Beranda / Romansa / Deadline Cinta Akira / Part 3. Puteri Tidur

Share

Part 3. Puteri Tidur

Penulis: Ana'na Bennu
last update Terakhir Diperbarui: 2021-09-24 18:03:12

                

            Akira menatap jam di pergelangan tangan menunjukan pukul delapan. Namun, Ramdan tak kunjung keluar dari ruang kerjanya. Padahal rencananya, pria tampan itu akan menemani Akira melanjutkan liputan terkait kasus perampokan toko emas. 

           "Waduh, kalau begini ... bisa siang selesai liputannya. Mana sih, bos besar ini? Bisa mati berdiri saya, karena menunggu," gumamnya sambil melanjutkan melihat gawainya.

            Sedang asik jari-jemari lentik Akira memainkan gawai, tak sadar jika pria yang dinanti sudah berdiri di belakang kursinya.

           "Hmm ...."

           "Ayo berangkat!"  ajak Ramdan yang kemudian pergi keluar menuju arah parkir kendaraannya.

           "Ish ... dari tadi juga sudah siap. Bos aja tuh yang lama," keluhnya dalam hati sembari mengikuti langkah panjang Ramdan.

           Tampak Mitsubishi Pajero Sport warna hitam metalik, terpakir di tempat khusus untuk pimpinan perusahaan media tersebut. Kendaraan itu terlihat sangat cocok dengan penampilan Ramdan yang bertubuh atletis. Walaupun, saat itu ia hanya mengenakan  baju kaos hitam dan celana cargo selutut. Justru hal itu membuat dirinya terlihat keren dan modern.

            

           Usai naik di kursi kemudi, Akira menyusul masuk melalui pintu belakang.

           "Eh, kamu ngapain duduk di belakang? Sini pindah ke depan!" perintah Ramdan.

          "Maaf, Bapak. Saya nggak bisa," jawab Akira sopan. 

          "Lho, kenapa?" tanyanya heran. 

          "Saya ingat pesan ibu. Kalau harus menjaga jarak dengan yang bukan mahrom, untuk menghindari fitnah," jelas gadis yang mengenakan jilbab hitam itu.

            Mendengar penuturan Akira, pria lajang itu  tak marah. Ia cukup menghargai prinsip yang dipegang bawahannya itu. Karena, di zaman sekarang sangat jarang ada wanita yang memegang teguh prinsip syariat agamanya. Kebanyakan, jika sudah melihat pria tampan dan berduit pasti langsung melirik. Bahkan tak jarang hingga merendahkan harga dirinya.

            Bagi Akira, duduk berdua dalam satu mobil dengan pria yang bukan mahromnya memang jarang dialaminya. Apalagi, pria yang baru aktif di kantor sekitar satu bulan itu, belum terlalu ia kenal. Lantas hal itu membuat Akira merasa canggung.

           

             Keduanya kemudian keluar meninggalkan parkiran kantor menuju lokasi liputan. Suasana hening terasa selama perjalanan. Akira yang biasa aktif berbicara, kini hanya terdiam membeku seperti es. Ia sibukkan diri dengan melihat gawainya, untuk menghilangkan perasaan gugup.

            Tak lama Ramdan memecah keheningan. "Sudah berapa lama kamu jadi wartawan, Ra?" tanya Ramdan.

            Akira yang asik memainkan gawainya tak mendengar pertanyaan Ramdan.

            "Ra, saya tanya kamu. Sudah lama jadi wartawan?" tanya Ramdan yang kali ini agak mengeraskan suaranya.

            Akira terkejut mendengar suara Ramdan yang agak keras.

            "Oh m-maaf, Pak. Saya nggak dengar. Baru 5 tahun, Pak," jawabnya.

           "Oh begitu."

           "Ra, saya heran. Gadis seperti kamu, kok mau jadi wartawan?"

          "Kerjaan ini 'kan cukup berat. Cocoknya gadis cantik seperti kamu kerja di dalam ruangan saja. Jadi sekretaris atau paling tidak di bagian administrasi," kata Ramdan.

           "Saya suka jalan-jalan, Pak. Kalau di dalam ruangan suka bosen. Cuma itu-itu saja yang dilihat," jawabnya tersenyum.

            Mendengar pertanyaan Ramdan, gadis yang sering mengenakan jilbab lebar itu tak merasa heran. Karena, jika melihat penampilan sehari-harinya memang tak terkesan sebagai seorang jurnalis. Justru banyak narasumber yang ditemuinya mengira ia adalah seorang guru. Namun, setelah menunjukan tanda pengenal, barulah mereka percaya.

           "Tapi wartawan itu banyak musuhnya, lho. Apalagi kalau nulis berita kriminal. Apa kamu tidak takut?" tanya Ramdan sambil sesekali menatap Akira dari arah spion.

           "Kalau rasa takut yah, pasti ada, Pak. Tapi mau bagaimana lagi. Sejak terjun jadi wartawan, saya rasa pekerjaan ini menantang banget. Mulai buat perencanaan, memburu narasumber, sampai berita kita dicetak dan diterbitkan. Semua ada tantangannya," ucapnya antusias. 

          "Yah ... anggap saja ini takdir dari Allah buat saya, Pak," tambah Akira. 

          Sementara Ramdan sendiri dulunya juga sebagai wartawan seperti Akira. Ia bertugas di Jakarta. Namun, karena prestasinya ia kemudian diangkat menjadi direktur utama di perusahaan local post. 

          Kondisi jalan yang lengang membuat Ramdan memacu kendaraan lebih cepat. Tak terasa keduanya tiba di lokasi kejadian kasus perampokan toko emas. Sembari melihat ke sekeliling, Ramdan kemudian memarkirkan kendaraan. 

          Sementara Akira masih terlelap di bangku tengah. Gadis itu tak menyadari jika kendaraan yang ditumpanginya telah berhenti.

           "Ayo, Ra, kita liputan!" kata Ramdan.

           Hening, tak terdengar sepatah kata pun dari Akira. Saat menoleh ke belakang, Ramdan mendapati gadis berparas cantik itu sedang terlelap sembari memegang gawainya. 

          

           Sejenak dipandanginya wajah ayu Akira yang tengah tertidur bak putri. Ia tak tega untuk membangunkannya. Terlebih, sikap Akira yang menjaga jarak terhadap pria yang bukan mahromnya membuatnya segan untuk menyentuh.

            Saat asik memandangi Akira, tiba-tiba wanita itu terbangun. Sontak saja, hal itu membuat Ramdan kaget dan menjadi salah tingkah.

           "M-maaf. Saya tadi panggil kamu, tapi kamu nggak menyahut. Eh ternyata lagi enak tidur. Makanya saya tunggu saja," kata Ramdan sembari membuka pintu mobil.

           Melihat tingkah laku Ramdan yang berubah, Akira hanya terdiam. Ia kemudian melangkah keluar mengikuti Ramdan menuju toko emas.

          "Nyenyak banget ya tidurnya, Ra," ejek Ramdan.

          "Ah bapak ini, cuma sebentar kok," sahut Akira sambil menunduk malu.

          "Kamu ini memang nggak ada malunya, ya. Masa liputan sama bos tidur. Jangan-jangan kalau lagi tugas liputan lain kamu juga suka tidur, ya?" selidik Ramdan sembari berjalan menuju lokasi yang hanya berjarak 10 meter dari tempat parkir kendaraan.

            "Bukan begitu, Pak. Saya itu bawaannya suka mengantuk kalau naik mobil. Makanya jarang mau ikut liputan bareng kalau diajakin teman-teman," jelas Akira.

          "Oh begitu, bilang dong dari tadi. Jadi kita berangkatnya naik motor saja. Nggak usah pakai mobil," ucapnya.

           Setibanya di toko emas, masih banyak warga yang mengamati percikan darah yang mulai mengering menempel di lantai dan dinding. Meskipun begitu, tak satu pun warga yang berani mendekat. Terlebih, garis polisi masih terpasang mengelilingi toko. Di sisi lain juga terlihat beberapa petugas yang berjaga.

           "Mana alamat narasumber yang mau kita datangi?" tanya Ramdan.

           "Ini, Pak. Rumahnya hanya berhelat dinding pagar dari toko emas," ujarnya.

           Bangunan berlantai dua itu terletak tepat di belakang toko emas yang disatroni perampok kemarin malam. Perlahan, Akira dan Ramdan mendekati pintu depan rumah. Setelah mengetuk beberapa kali, tak satu pun terdengar jawaban penghuninya.

           "Mungkin orangnya sedang keluar, Ra," kata Ramdan.

           "Nggak, Pak. Tadi saya sudah hubungi, kata beliau ada di rumah" sahutnya.

           "Oh begitu. Ayo kita coba sekali lagi!"

           Keduanya pun kembali mencoba menemui pemilik rumah.

           "Permisi .... "

           "Assalamualaikum!" teriak Akira dengan suara agak keras.

           Lagi-lagi tak terdengar suara apa pun dari dalam. Lantas, Akira memberanikan diri melangkah menuju belakang rumah berwarna orange itu. Sementara Ramdan menunggu di pintu depan.

           Sesampainya di pintu belakang, ternyata dalam keadaan terkunci rapat. Akiri segera kembali ke depan rumah sembari mencoba menghubungi nomor ponsel pemilik rumah. Saat berada di pintu depan, Akira tercengang. Karena didapatinya Ramdan tengah berbincang-bincang dengan seorang wanita paruh baya di dalam rumah.

           "Eh, Ibu. Assalamualaikum," ucap gadis itu sambil tersenyum karena tingkah lakunya sendiri.

         "Waalaikumsalam, Mbak. Mari silakan masuk!" ajak wanita itu. 

          "Maaf ya, Bu. Saya tadi coba lihat ke belakang. Saya pikir tidak ada orang," ujarnya.

         "Iya, nggak papa, Nak. Tadi ibu juga nggak dengar kalau di luar ada orang. Baru tahu saat suara bel berbunyi," lanjut Sinta yang ternyata istri korban perampokan toko emas yang tewas.

          Menurut keterangan Sinta, kasus perampokan ini bukan pertama kali dialami suaminya. Sekitar setahun lalu, tokonya juga sempat didatangi perampok. Namun, saat itu kondisinya siang hari saat beberapa karyawan masih ada. Sehingga dibantu dengan karyawannya, sang suami berhasil mengusir perampok.

           "Kalau dulu bapak ada temannya. Jadi bisa melawan. Sekarang kebetulan lagi sepi, dan perampoknya juga banyak. Jadi bapak tidak bisa apa-apa," ucap Sinta berkaca-kaca mengenang suaminya yang tewas meregang nyawa di pangkuannya, usai mempertahankan hartanya dari perampok.

            Kedua wartawan muda itu pun sempat diperlihatkan Sinta rekaman kamera pengintai. Terlihat jelas bagaimana kasus perampokan terjadi.

            Cukup lama perbincangan terjadi dengan istri pemilik toko emas. Tak terasa waktu sudah menunjukan pukul 10.00. Setelah meminta ijin untuk mengambil beberapa gambar dan merasa bahan liputannya sudah cukup, keduanya berpamitan dengan pemilik rumah.

          Sambil melangkah menuju kendaraan, Ramdan kembali berusaha mencairkan suasana.

          "Untung saja nggak dikira maling kamu, Ra. Masuk-masuk sampai ke belakang rumah orang nggak ijin," ledek Ramdan.

         "Hahaha ... iya, Pak. Karena terlalu semangat, saya sampai lupa kalau ada bel," ucap Akira tersipu malu.

         "Makanya lain kali dilihat dulu. Ada bel atau tidak. Jangan malu-maluin," ujarnya sambil berlalu memasuki kendaaran.

          Keduanya melanjutkan liputan ke kantor polisi untuk mengetahui perkembangan hasil penyelidikan terkait kasus perampokan berdarah itu. Jarak yang cukup jauh, membuat Akira berusaha sebisa mungkin agar tidak tertidur lagi. Sesekali ia menurunkan kaca mobil untuk menghirup udara segar. Tampak pohon karet berjejer rapi di sepanjang jalan yang mereka lalui.

             

          Dari bangku kemudi, Ramdan hanya tersenyum melihat tingkah laku gadis bermata bulat itu.

            "Jangan tidur lagi yah, Ra!" ucap Ramdan sambil menyalakan musik sedikit keras untuk membantu mengusir kantuk.

           "Eh iya, Pak," kata Akira.

           Untuk menghilangkan kejenuhan, keduanya pun berdiskusi tentang kasus perampokan yang sedang mereka liput. Suasana yang tadinya kaku, secara perlahan mulai mencair. Lelaki penyuka olahraga sepak bola itu lebih banyak menjawab pertanyaan dari Akira. Sesekali keduanya tertawa, sehingga status antara atasan dan bawahan pun terlupakan.

            Melihat sikap Akira yang begitu ceria, menarik perhatian Ramdan. Maklum saja semenjak pindah tugas, dirinya sangat jarang berbicara dengan wanita. 

          "Ngomong-ngomong kamu asli mana, Ra?" tanya Ramdan.

          "Saya lahir di Bone, Pak—Sulawesi Selatan. Di sana tinggal sama ibu," jawabnya.

            "Wah ... jauh juga, yah," ujar Ramdan.

          "Iya, Pak. Enam tahun lalu saya merantau sendiri di sini, karena cari kerja. Akhirnya, terpaksa pisah sama orang tua dan tinggal ngekos di sini," akunya.

           Tak terasa, lokasi yang mereka tuju pun sudah sampai. Sebelum turun dari kendaraan, bergegas Akira menyiapkan alat liputannya. Keduanya kemudian melangkah memasuki halaman kantor polisi dan langsung menuju ruangan kepala bagian humas.

         "Assalamualaikum," ucap Akira disertai ketukan.

          Tak lama berselang, terdengar jawaban dari dalam ruangan.

          "Waalaikumsalam," jawab pria berbadan tegap seraya mempersilakan masuk.

          "Oh Akira. Mari masuk," lanjutnya yang masih terlihat sibuk merapikan berkas diatas meja.

           Tiba-tiba dari belakang terdengar suara Ramdan.

         "Seno?" teriak Ramdan yang tampak terkejut melihat sosok yang ditemuinya.

        "Hah ... Ramdan ?"

          Kedua pria itu pun saling berpelukan dan tertawa saat melihat penampilan masing-masing. Sikap keduanya sempat membuat Akira bingung. Namun, setelah dijelaskan barulah ia sadar jika keduanya kawan akrab saat kuliah di Jogja.

         "Sudah berapa anakmu, Dan?" tanya Agus.

         "Sepuluh! Percaya nggak?" ketus Ramdan.

          "Hahaha ... nggak percaya aku. Pasti gara-gara ditinggal Merlin yah, makanya sampai sekarang kamu nggak nikah-nikah," ledeknya.

         "Huss ... berisik lo! Rahasia itu, jangan main bongkar aja," sahutnya.

         "Oh jadi bapak berdua ini ternyata sahabat lama, ya?" sambung Akira yang sedari tadi mengamati keduanya.

           "Betul sekali, Mbak Akira. Sejak lulus, saya putus kontak sama mas Ramdan. Eh nggak tahunya sekarang sudah jadi bos."

           "Ayo mari silakan duduk! Saya sampai lupa kalau kedatangan wartawan cantik," lanjut Agus ramah sesekali menyeringai menatap sahabat lamanya itu. 

          "Jadi, apa yang bisa saya bantu?" tanyanya serius pada kedua jurnalis di hadapannya. 

           "Kami butuh informasi soal penyelidikan kasus perampokan berdarah di toko emas tempo hari, Pak," ucapnya seraya mulai mengaktifkan mode rekam pada ponselnya, demi keakuratan berita. Sesekali mencatat di sebuah buku kecil yang selalu ada di saku jaket yang dikenakannya. 

          Sementara Ramdan duduk sedikit jauh dari Akira terlihat fokus pada gawainya. Sesekali menimpali perbincangan antara gadis berhijab itu dan Seno. Dirinya tak menyangka akan bertemu sahabatnya itu. 

           Dulunya penampilan Seno tak segagah sekarang. Bahkan kerap di bully kutu buku. Karena badannya tinggi kurus dengan kacamata tebal dan setumpuk buku di tangan. Kini penampilannya terlihat keren dengan seragam dinas kepolisian melekat di tubuhnya.

            Merasa cukup dengan sejumlah data yang dipaparkan, keduanya berpamitan. Tak lupa bertukar nomor ponsel. 

           "Jangan lupa undangannya ya, kalau menikah!" ucap Seno sambil terkekeh.

 

          "Calonnya saja belum ada,  gimana mau nikah, Pak komandan?" tukasnya sambil membuka pintu untuk gadis di belakangnya. 

         "Loh nggak usah pusing mencari jauh-jauh, yang dekat saja ada kok, Dan!" ucap Seno tersenyum penuh arti.

         "Siap, Komandan!" jawabnya sembari berdiri tegak dengan tangan kanan di pelipis, layaknya prajurit. 

         Ramdan melajukan kendaraannya ke arah kota. Perut yang mulai terasa lapar membuatnya berfikir untuk singgah mencari makan.

        "Kita cari makan dulu atau langsung ke kantor, Ra?" tanyanya pada gadis di belakannya. Tak ada sahutan. 

        "Ra ...."

        "Astaga , tidur lagi!" ucapnya berdecak heran. 

To be continued ...

By : Ana'na Bennu

                   

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Ucing Ucay
semangat thor
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Deadline Cinta Akira   Part 4. Tertangkap

    "Heh bangun, Ra, udah sampai!" perintah Ramdan sambil memukulkan botol kemasan air mineral miliknya ke arah gadis yang hobi tidur itu. "Hah!" Wanita itu bangun, matanya sedikit memerah, sembari mengucek mata dengan kasar—ia pandangi sekitar dan melihat bosnya sudah berjalan menuju sebuah warung makan yang ada di pinggir jalan. Ia pun turun dari mobil dan mengekor di belakang pria itu. Setelah memesan makanan, mereka menanti pesanan datang di sebuah kursi yang menghadap ke jendela. "Pak, saya ke sana sebentar ya!" ujar Akira, sambil menunjuk sebuah masjid besar yang letaknya tak jauh dari warung tersebut. Memasuki halaman parkir masjid,

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-24
  • Deadline Cinta Akira   Part 5. Orang Dalam

    Usai membekuk dua pelaku penyerangan terhadap Ramdan dan Akira, polisi terus melakukan penyelidikan. Hasilnya sesuai dugaan, kedua pelaku penyerangan ternyata pelaku perampokan yang melarikan diri. Bahkan, polisi kini menemukan bukti baru, bahwa salah satu dari mereka merupakan orang terdekat korban. "Ra, coba kamu hubungi polisi! Saya dapat info dari pak Ramdan, kalau pelaku penyerangan tadi siang ternyata juga bagian dari pelaku perampokan," kata Edi yang merupakan Redaktur Pelaksana (Redpel) Surat Kabar Harian Local Post. "Siap, Mas," ucap Akira yang tengah sibuk menulis berita. Akira menghentikan sejenak aktivitas menulisnya. Ia kemudian mengambil ponsel untuk menghubungi Agus Suseno. Tiga kali ia menghubungi nomor tersebut, tetapi tak kunj

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-22
  • Deadline Cinta Akira   Part 6. Ditembak

    Tiba di kamar kos. Akira yang merasa perutnya begitu penuh langsung bersiap untuk tidur. Setelah membersihkan diri dengan cepat dan menunaikan kewajiban salat isya yang tertinggal cukup larut. Ia pun beranjak ke pembaringannya. Tiba-tiba dering telepon yang terdengar kencang, membuatnya terpaksa harus bangkit saat ia baru saja merebahkan tubuh di atas kasur. "Assalamualaikum, Iraaaa!" teriak ibunya di ujung telepon, sehingga reflek ia menjauhkan gawai dari telinganya. "Waalaikumsalam, Mama ... jangan kenceng-kenceng suaranya, Mak. Nanti kedengaran ibu kos loh, di sini nggak boleh bertamu kalau udah malam?" jawabnya sambil terkekeh. Rasa rindunya sedikit terobati mendengar suara ibu. Orang yang selalu bersikap sama padanya. Sejak kecil hingga dewasa seperti saat ini. Suara cempreng dan cerewet ibunya selalu m

    Terakhir Diperbarui : 2021-11-05
  • Deadline Cinta Akira   Part 7. Galau

    "Astagfirullah! aduh, aku nggak tahajud lagi. Huhh ... dasar mata ini mengantuk terus sih bawaannya!" umpat Akira saat sayup terdengar suara azan subuh dari surau. Gadis itupun menyeret langkahnya menuju kamar mandi untuk membersihkan diri dan berwudhu. Tubuh yang begitu lelah setelah aktifitas liputan, menghalangi Akira untuk bangun di sepertiga malam. Padahal sebelum tidur, ia berniat untuk mengadukan setiap masalah yang dihadapinya kepada Sang Pencipta. Begitu banyak yang ia inginkan, sehingga terkadang perasaan ragu menyelimuti hatinya. Apakah pantas mendapatkan semua yang ia pinta, bila kewajiban kepada Tuhan-Nya saja sering terlambat ia kerjakan. Setelah salat subuh Akira lalu meraih mushaf alquran dengan sampul hitam miliknya yang ada di atas nakas. Ia membaca dengan suara lirih. Hati yang semula gersang perlahan merasakan

    Terakhir Diperbarui : 2021-11-08
  • Deadline Cinta Akira   Part 8. Kecewa

    Siang itu, suasana kantor surat kabar harian Local Post, tampak lengang. Sebagian besar karyawan banyak yang berada di lapangan untuk melaksanakan tugasnya masing-masing. Hanya ada beberapa karyawan di bagian administrasi yang bertugas di kantor. Kedatangan Ramdan dan Akira pun tak banyak mendapat perhatian. "Selamat siang, Pak Ram. Eh ada Ira juga yah," sapa Gita, gadis cantik berpostur tinggi dengan rambut lurus sebahu. Ia salah satu karyawan administrasi marketing. "Lho tugas liputan sudah selesai, Ra. Kok tumben ngantornya cepat?" tanya gadis yang mengenakan jeans ketat dan kaos putih lengan pendek yang membentuk setiap lekukan tubuh itu. Sangat cantik, aroma tubuhnya yang wangi terbang hingga jarak lima meter dimana Akira berdiri. "Iya, Git. Tadi motorku kehabisan bensin. kebetu

    Terakhir Diperbarui : 2021-11-10
  • Deadline Cinta Akira   Part 9. Jasad Tanpa Kepala

    Derttt ... Derttt ... Derttt ... Suara ponsel yang bergetar membangunkan Akira yang tengah terlelap. "Duhh siapa sih malam-malam masih nelpon? nggak tahu orang sedang istirahat!" gerutunya kesal sambil meraih handphone yang ia letakkan asal di sisi bantal. "Eh Pak Agus, iya Waalaikumsalam. Ada apa, Pak?" tanyanya pada orang di ujung telpon. "Ha! penemuan mayat! dimana lokasinya, Pak? oh iya saya tahu tempat itu. Baik, saya segera ke sana. Terimakasih infonya, Pak," ucap gadis itu tergesa. &

    Terakhir Diperbarui : 2021-11-13
  • Deadline Cinta Akira   Part 10. Paket Berdarah

    Sebelum melanjutkan perkembangan kasus penemuan mayat mutilasi, Akira terlebih dahulu mampir ke rumah kosnya, ia lupa memasukan kabel carger gawainya ke dalam tas ranselnya sebelum berangkat ke kantor pagi tadi. Saat tiba di depan kos, ia melihat Romlah sang ibu kos tengah membawa sebuah kotak berukuran sedang. "Paket buat siapa, Bu? tanya Akira saat baru saja kembali dari kantor. "Tadi ada yang mengantarkan ini. Katanya titipan untuk Mbak Akira. Nih ada namanya," ucap Romlah ibu kos sambil menunjukan selembar kartu bertuliskan nama Akira. "Tapi tak ada nama pengirimnya ya, Bu?" "Iya ya, atau mungkin saja kejutan dari kampung, Mbak," jawab wanita paruh baya itu. "Hmm ,,, ya sudah makasih ya, Bu," ucapnya terse

    Terakhir Diperbarui : 2021-11-16
  • Deadline Cinta Akira   Part 11. Liburan

    "Kamu nggak apa-apa nak Akira?" tanya Romlah yang merasa khawatir akan keselamatan Akira. "Iya, Bu saya nggak apa-apa," jawabnya singkat. "Oh gitu ya udah, nanti kalau ada perlu apa aja panggil ibu yah," ucap Romlah. Bagi wanita paruh baya itu, Akira bukan hanya sebagai penyewa kos-kosan miliknya saja, tapi sudah dianggapnya seperti anaknya sendiri. Maklum saja, sejak pindah dari Sulawesi 6 tahun lalu, gadis berjilbab itu langsung memilih tempatnya sebagai tempat berteduh. Sehingga ia tahu benar bagaimana keseharian Akira. "Baik saudari Akira, keterangannya sudah cukup. Silahkan istirahat. Nanti perkembangan selanjutnya akan kami kabari," ucap salah seorang petugas penyidik kepolisian. "Baik, Pak

    Terakhir Diperbarui : 2021-11-17

Bab terbaru

  • Deadline Cinta Akira   Part 57. Ulat Bulu Datang

    Part57. Ketika Ulat Bulu Datang Pagi itu Mufidah berencana untuk menemani putranya di rumah. Setelah beberapa hari sebelumnya ia selalu pergi meninggalkan demi restorannya yang sedang berkembang pesat. Meskipun ada Yanti orang kepercayannya yang bisa menghandel, tetap saja ia harus memantau secara langsung agar tidak terjadi kecurangan dalam pengelolaan keuangan di setiap cabang resto miliknya. "Sayang, bagaimana kakinya? apa masih sering terasa sakit?" tanyanya pada Ramdan yang sedang berjalan mengelilingi kolam renang yang ada di sayap kanan rumah mereka. "Baik," jawabnya cuek. Lelaki itu bahkan tak menoleh saat Mufidah berjalan menghampirinya. "Obat nya sudah diminum, Nak?" katanya sambil berdiri tak jauh dari putranya yang kini duduk di tepi kolam. Lelaki itu membiarkan kakinya tenggelam dal

  • Deadline Cinta Akira   Part56. Sepi

    Part56. SepiPoV Ramdan "Bi ...! tolong ambilkan ponsel saya di kamar!" teriakku pada Bi Ijum. Wanita itu segera berjalan tergesa menuju kamarku. Tak lama kemudian datang dengan ponsel di tangannya. "Ini, Den," ucapnya sopan. "Ada lagi yang perlu Bibi bantu?" tanyanya sebelum berlalu. "Tidak ada. Trima kasih, Bi," sahutku. "Oh ya, Mama biasa pulang jam berapa dari restonya?" tanyaku. "Biasanya sore kalau normal, Den. Tapi kalau sedang sibuk Nyonya bisa sampai malam," jelasnya. "Kalau butuh apa-apa, panggil Bibi saja, Den," katanya tersenyum. Wanita paruh baya itupun berlalu dari hadapan

  • Deadline Cinta Akira   Part 55. Berpisah

    Part 55. Berpisah "Saya pamit pulang ya, Pak." Lelaki itu tak menyahut, padahal posisi kami tidak jauh, hanya berjarak 1 meter pasti dia bisa mendengar ucapanku. Tapi kenapa tak merespon, apa dia melamun? "Pak ! saya pamit mau pulang," kataku lagi mengeraskan suara. Ia menoleh dan menatapku intens dari atas hingga ke bawah, seperti sedang menilai penampilanku. "Kenapa pulang? Apa kamu lelah membantuku?" ucapnya pelan namun cukup membuatku tersindir. Ah lagi-lagi aku merasa serba salah. Aku pulang ini karena ingin menemui mamak dan keluarga, tapi meninggalkan lelaki yang telah mengalami kecelakaan karena berniat menjemputku ini rasanya sangat membuatku putus asa. "Tidak, Pak. Saya akan kembal

  • Deadline Cinta Akira   Part54. Amnesia

    Part54. Amnesia "Nggak usah sok baik, aku bisa jalan sendiri, Kok!" ketus Ramdan saat aku mencoba membantu bangkit dari posisinya yang kini terduduk di rumput taman. "Astaga orang ini, nggak bersyukur banget ada yang mau bantu! Coba kalau bukan bos ku sudah kutinggalkan dari tadi orang ini!" omelku kesal. "Apa kamu bilang?" sentaknya. "Eh ng--nggak ada bilang apa-apa kok, ayo jalan lagi! atau bapak mau istirahat dulu sambil makan? sahutku asal. "Tidak usah! saya jalan lagi saja!" ucapnya sambil berusaha bangkit dari duduknya dengan tangan bertopang pada tiang lampu taman. Jatuh bangun lelaki ini belajar berjalan, hingga terlihat bulir keringat menetes di dahinya. Wajah tampannya yang terlihat sedikit tirus

  • Deadline Cinta Akira   Part53. Sadar

    Part53. Sadar Setelah menerima telpon dari mamak. Aku masuk ke ruangan Ramdan, kulihat kondisinya masih sama. Tidak ada perubahan. Padahal kata dokter Yusuf, ia akan sadar setelah 1 jam pasca operasi. Ini sudah hampir 2 jam belum tampak perubahannya. Ada apa ini? Aku mulai panik, begitu juga dengan Tante Mufidah dan om Fatih. "Kok belum sadar ya, Om?" Om Fatih hanya menggeleng tak mengerti. Sementara Tante Mufidah terus menggenggam tangan putranya. Sambil mengucapkan kalimat-kalimat memotivasi untuk bangun. "Coba kita hubungi dokter Yusuf," ucapnya sembari meraih ponsel dari sakunya. Aku memilih duduk di sisi lain ranjang pasien meraih mushaf yang kuletakkan di atas nakas, lalu membacanya dengan lirih. Kubaca terus hingga membuatku tenang. Tak lama ti

  • Deadline Cinta Akira   Part52. Sendu

    Part52. SenduPov Akrom "Rom, sedang sibuk tidak? aku mau bicara sesuatu." Pesan dari Akira kuterima. Gadis yang sedang coba untuk kucintai. Iya, saat ini aku sedang belajar untuk mencintainya. Tinggal hitungan hari dan kami akan segera menikah. Tetapi saat mendengar penuturannya ditelpon. Aku sungguh merasa menjadi lelaki yang tak dihargai. Hari itu Akira menelpon untuk memintaku membatalkan pernikahan kami. Ada- ada saja permintaan gadis itu. Aku jelas merasa heran mendengarnya, apalagi saat ia menjelaskan alasannya sungguh membuatku sakit hati. "Sebenarnya ... aku mencintai orang lain, Rom. Maaf, aku sepertinya tidak bisa melanjutkan perjodohan ini. Bisakah kamu menyampaikan kepada orangtuamu bahwa aku menolak untuk menikah denganmu?" tutur gadis itu.

  • Deadline Cinta Akira   Part51. Dilema

    Part 51. Dilema Pasca operasi pengangkatan cairan dalam otak Ramdan. Ada dua orang perawat mendorong ranjang pasien menuju ke ruang perawatan. Sementara itu kedua orang tua Ramdan bersama Akira berdiri bersisian di dekat pintu mengamati sosok yang masih belum sadar. Wajah mereka terlihat penuh harap bercampur cemas. Masing-masing berdoa dalam hati agar lelaki yang mereka cintai itu segera membuka mata dan berbicara seperti biasa. Menurut keterangan dokter Yusuf yang menangani Ramdan. Ia akan segera pulih dalam waktu 60 menit pasca operasinya. Ketiganya duduk mengelilingi ranjang pasien, menunggu waktu 1 jam yang terasa begitu lama. Akira yang merasa lapar karena belum mengisi perut sejak pagi, mau tidak mau terpaksa harus keluar untuk mencari makan. "Bu ... Ira mau keluar dulu yah. Mau mencari makanan, ib

  • Deadline Cinta Akira   Part50. Keluar Negeri

    Part 50. Keluar Negeri Sudah sepekan lebih Ramdan terbaring koma di rumah sakit. Bahkan beberapa kali kondisinya menurun, sehingga dokter yang menanganinya terpaksa memasangkan alat bantu pernafasan dan pemicu detak jantung. Sementara, Akira yang terus berada disisi Ramdan tidak dapat berbuat apa-apa. Hanya doa yang selalu ia panjatkan berharap calon suaminya itu cepat sadar dan pulih kembali. "Bos .. ayo bangun! Kamu sudah janji tidak akan meninggalkan aku kan?" ucap Akira sambil mengusap air matanya. Pagi itu, saat tengah menjaga Ramdan, tiba-tiba dokter datang membawa kabar baik. Bahwa untuk mempercepat pemulihan, pasien perlu dibawa berobat keluar negeri. "Bagaimana kondisinya. Apa sudah sadar?" tanya dokter. "Belum dokter. Tidak

  • Deadline Cinta Akira   Part49.Koma

    Bab 49. Koma Setelah dirawat selama seminggu belum juga ada tanda-tanda Ramdan akan sadar. Hampir setiap hari ada saja orang yang datang menyambangi kami. Berita mengenai musibah itu menyebar dengan cepat. Mereka datang secara bergantian, terkadang relasi kantor Ramdan, termasuk beberapa pejabat tinggi daerah yang mengenal Ramdan secara pribadi. Juga para karyawan kantor. Sebagian menyempatkan datang saat malam hari. Demikian juga Pak Agus sahabat Ramdan. Sementara itu, Om Fatih secara otomatis mengambil alih perusahaan. Ia turun langsung menggantikan pekerjaan putranya. Syukurlah kondisi perusahaan berjalan dengan baik. Tak ada kendala berarti, Andre dan Arya bekerja dengan baik bersama tim lainnya. Berdasarkan diagnosa dokter, Ramdan mengalami koma yang terjadi karena kerusakan sal

DMCA.com Protection Status