Braakkk!Sopir truk itu membanting stir ke arah kanan. Tubuh Dinda terpelanting jauh hingga menghantam trotoar kemudian pingsan.Tak lama kemudian, banyak orang berkerumun untuk menyelamatkan nyawa Dinda yang sudah terancam.Di Tempat Lain.Keynan sedang mengobati luka di pipi dan juga di tangan Vanesa. "Apakah sakit? Mungkin ini akan membekas untuk beberapa hari ke depan," ucap Keynan sambil membersihkan luka Vanesa."Ck, aku nggak menyangka kalau istrimu akan segila itu. Menakutkan sekali, "sahutnya Vanesa dengan percaya diri. Dia bersikap manja di hadapan Keynan."Sudah nggak usah bahas dia, yang ada nanti kamu akan kesal," balas Keynan mengalihkan pembicaraan.Vanesa memeluk Keynan dengan penuh kasih sayang. "Makasih ya, Keynan. Kamu sudah membelaku, aku sempat berpikir kalau kamu nggak akan berada di pihakku," kata Vanesa melas.Keynan mencium dahi Vanesa. "Aku akan selalu berada di pihakmu. Aku nggak akan biarkan orang lain untuk menyakitimu," ujar Keynan.Tiba-tiba saja handpho
Vanesa memegangi pipinya yang ditampar keras oleh seseorang. Dia segera menoleh ke arah orang tersebut."Apa kabar, Tante. Lama sekali nggak pernah ketemu," sapa Vanesa pada orang itu yang tak lain adalah ibunya Keynan."Dasar wanita nggak tahu diri. Hanya bisa menggoda dan merusak rumah tangga orang! Pergi kamu dari sini! Jauhi Keynan!" hardik mama Leni. Dia terlihat sangat emosi.Vanesa tertawa keras. "Apa Tante bilang, pergi? Seharusnya yang pergi itu Tante, bukan aku. Pemilik rumah ini adalah aku. Jadi, Tante nggak bisa seenaknya ngomong pergi.""Mana Keynan! Suruh dia ke luar, istrinya sedang sekarat malah enak-enakan bersama pelacur sepertimu," teriak mama Leni dengan sangat keras."Tante nggak salah mencari Keynan di sini?"Mama Leni semakin naik darah. Dia terus mengumpat kasar Vanesa. "Apa maksudmu? Aku yakin Keynan pasti ada di sini. Kalau kamu nggak mau memanggilnya, biarkan aku ke dalam untuk mencarinya. Minggir wanita rendahan!"Vanesa memicingkan mata, dia mencegah ibunya
"Ma, sudah jangan sakiti Vanesa lagi." Keynan berteriak menghentikan ibunya."Keynan, kamu lebih membela pe*lacur ini daripada Mama kamu sendiri?" sentak mama Leni emosi.Keynan menarik tangan Vanesa ke dalam pelukannya. "Mulai sekarang aku akan melindungi Vanesa, Ma. Aku ingin kembali bersamanya," ucap Keynan.Mama Leni semakin naik darah. "Keynan, istrimu sedang sekarat di rumah sakit. Tapi kamu malah di sini bersama wanita rendahan ini. Sekarang ikut kembali bersama Mama. Ayo ...."Mama Leni menarik tangan Keynan agar ikut bersamanya. Namun, Keynan lebih memilih diam tak menuruti keinginan ibunya."Nggak Ma. Aku nggak akan ikut Mama, aku akan di sini bersama Vanesa. Aku aka terus bersamanya." Keynan terus keras kepala terhadap ibunya sendiri."Keynan, lebih baik kamu pergi ke rumah sakit. Istrimu sekarat, aku kembali ke rumah mami Ayu saja." Vanesa berpura-pura mengalah.Keynan mengeratkan pelukannya. "Nggak, Nesa. Aku akan berada di sini sama kamu," jawab Keynan."Dasar, wanita pe
"Nggak akan aku biarkan hal itu terjadi! Siapa pun nggak ada yang bisa mencelakai Vanesa," seru Keynan, dia menyangkal ucapan ibunya.Meskipun demikian, Keynan tetap saja pergi dari rumah sakit itu untuk mencari Vanesa. Dia sudah tidak mempedulikan lagi larangan ibunya."Keynan, berhenti! Mama bilang berhenti!" seru mama Leni pada anaknya."Anak itu benar-benar kurang ajar! Aku nggak bisa menunggu lagi. Kalau terus seperti ini maka rumah tangga mereka akan terancam," gerutu mama Leni, dia tampak kebingungan sekali.Sesampainya di luar, Keynan segera masuk ke dalam mobil dan melajukannya menuju ke rumah. Dia tidak tahu kalau Vanesa sudah kembali ke rumah mami Ayu.Jam menunjukkan pukul delapan malam. Keynan sudah sangat merindukan mantan kekasihnya. "Aku benar-benar nggak bisa jauh dari Vanesa. Aku sungguh nggak bisa," gumamnya pelan.Kurang lebih dua puluh menit, Keynan sampai juga di rumah. Dia turun dan ke luar dari mobil. Setelah itu masuk ke dalam rumah. Keynan membuka pintu dan b
Keynan pun tidak tinggal diam. "Kalian jangan sentuh Vanesa. Kalau sampai dia terluka maka aku juga akan bertindak kejam pada Dinda. Ingat, Dinda masih menginginkan aku. Melihat wataknya, tentu saja dia nggak akan menyerah pada pernikahan ini," ucap Keynan mengancam ayah mertuanya.Pramono langsung berhenti, dia meminta anak buahnya untuk mundur. "Ingat, Keynan! Aku nggak pernah main-main dalam hal ini. Jika terjadi sesuatu pada putriku, maka kamulah yang akan menanggung semuanya. Sebaiknya kamu pikirkan baik-baik jika ingin wanita itu selamat."Keynan memeluk Vanesa dengan penuh perlindungan. Dia sedikit khawatir dengan gertakan mertuanya. "Kamu nggak apa-apa 'kan, Nes? Sudah ya, kamu nggak usah takut dan khawatir. Aku akan melindungimu," ucap Keynan. "Aku sedikit takut dengan mertuamu. Dia terlihat sangat membenciku," sahut Vanesa. Dia tidak berpura-pura saat ini. "Aku akan selalu menjagamu! Ayo kita sarapan, aku sudah membuatkanmu roti bakar tadi," ucap Keynan menenangkan kegelis
"Halo Tante, kita ketemu lagi!" sapa Vanesa dengan sangat berani. Dia berjalan menghampiri Keynan.Vanesa terus menampilkan senyuman yang ramah. "Hai Kakak, bagaimana keadaanmu? Apa sudah membaik? Maaf aku menjenguk tanpa membawa buah tangan," ucap Vanesa dengan sengaja. Dia memeluk lengan Keynan dengan mesra."Dasar wanita nggak tahu diri, beraninya kamu muncul dihadapanku ya! Pergi kamu, hadirmu nggak diterima di sini," sentak mama Leni dengan kasar.Vanesa bersembunyi di belakang punggung Keynan. "Sayang, lihatlah! Mama kamu selalu marah-marah sama aku. Aku ke sini 'kan bukan mau cari keributan," seru Vanesa dengan polosnya.Dinda hanya bisa diam melihat suaminya bersama dengan wanita lain. Dia tidak bisa berkata-kata lagi. "Keynan, apa maksudmu membawanya ke sini? Kamu keterlaluan ya, apa kamu sudah nggak menganggap Mama dan Dinda? Ha?" tanya mama Leni, dia tidak mengerti dengan apa yang Keynan lakukan."Aku hanya nggak ingin menutupinya lagi, Ma. Jadi aku sengaja melakukan ini,"
Di dalam hotel, Aldo sedang memakai pakaiannya. Dia selesai melayani seorang pelanggan yang sudah menyewa jasanya."Terima kasih atas pelayanannya, Sayang. Kamu selalu bisa memuaskanku. Lain kali aku akan memanggilmu lagi," ucap seorang wanita paruh baya itu."Panggil saja saat kamu membutuhkanku, Tante Rika. Aku akan selalu siap saat kapanpun," jawab Aldo.Tante Rika memeluk Aldo dengan mesra. Dia mencium pipi Aldo dengan penuh kelembutan. "Bagus, kamu memang yang terbaik. Hubungi aku jika kamu membutuhkan sesuatu," ucapnya dengan penuh senyum."Baik, Tante. Kalau begitu, aku pergi dulu!" jawab Aldo membalas ciuman itu.Setelah saling berpelukan, Aldo keluar duluan dari dalam hotel tersebut. Dia langsung mengaktifkan handphonenya kemudian satu pesan masuk ke WA-nya."Vanesa, tumben dia mengirim pesan," gumam Aldo dalam hati.Aldo membuka pesan dari Vanesa. Dia sedikit terkejut saat melihat isi pesan tersebut yang tak lain adalah sebuah share lokasi."Apa dia ingin aku menjemputnya? D
Vanesa terus memberontak untuk melepaskan diri, dia terus berteriak meminta tolong."Tolong ... tolong!" teriak Vanesa. Plaakk!"Diam! Kenapa kamu begitu keras kepala? Patuhlah, aku akan meberikan bayaran mahal untukmu," sahut pria itu dengan senyuman licik."Aku nggak mau berhubungan dengan lelaki bajingan sepertimu. Menjijikan sekali," balas Vanesa tak mau kalah.Lelaki itu semakin terpancing emosi, dia langsung mencekik leher Vanesa agar tidak memberontak. "Rasakan ini, aku sudah bilang agar patuh. Tetapi kamu selalu mengabaikanku," serunya puas.Vanesa memegang kedua tangan orang itu. Dia ingin melepaskan cekikan yang membuatnya sulit bernapas."Uhuk ... uhuk ... uhuk." Vanesa terbatuk-batuk karena cekikan lelaki tersebut.Lelaki yang bersiap untuk menggagahi Vanesa itu tertawa dengan puas. Dia sudah menyiapkan pusakanya untuk dimasukkan ke dalam ruang surga Vanesa."Bersiaplah untuk kenikmatan, Sayang!"Braakk!"Brengsek, beraninya kamu menyentuhnya!" teriak Aldo yang tiba-tiba
Di dalam mobil Virga terus bertanya tentang Ibunya. Aldo pun bingung harus menjawab apa. Akhirnya dia menelepon Mama Ratih agar secepatnya pulang ke rumah. "Ma, cepat pulang ya. Aku bingung harus menjelaskan apa?"Aldo mematikan panggilan itu setelah meminta ibunya untuk pulang ke rumah. Beberapa menit kemudian, mereka sampai juga. Aldo ke luar dan membuka pintu untuk Virga."Hei, kok sedih gitu. Jangan sedih dong nanti pulang dari kantor Om bawakan mainan untukmu. Bagaimana?"Virga mengusap hidungnya yang berair. Dia sedang menahan air matanya. Aldo pun menggandeng tangan keponakannya itu untuk masuk ke dalam rumah. Sesampainya di dalam, Virga disambut oleh bibi."Den Virga sudah pulang. Sini sama Bibi saja, kita ganti baju setelah itu makan siang ya. Bibi sudah masak makanan kesukaan, Den Virga," ucap Bibi sedikit merayu.Aldo semakin pusing saat melihat Virga sedih. Dia tidak bisa berkutik sedikitpun. Tak lama kemudian, datang lah Mama Ratih yang juga terlihat sangat buru-buru."Ma
Vanesa terus merengek pada Keynan yang sudah terpancing emosi. Mereka terus berjalan menuruni eskalator. Keynan ingin membawa Vanesa ke suatu tempat. Sesampainya di luar, Keynan meminta Vanesa untukasuk ke dalam mobil."Cepat masuk!""Nggak. Aku nggak akan masuk!"Keynan semakin hilang kesabaran. "Cepat masuk, atau aku bersikap kasar. Aku bisa berbuat nekat padamu!""Lepaskan tanganku, aku ingin pergi dari sini. Tolong ... tolong ....""Diam ...!" seru Keynan sambil membekap mulut Vanesa. Setelah itu dia mendorongnya hingga masuk ke dalam mobil.Keynan segera menutup pintu mobil dan dia ikut masuk ke dalam. Vanesa terus berteriak sambil menggedor kaca. Keynan tak menghiraukan hal itu dan tetap menjalankan mobilnya.Vanesa dilanda ketakutan, dia panik sekali. Tiba-tiba handphonenya berdering. Vanesa langsung mengangkat panggilan itu dengan cepat. "Mama, tolong. Ma ....""Matikan handphonemu!" Keynan menghentikan mobil, dia mengambil handphone Vanesa dan membuangnya ke luar jendela."Ke
"Saat aku mengajak Virga ke toko mainan, orang itu tiba-tiba muncul. Dia mengatakan kalau ingin memiliki Virga. Orang itu berkata kalau dia berhak atas Virga. Ingin sekali merobek mulutnya," jelas Aldo pada sang Kakak.Farhan terdiam mendengar cerita Aldo. Dia sangat penasaran dengan Keynan. "Melihat reaksi Vanesa yang sangat ketakutan membuat hatiku sakit. Memang apa saja yang dilakukan oleh orang itu? Apa kamu mau menceritakan semuanya padaku?""Ceritanya sangat panjang, Kak. Maaf, aku tidak bisa menceritakannya karena ada kisahku dalam cerita itu. Aku nggak ingin hubungan kita menjadi renggang hanya karena cerita masa lalu. Lebih baik sekarang kakak menjaganya dari orang brengsek itu," jawab Aldo pada kakaknya.Farhan menghela napas dalam. Hatinya begitu sesak menerima kenyataan yang ada. "Andai saja aku bisa lebih awal bertemu dengan Vanesa. Pasti dia nggak akan mengalami hal ini," gumamnya dalam hati."Sudah malam sebaiknya kita tidur, Kak. Aku masuk ke dalam dulu," kata Aldo, di
Keynan terus memanggil Aldo yang pergi dari tempat tersebut. Bahkan Aldo tidak mempedulikannya sedikit pun."Sayang, apa kamu tahu rumahnya di mana? Kita harus menemuinya, kamu harus mendapatkan Virga," seru Dinda, dia ikut cemas setelah melihat Virga."Ayo kita ikuti mereka!" Keynan berlari bersama istrinya untuk mengejar Aldo yang membawa Virga.Sesampainya di depan, mereka sudah kehilangan jejak Aldo. Keynan bingung harus ke mana lagi. "Sial, kenapa perginya sangat cepat sekali?""Ayo kita keluar, aku yakin. Mereka tidak jauh dari sini," sahut Dinda yakin.Keynan setuju dengan ucapan istrinya. Akhirnya kedua orang itu pergi dari toko tersebut untuk mencari keberadaan Aldo. Dari kejauhan, Aldo melihat mereka sudah pergi. Ternyata dia hanya sembunyi di balik tembok."Aku nggak akan biarkan kalian menyakitinya lagi. Kali ini aku harus waspada," gumam Aldo dalam hati.Virga terheran-heran karena dia tidak mengerti apa pun. "Om, apa kita bisa pulang sekarang? Sudah cukup mainannya," uca
Makan siang selesai, Vanesa kembali ke kamarnya bersama Farhan. Virga mengajak Aldo untuk bermain di taman. Saat berada dalam kamar, Vanesa membuka cadarnya. Dia duduk di pinggiran ranjang sambil memijit pundaknya yang terasa pegal.Farhan langsung mendekati istrinya, dia membantu Vanesa memijit pundaknya. "Sini biar, Mas bantu pijit!""Apa kamu merasa tidak nyaman dengan sikap, Aldo?" tanya Farhan pada istrinya."Aku biasa saja, Mas. Aku sudah tahu watak Aldo, jadi tidak ada masalah.""Kalau bukan karena Mama, mungkin aku akan mengajakmu pindah dari sini! Aku cemburu melihat tatapan Aldo padamu."Farhan mengungkapkan kegelisahannya.Vanesa melihat suaminya. "Mas, Aldo memang begitu. Dia nggak akan melewati batas kok, aku yakin itu. Jadi kamu nggak usah khawatir berlebihan. Aku takut kalau kamu berselisih dengannya."Farhan memegang dan mencium tangan istrinya. "Baiklah, aku menuruti apa yang kamu katakan. Besok kita daftarkan Virga ke sekolah ya. Aku ingin dia beradaptasi lebih cepat
Vanesa melakukan bersih-bersih di kamar mandi. Sedangkan, Farhan masih merenung memikirkan bagaimana sikap Aldo jika bertemu dengan istrinya. "Apa yang harus aku lakukan? Apakah nanti Aldo bisa mengendalikan diri? Sulit baginya untuk menerima kenyataan ini."Setelah itu Farhan keluar untuk menemui Ibunya. Dia ingin membahas persoalan yang sedang membuatnya bingung. Sesampainya di bawah Farhan langsung menghampiri mama Ratih."Ma, ada yang ingin aku bicarakan. Ini sangat penting sekali," ucap Farhan terlihat sangat khawatir."Ada apa Farhan? Mana istrimu, kok belum turun? Sebentar lagi Aldo akan pulang, dia tadi menelepon Mama menanyakan kedatangan kalian," kata Mama Ratih, membuat Farhan semakin bimbang.Mama Ratih duduk di meja makan. Dia duduk di samping Farhan yang sedang serius. "Ada apa? Panik sekali!""Gini, Ma. Aku hanya ingin solusi dari Mama. Soal Aldo dengan Vanesa. Aku tahu hubungan mereka sangat dekat sekali. Sekarang mereka berada dalam satu rumah. Pada kenyataannya, Aldo
"Nggak ada apa-apa, Mas! Hanya kaget saja!""Bunda, itu seperti mobil Om baik sama Tante baik. Apa mereka mau lihat aku lagi ya, Bunda? Soalnya mereka pernah bilang mau datang lagi,"seru Virga pada Vanesa."Mungkin kamu salah lihat, Sayang. Mobil seperti itu 'kan banyak," jawab Vanesa.Farhan semakin tidak mengerti dengan kekhawatiran Vanesa. Dia tidak mau memaksa istrinya untuk berbicara. "Ya sudah kalau kamu nggak mau bicara. Tapi, kamu harus ingat kalau ada masalah kamu harus cerita sama aku. Jangan menyimpannya sendiri ya.""Iya Mas, kamu nggak usah khawatir aku tahu kok." Setelah itu Farhan memfokuskan pandangannya ke depan. Dia harus cepat sampai karena biasanya jalanan sangat macet.Di Tempat Lain.Mobil yang bersimpangan dengan mobil Farhan tadi berhenti di panti asuhan. Mereka adalah Keynan dan istrinya, maksud kedatangannya adalah untuk menyelidiki siapa Virga sebenarnya.Keynan dan Dinda keluar dari mobilnya, kemudian mereka masuk ke dalam hati."Assalamualaikum, permisi!"
Farhan telah terkulai lemas di samping istrinya. Dia menarik selimut untuk menutupi tubuh Vanesa. Saat berhubungan badan tadi, Vanesa sempat takut bahkan terlihat sangat pucat sekali."Sayang kamu nggak apa-apa 'kan? Maaf, jika aku menyakitimu!" kata Farhan sambil memeluk istrinya dari belakang.Tubuh Vanesa masih gemetar, dia belum bisa melupakan pelecehan yang terjadi beberapa tahun yang lalu. Bahkan, air matanya masih mengalir."Nesa, jawab aku! Kamu nggak apa-apa 'kan?"Vanesa menggeleng, dia tidak ingin membuat Farhan kecewa. "Maaf, Mas. Aku nggak apa-apa. Hanya saja, sedikit mengingat masa lalu!""Mulai saat ini, aku harap kamu selalu terbuka apa pun yang terjadi. Kamu harus bercerita padaku. Terima kasih sudah memberikan malam indah untukku, Nesa. Aku mencintaimu, sangat mencintaimu!"Vanesa memeluk tangan Farhan yang melingkar di pinggangnya. Dia mencium tangan tersebut sebagai balasan atas ungkapan rasa Farhan."Sekarang tidurlah, besok pagi kita langsung ke sekolah Virga. La
Mata Vanesa membulat mendengar ucapan Farhan. Dia langsung menunduk lagi karena malu. Hal itu membuat Farhan semakin gemas. "Aku bercanda, aku akan menunggu sampai kamu siap. Ayo kita cari Virga sekarang! Jangan sampai dia berpikir kalau Bundanya mulai mengabaikan," ucap Farhan membuat Vanesa tersenyum."Kalau begitu ayo kita mencarinya," balas Vanesa pada suaminya. Vanesa memakai kembali cadarnya. Setelah itu keluar bersama Farhan untuk menemui Virga.Di Tempat Lain.Aldo menyetir mobil dengan sangat fokus sekali. Dari panti hingga masuk ke kota, sekalipun dia tidak berbicara. Mama Ratih hanya bisa menghela napas panjang melihat nasib putra bungsunya itu."Aldo, kamu baik-baik saja 'kan, Nak?""Aku baik-baik saja, Ma. Mama nggak usah khawatir, aku baik-baik saja," jawab Aldo datar dan tanpa ekspresi."Mama selalu khawatir padamu. Sikapmu yang seperti ini membuat Mama takut."Aldo tersenyum tipis. "Ma, aku sudah terbiasa dalam hal ini. Aku sudah menjalaninya selama lima tahun. Jadi,