Share

Part 6. Ditembak

Penulis: Ana'na Bennu
last update Terakhir Diperbarui: 2021-11-05 09:47:25

      Tiba di kamar kos. Akira yang merasa perutnya begitu penuh langsung bersiap untuk tidur. Setelah membersihkan diri dengan cepat dan menunaikan kewajiban salat isya yang tertinggal cukup larut. Ia pun beranjak ke pembaringannya. Tiba-tiba dering telepon yang terdengar kencang, membuatnya terpaksa harus bangkit saat ia baru saja merebahkan tubuh di atas kasur. 

      "Assalamualaikum, Iraaaa!" teriak ibunya di ujung telepon, sehingga reflek ia menjauhkan gawai dari telinganya. 

     "Waalaikumsalam, Mama ... jangan kenceng-kenceng suaranya, Mak. Nanti kedengaran ibu kos loh, di sini nggak boleh bertamu kalau udah malam?"  jawabnya sambil terkekeh.

      Rasa rindunya sedikit terobati mendengar suara ibu. Orang yang selalu bersikap sama padanya. Sejak kecil hingga dewasa seperti saat ini. Suara cempreng dan cerewet ibunya selalu menjadi obat penawar rasa rindu saat berada jauh darinya.

      "Kamu ke mana saja sih, kenapa tidak pernah ko telpon mama. Sudah makan ko, Nak?" tanya ibunya dengan aksen suku Bugis terdengar prihatin.  

      "Maaf, Mak. Sibuk sekali ka akhir-akhir ini. Jadi tidak sempat menelpon mama. Rencananya besok ji mau kutelpon mama tapi kalah cepat ka pale'." Jawabnya merasa tak enak hati. 

      "Alhamduillah, kenyang sekali ka hari ini, Ma. Tadi ada teman yang traktir makan." Tambahnya. 

      "Syukurlah kalau begitu, Nak. Jadi kapan ko pulang , sudah ketemu calon suamimu?" tanya Halimah.

      "He-eh belum, Mak. Sabar ya nanti kucarikan yang yang paling ganteng dan kaya" tuturnya terkekeh. 

      "Huss kamu ini! suami yang baik itu bukan hanya dilihat dari wajah ganteng dan harta yang banyak, Nak. Tapi harus lihat bagaimana sikapnya kepada orang lain. Baik atau tidak.  Selain itu perhatikan juga ibadahnya, bagaimana hubungannya kepada Tuhan. Supaya dia bisa menjaga kamu  kalau sudah menikah," tutur Halimah panjang lebar. 

      "Iyye, Mak. Kutau ji itu. Bercanda ka saja. Habisnya mama suruh cari calon suami seperti mencari kacang goreng saja. Tidak mudah, Ma." Ucap Akira.

      "Makanya pulang ko sini! menikah sama Akrom saja ya, Nak. Dia itu laki-laki sempurna untuk kamu. Orangnya paham agama, tampan dan kaya pula. Apalagi dia anaknya pak Wibi, sahabat almarhum bapakmu itu. Jadi sudah kenal dekat sama keluarga kita.  Apalagi yang kamu cari di sana?" ungkap Halimah kesal karena sikap keras Akira yang tak mau langsung menerima calon pilihannya.

      "Haiss, Mama ini. Tolonglah biarkan saja aku mencari sendiri calon suamiku dulu ya, sampai batas waktu perjanjian kita to. Jadi tolong doakan saja gadis cantik mama ini agar selalu dijaga Allah dan segera bertemu jodoh terbaik. Oke, Mama sayang!" terdengar hembusan napas Halimah di seberang telepon. 

      Akira tahu ibunya sedang resah dan kesal, karena begitu mengharapkan dirinya untuk kembali ke kampung halaman. Namun ia sudah berjanji, tidak akan pulang, sebelum bisa mengumpulkan banyak uang untuk  membahagiakan ibunya sejak kepergian bapak. 

      "Ma ... Ira mohon ridhoi niatku untuk mengumpulkan uang dulu, Ma," lirihnya sendu. 

      "Semua ini aku lakukan untuk membahagiakan mama. Jadi kalau uang Ira banyak, keinginan mama untuk berangkat ke tanah suci melaksanakan umrah dan haji bisa terkabul. Maafkan Ira ya, Mak," ucapnya tulus.

      Tak ada sahutan dari ujung telepon. 

      "Ma ... mamaaaa ...," teriaknya cukup keras.

      "Woiii ... mama masih di sini, Ira!" 

      "He-eh ... maaf, kirain mama tidur."

      "Ya sudah kalau begitu. Hati-hati di kampung orang ya, Nak. Jangan teledor, walapun sibuk jangan lupa salat wajibmu selalu kerjakan. Tambah tahajjud supaya Allah selalu jaga. Mama tak bisa menjagamu di sana, jadi mama hanya titipkan kamu kepada Allah," pesan Halimah.

      Ucapan Halimah begitu dalam menusuk ke dalam sukma Akira. Ia sadar beberapa kejadian yang dilaluinya akhir-akhir ini. Bahkan, nyaris saja mencelakakannya. Semuanya tak lepas dari pertolongan Sang Kholik. Serta doa seorang ibu, yang menitipkan anaknya langsung kepada satu-satunya Dzat yang paling pantas untuk diminta perlindungan. 

      "Iyye, Ma. Insya Allah selalu kukerjakan itu. Assalamualaikum." Jawabnya sembari menutup sambungan telepon. 

Masih termenung mengingat ucapan ibunya. Gadis itu perlahan meletakkan ponsel di nakas. Melangkah ke kasur, saat tiba-tiba suara notifikasi pesan masuk dari ponselnya membuat ia beralih kembali ke arah nakas. Meraih gawai dan kini mendapati pesan w******p dari Edi.

      "Terimasih ya, Ra tadi sudah menemani saya makan malam. Rasanya ingin makan bersama kamu setiap hari, Ra" tulisnya.

      Mengerutkan dahi gadis itu merasa pesan yang dikirim atasannya itu cukup aneh. 

      "Ya ampun, mas Edi ini baik banget sih sama saya. Mau mengajak makan setiap hari.  Nggak takut bangkrut mas, saya kan kuat makan?" balasnya dengan menyertakan emoticon tawa terbahak-bahak.

      Di luar jam kerja hubungan mereka memang tak memandang status jabatan. Namun saat bertugas, setiap wartawan tetap harus  profesional dalam bersikap dan bertutur kata. Itu salah satu atitude yang ditekankan di perusahaan Local Post Group.

      "Saya nggak akan bangkrut, Ra. Untuk kamu semua bisa saya berikan. Asalkan mau hidup bersama saya," lanjut Edy.

      "Hah maksud, Mas?" balas Akira.

      "Mas mau kalau Akira menjadi kekasih mas" tulis Edi. 

      Seketika nafas Akira rasanya terhenti. Pernyataan Edy ibarat peluru yang ditembakan tepat menghujam ke jantungnya. Sebab, ia tak menyangka jika pria tampan itu ternyata menaruh hati padanya.

      Kendati memang selama ini Edy kerapkali memuji bahkan menggoda dirinya. Namun bagi Akira, hal itu hanya dianggap sebagai gurauan. 

      "Maaf ya, Mas ini sudah malam. Jangan bercanda terus. Saya ngantuk, besok saya ada banyak tugas liputan" balasnya dengan cepat. 

      Saya tidak sedang bercanda, Ra. Ini serius. Tolong jawab pertanyaan saya. Kamu mau kan menjadi kekasih saya? Kita jalani hidup seperti pasangan lainnya. Nanti jika sudah saling mengenal dekat, saya siap datangi orangtua kamu untuk melamar. Gimana?" tulisnya panjang.

      Jantungnya berdegub kencang. Ada perasaan aneh dan asing merambat menjalari hatinya.

      "Apa-apaan ini, apakah ini calon suami yang aku cari selama ini? rasanya begitu aneh. Ini tak normal, terlalu cepat bila semua ini adalah jawaban dari doa-doa yang selalu kupinta dalam salat," gumamnya masih menatap gawai.

      Akira coba menelengkan kepalanya. Ia berusaha mengusir bayangan wajah tampan Edy. Siapa yang tidak mengenal Edy Susilo. Seorang pria tampan dan muda, putra dari pengusaha furniture terbesar di kotanya. Tak heran jika ia selalu hidup dengan harta berlimpah. 

      Sosoknya yang cerdas dan supel membuatnya begitu mudah bergaul dengan siapa saja. Banyak wanita yang seakan terhipnotis dan berlomba untuk mendekati.

Beberapa kali Edy terlihat jalan bersama gadis cantik yang berbeda. Entah apa hubungan mereka. Ia pun tak pernah mau tahu. 

      

      Memang interaksinya dengan Edi terbilang cukup sering. Namun hanya sebatas tugas kantor dan sesekali makan bersama. Hanya saja, belakangan perhatian Edy berubah. Kini Akira sering menerima ajakan pria itu untuk menemani makan. 

      "Waduh gimana ini! aku harus jawab apa?" ucapnya bingung sambil merebahkan tubuhnya di kasur yang sejak tadi menantinya. 

      Cukup lama Akira membiarkan pesan Edy terbuka tanpa mengirimkan balasan sepatah kata Ya atau Tidak. Sampai akhirnya pria itu pun kembali mengirimkan pesan.

      "Ok kalau begitu, sudah larut malam. Saya tunggu jawabannya besok ya, Ra. Selamat tidur gadis cantik. Semoga esok kamu membawa kabar baik" tutup Edy.

      Membaca pesan terakhir itu membuat Akira bisa bernapas lega. Setidaknya tak harus dijawab sekarang. Apalagi ia sudah sangat mengantuk karena aktifitasnya yang padat seharian. Sehingga yang ada dipikirannya saat ini hanya ingin tidur. Karena menurut Akira, tidur adalah solusi sementara dari semua masalah yang menghampiri. Setelah tidur baru bisa ia berpikir jernih. 

  

      " Huh Alhamdulillah, syukurnya tak perlu dijawab sekarang. Saatnya tidur dulu,  semoga mimpi bertemu pangeran sesungguhnya," ucapnya pada diri sendiri. 

      Tak lupa, gadis itu membaca doa-doa perlindungan terlebih dahulu. Setelah usai, barulah kemudian ia tidur dengan nyaman di atas kasur kesayangannya yang dilapisi seprai bermotif bola. Pemberian ibu sebelum merantau meninggalkan kampung halamannya.  

To be Continued ... 

                 ****Ana'na Bennu****

Bab terkait

  • Deadline Cinta Akira   Part 7. Galau

    "Astagfirullah! aduh, aku nggak tahajud lagi. Huhh ... dasar mata ini mengantuk terus sih bawaannya!" umpat Akira saat sayup terdengar suara azan subuh dari surau. Gadis itupun menyeret langkahnya menuju kamar mandi untuk membersihkan diri dan berwudhu. Tubuh yang begitu lelah setelah aktifitas liputan, menghalangi Akira untuk bangun di sepertiga malam. Padahal sebelum tidur, ia berniat untuk mengadukan setiap masalah yang dihadapinya kepada Sang Pencipta. Begitu banyak yang ia inginkan, sehingga terkadang perasaan ragu menyelimuti hatinya. Apakah pantas mendapatkan semua yang ia pinta, bila kewajiban kepada Tuhan-Nya saja sering terlambat ia kerjakan. Setelah salat subuh Akira lalu meraih mushaf alquran dengan sampul hitam miliknya yang ada di atas nakas. Ia membaca dengan suara lirih. Hati yang semula gersang perlahan merasakan

    Terakhir Diperbarui : 2021-11-08
  • Deadline Cinta Akira   Part 8. Kecewa

    Siang itu, suasana kantor surat kabar harian Local Post, tampak lengang. Sebagian besar karyawan banyak yang berada di lapangan untuk melaksanakan tugasnya masing-masing. Hanya ada beberapa karyawan di bagian administrasi yang bertugas di kantor. Kedatangan Ramdan dan Akira pun tak banyak mendapat perhatian. "Selamat siang, Pak Ram. Eh ada Ira juga yah," sapa Gita, gadis cantik berpostur tinggi dengan rambut lurus sebahu. Ia salah satu karyawan administrasi marketing. "Lho tugas liputan sudah selesai, Ra. Kok tumben ngantornya cepat?" tanya gadis yang mengenakan jeans ketat dan kaos putih lengan pendek yang membentuk setiap lekukan tubuh itu. Sangat cantik, aroma tubuhnya yang wangi terbang hingga jarak lima meter dimana Akira berdiri. "Iya, Git. Tadi motorku kehabisan bensin. kebetu

    Terakhir Diperbarui : 2021-11-10
  • Deadline Cinta Akira   Part 9. Jasad Tanpa Kepala

    Derttt ... Derttt ... Derttt ... Suara ponsel yang bergetar membangunkan Akira yang tengah terlelap. "Duhh siapa sih malam-malam masih nelpon? nggak tahu orang sedang istirahat!" gerutunya kesal sambil meraih handphone yang ia letakkan asal di sisi bantal. "Eh Pak Agus, iya Waalaikumsalam. Ada apa, Pak?" tanyanya pada orang di ujung telpon. "Ha! penemuan mayat! dimana lokasinya, Pak? oh iya saya tahu tempat itu. Baik, saya segera ke sana. Terimakasih infonya, Pak," ucap gadis itu tergesa. &

    Terakhir Diperbarui : 2021-11-13
  • Deadline Cinta Akira   Part 10. Paket Berdarah

    Sebelum melanjutkan perkembangan kasus penemuan mayat mutilasi, Akira terlebih dahulu mampir ke rumah kosnya, ia lupa memasukan kabel carger gawainya ke dalam tas ranselnya sebelum berangkat ke kantor pagi tadi. Saat tiba di depan kos, ia melihat Romlah sang ibu kos tengah membawa sebuah kotak berukuran sedang. "Paket buat siapa, Bu? tanya Akira saat baru saja kembali dari kantor. "Tadi ada yang mengantarkan ini. Katanya titipan untuk Mbak Akira. Nih ada namanya," ucap Romlah ibu kos sambil menunjukan selembar kartu bertuliskan nama Akira. "Tapi tak ada nama pengirimnya ya, Bu?" "Iya ya, atau mungkin saja kejutan dari kampung, Mbak," jawab wanita paruh baya itu. "Hmm ,,, ya sudah makasih ya, Bu," ucapnya terse

    Terakhir Diperbarui : 2021-11-16
  • Deadline Cinta Akira   Part 11. Liburan

    "Kamu nggak apa-apa nak Akira?" tanya Romlah yang merasa khawatir akan keselamatan Akira. "Iya, Bu saya nggak apa-apa," jawabnya singkat. "Oh gitu ya udah, nanti kalau ada perlu apa aja panggil ibu yah," ucap Romlah. Bagi wanita paruh baya itu, Akira bukan hanya sebagai penyewa kos-kosan miliknya saja, tapi sudah dianggapnya seperti anaknya sendiri. Maklum saja, sejak pindah dari Sulawesi 6 tahun lalu, gadis berjilbab itu langsung memilih tempatnya sebagai tempat berteduh. Sehingga ia tahu benar bagaimana keseharian Akira. "Baik saudari Akira, keterangannya sudah cukup. Silahkan istirahat. Nanti perkembangan selanjutnya akan kami kabari," ucap salah seorang petugas penyidik kepolisian. "Baik, Pak

    Terakhir Diperbarui : 2021-11-17
  • Deadline Cinta Akira   Part 12. Awal Petaka

    Gadis itu merapikan hijabnya yang sedikit berantakan akibat tidurnya yang cukup pulas selama perjalanan. Lalu perlahan beranjak keluar dari mobil. Mengamati satu-persatu rekan sejawatnya yang telihat bersemangat. "Selamat pagi menjelang siang, Putri tidur," sapa Ramdan yang berada tak jauh dari mobil. "He-eh, semangat pagi menjelang siang, Bos," ucapnya bersemangat. "Pantainya indah ya, Ra," ucap Ramdan sambil menjajari langkah Akira yang berjalan ke arah Meta dan karyawan lain yang tengah sibuk menghamparkan terpal di bawah sebuah pohon besar. "Iya, bos. Senangnya bisa ke pantai," jawabnya sembari merentangkan kedua tangannya lebar. "Saya ke sana dulu ya, Bos," ucapnya

    Terakhir Diperbarui : 2021-11-19
  • Deadline Cinta Akira   Part 13. Cinta Ditolak

    Bulir-bulir kecil jatuh dari kelopak mata Akira saat meninggalkan ruangan Edy. Gadis itu tak menyangka jika pria yang dikenalnya baik itu ternyata bisa bersikap kasar. Air matanya pun masih mengalir, sampai akhirnya Meta datang menghampiri. "Widih, pagi-pagi sudah sedih. Ada apa puteri cantik?" sapa Meta yang langsung duduk sambil memeluk sahabatnya itu. Akira tak menjawab, ia hanya diam sambil mengusap air mata yang keluar. "Coba katakan siapa orang yang berani menyakiti sahabat aku ini?" tanya Meta. Akira pun menceritakan masalah yang dialaminya kepada Meta. "Wah nggak bisa dibiarkan, Mas Edy ini. Biar saya bicara sama dia!" ucap Meta sambil berdiri ingin mendatangi ruangan Edy.

    Terakhir Diperbarui : 2021-11-22
  • Deadline Cinta Akira   Part 14. Retaknya Hati Edy

    Flash Back "Jangan pernah kembali ke sini lagi! aku sudah muak melihat wajahmu! cepat pergi dan jangan membawa seperserpun harta milikku. Dasar wanita gila!" teriak Baskoro dengan geram. "Baiklah, aku akan pergi dari sini tapi tolong biarkan aku membawa putraku. Aku mohon ,,," ucap wanita cantik di hadapannya memelas. "Jangan mimpi kamu, sudah kukatakan tidak ada yang boleh kau bawa selain dirimu dan pakaian yang melekat di tubuhmu saat ini, termasuk Edy putraku!" cepat pergi sebelum dia terbangun!" usir pria itu tak sabar. "Tapi Edy juga anakku, Mas," bantah Samara tak terima. "Iya, kamu memang melahirkannya tapi bukan kamu yang merawat dan membesarkannya kan? jadi dia tetap bersamaku sampa

    Terakhir Diperbarui : 2021-11-24

Bab terbaru

  • Deadline Cinta Akira   Part 57. Ulat Bulu Datang

    Part57. Ketika Ulat Bulu Datang Pagi itu Mufidah berencana untuk menemani putranya di rumah. Setelah beberapa hari sebelumnya ia selalu pergi meninggalkan demi restorannya yang sedang berkembang pesat. Meskipun ada Yanti orang kepercayannya yang bisa menghandel, tetap saja ia harus memantau secara langsung agar tidak terjadi kecurangan dalam pengelolaan keuangan di setiap cabang resto miliknya. "Sayang, bagaimana kakinya? apa masih sering terasa sakit?" tanyanya pada Ramdan yang sedang berjalan mengelilingi kolam renang yang ada di sayap kanan rumah mereka. "Baik," jawabnya cuek. Lelaki itu bahkan tak menoleh saat Mufidah berjalan menghampirinya. "Obat nya sudah diminum, Nak?" katanya sambil berdiri tak jauh dari putranya yang kini duduk di tepi kolam. Lelaki itu membiarkan kakinya tenggelam dal

  • Deadline Cinta Akira   Part56. Sepi

    Part56. SepiPoV Ramdan "Bi ...! tolong ambilkan ponsel saya di kamar!" teriakku pada Bi Ijum. Wanita itu segera berjalan tergesa menuju kamarku. Tak lama kemudian datang dengan ponsel di tangannya. "Ini, Den," ucapnya sopan. "Ada lagi yang perlu Bibi bantu?" tanyanya sebelum berlalu. "Tidak ada. Trima kasih, Bi," sahutku. "Oh ya, Mama biasa pulang jam berapa dari restonya?" tanyaku. "Biasanya sore kalau normal, Den. Tapi kalau sedang sibuk Nyonya bisa sampai malam," jelasnya. "Kalau butuh apa-apa, panggil Bibi saja, Den," katanya tersenyum. Wanita paruh baya itupun berlalu dari hadapan

  • Deadline Cinta Akira   Part 55. Berpisah

    Part 55. Berpisah "Saya pamit pulang ya, Pak." Lelaki itu tak menyahut, padahal posisi kami tidak jauh, hanya berjarak 1 meter pasti dia bisa mendengar ucapanku. Tapi kenapa tak merespon, apa dia melamun? "Pak ! saya pamit mau pulang," kataku lagi mengeraskan suara. Ia menoleh dan menatapku intens dari atas hingga ke bawah, seperti sedang menilai penampilanku. "Kenapa pulang? Apa kamu lelah membantuku?" ucapnya pelan namun cukup membuatku tersindir. Ah lagi-lagi aku merasa serba salah. Aku pulang ini karena ingin menemui mamak dan keluarga, tapi meninggalkan lelaki yang telah mengalami kecelakaan karena berniat menjemputku ini rasanya sangat membuatku putus asa. "Tidak, Pak. Saya akan kembal

  • Deadline Cinta Akira   Part54. Amnesia

    Part54. Amnesia "Nggak usah sok baik, aku bisa jalan sendiri, Kok!" ketus Ramdan saat aku mencoba membantu bangkit dari posisinya yang kini terduduk di rumput taman. "Astaga orang ini, nggak bersyukur banget ada yang mau bantu! Coba kalau bukan bos ku sudah kutinggalkan dari tadi orang ini!" omelku kesal. "Apa kamu bilang?" sentaknya. "Eh ng--nggak ada bilang apa-apa kok, ayo jalan lagi! atau bapak mau istirahat dulu sambil makan? sahutku asal. "Tidak usah! saya jalan lagi saja!" ucapnya sambil berusaha bangkit dari duduknya dengan tangan bertopang pada tiang lampu taman. Jatuh bangun lelaki ini belajar berjalan, hingga terlihat bulir keringat menetes di dahinya. Wajah tampannya yang terlihat sedikit tirus

  • Deadline Cinta Akira   Part53. Sadar

    Part53. Sadar Setelah menerima telpon dari mamak. Aku masuk ke ruangan Ramdan, kulihat kondisinya masih sama. Tidak ada perubahan. Padahal kata dokter Yusuf, ia akan sadar setelah 1 jam pasca operasi. Ini sudah hampir 2 jam belum tampak perubahannya. Ada apa ini? Aku mulai panik, begitu juga dengan Tante Mufidah dan om Fatih. "Kok belum sadar ya, Om?" Om Fatih hanya menggeleng tak mengerti. Sementara Tante Mufidah terus menggenggam tangan putranya. Sambil mengucapkan kalimat-kalimat memotivasi untuk bangun. "Coba kita hubungi dokter Yusuf," ucapnya sembari meraih ponsel dari sakunya. Aku memilih duduk di sisi lain ranjang pasien meraih mushaf yang kuletakkan di atas nakas, lalu membacanya dengan lirih. Kubaca terus hingga membuatku tenang. Tak lama ti

  • Deadline Cinta Akira   Part52. Sendu

    Part52. SenduPov Akrom "Rom, sedang sibuk tidak? aku mau bicara sesuatu." Pesan dari Akira kuterima. Gadis yang sedang coba untuk kucintai. Iya, saat ini aku sedang belajar untuk mencintainya. Tinggal hitungan hari dan kami akan segera menikah. Tetapi saat mendengar penuturannya ditelpon. Aku sungguh merasa menjadi lelaki yang tak dihargai. Hari itu Akira menelpon untuk memintaku membatalkan pernikahan kami. Ada- ada saja permintaan gadis itu. Aku jelas merasa heran mendengarnya, apalagi saat ia menjelaskan alasannya sungguh membuatku sakit hati. "Sebenarnya ... aku mencintai orang lain, Rom. Maaf, aku sepertinya tidak bisa melanjutkan perjodohan ini. Bisakah kamu menyampaikan kepada orangtuamu bahwa aku menolak untuk menikah denganmu?" tutur gadis itu.

  • Deadline Cinta Akira   Part51. Dilema

    Part 51. Dilema Pasca operasi pengangkatan cairan dalam otak Ramdan. Ada dua orang perawat mendorong ranjang pasien menuju ke ruang perawatan. Sementara itu kedua orang tua Ramdan bersama Akira berdiri bersisian di dekat pintu mengamati sosok yang masih belum sadar. Wajah mereka terlihat penuh harap bercampur cemas. Masing-masing berdoa dalam hati agar lelaki yang mereka cintai itu segera membuka mata dan berbicara seperti biasa. Menurut keterangan dokter Yusuf yang menangani Ramdan. Ia akan segera pulih dalam waktu 60 menit pasca operasinya. Ketiganya duduk mengelilingi ranjang pasien, menunggu waktu 1 jam yang terasa begitu lama. Akira yang merasa lapar karena belum mengisi perut sejak pagi, mau tidak mau terpaksa harus keluar untuk mencari makan. "Bu ... Ira mau keluar dulu yah. Mau mencari makanan, ib

  • Deadline Cinta Akira   Part50. Keluar Negeri

    Part 50. Keluar Negeri Sudah sepekan lebih Ramdan terbaring koma di rumah sakit. Bahkan beberapa kali kondisinya menurun, sehingga dokter yang menanganinya terpaksa memasangkan alat bantu pernafasan dan pemicu detak jantung. Sementara, Akira yang terus berada disisi Ramdan tidak dapat berbuat apa-apa. Hanya doa yang selalu ia panjatkan berharap calon suaminya itu cepat sadar dan pulih kembali. "Bos .. ayo bangun! Kamu sudah janji tidak akan meninggalkan aku kan?" ucap Akira sambil mengusap air matanya. Pagi itu, saat tengah menjaga Ramdan, tiba-tiba dokter datang membawa kabar baik. Bahwa untuk mempercepat pemulihan, pasien perlu dibawa berobat keluar negeri. "Bagaimana kondisinya. Apa sudah sadar?" tanya dokter. "Belum dokter. Tidak

  • Deadline Cinta Akira   Part49.Koma

    Bab 49. Koma Setelah dirawat selama seminggu belum juga ada tanda-tanda Ramdan akan sadar. Hampir setiap hari ada saja orang yang datang menyambangi kami. Berita mengenai musibah itu menyebar dengan cepat. Mereka datang secara bergantian, terkadang relasi kantor Ramdan, termasuk beberapa pejabat tinggi daerah yang mengenal Ramdan secara pribadi. Juga para karyawan kantor. Sebagian menyempatkan datang saat malam hari. Demikian juga Pak Agus sahabat Ramdan. Sementara itu, Om Fatih secara otomatis mengambil alih perusahaan. Ia turun langsung menggantikan pekerjaan putranya. Syukurlah kondisi perusahaan berjalan dengan baik. Tak ada kendala berarti, Andre dan Arya bekerja dengan baik bersama tim lainnya. Berdasarkan diagnosa dokter, Ramdan mengalami koma yang terjadi karena kerusakan sal

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status