Sayup-sayup terdengar rintihan seseorang di bawah reruntuhan. Dengan cepat, seorang pria berbaju kesatria berbadan kekar, membongkar rumah-rumah yang roboh untuk mencari sumber suara. Suara yang ia dengar sekilas dan sangat pelan, membuatnya tidak dapat menentukan di mana asal suara tersebut dengan pasti. Setelah beberapa waktu, ia menemukan seorang anak kecil tertimpa reruntuhan, tidak ada orang lain selain dirinya di sana. Kesatria berambut pirang itu segera mengeluarkan anak yang ia temukan dari posisinya sekarang. “Tim medis!” pekiknya memanggil tim medis yang tengah hilir mudik ke sana kemari membawa para korban. Beberapa dari mereka datang menghampiri pria itu. Membawa anak tersebut ke tenda pengungsian.
“Maafkan kami, Ketua. Mereka melarikan diri!” ujar seorang laki-laki yang lebih muda datang menemui sang kesatria sambil berlutut dengan pandangan lurus ke bawah. Wajahnya tampak tidak bersahabat. Alisnya menukik, dia tengah sangat marah saat ini. “Ada apa Duke Muda Aixlon?” tanya seseorang yang usianya tampak lebih tua dari pria yang ia sebut namanya barusan.“Salam kepada Baginda Raja,” ujarnya dengan sedikit membungkuk. “Maaf Baginda, tetapi mereka telah melarikan diri,” tambahnya. Tidak ada jawaban. Hanya ada isyarat untuk segera pergi, memberi kesan bahwa ia harus menemukan mereka secepatnya. “Untung saja bantuan cepat diberikan ke masyarakat. Jika tidak maka akan lebih banyak korban lagi,” ucap seorang pria di belakang Duke Aixlon. “Ya!” balas Aixlon dingin tanpa memalingkan wajahnya, ia tetap memandang lurus ke depan. “Dia tetap dengan kesombongannya! Dasar Aixlon!” gerutunya ketika Aixlon telah berjalan menjauh. “Kecilkan suaramu Marquess! Banyak pasang mata mengawasimu,” perintah seorang kesatria di sampingnya, sepertinya ia adalah kesatria pribadi pria yang baru saja menggerutu tersebut. Mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru, mendapati tatapan tidak menyenangkan membuat mereka bergegas meninggalkan tempat itu. “Sudah tidak punya kontribusi masih berani mencela Duke Aixlon! Dasar Marquess Noble!” bisik seorang pria. Ia tampak mengenakan pakaian kesatria dengan lambang matahari dan singa, sebagaimana lambang kerajaan mereka. Kerajaan Lisun adalah salah satu kerajaan di benua selatan yang sangat rawan akan konflik bersenjata, tidak hanya konflik dari dalam kerajaan saja, tetapi dari luar juga. Kepemimpinan Aldrich sebagai raja yang berkuasa saat ini, mengambil beberapa tindakan yang membahayakan keamanan kerajaan. Terdapat beberapa faksi di kerajaan ini. Faksi mendukung istana dan penentang serta golongan netral. Faksi pendukung istana adalah mereka yang mendapat kedudukan di istana, seperti sekretaris kerajaan dan lain-lain. Faksi ini diketuai oleh Duke Brylee. Sedang faksi penentang kebanyakan bangsawan yang dekat dengan rakyat. Faksi ini diketuai oleh Marquess Hadley. Golongan netral adalah para bangsawan yang tidak tergabung di faksi mana pun, termasuk di dalamnya komandan kesatria Kerajaan Lisun; Duke Aixlon. ***Tenda-tenda pengungsian terisi penuh, ditempati oleh seluruh kalangan masyarakat tanpa terkecuali. Keributan telah terjadi sejak dini hari. Mereka meminta pertolongan serta pertanggung jawaban dari penguasa. Hal tersebut wajar saja terjadi, pasalnya desa yang menjadi rumah untuk warga sekitar bukanlah desa perbatasan yang akan terkena dampak jika terjadi peperangan. Butuh waktu setidaknya seharian perjalanan jika dari wilayah perbatasan menuju desa kecil tersebut. Tidak ada masyarakat sipil di daerah tersebut, hanya ada kesatria di sana. Namun, entah dapat dikatakan sebagai keberuntungan atau justru kesialan. Masyarakat mendapat bantuan segera, dikarenakan terjadinya perkelahian antara kesatria Kerajaan Lisun dengan kerajaan tetangga sebab kesalahpahaman yang terjadi. Peperangan sebenarnya memang telah berlangsung selama tiga hari belakangan ini, tetapi hal tersebut dirahasiakan agar tidak membuat masyarakat panik. Namun, ternyata tindakan tersebut justru salah. Tidak ada persiapan yang dilakukan, akan membuat musuh dengan mudah membumi hanguskan desa kecil tersebut. Untungnya keadaan tersebut dapat segera diatasi, jika tidak kemungkinan besar mereka yang berada di wilayah tersebut tidak ada yang selamat. Sebagian besar kesatria ditugaskan menjaga tenda-tenda pengungsian oleh Duke Aixlon selaku pemimpin mereka. Pada beberapa peperangan terakhir, Aixlon memang menjadi pemimpinnya. Terlebih ketika ia telah menyandang gelar duke secara sah di mata hukum kekaisaran. Ayah dan ibunya telah meninggalkan dunia sejak ia masih belia, lalu sang kakak juga tidak kunjung kembali ke rumah setelah pergi meninggalkan rumahnya dua puluh tiga tahun silam. Membuat pria muda tersebut menjadi pewaris takhta yang sah. Seorang pria berambut merah tengah mengamati sebuah kertas dengan penerangan remang-remang, karena satu-satunya alat yang dipakai sebagai penerang hanyalah pelita kecil. Pria tersebut membuat meja berbunyi beberapa karena kuku-kukunya. Telah menjadi kebiasaannya dalam kebingungan selalu membuat bunyi-bunyian. Sepertinya, sikapnya itu mampu membuatnya percaya diri mampu memecahkan segala kebingungan yang tengah melandanya sekarang. “Kesalahpahaman ya?” Ia mempertanyakan hal yang hanya ia ketahui. Seseorang memanggil namanya, mencoba memastikan apakah pria tersebut masih berada di dalam.
"Masuk!" titahnya. Ia melihat sebuah kertas dipegang oleh orang tersebut. “Apa itu?” tanyanya. Ia memang terkenal tidak suka bertele-tele. Seolah tak ingin menjawab, sesosok pria berbadan tegap tersebut hanya menyerahkan kertas yang tengah ia genggam dengan erat. Aixlon memberi aba-aba untuk bawahannya keluar meninggalkan ruangan tersebut.
Wajahnya tampak gusar saat ini. Ia merasa kesal karena terlambat mengetahui fakta yang dijabarkan di dalam selembar kertas. Para pembelot tengah melancarkan aksinya, ternyata desa ini hanya dijadikan umpan belaka. Bahkan, kesalahpahaman yang terjadi juga disebabkan oleh mereka. Pantas saja ia merasa janggal dengan kejadian tersebut. Aixlon tampak bergegas mengambil sebuah pedang yang tidak jauh dari tempat ia duduk. Tangannya menggenggam erat benda tersebut, sorot matanya tajam, seolah-olah hendak menerkam.Sang surya telah menampakkan diri seutuhnya. Namun, beberapa insan masih terlelap dalam tidur. Anak lelaki itu juga masih berada di tempat tidur sementara, walau keadaan di luar sedang dalam keributan tetap saja anak itu tidak merasa terganggu sedikit pun. Orang-orang menatapnya aneh. Tatapan risi ia terima, seharusnya tatapan tersebut tidak harus ia terima.Anak itu mengerjapkan matanya. Menyesuaikan cahaya yang masuk. Ia merasakan nyeri di sekujur tubuhnya. Netra anak tersebut mengamati situasi yang ada, ia merasa asing dengan tempat tersebut. Ia juga merasa heran pada dirinya, anak tersebut berpikir ia telah berada di alam lain. Namun, nyatanya ia masih berada di dunia yang sama seperti sebelumnya, karena ia melihat beberapa orang yang ia kenal lalu-lalang.“Gleysia!” panggilnya ketika netranya menangkap seorang gadis kecil tengah duduk memainkan tanah. Wajahnya tampak sendu.“G-Gley!” panggilnya lagi ragu.Biasanya, gadis terse
Lelaki muda itu masih tampak kesal. Ia merasa lelah akan segala yang terjadi.“Sudahlah Aixlon jangan terlalu kau pikirkan!” Serkey menepuk pundak Aixlon untuk menenangkannya.“Bagaimana keadaan di luar?” tanya Aixlon mengubah pembicaraan. Ia masih kesal jika harus kembali membahas kejadian tadi malam.“Baik-baik saja,” jawab Serkey.“Tidak ada penyerangan kembali, kau bisa bersantai sejenak,” tambahnya. Serkey tahu bagaimana sibuknya temannya itu menyesuaikan jadwalnya, mulai dari menjaga perbatasan, hingga sekarang harus menumpas pemberontakan yang berlangsung. Aixlon bahkan tidak menyentuh makanannya sejak tadi karena kerisauannya terhadap penyerangan di desa lainnya. Ia telah mengutus pasukan kerajaan dan kesatria keluarga duke untuk bersiap di titik yang telah ia tentukan. Ia juga mengirim surat kepada bangsawan lainnya untuk berjaga-jaga jika ada penyerangan kembali.Seharusnya lelaki muda terse
Pada zaman dahulu, mereka yang memiliki rambut merah ditangkap dan dijatuhi hukuman dengan cara dibakar hidup-hidup di tengah keramaian. Mereka dianggap sebagai penyihir yang membuat banyak kekacauan. Namun, kebijakan tersebut memang telah lama dihapuskan, walau tetap saja mereka yang memiliki rambut merah tetap merasakan adanya ketidakadilan karena masyarakat tetap menangkap remeh mereka. Tidak terkecuali keluarga Duke Aixlon, di mana setiap keturunan mereka pasti memiliki rambut merah. Jarang rakyat biasa memiliki rambut merah juga, walau ada pasti tidak banyak. Makanya, tak heran Aixlon merasa aneh dengan Jack.“Kenapa kalian di sini?” tanya Aixlon membuka obrolan setelah keheningan terjadi.“Memangnya kenapa?” Lagi-lagi Jack menjawab dengan dingin.Aixlon tidak dapat berkata apa-apa lagi, karena sepertinya Jack tidak ingin didekati olehnya. Aixlon memang tidak pernah berinteraksi dengan anak-anak, sehingga ia tidak tahu bagaimana cara
Sudah beberapa hari Aixlon beserta rombongan berada di desa Seilt; desa tempat terjadinya kekacauan beberapa saat lalu. Bantuan telah masyarakat terima dari kerajaan, untuk kembali membangun desa mereka.Tidak seperti yang Aixlon kabarkan pada Harley, tidak ada penyerangan di titik lainnya, diplomasi juga segera dilaksanakan. Hingga kata ‘damai’ kembali tercipta di antara dua kerajaan tersebut. Masing-masing pihak menyadari bahwa saling menyerang hanya akan merugikan saja. Kekuatan yang hampir seimbang tersebut, membuat mereka tidak dapat saling menguasai.***“Jack, kita harus gimana?” tanya Gley sembari meremas ujung bajunya. Ia tampak ketakutan saat ini. Jack hanya mampu menenangkannya sembari mengucapkan kata-kata penghiburan, tetapi ia tidak mampu menjanjikan apa pun pada Gley. Selama ini, ia saja hidup di bawah garis kemiskinan, kerap kali menahan kelaparan, tentu dia tidak sanggup menghidupi Gley bersamanya.&ldquo
Menapaki jalanan tanpa tujuan, luntang-lantung berkeliaran, menelusuri jalanan yang sama setiap harinya. Anak lelaki itu tampak menyedihkan. Tubuh penuh luka, bahkan beberapa di antaranya membusuk akibat infeksi luka yang ada. Sebagian menatapnya menjijikkan, tetapi yang lainnya merasa iba dan kasihan. Sejak lahir ke muka bumi, ia tidak pernah merasakan ada kehangatan di hatinya. Ibunya telah tiada saat ia baru membuka matanya, sang ayah pergi mengembara tanpa tahu bagaimana kabarnya di sana, meninggalkan seorang anak lelaki mungil yang baru saja terlahir ke dunia.Manusia-manusia baik dengan simpati tinggi, membantunya hingga kini.“Hai Jack!” sapa gadis kecil, sepertinya umurnya sebaya dengan Jack; anak lelaki yang ia sapa barusan.Anak itu hanya berdeham untuk membalas sapaan dari gadis kecil itu.“Dari mana?” tanyanya sembari merangkul Jack. Tubuhnya yang tinggi, sangat me
Sudah beberapa hari Aixlon beserta rombongan berada di desa Seilt; desa tempat terjadinya kekacauan beberapa saat lalu. Bantuan telah masyarakat terima dari kerajaan, untuk kembali membangun desa mereka.Tidak seperti yang Aixlon kabarkan pada Harley, tidak ada penyerangan di titik lainnya, diplomasi juga segera dilaksanakan. Hingga kata ‘damai’ kembali tercipta di antara dua kerajaan tersebut. Masing-masing pihak menyadari bahwa saling menyerang hanya akan merugikan saja. Kekuatan yang hampir seimbang tersebut, membuat mereka tidak dapat saling menguasai.***“Jack, kita harus gimana?” tanya Gley sembari meremas ujung bajunya. Ia tampak ketakutan saat ini. Jack hanya mampu menenangkannya sembari mengucapkan kata-kata penghiburan, tetapi ia tidak mampu menjanjikan apa pun pada Gley. Selama ini, ia saja hidup di bawah garis kemiskinan, kerap kali menahan kelaparan, tentu dia tidak sanggup menghidupi Gley bersamanya.&ldquo
Pada zaman dahulu, mereka yang memiliki rambut merah ditangkap dan dijatuhi hukuman dengan cara dibakar hidup-hidup di tengah keramaian. Mereka dianggap sebagai penyihir yang membuat banyak kekacauan. Namun, kebijakan tersebut memang telah lama dihapuskan, walau tetap saja mereka yang memiliki rambut merah tetap merasakan adanya ketidakadilan karena masyarakat tetap menangkap remeh mereka. Tidak terkecuali keluarga Duke Aixlon, di mana setiap keturunan mereka pasti memiliki rambut merah. Jarang rakyat biasa memiliki rambut merah juga, walau ada pasti tidak banyak. Makanya, tak heran Aixlon merasa aneh dengan Jack.“Kenapa kalian di sini?” tanya Aixlon membuka obrolan setelah keheningan terjadi.“Memangnya kenapa?” Lagi-lagi Jack menjawab dengan dingin.Aixlon tidak dapat berkata apa-apa lagi, karena sepertinya Jack tidak ingin didekati olehnya. Aixlon memang tidak pernah berinteraksi dengan anak-anak, sehingga ia tidak tahu bagaimana cara
Lelaki muda itu masih tampak kesal. Ia merasa lelah akan segala yang terjadi.“Sudahlah Aixlon jangan terlalu kau pikirkan!” Serkey menepuk pundak Aixlon untuk menenangkannya.“Bagaimana keadaan di luar?” tanya Aixlon mengubah pembicaraan. Ia masih kesal jika harus kembali membahas kejadian tadi malam.“Baik-baik saja,” jawab Serkey.“Tidak ada penyerangan kembali, kau bisa bersantai sejenak,” tambahnya. Serkey tahu bagaimana sibuknya temannya itu menyesuaikan jadwalnya, mulai dari menjaga perbatasan, hingga sekarang harus menumpas pemberontakan yang berlangsung. Aixlon bahkan tidak menyentuh makanannya sejak tadi karena kerisauannya terhadap penyerangan di desa lainnya. Ia telah mengutus pasukan kerajaan dan kesatria keluarga duke untuk bersiap di titik yang telah ia tentukan. Ia juga mengirim surat kepada bangsawan lainnya untuk berjaga-jaga jika ada penyerangan kembali.Seharusnya lelaki muda terse
Sang surya telah menampakkan diri seutuhnya. Namun, beberapa insan masih terlelap dalam tidur. Anak lelaki itu juga masih berada di tempat tidur sementara, walau keadaan di luar sedang dalam keributan tetap saja anak itu tidak merasa terganggu sedikit pun. Orang-orang menatapnya aneh. Tatapan risi ia terima, seharusnya tatapan tersebut tidak harus ia terima.Anak itu mengerjapkan matanya. Menyesuaikan cahaya yang masuk. Ia merasakan nyeri di sekujur tubuhnya. Netra anak tersebut mengamati situasi yang ada, ia merasa asing dengan tempat tersebut. Ia juga merasa heran pada dirinya, anak tersebut berpikir ia telah berada di alam lain. Namun, nyatanya ia masih berada di dunia yang sama seperti sebelumnya, karena ia melihat beberapa orang yang ia kenal lalu-lalang.“Gleysia!” panggilnya ketika netranya menangkap seorang gadis kecil tengah duduk memainkan tanah. Wajahnya tampak sendu.“G-Gley!” panggilnya lagi ragu.Biasanya, gadis terse
Sayup-sayup terdengar rintihan seseorang di bawah reruntuhan. Dengan cepat, seorang pria berbaju kesatria berbadan kekar, membongkar rumah-rumah yang roboh untuk mencari sumber suara. Suara yang ia dengar sekilas dan sangat pelan, membuatnya tidak dapat menentukan di mana asal suara tersebut dengan pasti. Setelah beberapa waktu, ia menemukan seorang anak kecil tertimpa reruntuhan, tidak ada orang lain selain dirinya di sana. Kesatria berambut pirang itu segera mengeluarkan anak yang ia temukan dari posisinya sekarang. “Tim medis!” pekiknya memanggil tim medis yang tengah hilir mudik ke sana kemari membawa para korban. Beberapa dari mereka datang menghampiri pria itu. Membawa anak tersebut ke tenda pengungsian.“Maafkan kami, Ketua. Mereka melarikan diri!” ujar seorang laki-laki yang lebih muda datang menemui sang kesatria sambil berlutut dengan pandangan lurus ke bawah. Wajahnya tampak tidak bersahabat. Alisnya menukik, dia tengah sangat ma
Menapaki jalanan tanpa tujuan, luntang-lantung berkeliaran, menelusuri jalanan yang sama setiap harinya. Anak lelaki itu tampak menyedihkan. Tubuh penuh luka, bahkan beberapa di antaranya membusuk akibat infeksi luka yang ada. Sebagian menatapnya menjijikkan, tetapi yang lainnya merasa iba dan kasihan. Sejak lahir ke muka bumi, ia tidak pernah merasakan ada kehangatan di hatinya. Ibunya telah tiada saat ia baru membuka matanya, sang ayah pergi mengembara tanpa tahu bagaimana kabarnya di sana, meninggalkan seorang anak lelaki mungil yang baru saja terlahir ke dunia.Manusia-manusia baik dengan simpati tinggi, membantunya hingga kini.“Hai Jack!” sapa gadis kecil, sepertinya umurnya sebaya dengan Jack; anak lelaki yang ia sapa barusan.Anak itu hanya berdeham untuk membalas sapaan dari gadis kecil itu.“Dari mana?” tanyanya sembari merangkul Jack. Tubuhnya yang tinggi, sangat me