"Nyonya!" ucap Marni dengan bibir bergetar menahan tangis. Marni tidak menyangka jika majikan yang selama ini dia anggap sudah tidak ada lagi di dunia ini, kini datang menemuinya."Bi," ucap Hanum memeluk Marni."Ma'afkan aku sudah menyusahkan Bibi," kata Hanum tak kuasa menahan tangis.Marni diam tanpa membalas pelukan Hanum. Marni masih syok saat melihat wanita yang saat ini memeluknya. "Siapa, Bu?" tanya David menghampiri Marni. Tubuh David membeku saat melihat Hanum memeluk Marni. David menggeleng tidak percaya dengan apa yang dia lihat."Mom," gumam David nyaris tanpa suara.Hanum mengangkat wajahnya menatap sang putra yang juga menatap tidak percaya ke arahnya. Hanum melepaskan pelukannya pada Marni dan menghampiri David yang berdiri di belakang Marni."Kamu sudah dewasa, Nak!" kata Hanum membingkai wajah anaknya. Hanum menatap wajah itu dengan tangis pilu. Sungguh dia sangat bahagia bisa bertemu dengan sang anak. Namun, ada rasa sedih karena dia tidak bisa merawat sang buah h
Usai bercengkrama dengan sang anak, Hanum pulang usai pamit pada Marni dan yang lainnya, meski dia masih sangat rindu pada David. Namun, Hanum harus menjalankan rencana selanjutnya yang sudah dia susun dengan matang."A," panggil Ayna mengusap punggung suaminya yang saat ini berdiri melihat langit malam dari balkon kamar mereka."Iya," jawab David membalikkan tubuhnya menghadap sang istri."Gak jadi, A,"kata Ayna takut jika pertanyaan nanti menyinggung suaminya. "Hari ini Aa senang sekali, Sayang," ucap David memeluk tubuh kecil sang istri. Sedangkan Ayna mengangguk dengan senyum saat mendengar apa yang suaminya katakan. "Sudah malam A, sebaiknya kita istirahat," kata Ayna saat David enggan melepas pelukannya. "Iya, tapi ... ." David menggantung ucapnnya membuat Ayna semakin penasaran."Tapi apa A?" tanya Ayna mengurai pelukannya menatap serius pada sang suami."Aa mau itu," jawab David menatap sang istri dengan penuh harap, membuat Ayna kesusahan menelan salivanya."Mau apa?" tan
Suara adzan subuh berkumandang. David mengerjabkan mata berusaha mengumpulkan kesadarannya. "Sayang, sudah waktu subuh," kata David mengusap kepala sang istri yang menggeliat saat sang suami menyentuhnya. "Iya, A," ucap Ayna membuka matanya yang masih terasa berat. "Mandi yuk!" ajak David. "Berdua?" tanya Ayna dengan polosnya. "Iya, Sayang, biar Aa bisa bantu kamu saat kamu kalau masih sakit," jawab David menatap gemas sang istri. "Iya, A." David bangkit membantu Ayna untuk berdiri karena bagian inti tubuhnya masih terasa perih. "Kok gak ada darah, A?" tanya Ayna saat melihat sprai yang menutupi ranjang mereka. "Memangnya kenapa kalau gak ada darah, Sayang?" tanya David. "Ay, takut kalau Aa menyangka jika Ay sudah tidak perawan lagi. Padahal Ay memang belum pernah melakukan hubungan intim dengan siapapun," jawab Ayna membuat David mengulum senyum. "Kok malah senyum?" tanya Ayna tidak mengerti kenapa suaminya tidak marah seperti pria yang lain. Ayna merasa heran kerena Ayna per
Lelah? tentu saja! sudah beberapa hari ini Dara mendoakan Adijaya. Adijaya merasa frustasi, dia tidak tahu harus membujuk Dara dengan cara apalagi. Seperti hari ini, Dara hanya sibuk dengan urusannya sendiri tanpa peduli dengan Adijaya yang butuh pelayanan darinya. Sikap Dara yang begitu dingin, membuat Adijaya tidak betah berada di rumah. "Dara, tolong jangan seperti ini," kata Adijaya menghampiri Dara. Namun, seperti biasa, Dara tidak peduli padanya."Apa yang harus aku lakukan agar kamu mau memaafkan aku, Dara?" tanya Adijaya yang sudah sangat putus asa."Aku mau kamu menepati janji kamu yang dulu, Mas," jawab Dara."Tentu saja aku akan menepatinya, Dara, tapi-""David, dia sudah tidak ada, Mas, kamu jangan cari alasan, kamu bisa bilang kalau David mati," potong Dara dengan entengnya."Baiklah, lusa aku akan urus semuanya," kata Adijaya yang akhirnya hanya bisa pasrah.lSementara itu, di tempat lain David, Ayna dan Riko baru saja pulang dari Masjid. David menatap sang istri yang
Waktu terus berlalu, Dara kembali menagih janji Adijaya padanya. "Apa kamu sudah mengurus semuanya, Mas?" tanya Dara sudah tidak sabar menguasai seluruh aset milik Hanum."Sudah, aku sudah buat perjanjian dengan notaris, besok," jawab Adijaya meski sebenarnya dia sangat malas bicara dengan Dara."Bagus! terima kasih, Ma," ucap Dara tersenyum sinis. Dara menepuk pipi Adijaya sebelum dia meninggalkan Adijaya yang masih terdiam di tempatnya."Huf," Adijaya membuang nafas kasar setelah Dara sudah tak terlihat lagi.Adijaya mengambil ponselnya mengirim pesan pada Lila. Jujur disaat seperti ini Adijaya butuh teman untuk mencurahkan segala isi hatinya.Sementara itu, bibir Lila mengukir senyum penuh misteri saat dia membaca pesan Adijaya. "Ada apa?" tanya Hanum menghampiri Lila."Adijaya meminta saya untuk menemuina sekarang juga, Nyonya," jawab Lila menunduk sopan."Pergilah, aku ingin tahu apa yang akan dia katakan padamu
David tersenyum melihat sang istri yang berdiri di balkon kamar mereka. Ayna merentangkan tangan menghirup dalam - dalam udara pagi yang begitu menenangkan. David melangkahkan kakinya berdiri di belakang sang istri. David pun memrentangkan tangannya dan menyatukannya dengan tangan sang istri.Udara yang sejuk tanpa polusi, suara burung yang membuat suasana pagi semakin syabdu. Indahnya bunga yang bermekaran membuat jiwa mereka merasa semakin damai. David dan Ayna memejamakan mata dan kembali menghirup dalam udara bersih itu sebanyak - banyaknya. "Aku tidak pernah merasa sebahagia ini, A," kata Ayna menoleh ke kesamping, begitu juga dengan David yang menundukkan wajahnya menatap Ayna."Aa, juga merasakan sama seperti yang kamu rasakan saat ini, Sayang," balas David mencium kening Ayna dengan penuh kasih sayang."Apa hari ini Aa masuk kuliah?" tanya Ayna."Iya," jawab David memeluk tubuh Ayna dari belakang. "Aa berangkat sama Riko, kan? terus Ay berangkat sama siapa?" tanya Ayna men
David termenung di menatap kosong membuat Riko merasa heran. "Kamu kenapa, Vid?" tanya Riko menepuk pundak David."Ayna, Rik," jawab David menoleh ke arah Riko dengan membuang nafas panjang."Ada apa dengan Ayan?" tanya Riko penasaran. "Teman kecil Ay pindah kuliah di kampus ini," jawab David yang sebenarnya malas membahas tentang Rayhan. "Kirain Ay kenapa, Vid," kata Riko duduk di samping David."Tapi dia menyukai Ay, Rik," kata David membuat Riko mengangkat sebelah alisnya. "Maksud kamu, dia masih menginginkan Ayna? apa dia belum tahu kalau Ayna sudah menikah dengan kamu?'' tanya Riko yang juga tidak ingin hubungan David dan Ayna renggang karena kehadiaran sahabat Ayna."Sudah! dia sudah tahu kalau Ayna sudah menikah denganku. Namun, dia tetap bersikeras ingin mendapatkan Ayna," jawab David merasa geram pada Rayhan."Kamu tenang saja, Vid, aku yakin Ayna bukan wanita gampangan, Ayna pasti bisa menjaga diri dan gak akan terpengaruh oleh pria itu," kata Riko berharap David tidak la
"Aku pulang dulu ya," pamit Ayna pada ketiga sahabatnya."Kamu gak kangen pulang bareng kita, Ay?" tanya Adel sedih.Ayna tersenyum, "kangen sih! tapi lebih ingin pulang sama suamiku," jawab Ayna dengan senyum jatuh cinta."Iya deh, yang sudah punya suami, pasti lebih mengutamakan suaminya," kata Adel sengaja menggoda Ayna."Sayang!" panggil David menghampiri Ayna yang memang sudah menunggunya."Cie, Sayang, sweet banget sih!" goda teman - temannya kecuali Nisa. Nisa hanya menggeleng saat melihat tingkah kedua temannya yang saat ini suka menggoda Ayna.Ayna hanya tersenyum menanggapi ucapan Adel dan Lisa. "Aku duluan ya!" pamit Ayna."Iya, hati-hati, nempel terus ya, biar kita cepet punya keponakan," balas Adel membuat wajah Ayna memerah malu. Sementara David menggeleng melihat tingkah konyol sahabat Ayna.Di sisi lain, mama Rayhan merasa heran pada sang anak yang tidak seperti biasanya. Rayhan lebih pendiam seperti sedan