Suara keras benturan benda begitu nyaring di telinga. Kursi kayu yang tadinya utuh sekarang hancur setelah digunakan untuk menghantam tubuh pria yang terikat di kursi lain dan kini tersungkur di lantai. “Katakan, sebelum habis kesabaranku!” Alaric begitu murka karena Emily terluka. Dia menghajar habis-habisan pria yang berani menusuk istrinya itu. Bara dan Fandy hanya diam di sudut ruangan memandang Alaric mengamuk, sedangkan Billy hanya diam sambil melipat kedua tangan di dada, membiarkan sahabatnya itu meluapkan emosinya. Alaric semakin geram saat tak mendengar jawaban dari mulut pelaku itu. Dia mengambil bekas kursi yang baru saja digunakan menghantam hendak dipakai lagi untuk memukul. “Al, sudah! Kamu bisa membunuhnya!” Billy langsung menahan Alaric. Alaric menoleh ke Billy, lantas melempar kayu itu hingga jatuh tepat di hadapan wajah pelaku. Alaric menatap pelaku yang sudah bersimbah darah di kepala hingga wajah. Dia benar-benar geram karena pelaku itu masih saja diam. “K
“Iblis macam apa yang ada dalam dirimu?” Lena terkejut mendengar ucapan menyakitkan dari mertuanya itu. Dia mengepalkan erat telapak tangan di samping tubuh saat mendengar ucapan Bobby. “Sudah aku bilang, sekali saja kamu berbuat onar lagi maka aku yang akan mengakhirinya. Mulai sekarang, kamu bukan keluarga Byantara lagi. Aku takkan mengakuimu sebagai menantuku lagi!” Bobby bicara dengan sangat tegas setelah cukup lama memikirkan keputusannya itu. “Kelak saat aku mati, kamu takkan mendapat sepeser pun warisan dariku!” Bobby bicara dengan telapak tangan mengepal. “Tapi Gio tetap cucumu!” Lena meninggikan suaranya karena emosi. “Aku tidak pernah mengakuinya!” bentak Bobby karena Lena berani bicara dengan suara keras. “Dia darah daging putramu, bagaimana bisa Papa tak mau mengakuinya?” Lena mengepalkan telapak tangannya erat hingga kuku-kukunya memucat. “Tapi dia bukan anak dari putra keduaku! Dia anak hasil kelicikanmu!” Bobby merasa sakit menusuk dada saat mengingat hal itu. “
Alaric berjalan dengan cepat menuju IGD untuk menemui sang kakek. Saat sampai di sana, dia melihat Mia yang berdiri mematung memandang pintu ruang pemeriksaan. “Ma.” Alaric memanggil sambil berjalan menghampiri sang mama yang menoleh ke arahnya. Mia memandang putranya itu, hingga kemudian memeluk sambil menangis. Alaric sangat terkejut melihat sang mama menangis sampai seperti itu. Dia berpikir jika sang mama menangis karena mencemaskan kondisi Bobby. “Kakek pasti baik-baik saja, Mama jangan cemas,” ucap Alaric menenangkan. Mendengar ucapan Alaric membuat Mia semakin menangis sambil memeluk putranya itu. Alaric pun hanya bisa memeluk sambil mencoba menenangkan kondisi sang mama. Dokter yang baru saja memeriksa Bobby keluar ruangan dan mengatakan jika pria tua itu terkena serangan jantung dan harus mendapatkan penanganan intensif. Bobby dipindah ke ICU, Mia dan Alaric di depan ruangan itu karena Mia masih menangis. “Kenapa Kakek sampai terkena serangan jantung? Apa
“Bagaimana kondisi Kakek?” tanya Emily saat Alaric baru saja masuk ruangan. Alaric terkejut karena Emily ternyata tidak tidur. Dia melirik Billy, hingga sahabatnya itu memilih keluar dari ruangan itu. “Agak buruk, Kakek harus dirawat di ICU untuk memantau kondisinya,” jawab Alaric lantas duduk di kursi yang ada di sana. Emily pun merasa kasihan ke suaminya yang pasti sedih karena kejadian itu. “Kakek pasti baik-baik saja,” ucap Emily. Alaric menatap Emily sambil mengangguk. Dia meraih telapak tangan istrinya, lantas mengecup punggung tangan Emily. “Pria yang menusukmu, apa kamu tahu siapa dia? Kamu ingat wajahnya?” tanya Alaric. Emily menggelengkan kepala menjawab pertanyaan Alaric. “Aku tidak kenal meski melihat wajahnya dengan jelas,” jawab Emily. Alaric diam berpikir, seperti dugaannya jika mungkin saja Gio membayar orang untuk mencelakai Emily. “Apa menurutmu ini ada sangkut-pautnya dengan Gio?” tanya Emily mendadak cemas. Alaric memulas senyum agar Emily tak
Setelah dirawat semalam di ICU, akhirnya Bobby dipindah ke ruang perawatan khusus karena kondisinya yang sudah stabil. Mia masih menemani mertuanya itu. Bobby sudah sadar dan baru saja diperiksa dokter, Mia pun menunggu sampai dokter dan perawat pergi. Bobby menatap Mia yang hanya diam memandangnya. Dia menyadari jika menantunya itu pasti akan menanyakan soal Lena. “Kamu ingin penjelasan?” tanya Bobby saat dokter dan perawat sudah keluar. “Apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa Papa seolah menyembunyikan sesuatu dariku?” tanya Mia langsung meminta penjelasan. Bobby terlihat menarik napas panjang lalu menatap Mia yang menunggu penjelasan darinya. “Aku tahu sudah salah selama ini dengan menyembunyikan sesuatu yang pada akhirnya akan terkuak,” ucap Bobby lantas kembali menghela napas kasar. Mia meremas rok di atas paha saat mendengar ucapan Bobby. Dia yakin jika apa yang dikatakan ayah mertuanya itu akan sangat menyakitkan setelah ini. “Adhikara mandul dan Gio bukanlah anaknya,” uca
“Apa? Kakekmu juga masuk rumah sakit?” tanya Aruna terkejut saat mendengar ucapan Emily. Wanita paruh baya itu langsung menoleh sang menantu yang sedang menuang minum untuk Emily. “Kakek memang punya penyakit jantung, hanya saja sudah lama tidak kambuh jadi Mama agak syok karena tiba-tiba kambuh,” ujar Alaric menjelaskan saat melihat tatapan sang mertua yang seperti menginginkan penjelasan. Aruna mengangguk-angguk mendengar ucapan Alaric. “Kamu sudah nengok kakekmu?” tanya Aruna merasa simpati. “Pagi ini belum, semalam aku memang melihat kondisi Kakek yang harus masuk ICU, tapi pagi tadi Mama bilang sudah dipindah ke ruang inap biasa karena kondisi Kakek sudah stabil,” jawab Alaric. Aruna mengangguk-angguk lagi mendengar jawaban cucunya. “Mamamu pasti menjaga sendirian. Mami ke sana dulu buat lihat, ini makanannya mami kirim sebagian untuk mamamu, ya.” Aruna membayangkan jika besannya itu pasti berjaga sendirian. Alaric saling tatap dengan Emily saat mendengar ucapan mertuanya
Mia pergi ke rumah Lena setelah bisa mengontrol emosinya. Dia benar-benar tak bisa terus diam padahal sudah disakiti begitu dalam.Saat sampai di rumah sang ipar. Mia menemui Lena yang sedang duduk di ruang keluarga, wanita itu sangat terkejut ketika melihat kedatangan Mia.“Setelah semua yang sudah kamu lakukan. Ternyata kamu masih bisa bersikap santai seperti ini.” Mia bicara sambil memberikan tatapan tajam ke Lena.Lena memandang kakak iparnya itu. Dia bersikap tenang seolah tak merasa bersalah sama sekali.“Kenapa kamu datang-datang langsung marah. Aku belum sempat menjenguk Papa karena tak mau memperburuk kondisinya,” ucap Lena berpura seolah tak terjadi apa pun dan tanpa rasa bersalah.Mia sangat emosi mendengar ucapan Lena. Wanita berumur hampir 60 tahun itu meraih cangkir berisi teh di meja, lantas menyiramkan ke wajah sang adik ipar.“Mia!” teriak Lena syok dengan yang dilakukan Mia.“Kamu pikir aku bodoh? Kamu pikir aku tidak tahu dengan apa yang sudah kamu lakukan? Bahkan m
“Masih tidak ada kabar soal pelaku yang menyerangku?” tanya Emily sambil menatap Alaric yang hendak menyuapinya.Ini sudah beberapa hari semenjak kejadian Emily diserang, sampai saat ini Emily tak mendapat kabar apa pun soal pelakunya.Alaric diam memandang sendok yang dipegang saat mendengar pertanyaan Emily. Dia lantas menatap istrinya yang menunggu jawabannya kemudian tersenyum.“Belum,” jawab Alaric, “kamu jangan mencemaskan apa pun. Aku tidak akan membiarkan siapa pun lagi menyakitimu,” ucap Alaric lantas menyodorkan suapan ke Emily.Emily memulas senyum mendengar kalimat menenangkan dari suaminya itu. Dia pun membuka mulut lebar untuk menerima suapan dari Alaric.“Jika kondisimu membaik, mungkin besok sudah diperbolehkan pulang,” ucap Alaric sambil menyuapi Emily lagi.“Syukurlah, aku sudah bosan terlalu lama di sii. Kamu juga pasti harus segera kembali ke perusahaan juga,” balas Emily setelah mengunyah makanan di mulut.“Kamu mau pulang ke rumah Mami?” tanya Alaric tiba-tiba me