***"Sayang, sini! Sarapannya sudah siap," panggil Sarah.Kevin menghampiri wanita itu yang sedang sibuk menyiapkan sarapan pagi untuknya."Bagaimana, tidurmu nyenyak kan?" tanya Kevin sambil duduk mengambil sarapannya.Sarah mengangguk. "Sangat nyenyak dan tidak mimpi buruk lagi. Sepertinya kamu harus selalu ada di sampingku," jawab Sarah dengan senyum merekah."Sebentar lagi kita akan tidur bareng terus. Aku bahkan akan menguncimu di dalam kamar nantinya," Kevin mengedipkan sebelah matanya."Mana bisa setiap hari kita tidur bareng terus? Setelah kita menikah, bukankah kamu harus tinggal di Singapura?" tutur Sarah sambil memanyunkan bibirnya."Kamu harus ikut ke mana pun denganku. Kamu kan sudah tidak bekerja, aku ingin terus di dekatmu.""Tidak," balas Sarah cepat, membuat Kevin melirik ke arahnya."Kenapa?" tanya Kevin dengan tatapan penuh tanya."Kalau aku ikut kamu ke Singapura, nanti Shopia di sini sama siapa?" Sarah menjelaskan alasannya dengan singkat."Ada Zeline," jawab Kev
***Sean menghancurkan kamera seorang lelaki yang dari tadi membuntuti Kevin dan Sarah. Wajah lelaki itu kini babak belur dihajar oleh Sean."Sekali lagi kamu tak mengakui siapa kamu, bukan hanya kamera ini saja yang hancur tapi kamu juga akan bernasib sama," ancam Sean membuat lelaki itu gemetar ketakutan."Saya... saya hanya wartawan infotainment," lelaki itu menjawab dengan gugup.Sean tentu saja bukan manusia bodoh yang gampang percaya dengan satu alasan itu. Ia sangat pintar dan juga tahu gerak-gerik orang yang sedang berbohong.Sean menarik kerah kemeja lelaki itu dan dengan penuh amarah berkata, "Aku tahu kamu bukan wartawan. Dalam waktu tiga puluh menit aku bisa menghancurkanmu, dan besoknya keluargamu akan ikut menyusulmu," ancam Sean dengan senyum seringainya.Ancaman Sean membuat lelaki itu ketakutan. Ia sadar bahwa itu bukan ancaman kosong. Lelaki itu bisa merasakan aura monster yang tak punya hati ketika melihat sosok Sean."A-aku hanya disuruh saja," ucap lelaki itu deng
Sudah lama mendung menyelimuti langit bahagiaku. Aku lupa bagaimana pelangi datang dan bagaimana matahari bisa membuat hariku cerah. Aku hanya mengumpulkan luka, menjadikannya pekat. Aku tak ingin membuka kembali ingatan luka masa lalu, karena itu hanya membuat aku meragukan tujuan hidupku.***Hansen menerima banyak panggilan telepon hari ini, dan banyak wartawan menunggu di depan rumahnya. Beredar bukti bahwa Hansen memiliki bisnis ilegal yang merugikan negara dan keterlibatannya dalam kasus suap pada pejabat lima tahun lalu agar memenangkan proyek di Bali. Bahkan, kisruh keluarganya pun ramai tersebar, termasuk terkuaknya wajah ibu kandungnya. Hal ini membuat Hansen semakin gelisah.Hansen tak ingin siapapun mengusik ibunya, tidak mau ibunya jadi bahan konsumsi publik. Pintu kamarnya diketuk, asistennya masuk dengan wajah tegang."Ada apa?" tanya Hansen, seolah mengerti ada hal berat yang akan disampaikan."Harga saham kita anjlok, Tuan. Ayah Tuan di Inggris terus menghubungi saya,
***Sean terus saja berdiam diri, tak menggubris semua panggilan masuk yang terus berdering. Ia telah merapikan semua dokumen informasi tentang Sarah dalam satu map untuk diserahkan pada Kevin.Sean menghela napas berat ketika melihat sebuah nama tertera di layar ponselnya. Nama yang membuatnya menangis lagi, menangis karena kerinduan yang dulu sangat ia benci untuk merasakannya.Sean tak menggubris panggilan masuk dari wanita itu, ia sungguh tak sanggup untuk saat ini bertemu dengan wanita itu meski hanya mendengar suaranya. Ia mematikan ponselnya dan memutuskan akan ke Jepang hari ini. Ia ingin semuanya jelas dan bertanya pada Isamu. Sean tahu pasti Ojisan-nya itu mengetahui fakta dan jawaban dari semua pertanyaannya."Saat ini aku tak ingin bertemu denganmu, maafkan aku. Tapi, aku akan menjagamu meski aku jauh darimu. Aku akan menempatkan seseorang untuk memantau dan melindungimu," lirih Sean dengan menitikkan air mata.Di Penthouse, Sarah terus menghubungi Sean. Lelaki itu hari in
***Sarah menatap layar televisi tanpa berkedip. Hansen kini menjadi topik hangat pemberitaan. Ia terus menyimak berita itu dengan serius. Hansen tak menjawab setiap pertanyaan dari wartawan, hanya membalas dengan senyuman. Namun, ketika ada wartawan yang menanyakan perihal ibu kandungnya, senyumannya berubah menjadi amarah.Sarah merasa terenyuh, bukan karena kemarahan yang ditunjukkan lelaki itu, tetapi ada kesedihan di sorot matanya.Sarah tak bisa berbuat apa-apa, hanya mendoakan semoga semuanya baik-baik saja. Lift terbuka dan Kevin masuk menghampiri Sarah yang masih tidak sadar akan kedatangannya."Sayang," sapa Kevin, membuat Sarah menoleh ke arahnya dan terperanjat kaget."Kenapa kamu sudah datang?" tanya Sarah dengan polosnya.Kevin mengernyitkan kening, merasa aneh dengan pertanyaan Sarah. "Kamu tidak suka aku datang?""Suka! Tapi tumben kamu datang bukan di hari Sabtu?" tanya Sarah."Karena aku khawatir sama kamu.""Khawatir kenapa? Kan ada Sean yang menjagaku," ujar Sarah.
***"Sean!" panggil Sarah dengan senang, senyumnya mengembang saat ia melihat Sean mendekat.Lelaki itu tersenyum hangat, sorot matanya melembut saat menatap Sarah. Wanita itu langsung menghampirinya dan secara refleks memeluk Sean. Sarah tidak menyadari hal itu, tetapi Sean tersenyum penuh arti saat mendapatkan pelukan itu."Kamu kenapa tidak memberi kabar padaku?" tanya Sarah protes sambil memanyunkan bibirnya."Kemarin mendadak ada urusan yang harus aku selesaikan," jawab Sean."Setidaknya kamu harus bilang padaku! Kamu membuatku khawatir," ujar Sarah."Maaf, aku tidak bermaksud membuatmu khawatir," ucap Sean merasa bersalah."Kamu itu pilih kasih! Ke Kevin bilang, kenapa sama aku tidak? Kamu sebenarnya malas kan sama aku?" Sarah menatap Sean dengan sebal."Bukan pilih kasih. Kamu dan Tuan Kevin sama-sama penting. Ke depannya, kamu akan menjadi orang pertama yang akan aku kasih tahu duluan," janji Sean.Sarah menarik lengan Sean agar mengikutinya dan menuntunnya untuk duduk. Lelaki
Aku tidak mengingat ingatan itu, tetapi semua kenangan dalam mimpi itu seolah memberi tanda bahwa aku pernah mempunyai selembar cerita yang belum selesai. Kenangan itu kembali hadir, berteriak memanggil namaku, seolah ingin aku memungutnya dan memeluknya.***Kurang lebih seminggu lagi mereka akan berangkat ke Jepang. Sarah tertidur pulas bersandar di kursi sebelah kemudi. Sean melirik ke arah wanita itu dengan senyum. Ada hal yang sebenarnya sangat ingin ia katakan padanya, tapi semua itu tak jadi ia katakan karena Sarah pernah berkata, semakin ia mencoba mengingat masa lalunya, kepalanya akan terasa sakit.Dalam tidurnya, Sarah bermimpi melihat seorang gadis kecil berusia lima tahun dengan seragam TK-nya berada di ruang gelap, menangis sendirian. Tubuhnya berlumuran darah. Sesekali gadis kecil itu memanggil ayah dan ibunya. Sayup-sayup terdengar, gadis kecil itu memanggil sebuah nama yang tak asing di telinga Sarah.Sarah menghampiri gadis kecil itu. Gadis kecil itu melirik ke arahn
***Raut wajah Kevin dari tadi terus saja merengut. Ia merasa kecewa pada Sarah karena tak membalas pesan maupun panggilan telepon darinya. Ditambah lagi, ia harus mengetahui keadaan Sarah dari Sean. Wanita itu mendadak berubah sikap dan tak lagi mengandalkannya. Kevin juga menyimpan sedikit rasa kecewa pada Sean, karena lelaki itu tampak terlalu perhatian pada Sarah.Sarah yang melihat kemuraman wajah Kevin langsung menyadarinya. Ia tahu Kevin sedang marah padanya karena dari tadi lelaki itu sangat cuek dan tak menyapanya sama sekali. Sarah pun menghampiri Kevin yang sedang duduk sendirian di halaman tengah rumahnya, sibuk memainkan gadgetnya.“Kamu marah padaku?” tanya Sarah memulai pembicaraan. Kevin acuh tak peduli dengan pertanyaan gadis itu.Sarah berkata, “Aku minta maaf. Bukan aku tak mau memberitahumu tadi aku ke mana, aku hanya tidak ingin membuatmu khawatir.”Kevin tetap tak menggubrisnya. Ia sangat kecewa. Padahal sudah berapa kali ia katakan bahwa dialah satu-satunya lela