Beranda / Romansa / Deadline Cinta Akira / Part 5. Orang Dalam

Share

Part 5. Orang Dalam

Penulis: Ana'na Bennu
last update Terakhir Diperbarui: 2021-10-22 13:53:01

             Usai membekuk dua pelaku penyerangan terhadap Ramdan dan Akira, polisi terus melakukan penyelidikan. Hasilnya sesuai dugaan, kedua pelaku penyerangan ternyata pelaku perampokan yang melarikan diri. Bahkan, polisi kini menemukan bukti baru, bahwa salah satu dari mereka merupakan orang terdekat korban.

            "Ra, coba kamu hubungi polisi! Saya dapat info dari pak Ramdan, kalau pelaku penyerangan tadi siang ternyata juga bagian dari pelaku perampokan," kata Edi yang merupakan Redaktur Pelaksana (Redpel) Surat Kabar Harian Local Post.

         "Siap, Mas," ucap Akira yang tengah sibuk menulis berita.

          Akira menghentikan sejenak aktivitas menulisnya. Ia kemudian mengambil ponsel untuk menghubungi Agus Suseno. Tiga kali ia menghubungi nomor tersebut, tetapi tak kunjung dijawab. 

         "Wah, si Bos ini. Padahal lagi sakit, sempat-sempatnya urusin kantor," gumamnya, teringat kondisi Ramdan yang terluka akibat sabetan senjata tajam.

          Tak ada jawaban. Ia coba lagi dan lagi. "Mungkin beliau sedang sibuk. Coba sekali lagi, ah," gumamnya tak berputus asa.

          Berhasil. Akira akhirnya berhasil menghubungi Agus.

          "Maaf, Mbak Akira, tadi lagi sibuk," jawab Agus Suseno di ujung telepon.

           "Iya, Pak, nggak apa-apa. Oh ya, Pak, saya dapat info kalau orang-orang yang menyerang kami tadi siang adalah pelaku perampokan yang buron, ya?"  tanya gadis itu memastikan. 

          "Iya, Ra. Mereka berdua pelaku yang kabur. Dari hasil penyelidikan, mereka ini sebenarnya sengaja mengikuti kamu, Ra. Karena terus membuat berita lanjutan terkait insiden di toko emas tempo hari," jawab Agus.

           "Hah, serius, Pak?"  ucapnya terkejut. 

           "Beruntung saat liputan tadi tidak sendiri, jadi tidak sampai mencelakaimu," ujar pria yg kerap disapa Seno oleh sang bos. 

         "Iya, Pak. Pantas saja beberapa hari ini saya selalu merasa diikuti orang asing. Ternyata mereka memang mengincar saya," ucap Akira sembari bergidik ngeri. 

        "Bahkan yang lebih mengejutkan kami, salah satu pelaku perampokan ternyata karyawan toko emas itu sendiri. Makanya dia sangat mengetahui seluk-beluk ruang penyimpanan harta dari pemilik toko. Sehingga ketika melihat kondisi toko berangsur sepi, ia segera menghubungi kawan-kawannya untuk melancarkan aksi mereka dengan leluasa," jelas pria itu. 

           Cukup lama Akira berbincang melalui ponsel untuk mengorek keterangan sebanyak-banyaknya. Sampai akhirnya tak terasa waktu sudah menunjukan pukul 8 malam. Akira segera mengakhiri percakapan, karena harus menyelesaikan berita sebelum deadline berakhir.

           "Wah menarik, Mas, beritanya. Segera saya siapkan sebelum deadline," ucap Akira kepada Edi yang duduk di hadapannya. 

          "Oya? bagus. Secepatnya kirim ke server. Saya tunggu ya, Ra!" ujar pria berkulit putih itu sembari berlalu.

           Setelah berjibaku dengan sejumlah data dan informasi selama kurang lebih  2 jam di depan komputer, gadis itu pun meluruskan punggung. Terasa seluruh badannya pegal kerena tugas liputan hari ini.

           Sembari menyeruput teh botol yang disiapkan sejak awal, ia lemaskan otot-otot jari yang kaku, setelah menari di atas keyboard. Netranya menyapu ke seluruh ruangan, mengamati beberapa rekan wartawan yang masih tenggelam dalam kesibukan serupa. Mereka pemburu berita, tak akan berhenti sebelum menemukan solusi atas masalah yang diangkat ke publik.

           Meski lelah kerap menghampiri, lantaran harus selalu memenuhi tuntutan berita setiap hari. Namun, para kuli tinta itu merasakan kepuasan tersendiri saat melihat berita yang dipublish mendapat perhatian dari pihak yang bertanggung jawab atas masalah tersebut.  Sehingga tercapailah tujuan mereka sebagai wartawan, yakni menjadi jembatan penyalur aspirasi bagi masyarakat.

         "Masih banyak, Mbak Met?" tanyanya pada Meta yang nampak serius dengan komputer di hadapan. 

          "Nggak juga, sih, sisa satu berita lagi. Tapi datanya masih kurang. Ini masih menunggu press realease-nya dikirim," jawabnya tanpa menoleh. 

          "Kalau mau pulang, duluan saja, Ra! Aku belum kelar," lanjutnya.

           "Ya sudah. Kalau begitu, aku pulang ya, Mbak. Nggak apa-apa 'kan?" tanyanya memastikan.

            "Sip aman, Ra," jawabnya sambil berlalu menuju pintu keluar di sudut ruangan.

           "Hati-hati di jalan!" teriak wanita tambun itu saat Akira melangkah menuju pintu. 

           Berjalan ke arah motornya yang tengah parkir di halaman, gadis itu sedikit terkejut saat suara seseorang memanggilnya.

           "Ra ... tunggu!" panggil Edy.

           "Eh, Mas Edy ada apa, berita saya ada yang kurang, ya?" tanyanya sedikit cemas, lantaran perutnya mulai keroncongan meminta jatah malam. 

           "Nggak, beritamu sudah aman. Kamu pasti lapar 'kan? Ayo, saya traktir makan!" ajak pria tampan yang mengenakan jaket putih itu. 

          "Wah ... serius, Mas? Alhamdulillah, rejeki anak solehah ini," ujarnya terkekeh. 

          "Tumben, Mas tahu saja kalau saya lagi lapar," tambahnya.

          "Ayo, bareng saya!" ajak Edy pada Akira yang mulai menaiki sepeda motor merahnya. 

          "Maaf, Mas, saya naik motor saja. Sekalian pulang ke kos," tolaknya halus. 

          "Wah, padahal cuaca dingin ini, yakin nggak mau naik mobil saja? Di sini lebih aman loh, Ra," bujuk pria itu lagi. 

          "Nggak usah, Mas. Terima kasih, saya ngekor saja di belakang mobil biar aman," tukas gadis keras kepala itu. 

          Ia lantas menghidupkan sepeda motor kesayangannya. Perlahan mengikuti mobil Edy menuju rumah makan yang disepakati. 

           Berjalan sekitar 20 meter dari kantor, mereka menepikan kendaraan masing-masing di lahan parkir yang cukup luas. Sebuah rumah makan Khas Bugis dipilih lelaki itu. Komunikasi di luar urusan pekerjaan antara Akira dan Edy memang sangat jarang. Karena tak mudah menaklukkan hati gadis berjilbab itu. 

            Entah mengapa, setiap kali mengajak Akira untuk sekedar bersenang-senang di luar jam kerja, selalu ditolak mentah-mentah. Padahal, dari dulu Edy selalu berusaha mencari cara agar lebih dekat dengan Akira. Sebab, dalam pandangannya, Akira tidak hanya cantik secara fisik, namun otaknya juga sangat cerdas.

            Beberapa kali Edy kerap memberi bingkisan hadiah di hari spesial gadis itu. Pada mulanya pemberian itu diterima dengan senang hati. Namun belakangan, ia melihat benda-benda tersebut justru ada pada Meta sahabat dekat Akira. 

          "Salah satu hobi saya makan, Mas. Semua jenis makanan akan saya lahap. Karena lambung saya ini diciptakan Tuhan yang maha kuasa, mampu menampung banyak makanan. Tapi syukurnya, badan saya nggak mudah gemuk. Mungkin faktor aktivitas yang padat. Saban hari jalan ke sana kemari. Jadi makanan yang masuk tak sempat menjadi lemak," tutur Akira sembari terbahak menertawakan dirinya sendiri, saat ditanya alasannya mau menerima ajakan Edy untuk makan bersama. 

             Edy sengaja memilih meja kosong yang tersedia di sudut ruangan. Ia pun mencoba bersikap romantis dengan menarik satu kursi untuk gadis di sampingnya. Namun dengan gesit, Akira justru menarik kursi lain dan langsung menghempaskan bobotnya.

           "Ampun dah cewek ini. Sudah duduk duluan, 'kan enak dilihat kalau duduk di kursi yang saya pilihkan ini. Biar lebih romantis gitu, Ra," tuturnya sembari menggeleng-gelengkan kepala melihat sikap Akira.

           "Saya bukan anak manja, Mas. Masa untuk duduk saja kursi harus diambilkan. Bisa kok ambil sendiri," tukas gadis itu lantas mencomot kerupuk yang ada di hadapannya.

          "Kalau sama wanita cantik, ya, harus perhatian, Ra," ujar Edi sembari tersenyum menawan. 

         "Hmm ... nggak usah gombal, Mas. Ini perut lagi lapar, nih," tutur Akira yang kini tengah mengunyah kacang goreng. 

          Sepertinya pengunjung rumah makan, yang menyediakan aneka makanan khas bugis itu sedang ramai. Sembari menunggu pesanan datang, mereka terlibat perbincangan serius. Mulai dari urusan pemberitaan hingga persoalan keluarga. 

            Bagi Akira, pria di hadapannya, bukan hanya atasannya di divisi pemberitaan, tetapi teman yang asik diajak berdiskusi. Tutur katanya yang lembut serta sikapnya yang ramah membuat semua orang yang bersamanya tak mudah bosan. Selain itu, wawasannya juga cukup luas sehingga Akira banyak bertanya soal profesi mereka. 

           "Tadi siang, liputan bareng pak Ramdan ya, Ra?" tanya Edi.

           "Iya, Mas. Kebetulan motor saya sedang di bengkel tadi. Jadi waktu diminta Pak Ram untuk ikut, saya nurut aja," jawab gadis yang mulai menyantap hidangan di hadapannya. 

           Bulir keringat terlihat keluar dari pori-pori kulit putih Akira, lantaran menyantap kuah pedas coto makassar miliknya. Baginya, belum lengkap rasanya menyantap makanan ini jika tanpa diberi perasan jeruk nipis.

             Melihat Akira yang begitu lahap dengan makanannya, membuat Edy pun tergiur untuk mencoba masakan tersebut. Ini kali pertama pria kelahiran Jawa Tengah itu mencoba masakan khas Sulawesi.

           "Enak juga ya, cotonya. Pantas saja kamu sampai nambah 4 ketupat, Ra," ungkap pria yang merasa takjub dengan selera makan gadis di hadapannya. 

             Dirinya tak berhenti tersenyum selama duduk bersama Akira. Dipandanginya terus wajah gadis itu. Karena kapan lagi, bisa sedekat ini dengannya. Meski sesekali terlihat Akira berceloteh dengan mulut penuh, tetapi tetap tak mengurangi kecantikannya. Malah membuatnya semakin gemas.

To be Continued ... 

     ********  Ana'na Bennu  ********

Bab terkait

  • Deadline Cinta Akira   Part 6. Ditembak

    Tiba di kamar kos. Akira yang merasa perutnya begitu penuh langsung bersiap untuk tidur. Setelah membersihkan diri dengan cepat dan menunaikan kewajiban salat isya yang tertinggal cukup larut. Ia pun beranjak ke pembaringannya. Tiba-tiba dering telepon yang terdengar kencang, membuatnya terpaksa harus bangkit saat ia baru saja merebahkan tubuh di atas kasur. "Assalamualaikum, Iraaaa!" teriak ibunya di ujung telepon, sehingga reflek ia menjauhkan gawai dari telinganya. "Waalaikumsalam, Mama ... jangan kenceng-kenceng suaranya, Mak. Nanti kedengaran ibu kos loh, di sini nggak boleh bertamu kalau udah malam?" jawabnya sambil terkekeh. Rasa rindunya sedikit terobati mendengar suara ibu. Orang yang selalu bersikap sama padanya. Sejak kecil hingga dewasa seperti saat ini. Suara cempreng dan cerewet ibunya selalu m

    Terakhir Diperbarui : 2021-11-05
  • Deadline Cinta Akira   Part 7. Galau

    "Astagfirullah! aduh, aku nggak tahajud lagi. Huhh ... dasar mata ini mengantuk terus sih bawaannya!" umpat Akira saat sayup terdengar suara azan subuh dari surau. Gadis itupun menyeret langkahnya menuju kamar mandi untuk membersihkan diri dan berwudhu. Tubuh yang begitu lelah setelah aktifitas liputan, menghalangi Akira untuk bangun di sepertiga malam. Padahal sebelum tidur, ia berniat untuk mengadukan setiap masalah yang dihadapinya kepada Sang Pencipta. Begitu banyak yang ia inginkan, sehingga terkadang perasaan ragu menyelimuti hatinya. Apakah pantas mendapatkan semua yang ia pinta, bila kewajiban kepada Tuhan-Nya saja sering terlambat ia kerjakan. Setelah salat subuh Akira lalu meraih mushaf alquran dengan sampul hitam miliknya yang ada di atas nakas. Ia membaca dengan suara lirih. Hati yang semula gersang perlahan merasakan

    Terakhir Diperbarui : 2021-11-08
  • Deadline Cinta Akira   Part 8. Kecewa

    Siang itu, suasana kantor surat kabar harian Local Post, tampak lengang. Sebagian besar karyawan banyak yang berada di lapangan untuk melaksanakan tugasnya masing-masing. Hanya ada beberapa karyawan di bagian administrasi yang bertugas di kantor. Kedatangan Ramdan dan Akira pun tak banyak mendapat perhatian. "Selamat siang, Pak Ram. Eh ada Ira juga yah," sapa Gita, gadis cantik berpostur tinggi dengan rambut lurus sebahu. Ia salah satu karyawan administrasi marketing. "Lho tugas liputan sudah selesai, Ra. Kok tumben ngantornya cepat?" tanya gadis yang mengenakan jeans ketat dan kaos putih lengan pendek yang membentuk setiap lekukan tubuh itu. Sangat cantik, aroma tubuhnya yang wangi terbang hingga jarak lima meter dimana Akira berdiri. "Iya, Git. Tadi motorku kehabisan bensin. kebetu

    Terakhir Diperbarui : 2021-11-10
  • Deadline Cinta Akira   Part 9. Jasad Tanpa Kepala

    Derttt ... Derttt ... Derttt ... Suara ponsel yang bergetar membangunkan Akira yang tengah terlelap. "Duhh siapa sih malam-malam masih nelpon? nggak tahu orang sedang istirahat!" gerutunya kesal sambil meraih handphone yang ia letakkan asal di sisi bantal. "Eh Pak Agus, iya Waalaikumsalam. Ada apa, Pak?" tanyanya pada orang di ujung telpon. "Ha! penemuan mayat! dimana lokasinya, Pak? oh iya saya tahu tempat itu. Baik, saya segera ke sana. Terimakasih infonya, Pak," ucap gadis itu tergesa. &

    Terakhir Diperbarui : 2021-11-13
  • Deadline Cinta Akira   Part 10. Paket Berdarah

    Sebelum melanjutkan perkembangan kasus penemuan mayat mutilasi, Akira terlebih dahulu mampir ke rumah kosnya, ia lupa memasukan kabel carger gawainya ke dalam tas ranselnya sebelum berangkat ke kantor pagi tadi. Saat tiba di depan kos, ia melihat Romlah sang ibu kos tengah membawa sebuah kotak berukuran sedang. "Paket buat siapa, Bu? tanya Akira saat baru saja kembali dari kantor. "Tadi ada yang mengantarkan ini. Katanya titipan untuk Mbak Akira. Nih ada namanya," ucap Romlah ibu kos sambil menunjukan selembar kartu bertuliskan nama Akira. "Tapi tak ada nama pengirimnya ya, Bu?" "Iya ya, atau mungkin saja kejutan dari kampung, Mbak," jawab wanita paruh baya itu. "Hmm ,,, ya sudah makasih ya, Bu," ucapnya terse

    Terakhir Diperbarui : 2021-11-16
  • Deadline Cinta Akira   Part 11. Liburan

    "Kamu nggak apa-apa nak Akira?" tanya Romlah yang merasa khawatir akan keselamatan Akira. "Iya, Bu saya nggak apa-apa," jawabnya singkat. "Oh gitu ya udah, nanti kalau ada perlu apa aja panggil ibu yah," ucap Romlah. Bagi wanita paruh baya itu, Akira bukan hanya sebagai penyewa kos-kosan miliknya saja, tapi sudah dianggapnya seperti anaknya sendiri. Maklum saja, sejak pindah dari Sulawesi 6 tahun lalu, gadis berjilbab itu langsung memilih tempatnya sebagai tempat berteduh. Sehingga ia tahu benar bagaimana keseharian Akira. "Baik saudari Akira, keterangannya sudah cukup. Silahkan istirahat. Nanti perkembangan selanjutnya akan kami kabari," ucap salah seorang petugas penyidik kepolisian. "Baik, Pak

    Terakhir Diperbarui : 2021-11-17
  • Deadline Cinta Akira   Part 12. Awal Petaka

    Gadis itu merapikan hijabnya yang sedikit berantakan akibat tidurnya yang cukup pulas selama perjalanan. Lalu perlahan beranjak keluar dari mobil. Mengamati satu-persatu rekan sejawatnya yang telihat bersemangat. "Selamat pagi menjelang siang, Putri tidur," sapa Ramdan yang berada tak jauh dari mobil. "He-eh, semangat pagi menjelang siang, Bos," ucapnya bersemangat. "Pantainya indah ya, Ra," ucap Ramdan sambil menjajari langkah Akira yang berjalan ke arah Meta dan karyawan lain yang tengah sibuk menghamparkan terpal di bawah sebuah pohon besar. "Iya, bos. Senangnya bisa ke pantai," jawabnya sembari merentangkan kedua tangannya lebar. "Saya ke sana dulu ya, Bos," ucapnya

    Terakhir Diperbarui : 2021-11-19
  • Deadline Cinta Akira   Part 13. Cinta Ditolak

    Bulir-bulir kecil jatuh dari kelopak mata Akira saat meninggalkan ruangan Edy. Gadis itu tak menyangka jika pria yang dikenalnya baik itu ternyata bisa bersikap kasar. Air matanya pun masih mengalir, sampai akhirnya Meta datang menghampiri. "Widih, pagi-pagi sudah sedih. Ada apa puteri cantik?" sapa Meta yang langsung duduk sambil memeluk sahabatnya itu. Akira tak menjawab, ia hanya diam sambil mengusap air mata yang keluar. "Coba katakan siapa orang yang berani menyakiti sahabat aku ini?" tanya Meta. Akira pun menceritakan masalah yang dialaminya kepada Meta. "Wah nggak bisa dibiarkan, Mas Edy ini. Biar saya bicara sama dia!" ucap Meta sambil berdiri ingin mendatangi ruangan Edy.

    Terakhir Diperbarui : 2021-11-22

Bab terbaru

  • Deadline Cinta Akira   Part 57. Ulat Bulu Datang

    Part57. Ketika Ulat Bulu Datang Pagi itu Mufidah berencana untuk menemani putranya di rumah. Setelah beberapa hari sebelumnya ia selalu pergi meninggalkan demi restorannya yang sedang berkembang pesat. Meskipun ada Yanti orang kepercayannya yang bisa menghandel, tetap saja ia harus memantau secara langsung agar tidak terjadi kecurangan dalam pengelolaan keuangan di setiap cabang resto miliknya. "Sayang, bagaimana kakinya? apa masih sering terasa sakit?" tanyanya pada Ramdan yang sedang berjalan mengelilingi kolam renang yang ada di sayap kanan rumah mereka. "Baik," jawabnya cuek. Lelaki itu bahkan tak menoleh saat Mufidah berjalan menghampirinya. "Obat nya sudah diminum, Nak?" katanya sambil berdiri tak jauh dari putranya yang kini duduk di tepi kolam. Lelaki itu membiarkan kakinya tenggelam dal

  • Deadline Cinta Akira   Part56. Sepi

    Part56. SepiPoV Ramdan "Bi ...! tolong ambilkan ponsel saya di kamar!" teriakku pada Bi Ijum. Wanita itu segera berjalan tergesa menuju kamarku. Tak lama kemudian datang dengan ponsel di tangannya. "Ini, Den," ucapnya sopan. "Ada lagi yang perlu Bibi bantu?" tanyanya sebelum berlalu. "Tidak ada. Trima kasih, Bi," sahutku. "Oh ya, Mama biasa pulang jam berapa dari restonya?" tanyaku. "Biasanya sore kalau normal, Den. Tapi kalau sedang sibuk Nyonya bisa sampai malam," jelasnya. "Kalau butuh apa-apa, panggil Bibi saja, Den," katanya tersenyum. Wanita paruh baya itupun berlalu dari hadapan

  • Deadline Cinta Akira   Part 55. Berpisah

    Part 55. Berpisah "Saya pamit pulang ya, Pak." Lelaki itu tak menyahut, padahal posisi kami tidak jauh, hanya berjarak 1 meter pasti dia bisa mendengar ucapanku. Tapi kenapa tak merespon, apa dia melamun? "Pak ! saya pamit mau pulang," kataku lagi mengeraskan suara. Ia menoleh dan menatapku intens dari atas hingga ke bawah, seperti sedang menilai penampilanku. "Kenapa pulang? Apa kamu lelah membantuku?" ucapnya pelan namun cukup membuatku tersindir. Ah lagi-lagi aku merasa serba salah. Aku pulang ini karena ingin menemui mamak dan keluarga, tapi meninggalkan lelaki yang telah mengalami kecelakaan karena berniat menjemputku ini rasanya sangat membuatku putus asa. "Tidak, Pak. Saya akan kembal

  • Deadline Cinta Akira   Part54. Amnesia

    Part54. Amnesia "Nggak usah sok baik, aku bisa jalan sendiri, Kok!" ketus Ramdan saat aku mencoba membantu bangkit dari posisinya yang kini terduduk di rumput taman. "Astaga orang ini, nggak bersyukur banget ada yang mau bantu! Coba kalau bukan bos ku sudah kutinggalkan dari tadi orang ini!" omelku kesal. "Apa kamu bilang?" sentaknya. "Eh ng--nggak ada bilang apa-apa kok, ayo jalan lagi! atau bapak mau istirahat dulu sambil makan? sahutku asal. "Tidak usah! saya jalan lagi saja!" ucapnya sambil berusaha bangkit dari duduknya dengan tangan bertopang pada tiang lampu taman. Jatuh bangun lelaki ini belajar berjalan, hingga terlihat bulir keringat menetes di dahinya. Wajah tampannya yang terlihat sedikit tirus

  • Deadline Cinta Akira   Part53. Sadar

    Part53. Sadar Setelah menerima telpon dari mamak. Aku masuk ke ruangan Ramdan, kulihat kondisinya masih sama. Tidak ada perubahan. Padahal kata dokter Yusuf, ia akan sadar setelah 1 jam pasca operasi. Ini sudah hampir 2 jam belum tampak perubahannya. Ada apa ini? Aku mulai panik, begitu juga dengan Tante Mufidah dan om Fatih. "Kok belum sadar ya, Om?" Om Fatih hanya menggeleng tak mengerti. Sementara Tante Mufidah terus menggenggam tangan putranya. Sambil mengucapkan kalimat-kalimat memotivasi untuk bangun. "Coba kita hubungi dokter Yusuf," ucapnya sembari meraih ponsel dari sakunya. Aku memilih duduk di sisi lain ranjang pasien meraih mushaf yang kuletakkan di atas nakas, lalu membacanya dengan lirih. Kubaca terus hingga membuatku tenang. Tak lama ti

  • Deadline Cinta Akira   Part52. Sendu

    Part52. SenduPov Akrom "Rom, sedang sibuk tidak? aku mau bicara sesuatu." Pesan dari Akira kuterima. Gadis yang sedang coba untuk kucintai. Iya, saat ini aku sedang belajar untuk mencintainya. Tinggal hitungan hari dan kami akan segera menikah. Tetapi saat mendengar penuturannya ditelpon. Aku sungguh merasa menjadi lelaki yang tak dihargai. Hari itu Akira menelpon untuk memintaku membatalkan pernikahan kami. Ada- ada saja permintaan gadis itu. Aku jelas merasa heran mendengarnya, apalagi saat ia menjelaskan alasannya sungguh membuatku sakit hati. "Sebenarnya ... aku mencintai orang lain, Rom. Maaf, aku sepertinya tidak bisa melanjutkan perjodohan ini. Bisakah kamu menyampaikan kepada orangtuamu bahwa aku menolak untuk menikah denganmu?" tutur gadis itu.

  • Deadline Cinta Akira   Part51. Dilema

    Part 51. Dilema Pasca operasi pengangkatan cairan dalam otak Ramdan. Ada dua orang perawat mendorong ranjang pasien menuju ke ruang perawatan. Sementara itu kedua orang tua Ramdan bersama Akira berdiri bersisian di dekat pintu mengamati sosok yang masih belum sadar. Wajah mereka terlihat penuh harap bercampur cemas. Masing-masing berdoa dalam hati agar lelaki yang mereka cintai itu segera membuka mata dan berbicara seperti biasa. Menurut keterangan dokter Yusuf yang menangani Ramdan. Ia akan segera pulih dalam waktu 60 menit pasca operasinya. Ketiganya duduk mengelilingi ranjang pasien, menunggu waktu 1 jam yang terasa begitu lama. Akira yang merasa lapar karena belum mengisi perut sejak pagi, mau tidak mau terpaksa harus keluar untuk mencari makan. "Bu ... Ira mau keluar dulu yah. Mau mencari makanan, ib

  • Deadline Cinta Akira   Part50. Keluar Negeri

    Part 50. Keluar Negeri Sudah sepekan lebih Ramdan terbaring koma di rumah sakit. Bahkan beberapa kali kondisinya menurun, sehingga dokter yang menanganinya terpaksa memasangkan alat bantu pernafasan dan pemicu detak jantung. Sementara, Akira yang terus berada disisi Ramdan tidak dapat berbuat apa-apa. Hanya doa yang selalu ia panjatkan berharap calon suaminya itu cepat sadar dan pulih kembali. "Bos .. ayo bangun! Kamu sudah janji tidak akan meninggalkan aku kan?" ucap Akira sambil mengusap air matanya. Pagi itu, saat tengah menjaga Ramdan, tiba-tiba dokter datang membawa kabar baik. Bahwa untuk mempercepat pemulihan, pasien perlu dibawa berobat keluar negeri. "Bagaimana kondisinya. Apa sudah sadar?" tanya dokter. "Belum dokter. Tidak

  • Deadline Cinta Akira   Part49.Koma

    Bab 49. Koma Setelah dirawat selama seminggu belum juga ada tanda-tanda Ramdan akan sadar. Hampir setiap hari ada saja orang yang datang menyambangi kami. Berita mengenai musibah itu menyebar dengan cepat. Mereka datang secara bergantian, terkadang relasi kantor Ramdan, termasuk beberapa pejabat tinggi daerah yang mengenal Ramdan secara pribadi. Juga para karyawan kantor. Sebagian menyempatkan datang saat malam hari. Demikian juga Pak Agus sahabat Ramdan. Sementara itu, Om Fatih secara otomatis mengambil alih perusahaan. Ia turun langsung menggantikan pekerjaan putranya. Syukurlah kondisi perusahaan berjalan dengan baik. Tak ada kendala berarti, Andre dan Arya bekerja dengan baik bersama tim lainnya. Berdasarkan diagnosa dokter, Ramdan mengalami koma yang terjadi karena kerusakan sal

DMCA.com Protection Status