***Kevin menyuapi Sarah pagi ini sebelum ia berangkat ke kantor. Mereka sudah kembali ke rumah sejak kemarin. Sarah tidak mau makan dan setiap makanan yang dimakan pasti dikeluarkan lagi. Emosinya pun kadang berubah-ubah. Terkadang, ia sangat pengertian, terkadang sangat cemburuan. Mendengar suara wanita di ujung telepon pun, Sarah bisa langsung memasang wajah masam pada Kevin. Hal ini membuat Kevin mengakhiri panggilannya lebih cepat. Padahal, ia menelepon sekretarisnya dan membicarakan pekerjaan. Namun, istrinya tidak percaya dan terus saja mengungkit masalah Violet. Dengan kekuatan analisis perempuan yang cepat, Sarah menjabarkan satu per satu tentang pentingnya kejujuran dalam pernikahan. Kevin hanya mengiyakan apa yang istrinya katakan. Ia tidak mau membantah lagi. Semakin ia bantah atau jawab, maka perang akan semakin sengit. Satu-satunya jalan agar damai adalah mengalah, itu prinsipnya saat ini.“Aku pergi ke kantor dulu ya, Sayang. Nanti, kalau ada apa-apa langsung hubungi ak
***Kevin datang ke kantornya agak telat. Ia dan sekretaris barunya telat karena makan siang di luar kantor. Kevin datang tergesa-gesa dan menyapa Nancy, lalu diikuti oleh sekretaris barunya masuk ke ruangannya.Nancy melihat arloji di tangannya. Waktu menunjukkan jam setengah empat sore dan Sarah dari siang menunggu di ruangan kerja Kevin. Ia menghela napas. “Pasti ada perang dunia ketiga nanti, apalagi perang dengan calon ibu muda yang emosinya turun-naik,” gumamnya.Di ruangannya, Kevin duduk di sofa bersebelahan dengan Intan. Mereka sedang membahas meeting tadi siang dan mencoba memperbaiki apa yang salah saat tadi dibahas oleh kliennya.“Sepertinya, Pak Fendi sengaja mencari kekurangan pada perusahaan kita, Pak,” ucap Intan.“Saya tahu,” jawab Kevin.“Loh, Bapak tahu? Tapi kenapa Pak Kevin diam saja dan tidak mematahkan argumennya?” tanya Intan.“Karena tujuannya bukan untuk merusak kerja sama,” balas Kevin.“Lalu kalau bukan untuk itu, tujuannya apa?”“Kamu.”“Saya?” tanya Intan
***Sean langsung mengambil kotak cokelat yang diberikan Nisa dan membukanya. Wajahnya langsung bersemu merah karena cokelat berbentuk hati itu membuatnya tersipu malu. Ia memakan cokelat tersebut dan mood-nya yang sebelumnya sedang kesal langsung membaik.Sean kesal karena Eric dengan terang-terangan meminta dukungan dari jajaran direksi untuk menggantikan Vino. Ia tidak akan membiarkan lelaki itu dengan mudah mendapatkan posisi tersebut. Sean harus banyak mengumpulkan bukti kecurangan Eric agar posisi wakil direktur tidak bisa ia dapatkan. Kalau bisa, ia akan menendang lelaki itu dari perusahaan.Pintu diketuk dan ia melihat Eric datang dengan seringainya.“Tadi kekasihmu datang kemari untuk memberimu cokelat itu? Kalian sangat manis sekali,” ucapnya tanpa malu langsung duduk di sofa.“Kamu ada urusan apa lagi?” tanya Sean tanpa basa-basi.“Sebentar lagi, aku akan duduk di kursi itu. Nikmati saja hari-hari terakhirmu di sana,” sindir Eric.Sean tertawa. Ia sungguh tak menyangka bahw
***Sean langsung menarik lengan Nisa. Nisa hanya bisa menatap lelaki itu dengan tatapan bingung. Ia tak kuasa juga menolaknya. Pintu mobil depan Sean dibuka dan Sean menyuruh Nisa masuk, tapi perempuan itu agak ragu.“Kenapa?” tanya Sean.“Aku bawa mobil,” jawab Nisa.“Tinggalkan saja di sini. Biar nanti anak buahku yang mengambil mobilmu,” ucap Sean datar.Nisa seperti terhipnotis. Ia langsung saja masuk ke mobil. Ia juga tidak tahu kenapa lelaki itu seperti menghipnotisnya. Bukankah selama ini ia tidak pernah mau ditekan ataupun diperintah? Tapi, Sean. Lelaki itu sangat berbeda. Nisa merasakan ada kebahagiaan tersendiri saat patuh pada lelaki itu.Apakah ini definisi yang orang lain katakan bucin alias budak cinta? Tidak! Nisa tidak mau diperbudak cinta. Pasti bukan itu alasannya. Mungkin saja lelaki itu sangat unik dan membuatnya merasa penasaran.Mobil melaju ke arah yang berbeda, bukan ke arah menuju apartemennya. Ia merasa heran, Sean mau mengajaknya ke mana.“Ini bukan ke arah
***Kevin langsung memeluk Sarah dari belakang. Istrinya itu sedang sibuk menyiapkan sarapan. Sarah tak banyak bicara, ia hanya diam dan tak mempedulikan kehadiran Kevin.“Sayang, sudah dong ngambeknya,” pinta Kevin sambil meletakkan dagunya di atas bahu kanan Sarah.Tak ada jawaban apapun dari Sarah.“Sayang, aku minta maaf. Coba aku harus melakukan apa lagi untukmu, agar kamu bisa memaafkan aku?” tanya Kevin dengan lembut.“Kamu jauh-jauh dariku,” sahut Sarah.“Apa? Kok kamu gitu sih, Sayang,” Kevin berkata pelan. Ia mana bisa jauh dari istrinya itu.“Aku mau nyiapin sarapan buat Sophia. Lepasin dulu!” pinta Sarah. Tangan suaminya dari tadi terus saja melingkar di pinggangnya.“Asal maafin aku dulu,” Kevin mengajukan syarat.“Kenapa harus minta maaf? Kamu merasa ada salah?” tanya Sarah dengan nada kesal.“Iya. Aku salah sama kamu. Aku tidak langsung mengangkat telepon darimu,” jawab Kevin. Ia tidak akan membela diri di depan Sarah. Mau alasannya benar pun, pasti di mata istrinya itu
***Eric tersenyum puas saat menerima telepon dari pengacaranya tentang perkembangan kasus kematian mendiang papanya yang tidak wajar.Eric segera memanggil Miranda dan Adisty.“Ada apa sih, Kak? Teriak-teriak manggil kita, kayak kita menang lotre aja,” kesal Adisty.“Kita bahkan mendapatkan jackpot,” kata Ericngan girang.“Maksud kamu?” tanya Miranda.“Kita sebentar lagi akan kembali menghuni rumah mewah itu lagi,” sahut Eric senang.“Kok bisa?” tanya Miranda penasaran.“Bisa dong, Ma. Tadi pengacaraku mengatakan bahwa ada kejanggalan dalam kasus kematian papa dan polisi sudah mulai menyelidikinya,” jawab Eric.“Apa Yuta pelakunya?” tanya Miranda kaget. Eric mengangguk sambil tersenyum penuh kemenangan.“Masa Kak Yuta berbuat seperti itu sih, Kak?” tanya Adisty, masih tidak percaya.“Dia memang orang yang
***Setelah diperiksa selama tujuh jam di kantor polisi, Sean diperbolehkan pulang. Ia masih ditetapkan sebagai saksi. Sean langsung pergi ke rumah Kevin untuk menemui keluarganya dan menenangkan Sarah agar tidak terlalu khawatir padanya.“Ojisan sudah bertindak?” tanya Sean pada asistennya.“Sudah, Tuan. Mr. Isamu bahkan berkata, jika mau malam ini bisa langsung membuat Eric terdesak,” jawab asistennya.“Tidak perlu! Aku ingin bersenang-senang dulu dengan mereka. Aku ingin membiarkan mereka tidur tenang malam ini. Tidur yang tenang untuk terakhir kalinya,” Sean berkata datar.Setelah sampai di rumah adik iparnya, Sean langsung masuk dan disambut pelukan hangat oleh adiknya.“Kak, apa semua akan baik-baik saja?” tanya Sarah, dengan mendung kesedihan yang menyelimuti wajahnya.Sean tersenyum, lalu ia mencubit pipi Sarah dengan gemas. “Seperti yang kamu lihat. Kakak baik-baik saja da
***Malam ini, Sean gelisah. Bukan karena kasusnya, tetapi karena mengetahui bahwa Nisa berbicara dengan Eric. Ia tidak menyangka bahwa Nisa mengenal Eric dan mengapa gadis itu tidak berbicara padanya tentang hal ini.Melihat kakaknya gelisah, Sarah menghampiri Sean.“Ada apa, Kak?” tanya Sarah sambil duduk di sebelah Sean.“Tidak apa-apa,” balas Sean lembut. “Kenapa belum tidur? Sudah larut,” kata pria itu menatap adiknya hangat.“Aku lagi nunggu suamiku, Kak. Aku enggak bisa tidur kalau enggak peluk dia,” jawab Sarah.Sean tersenyum. Adiknya, semenjak hamil, memang sangat manja dan juga selalu gampang cemburuan. “Tidurlah, sepertinya Kevin tidak akan pulang malam ini.”“Loh, kenapa dia tidak pulang?” tanya Sarah terkejut.“Untuk menyiapkan berita heboh untuk esok pagi,” jawab Sean dengan senyum.“Berita tentang apa?” tanya S