama. Aku akan memperkenalkanmu pada beberapa orang dalam jaringan kami. Mereka akan membantumu mendapatkan informasi yang kamu butuhkan. Setelah itu, kamu akan tahu bagaimana menghancurkan Carlisle.”

Ayla merasa jantungnya berdegup lebih cepat. Ini adalah titik awal dari rencananya, langkah pertama yang akan membawanya lebih dekat ke Leon dan keluarganya. Namun, di balik semangat itu, ada satu perasaan yang mengganggu—sebuah perasaan yang mulai tumbuh di dalam dirinya.

Sebuah perasaan bahwa ia mungkin sudah terlalu jauh terjerat dalam permainan ini, dan mungkin, hanya mungkin, ia sudah mulai kehilangan dirinya sendiri.

Namun, Ayla menepis perasaan itu. Ia tahu apa yang harus dilakukan. Ia tidak bisa mundur. Karena di ujung permainan ini, ada satu hal yang harus ia raih—balas dendam yang telah lama tertunda.

“Tidak ada jalan mundur sekarang,” pikir Ayla, merasakan semangat dan tekad yang membara dalam dirinya. “Semua akan berakhir dengan kemenangan.”