***Kevin langsung memeluk istrinya, membuat Sarah akhirnya harus menghentikan sandiwaranya yang dari tadi pura-pura tidur. Sarah menatap hangat lelaki itu, di sorot matanya terpancar rasa bahagia yang diliputi dengan haru."Sayang, terima kasih," bisik Kevin, mengecup kening Sarah."Ini sudah rezeki dari Allah. Jika DIA menghendaki, maka sudah jadi ketetapan-Nya. Kita harus patut bersyukur, karena Allah langsung memberi amanah pada kita," ucap Sarah.Lalu Kevin berbaring di sisi istrinya dan ia memeluk erat serta membelai lembut rambut Sarah. "Sayang, pantas saja kamu akhir-akhir ini mudah marah dan juga gampang cemburuan, ternyata itu efek dari jabang bayi yang ada di dalam kandunganmu saat ini.""Apa kalau wanita hamil memang begitu?" tanya Sarah sambil menengadah ke atas untuk melihat wajah suaminya."Tidak selalu, tapi terkadang ada kasus yang seperti itu. Apa kamu merasa badanmu kaku atau ada perubahan lain?""Badan aja sih. Jadi mudah lelah dan kadang tidak suka sama bau masaka
***Shopia langsung merangkul dan memeluk Sarah. Anak itu sangat rindu dengan ibu sambungnya, padahal mereka hanya sehari tidak bertemu. Berbeda dengan Kevin yang sudah seminggu lebih tidak bertemu dengannya. Shopia lebih dahulu memeluk dan menghampiri Sarah daripada ayahnya.“Nak, kenapa hanya memeluk Bunda saja? Kamu tidak kangen sama Papi?” tanya Kevin, menatap wajah anak gadisnya dengan penuh harap.“Kangen sih, Pi. Tapi, kalau sama Bunda itu kangennya tidak tertahankan. Sudah dua bulan kan, Shopia sama Bunda terus, nah kemarin pas Bunda enggak ada itu seperti ada yang hilang,” sahut Shopia masih dengan posisi memeluk Sarah.“Sama Papi sudah lama enggak ketemu loh, Nak. Masa Papi enggak dipeluk juga. Papi juga mau dipeluk sama anak Papi yang sebentar lagi mau jadi kakak,” ucap Kevin terus saja membujuk anaknya.Kedua mata Shopia langsung membulat sempurna. “Shopia mau jadi kakak?” tanyanya dengan senang. Lalu ia melirik ke arah Sarah. “Bunda, Shopia mau punya adik?”Sarah mengangg
***Nisa tersenyum saat membaca pesan dari lelaki itu. Lelaki itu pertama kali mengirim pesan atas inisiatifnya sendiri. Sean memang sangat kaku dan juga dingin, selama ini hanya dirinya yang sering mengirim pesan terlebih dahulu.Hari ini, petualangannya di Suku Baduy selesai. Ia masih ingin memanjakan dirinya. Nisa sudah memesan mobil travel untuk ke Bandung. Hari ini memang ia berencana ke Bandung dan sudah menyewa apartemen di sana. Nisa menyewa satu bulan penuh. Sesekali jika ia kangen dengan Jakarta, maka ia akan pulang. Bagaimanapun, jarak Bandung-Jakarta tidak terlalu jauh.Akhirnya Nisa sampai di apartemen yang disewanya, ia menyewa apartemen yang berada di Maribaya, Lembang. Nisa ingin suasana yang tetap asri dan hening. Saat perutnya lapar, ia keluar mencari makan. Beruntung di seberang apartemen ada tempat makanan yang berjajar. Ia memilih coffee shop dan memesan Flavoured Latte dan lasagna.Tiba-tiba ada seseorang yang menghampirinya dan menyapanya. "Nisa," sapanya dengan
***Sean menghampiri pamannya, melihat pamannya sedang mencari sesuatu.“Apa barang yang Paman cari sudah ketemu?” tanya Sean.“Sepertinya sudah tidak ada, Paman lupa menyimpannya,” jawab Vino sambil terkekeh.Sean merasa curiga dengan gelagat pamannya itu.“Kalau begitu, Paman pulang dulu,” ucap Vino, dan detik itu, ia langsung menodongkan senjata api dan melepaskan peluru. Tapi Sean sangat gesit. Peluru itu tidak tepat mengenainya. Tanpa menunggu lagi, Vino melepaskan pelurunya lagi. Suara desingan senjata api sangat menggema di ruangan.Sean langsung meringkus lengan Vino dengan mudah, membuat pamannya itu meringis kesakitan.“Apa Paman mau mencoba bermain denganku?” Sean berkata sinis, sambil mengunci tangan dan kepala Vino.“Kamu anak sialan! Beraninya kamu merebut semua yang menjadi milikku!” umpat Vino.“Milikmu?” tanya Sean, lalu tertawa keras. “Semua itu bukan milikmu, Paman. Semua yang kau sempat nikmati itu adalah milik orang tuaku, milik kami!”“Kalian harus mati! Kenapa k
***Sarah akhirnya mau diperiksa setelah ia menolak karena ingin menemani suaminya. Ia luluh karena ada flek darah yang keluar akibat dorongan Vino. Sebenarnya ia ingin menemani Kevin dan juga kakaknya, merasa bersalah karena kekonyolannya membuat kedua lelaki itu terkena timah panas yang hampir membahayakan nyawa mereka.Dokter obgyn menyarankan Sarah untuk istirahat dan tidak banyak pikiran. Kandungannya tidak mengalami masalah serius. Ia menghela napas, sadar bahwa ia harus tetap tenang demi janin di dalam rahimnya.Nisa langsung menghampiri Sarah yang terbaring dengan wajah pucat. Sahabatnya itu dipeluk olehnya, membuat air mata Sarah jatuh lagi.“Sudah, tidak apa-apa. Ada aku, jangan takut,” ucap Nisa, menepuk-nepuk pelan pundak Sarah agar tenang.“Gara-gara aku, kakak dan suamiku terluka,” isak Sarah, menyesali apa yang terjadi.“Jangan menangis! Mereka melakukan itu untuk melindungimu. Jika kamu terus menyalahkan dirimu, mereka akan kecewa,” ucap Nisa.“Iya, aku tidak boleh ter
***Sarah akhirnya diizinkan untuk menjenguk Kevin. Ia memaksa dokter dan perawat, dan mereka mengizinkannya dengan syarat bahwa ia harus tenang dan tidak terlalu lama.Sarah masuk ke kamar rawat Kevin diantar oleh Nisa dengan menggunakan kursi roda. Lelaki itu masih tertidur."Kamu pergi saja, nanti kalau sudah selesai aku chat kamu buat jemput aku," pinta Sarah."Oke. Aku mau ke apartemen sebentar , aku belum mandi dan ganti baju. Nanti si Handsome jadi illfeel," kelakar Nisa yang disambut tawa ringan oleh Sarah.Setelah sahabatnya undur diri, Sarah turun dari kursi roda, lalu ia duduk di sisi ranjang suaminya. Ia memandang wajah rupawan yang sedang memejamkan matanya. Sarah baru menyadari bahwa selama ini bulu mata suaminya itu sangat lentik dan lebat. Ia tersenyum, menikmati mahakarya yang Tuhan ciptakan itu.Dibelainya lembut wajah suaminya. Namun beberapa detik berlalu, tangannya malah dipegang oleh Kevin, dan lelaki itu membuka matanya, membuat Sarah terkejut."Maaf, Hubby. Gar
***Sean mendatangi pemakaman Vino, ditemani oleh Isamu. Kemarin, asistennya memberitahukan bahwa anak Vino akan menyelidiki kasus kematian ayahnya yang tidak wajar dan menuduh Sean sebagai pelaku pembunuhan terencana. Bahkan, anak sulung Vino, Eric, sudah menyewa puluhan pengacara untuk menyelidikinya, membuat Sean harus bertindak lebih cepat.Setelah acara pemakaman selesai, terlihat Miranda dan Adisty masih berselimut duka. Sean menghampiri mereka berdua.“Tante, Adisty. Saya turut berduka cita. Saya tidak menyangka Paman Vino pergi secepat ini,” kata Sean sambil memeluk Miranda.“Tante juga tidak menyangka. Tante tidak tahu kalau Pamanmu itu ternyata mencairkan giro di bank. Kami tidak pernah diberitahunya tentang masalah giro,” Miranda masih kalut.“Kamu masih punya nyali datang ke sini, hah!” Eric datang dengan wajah tidak suka.“Saya datang ke pemakaman Paman saya sendiri. Apa ada yang salah?” tanya Sean, mencoba tenang.“Sandiwaramu sangat rapi. Kamu bisa tenang hari ini, tapi
***Kevin menyuapi Sarah pagi ini sebelum ia berangkat ke kantor. Mereka sudah kembali ke rumah sejak kemarin. Sarah tidak mau makan dan setiap makanan yang dimakan pasti dikeluarkan lagi. Emosinya pun kadang berubah-ubah. Terkadang, ia sangat pengertian, terkadang sangat cemburuan. Mendengar suara wanita di ujung telepon pun, Sarah bisa langsung memasang wajah masam pada Kevin. Hal ini membuat Kevin mengakhiri panggilannya lebih cepat. Padahal, ia menelepon sekretarisnya dan membicarakan pekerjaan. Namun, istrinya tidak percaya dan terus saja mengungkit masalah Violet. Dengan kekuatan analisis perempuan yang cepat, Sarah menjabarkan satu per satu tentang pentingnya kejujuran dalam pernikahan. Kevin hanya mengiyakan apa yang istrinya katakan. Ia tidak mau membantah lagi. Semakin ia bantah atau jawab, maka perang akan semakin sengit. Satu-satunya jalan agar damai adalah mengalah, itu prinsipnya saat ini.“Aku pergi ke kantor dulu ya, Sayang. Nanti, kalau ada apa-apa langsung hubungi ak