Sudah beberapa hari Aixlon beserta rombongan berada di desa Seilt; desa tempat terjadinya kekacauan beberapa saat lalu. Bantuan telah masyarakat terima dari kerajaan, untuk kembali membangun desa mereka.
Tidak seperti yang Aixlon kabarkan pada Harley, tidak ada penyerangan di titik lainnya, diplomasi juga segera dilaksanakan. Hingga kata ‘damai’ kembali tercipta di antara dua kerajaan tersebut. Masing-masing pihak menyadari bahwa saling menyerang hanya akan merugikan saja. Kekuatan yang hampir seimbang tersebut, membuat mereka tidak dapat saling menguasai. ***“Jack, kita harus gimana?” tanya Gley sembari meremas ujung bajunya. Ia tampak ketakutan saat ini. Jack hanya mampu menenangkannya sembari mengucapkan kata-kata penghiburan, tetapi ia tidak mampu menjanjikan apa pun pada Gley. Selama ini, ia saja hidup di bawah garis kemiskinan, kerap kali menahan kelaparan, tentu dia tidak sanggup menghidupi Gley bersamanya. “Ba-bagaimana jika kita terima tawaran kesatria semalam saja?” tanya Gley ragu. Ia melihat Jack bersikeras menolak tawaran tersebut. “Tidak Gley! Kita tidak tahu mereka orang baik atau jahat!” tolak Jack tegas. “Ta-tapi Jack—“ Belum sempat Gley menyelesaikan ucapannya, Jack menyela. “Jangan keras kepala Gley!” tuturnya. “Bukan aku yang keras kepala Jack. Coba kau pikirkan kembali. Bagaimana selama ini kau hidup di sini?” tanya Gley kesal. Mereka berdebat selama beberapa waktu. Lalu keheningan menyelimuti mereka. “Terserah kau saja! Aku akan tetap ikut mereka!” ujar Gley bersikeras. Gley menemui anak-anak lain yang bernasib serupa dengannya. Di sana, mereka menemui kesatria kerajaan yang kemarin menawarkan bantuan pada mereka untuk mengikutinya ke panti asuhan di ibu kota. Walau hidup mereka pasti akan berbeda dengan sebelumnya, setidaknya di sana mereka memiliki orang-orang yang mau mengasuh mereka. Tempat itu mendapat dukungan langsung dari kerajaan dan bangsawan-bangsawan. Mereka sering berdonasi ke sana, untuk menunjukkan betapa murah hatinya mereka. “Kemasi barangmu cepat Jack! Mereka sudah hendak kembali ke ibu kota!” titah Gley. Ternyata ia memang telah memantapkan hatinya untuk meninggalkan tempat kelahirannya tersebut. Jack memang sangat keras kepala, ia bahkan tidak mengacuhkan perkataan Gley. “Terserah kau saja!” ujar Gley marah. Ia membawa sebuah tas yang berisikan keperluan-keperluannya. ***Kondisi desa sudah mulai stabil seperti sebelumnya, meski masih banyak kesatria yang berjaga di sana. Aixlon dan Serkey beserta pasukannya yang lain juga masih berada di daerah itu, untuk berjaga-jaga jika ada penyerangan kembali. Selain itu, Aixlon juga masih menunggu Jack luluh dan ikut bersamanya. Pada awalnya, mereka berpikir bahwa Jack akan mengikuti anak-anak lainnya bersama Gley untuk dibawa ke panti asuhan yang menaungi anak-anak yang kurang beruntung, lalu mereka akan mengadopsi Jack. Tidak ada yang aneh jika bangsawan mengadopsi seorang anak, terutama jika Aixlon yang melakukannya. Sebab, sampai saat ini dia masih belum memiliki seorang anak. Ternyata rencana tersebut gagal, mereka tidak menyangka penolakan dari Jack akan begitu kuat. “Apakah persiapan untuk pulang malam ini sudah siap?” tanya Aixlon pada bawahannya. “Sudah, Duke!” ujar lelaki tersebut. Aixlon dan bangsawan lainnya yang masih berada di sana, diperintahkan untuk segera kembali ke ibu kota, karena ada masalah yang harus mereka diskusikan. Mentari kembali menyembunyikan dirinya, rembulan mulai menampakkan wujudnya, menandakan datangnya waktu malam. Saat Serkey hendak menaiki kudanya, seorang anak laki-laki mendatanginya. Dengan napas tersengal-sengal.“Bo-boleh a-aku ikut, Paman?” tanyanya pada Serkey. Aixlon melihat kejadian tersebut, ia segera menghampiri mereka. “Tentu saja Jack!” ujarnya tampak senang. “Terima kasih, Paman!” seru Jack. Entah apa yang terjadi sehingga Jack setuju untuk berangkat bersama mereka. “Tapi ....” Serkey menjeda kalimatnya. “Ta-tapi apa Paman?” tanya Jack, ia terdengar khawatir. “Paman tidak bisa membawamu bersama.” Ucapan Serkey tersebut, membuat Jack kecewa. “Ah! Baiklah Paman,” ucap Jack dengan nada bicara sendu. Ia menyalahkan dirinya karena tidak mendengarkan ucapan Gleysia beberapa hari lalu. Jack menunduk dan hendak beranjak pergi. “Hei Jack jangan sedih,” ujar Serkey, membuat Jack mendongakkan kepalanya. Raut wajahnya seolah bertanya-tanya, “kenapa?” “Paman memang tidak bisa membawamu, karena Paman tidak bisa mengendarai kuda bersama orang lain. Tapi Paman yang ini bisa!” Serkey menunjuk Aixlon. Lelaki tersebut tampak bingung, entah apa yang Serkey rencanakan kali ini. “Bo-boleh, Paman?” tanya Jack, ia terlihat sedang malu saat ini. “Tentu saja boleh!” seru Serkey sembari melompat ke bawah. Ia menuruni kudanya, lalu mengangkat tubuh ringan milik Jack walau tidak memiliki persetujuan dari anak tersebut, tampaknya Jack juga tidak melakukan penolakan. “Ringan sekali,” batin Serkey. “Hei Jack! Berapa usiamu?” tanya Serkey yang sedang menggendong Jack. “Sepuluh tahun,” jawab Jack. Serkey menaikkan Jack ke kuda Aixlon, tepat berada di hadapannya. Serkey hanya tersenyum melihat wajah bingung temannya itu. “Anak ini tidak seperti anak yang berusia sepuluh tahun,” ujar Serkey pada Aixlon menggunakan bahasa resmi kerajaan. Tidak semua orang mengerti bahasa resmi kerajaan terutama rakyat jelata karena bahasa resmi hanya dipelajari di akademi kerajaan atau diajarkan untuk para bangsawan. Sehingga bahasa tersebut dapat dikatakan bahasa terpelajar. “Kenapa?” tanya Aixlon dengan bahasa yang sama. Mereka mulai memacu kuda bersamaan. “Terlalu ringan,” jawab Serkey santai walau tengah menunggang kuda. Ia berbohong pada Jack, Serkey sangat ahli dalam menunggang kuda, mustahil untuknya jika tidak bisa membawa Jack bersamanya. Ia hanya ingin menyatukan Aixlon dan Jack saja. Serkey merasa bahwa Aixlon sangat penasaran dengan Jack, makanya ia bersikap demikian. Pemikiran Serkey tidak sepenuhnya benar, karena Aixlon hanya penasaran bagaimana anak tersebut memiliki rambut merah seperti dirinya, bukan penasaran dengan anak tersebut.Menapaki jalanan tanpa tujuan, luntang-lantung berkeliaran, menelusuri jalanan yang sama setiap harinya. Anak lelaki itu tampak menyedihkan. Tubuh penuh luka, bahkan beberapa di antaranya membusuk akibat infeksi luka yang ada. Sebagian menatapnya menjijikkan, tetapi yang lainnya merasa iba dan kasihan. Sejak lahir ke muka bumi, ia tidak pernah merasakan ada kehangatan di hatinya. Ibunya telah tiada saat ia baru membuka matanya, sang ayah pergi mengembara tanpa tahu bagaimana kabarnya di sana, meninggalkan seorang anak lelaki mungil yang baru saja terlahir ke dunia.Manusia-manusia baik dengan simpati tinggi, membantunya hingga kini.“Hai Jack!” sapa gadis kecil, sepertinya umurnya sebaya dengan Jack; anak lelaki yang ia sapa barusan.Anak itu hanya berdeham untuk membalas sapaan dari gadis kecil itu.“Dari mana?” tanyanya sembari merangkul Jack. Tubuhnya yang tinggi, sangat me
Sayup-sayup terdengar rintihan seseorang di bawah reruntuhan. Dengan cepat, seorang pria berbaju kesatria berbadan kekar, membongkar rumah-rumah yang roboh untuk mencari sumber suara. Suara yang ia dengar sekilas dan sangat pelan, membuatnya tidak dapat menentukan di mana asal suara tersebut dengan pasti. Setelah beberapa waktu, ia menemukan seorang anak kecil tertimpa reruntuhan, tidak ada orang lain selain dirinya di sana. Kesatria berambut pirang itu segera mengeluarkan anak yang ia temukan dari posisinya sekarang. “Tim medis!” pekiknya memanggil tim medis yang tengah hilir mudik ke sana kemari membawa para korban. Beberapa dari mereka datang menghampiri pria itu. Membawa anak tersebut ke tenda pengungsian.“Maafkan kami, Ketua. Mereka melarikan diri!” ujar seorang laki-laki yang lebih muda datang menemui sang kesatria sambil berlutut dengan pandangan lurus ke bawah. Wajahnya tampak tidak bersahabat. Alisnya menukik, dia tengah sangat ma
Sang surya telah menampakkan diri seutuhnya. Namun, beberapa insan masih terlelap dalam tidur. Anak lelaki itu juga masih berada di tempat tidur sementara, walau keadaan di luar sedang dalam keributan tetap saja anak itu tidak merasa terganggu sedikit pun. Orang-orang menatapnya aneh. Tatapan risi ia terima, seharusnya tatapan tersebut tidak harus ia terima.Anak itu mengerjapkan matanya. Menyesuaikan cahaya yang masuk. Ia merasakan nyeri di sekujur tubuhnya. Netra anak tersebut mengamati situasi yang ada, ia merasa asing dengan tempat tersebut. Ia juga merasa heran pada dirinya, anak tersebut berpikir ia telah berada di alam lain. Namun, nyatanya ia masih berada di dunia yang sama seperti sebelumnya, karena ia melihat beberapa orang yang ia kenal lalu-lalang.“Gleysia!” panggilnya ketika netranya menangkap seorang gadis kecil tengah duduk memainkan tanah. Wajahnya tampak sendu.“G-Gley!” panggilnya lagi ragu.Biasanya, gadis terse
Lelaki muda itu masih tampak kesal. Ia merasa lelah akan segala yang terjadi.“Sudahlah Aixlon jangan terlalu kau pikirkan!” Serkey menepuk pundak Aixlon untuk menenangkannya.“Bagaimana keadaan di luar?” tanya Aixlon mengubah pembicaraan. Ia masih kesal jika harus kembali membahas kejadian tadi malam.“Baik-baik saja,” jawab Serkey.“Tidak ada penyerangan kembali, kau bisa bersantai sejenak,” tambahnya. Serkey tahu bagaimana sibuknya temannya itu menyesuaikan jadwalnya, mulai dari menjaga perbatasan, hingga sekarang harus menumpas pemberontakan yang berlangsung. Aixlon bahkan tidak menyentuh makanannya sejak tadi karena kerisauannya terhadap penyerangan di desa lainnya. Ia telah mengutus pasukan kerajaan dan kesatria keluarga duke untuk bersiap di titik yang telah ia tentukan. Ia juga mengirim surat kepada bangsawan lainnya untuk berjaga-jaga jika ada penyerangan kembali.Seharusnya lelaki muda terse
Pada zaman dahulu, mereka yang memiliki rambut merah ditangkap dan dijatuhi hukuman dengan cara dibakar hidup-hidup di tengah keramaian. Mereka dianggap sebagai penyihir yang membuat banyak kekacauan. Namun, kebijakan tersebut memang telah lama dihapuskan, walau tetap saja mereka yang memiliki rambut merah tetap merasakan adanya ketidakadilan karena masyarakat tetap menangkap remeh mereka. Tidak terkecuali keluarga Duke Aixlon, di mana setiap keturunan mereka pasti memiliki rambut merah. Jarang rakyat biasa memiliki rambut merah juga, walau ada pasti tidak banyak. Makanya, tak heran Aixlon merasa aneh dengan Jack.“Kenapa kalian di sini?” tanya Aixlon membuka obrolan setelah keheningan terjadi.“Memangnya kenapa?” Lagi-lagi Jack menjawab dengan dingin.Aixlon tidak dapat berkata apa-apa lagi, karena sepertinya Jack tidak ingin didekati olehnya. Aixlon memang tidak pernah berinteraksi dengan anak-anak, sehingga ia tidak tahu bagaimana cara
Sudah beberapa hari Aixlon beserta rombongan berada di desa Seilt; desa tempat terjadinya kekacauan beberapa saat lalu. Bantuan telah masyarakat terima dari kerajaan, untuk kembali membangun desa mereka.Tidak seperti yang Aixlon kabarkan pada Harley, tidak ada penyerangan di titik lainnya, diplomasi juga segera dilaksanakan. Hingga kata ‘damai’ kembali tercipta di antara dua kerajaan tersebut. Masing-masing pihak menyadari bahwa saling menyerang hanya akan merugikan saja. Kekuatan yang hampir seimbang tersebut, membuat mereka tidak dapat saling menguasai.***“Jack, kita harus gimana?” tanya Gley sembari meremas ujung bajunya. Ia tampak ketakutan saat ini. Jack hanya mampu menenangkannya sembari mengucapkan kata-kata penghiburan, tetapi ia tidak mampu menjanjikan apa pun pada Gley. Selama ini, ia saja hidup di bawah garis kemiskinan, kerap kali menahan kelaparan, tentu dia tidak sanggup menghidupi Gley bersamanya.&ldquo
Pada zaman dahulu, mereka yang memiliki rambut merah ditangkap dan dijatuhi hukuman dengan cara dibakar hidup-hidup di tengah keramaian. Mereka dianggap sebagai penyihir yang membuat banyak kekacauan. Namun, kebijakan tersebut memang telah lama dihapuskan, walau tetap saja mereka yang memiliki rambut merah tetap merasakan adanya ketidakadilan karena masyarakat tetap menangkap remeh mereka. Tidak terkecuali keluarga Duke Aixlon, di mana setiap keturunan mereka pasti memiliki rambut merah. Jarang rakyat biasa memiliki rambut merah juga, walau ada pasti tidak banyak. Makanya, tak heran Aixlon merasa aneh dengan Jack.“Kenapa kalian di sini?” tanya Aixlon membuka obrolan setelah keheningan terjadi.“Memangnya kenapa?” Lagi-lagi Jack menjawab dengan dingin.Aixlon tidak dapat berkata apa-apa lagi, karena sepertinya Jack tidak ingin didekati olehnya. Aixlon memang tidak pernah berinteraksi dengan anak-anak, sehingga ia tidak tahu bagaimana cara
Lelaki muda itu masih tampak kesal. Ia merasa lelah akan segala yang terjadi.“Sudahlah Aixlon jangan terlalu kau pikirkan!” Serkey menepuk pundak Aixlon untuk menenangkannya.“Bagaimana keadaan di luar?” tanya Aixlon mengubah pembicaraan. Ia masih kesal jika harus kembali membahas kejadian tadi malam.“Baik-baik saja,” jawab Serkey.“Tidak ada penyerangan kembali, kau bisa bersantai sejenak,” tambahnya. Serkey tahu bagaimana sibuknya temannya itu menyesuaikan jadwalnya, mulai dari menjaga perbatasan, hingga sekarang harus menumpas pemberontakan yang berlangsung. Aixlon bahkan tidak menyentuh makanannya sejak tadi karena kerisauannya terhadap penyerangan di desa lainnya. Ia telah mengutus pasukan kerajaan dan kesatria keluarga duke untuk bersiap di titik yang telah ia tentukan. Ia juga mengirim surat kepada bangsawan lainnya untuk berjaga-jaga jika ada penyerangan kembali.Seharusnya lelaki muda terse
Sang surya telah menampakkan diri seutuhnya. Namun, beberapa insan masih terlelap dalam tidur. Anak lelaki itu juga masih berada di tempat tidur sementara, walau keadaan di luar sedang dalam keributan tetap saja anak itu tidak merasa terganggu sedikit pun. Orang-orang menatapnya aneh. Tatapan risi ia terima, seharusnya tatapan tersebut tidak harus ia terima.Anak itu mengerjapkan matanya. Menyesuaikan cahaya yang masuk. Ia merasakan nyeri di sekujur tubuhnya. Netra anak tersebut mengamati situasi yang ada, ia merasa asing dengan tempat tersebut. Ia juga merasa heran pada dirinya, anak tersebut berpikir ia telah berada di alam lain. Namun, nyatanya ia masih berada di dunia yang sama seperti sebelumnya, karena ia melihat beberapa orang yang ia kenal lalu-lalang.“Gleysia!” panggilnya ketika netranya menangkap seorang gadis kecil tengah duduk memainkan tanah. Wajahnya tampak sendu.“G-Gley!” panggilnya lagi ragu.Biasanya, gadis terse
Sayup-sayup terdengar rintihan seseorang di bawah reruntuhan. Dengan cepat, seorang pria berbaju kesatria berbadan kekar, membongkar rumah-rumah yang roboh untuk mencari sumber suara. Suara yang ia dengar sekilas dan sangat pelan, membuatnya tidak dapat menentukan di mana asal suara tersebut dengan pasti. Setelah beberapa waktu, ia menemukan seorang anak kecil tertimpa reruntuhan, tidak ada orang lain selain dirinya di sana. Kesatria berambut pirang itu segera mengeluarkan anak yang ia temukan dari posisinya sekarang. “Tim medis!” pekiknya memanggil tim medis yang tengah hilir mudik ke sana kemari membawa para korban. Beberapa dari mereka datang menghampiri pria itu. Membawa anak tersebut ke tenda pengungsian.“Maafkan kami, Ketua. Mereka melarikan diri!” ujar seorang laki-laki yang lebih muda datang menemui sang kesatria sambil berlutut dengan pandangan lurus ke bawah. Wajahnya tampak tidak bersahabat. Alisnya menukik, dia tengah sangat ma
Menapaki jalanan tanpa tujuan, luntang-lantung berkeliaran, menelusuri jalanan yang sama setiap harinya. Anak lelaki itu tampak menyedihkan. Tubuh penuh luka, bahkan beberapa di antaranya membusuk akibat infeksi luka yang ada. Sebagian menatapnya menjijikkan, tetapi yang lainnya merasa iba dan kasihan. Sejak lahir ke muka bumi, ia tidak pernah merasakan ada kehangatan di hatinya. Ibunya telah tiada saat ia baru membuka matanya, sang ayah pergi mengembara tanpa tahu bagaimana kabarnya di sana, meninggalkan seorang anak lelaki mungil yang baru saja terlahir ke dunia.Manusia-manusia baik dengan simpati tinggi, membantunya hingga kini.“Hai Jack!” sapa gadis kecil, sepertinya umurnya sebaya dengan Jack; anak lelaki yang ia sapa barusan.Anak itu hanya berdeham untuk membalas sapaan dari gadis kecil itu.“Dari mana?” tanyanya sembari merangkul Jack. Tubuhnya yang tinggi, sangat me