“Bagaimana kondisi Kakek?” tanya Emily saat Alaric baru saja masuk ruangan. Alaric terkejut karena Emily ternyata tidak tidur. Dia melirik Billy, hingga sahabatnya itu memilih keluar dari ruangan itu. “Agak buruk, Kakek harus dirawat di ICU untuk memantau kondisinya,” jawab Alaric lantas duduk di kursi yang ada di sana. Emily pun merasa kasihan ke suaminya yang pasti sedih karena kejadian itu. “Kakek pasti baik-baik saja,” ucap Emily. Alaric menatap Emily sambil mengangguk. Dia meraih telapak tangan istrinya, lantas mengecup punggung tangan Emily. “Pria yang menusukmu, apa kamu tahu siapa dia? Kamu ingat wajahnya?” tanya Alaric. Emily menggelengkan kepala menjawab pertanyaan Alaric. “Aku tidak kenal meski melihat wajahnya dengan jelas,” jawab Emily. Alaric diam berpikir, seperti dugaannya jika mungkin saja Gio membayar orang untuk mencelakai Emily. “Apa menurutmu ini ada sangkut-pautnya dengan Gio?” tanya Emily mendadak cemas. Alaric memulas senyum agar Emily tak
Setelah dirawat semalam di ICU, akhirnya Bobby dipindah ke ruang perawatan khusus karena kondisinya yang sudah stabil. Mia masih menemani mertuanya itu. Bobby sudah sadar dan baru saja diperiksa dokter, Mia pun menunggu sampai dokter dan perawat pergi. Bobby menatap Mia yang hanya diam memandangnya. Dia menyadari jika menantunya itu pasti akan menanyakan soal Lena. “Kamu ingin penjelasan?” tanya Bobby saat dokter dan perawat sudah keluar. “Apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa Papa seolah menyembunyikan sesuatu dariku?” tanya Mia langsung meminta penjelasan. Bobby terlihat menarik napas panjang lalu menatap Mia yang menunggu penjelasan darinya. “Aku tahu sudah salah selama ini dengan menyembunyikan sesuatu yang pada akhirnya akan terkuak,” ucap Bobby lantas kembali menghela napas kasar. Mia meremas rok di atas paha saat mendengar ucapan Bobby. Dia yakin jika apa yang dikatakan ayah mertuanya itu akan sangat menyakitkan setelah ini. “Adhikara mandul dan Gio bukanlah anaknya,” uca
“Apa? Kakekmu juga masuk rumah sakit?” tanya Aruna terkejut saat mendengar ucapan Emily. Wanita paruh baya itu langsung menoleh sang menantu yang sedang menuang minum untuk Emily. “Kakek memang punya penyakit jantung, hanya saja sudah lama tidak kambuh jadi Mama agak syok karena tiba-tiba kambuh,” ujar Alaric menjelaskan saat melihat tatapan sang mertua yang seperti menginginkan penjelasan. Aruna mengangguk-angguk mendengar ucapan Alaric. “Kamu sudah nengok kakekmu?” tanya Aruna merasa simpati. “Pagi ini belum, semalam aku memang melihat kondisi Kakek yang harus masuk ICU, tapi pagi tadi Mama bilang sudah dipindah ke ruang inap biasa karena kondisi Kakek sudah stabil,” jawab Alaric. Aruna mengangguk-angguk lagi mendengar jawaban cucunya. “Mamamu pasti menjaga sendirian. Mami ke sana dulu buat lihat, ini makanannya mami kirim sebagian untuk mamamu, ya.” Aruna membayangkan jika besannya itu pasti berjaga sendirian. Alaric saling tatap dengan Emily saat mendengar ucapan mertuanya
Mia pergi ke rumah Lena setelah bisa mengontrol emosinya. Dia benar-benar tak bisa terus diam padahal sudah disakiti begitu dalam.Saat sampai di rumah sang ipar. Mia menemui Lena yang sedang duduk di ruang keluarga, wanita itu sangat terkejut ketika melihat kedatangan Mia.“Setelah semua yang sudah kamu lakukan. Ternyata kamu masih bisa bersikap santai seperti ini.” Mia bicara sambil memberikan tatapan tajam ke Lena.Lena memandang kakak iparnya itu. Dia bersikap tenang seolah tak merasa bersalah sama sekali.“Kenapa kamu datang-datang langsung marah. Aku belum sempat menjenguk Papa karena tak mau memperburuk kondisinya,” ucap Lena berpura seolah tak terjadi apa pun dan tanpa rasa bersalah.Mia sangat emosi mendengar ucapan Lena. Wanita berumur hampir 60 tahun itu meraih cangkir berisi teh di meja, lantas menyiramkan ke wajah sang adik ipar.“Mia!” teriak Lena syok dengan yang dilakukan Mia.“Kamu pikir aku bodoh? Kamu pikir aku tidak tahu dengan apa yang sudah kamu lakukan? Bahkan m
“Masih tidak ada kabar soal pelaku yang menyerangku?” tanya Emily sambil menatap Alaric yang hendak menyuapinya.Ini sudah beberapa hari semenjak kejadian Emily diserang, sampai saat ini Emily tak mendapat kabar apa pun soal pelakunya.Alaric diam memandang sendok yang dipegang saat mendengar pertanyaan Emily. Dia lantas menatap istrinya yang menunggu jawabannya kemudian tersenyum.“Belum,” jawab Alaric, “kamu jangan mencemaskan apa pun. Aku tidak akan membiarkan siapa pun lagi menyakitimu,” ucap Alaric lantas menyodorkan suapan ke Emily.Emily memulas senyum mendengar kalimat menenangkan dari suaminya itu. Dia pun membuka mulut lebar untuk menerima suapan dari Alaric.“Jika kondisimu membaik, mungkin besok sudah diperbolehkan pulang,” ucap Alaric sambil menyuapi Emily lagi.“Syukurlah, aku sudah bosan terlalu lama di sii. Kamu juga pasti harus segera kembali ke perusahaan juga,” balas Emily setelah mengunyah makanan di mulut.“Kamu mau pulang ke rumah Mami?” tanya Alaric tiba-tiba me
Alaric pulang ke rumah setelah mengantar Emily ke rumah orang tuanya. Dia pamit hendak pulang sebentar mengambil sesuatu, tapi sebenarnya ingin menemui sang mama. “Katanya Emi pulang hari ini, kenapa kamu pulang sendiri?” tanya Mia ketika melihat Alaric datang sendiri. “Emi ingin di rumah orang tuanya selama pemulihan, aku rasa itu baik untuk kesehatan tubuh dan mentalnya pasca kejadian yang menimpanya,” ujar Alaric menjelaskan. Mia agak kecewa karena Emily tidak pulang ke rumah itu, tapi karena mendengar alasan Alaric, membuat Mia mencoba memaklumi. “Di mana Kakek?” tanya Alaric karena belum melihat sang kakek semenjak pria tua itu diperbolehkan pulang. “Ada di kamarnya,” jawab Mia dengan ekspresi wajah berubah. Tampaknya wanita itu masih kecewa dengan fakta yang baru diketahuinya. Alaric melihat perubahan sikap sang mama, padahal biasanya sang mama akan antusias jika itu menyangkut soal Bobby atau dirinya, tapi sekarang sikap Mia sangatlah berubah. “Oh ya, Mama jadi ke tempa
Mobil Alaric terus melaju menuju ke suatu tempat. Jalanan yang mereka lewati semakin tampak sepi, kanan kiri terlihat hamparan tanah lapang dengan pepohonan yang berjejer di sisi kanan kiri jalan yang dilewati. Setelah menempuh perjalanan cukup jauh, mereka akhirnya sampai di sebuah pemakaman umum. Alaric dan Mia pun turun dari mobil. Mia membawa bunga mawar putih yang dibelinya saat di perjalanan tadi. Alaric menggandeng tangan sang mama saat keduanya berjalan masuk ke pemakaman umum. Mereka berjalan di antara makam yang terlihat bersih dengan rumput yang menutupi tanah. Hingga mereka berhenti di salah satu makam yang tampak bersih dari rumput liar atau daun kering. Tertulis nama di sana ‘Queenza Byantara.’ Batu nisan milik mendiang adik Alaric yang meninggal 13 tahun lalu, tepat setelah ulang tahun sang adik karena sebuah tragedi. Mia berjongkok di samping batu nisan. Dia meletakkan bunga yang dibawa, lantas mengusap batu nisa itu. “Mama datang, Queen. Maaf karena sudah sanga
“Mertuamu seperti sedang banyak pikiran, ya?” tanya sang mami saat mengantar makanan ke kamar Emily.Emily menatap sang mama yang baru saja bertanya.“Entah, Al juga bilang kalau Mama sepertinya banyak pikiran, hanya saja saat menemuiku, Mama bersikap biasa, karena itu aku kurang paham,” jawab Emily.Aruna duduk di tepian ranjang, lantas memberikan makan siang untuk putrinya itu.“Waktu mama menemuinya. Mertuamu seperti sangat sedih. Aku mau tanya ke suamimu, tapi takut kalau menyinggung,” ujar Aruna penasaran.Emily mendengarkan sambil makan.“Mungkin Mama sedang banyak pikiran saja, Mi. Lihat aku kena musibah, Kakek penyakitnya kambuh. Siapa yang tidak kepikiran dan panik,” ujar Emily mencoba berpikir positif.Andai ada masalah, Emily yakin suaminya akan cerita.“Iya juga, ya. Berarti mami saja yang banyak pikiran karena cemas,” ucap Aruna.Emily mengangguk-angguk mendengar ucapan sang mami.“Kemarin papimu pergi ke kantor polisi, tanya soal laporan penyerangan. Tapi polisi masih be