Keesokan hari saat pagi menyapa, Stella sudah lebih dulu bangun dari Sean. Hari ini Stella akan kembali masuk kuliah seperti biasa. Namun, sebelum bersiap-siap Stella ingin bermain dengan Alaska. Sungguh, dia merindukan Alaska yang dulunya sering melolong tiap kali bertemu dengannya.“Alaska…” Stella berjalan menghampiri rumah Alaska yang ada di halaman belakang. Sebenarnya Sean biasa menyebutnya kandang tapi bagi Stella tempat tinggal Alaska seperti rumah bukan kandang. Bayangkan saja Alaska tidur di ruang ber AC, ditambah dengan ranjang empuk mahal persis sama seperti ranjang manusia. Well, Sean memperilakukan Alaska benar-benar sangat luar biasa.“Nyonya.” Pengawal yang menjaga Alaska menundukan kepalanya kala melihat Stella mendekat ke arahnya.“Alaska…” Stella menundukan tubuhnya, merentangkan kedua tangan memanggil Alaska penuh dengan kasih sayang.Alaska yang melihat Stella datang. Langsung berlari dan masuk ke dalam pelukan Stella. Stella terduduk di tanah kala tubuhnya tidak
“Raynold?”Tubuh Stella mematung melihat Raynold melangkah mendekat ke arahnya. Sedangkan Alika dan Chery menyenggol lengan Stella. Tampak Alika dan Chery menjadi canggung. Pasalnya, Raynold berada di sini. Ditambah dengan masih banyak orang yang menggiring opini sendiri mengenai Stella dan Raynold. Meski sudah ada klarifikasi dari Aurora dan Alesya tetap saja tidak bisa membungkam mulut-mulut yang membicarakan negative tentang Stella dan Raynold.“Hi, Stella,” sapa Raynold kala tiba di hadapan Stella. Nadanya begitu ramah. Seperti biasa senyuman Raynold terlihat hangat.“Hi, Raynold,” jawab Stella dengan senyuman canggung. Sudah lebih dari satu bulan sejak kejadian yang menimpanya dan Raynold, mereka tidak lagi bertemu. Ini membuat Stella menjadi canggung jika kembali dipertemukan dengan Raynold. Namun, tentu saja Stella akan kembali bertemu dengan Raynold. Mengingat Raynold memiliki saham di Raffles Group.“Stella, bisa kita bicara sebentar?” pinta Raynold dengan nada yang serius.S
“Stella?”Alika dan Chery bersamaan memanggil Stella saat temannya itu melangkah masuk ke dalam kantin. Sesaat kening mereka tampak berkerut melihat wajah muram Stella. Ya, kelas kosong karena dosen berhalangan untuk hadir membuat Alika dan Chery memutuskan untuk menunggu Stella di kantin. Seperti sebelumnya mereka telah janjian untuk makan bersama.“Stella? Kau sudah selesai bicara dengan Raynold?” Alika bertanya kala Stella sudah duduk di hadapannya.“Apa terjadi sesuatu, Stella?” sambung Chery dengan raut wajah bingung melihat Stella.Stelal menarik napas dalam dan mengembuskan perlahan. “Aku sudah bicara dengan Raynold.”“Apa kalian membicarakan tentang gossip kalian itu?” tebak Alika ingin tahu. Pasalnya, meski berita tentang Stella dan Raynold sudah selesai, tetap masih banyak orang yang menggiring opini sendiri. Tidak sedikit pula banyak yang masih menjelek-jelekan nama Stella. Namun, foto-foto Stella dan Raynold yang seperti tengah tidur bersama sudah dihapus. Beberapa situs t
“Hari ini Raynold datang ke kampusku, dia berbicara denganku.”Seketika raut wajah Sean berubah mendengar apa yang dikatakan oleh Stella. Sorot matanya menjadi tajam. Rahangnya mengetat. Menatap Stella penuh dengan geraman yang Sean tahan. Amarah dalam dirinya membakar. Namun, Sean masih seolah tenang. Ya, Sean membenci Stella menyebut nama itu kembali. Meski kebenaran sudah terungkap, tidak ada hubungan apa pun dengan Raynold. Akan tetapi Sean tetap tidak akan pernah membiarkan Stella dekat dengan pria itu. Sean memilih diam beberapa hari ini, meredakan dirinya dan pikiranya karena Sean tidak ingin kembali membahas tentang masalah yang sudah berlalu.“Untuk apa dia datang menemuimu, Stella?” Sean bertanya dengan nada penuh ketegasan dan sorot mata tajam yang menuntut agar Stella menjelaskan padanya. “Bukannya kau tahu aku tidak suka kau bertemu dengannya tapi kenapa kau masih tetap bertemu dengannya?” lanjutnya dengan penuh kemarahan tertahan.Stella menarik napas panjang. Dia sudah
Stella berdiri di balkon kamar. Menatap langit gelap yang indah dengan bertaburan bintang dan bulan di sana. Udara malam yang menyejukan. Sesaat Stella menutup matanya, menikmati embusan angin yang menyentuh kulitnya. Sungguh, Stella begitu merindukan suasana malam seperti ini. Langit yang indah ini begitu Stella rindukan. Biasanya Stella selalu berdiri di balkon kamar jika menunggu Sean pulang dari kantor.Saat Stella tengah asik menikmati udara malam di balkon kamar, dia mendengar suaar dering ponsel berbunyi. Stella mengalihkan pandangannya pada ponsel yang tak kunjung berdering itu. Kini Stella berbalik dan mengambil ponselnya yang terletak di atas meja dan menatap ke layar ponsel, tertera nama Alika di sana. Tanpa menunggu, Stella menjawab panggilan telepon itu sebelum kemudian meletakan ke telinganya.“Ya, Alika?” jawab Stella saat panggilan terhubung.“Stella, kau mengirimkan uang ke rekeningku dan Chery?” tanya Alika dengan nada terkejutnya dari seberang sana.“Iya, aku memil
Pagi hari, Stella sudah berada di dapur membuatkan sarapan untuk Sean. Menu kali ini Stella khusus membuatkan Fettuccine Cream untuk Sean. Sebenarnya Stella ingin membuat nasi goreng di pagi hari, namun saat baru saja Stella ingin membuat nasi goreng sang pelayan sudah memberitahu bahwa Sean tidak menyukai makan nasi di pagi hari. Biasanya Sean akan makan nasi di siang hari. Pantas saja setiap kali Stella ingin membuat nasi goreng, Sean selalu memakan sandwich atau beef cheese potato.“Selesai,” ucap Stella dengan riang kala dirinya sudah selesai masak.“Nyonya, apa Nyonya butuh bantuan?” Seorang pelayan menawarkan diri. Dia menatap Stella yang tengah menata piring yang berisikan Fettuccine Cream ke atas meja makan.“Hm, boleh kau tolong ambilkan apel dan anggur?” pinta Stella dengan lembut.“Baik, Nyonya,” jawab sang pelayan itu. Kemudian, dia membuka kulkas. Menghidangkan apel dan anggur ke atas meja makan.Kini meja makan itu telah tertata masakan yang dibuat oleh Stella bersmaan d
Sean melangkah keluar dari ruang meeting. Sesaat dia melirik arloji—waktu menunjukan pukul lima sore. Ya, Sean tidak menyadari hari telah sore. Terlalu banyak pekerjaan yang dia selesaikan sampai membuat dirinya lupa akan waktu. Kini Sean hendak melanjutkan langkahnya menuju ruang kerja. Namun, tiba-tiba langkah Sean terhenti melihat Tomy, asistennya yang berlari cepat ke arahnya.“Tuan.” Tomy menyapa Sean dengan ketakutan yang menelusup di dalam dirinya. Tampak Tomy yang begitu panik dan cemas.“Ada apa, Tomy? Kenapa kau berlari seperti ini?” Sean bertanya dengan tatapan dingin pada asistennya itu.“T-Tuan.” Tomy menggaruk kepalanya tidak gatal, raut wajahnya bingung untuk mengutarakan apa yang akan dia katakan.Sean mengembuskan napas kasar. “Jika kau ingin bicara, maka bicaralah! Jangan membuang waktuku dengan menunggumu seperti ini!” serunya kesal.“M-Maaf, Tuan. Saya hanya ingin memberitahu di ruang kerja Tuan Kelvin ada dua orang wanita yang tengah rebut. Pengawal berusaha meler
Hari berjalan begitu cepat. Weekend ini adalah pesta barberque di rumah. Sungguh tampak Stella begitu bahagia. Jika biasanya weekend Sean sibuk bekerja, kali ini tidak. Sean meluangkan waktu untuknya. Ya, Sean memang selalu mengutamakan dirinya. Seperti dulu saat di Yogyakarta, Sean memiliki meeting penting namun pria itu memilih menunda sampai kembali keJakarta. Itu yang membuat Stella benar-benar bersyukur memiliki Sean sebagai suaminya. Cinta dan kasih sayang Sean begitu luar biasa. Membat hatinya tersentuh dengan segala apa yang dilakukan oleh suaminya itu.Kini Stella mematut cermin, memoles wajahnya dengan rangkaian perawatan kulit. Serum, moisturizer dan sunblock demi membuat kulitnya tetap sehat meski terkadang Stella pun sering lupa memakainya. Namun sebisa mungkin Stella berusaha menjaga kulitnya agar tetap sehat dna indah. Tidak lupa Stella memakai lip balm. Stella jarang memakai lipstick. Bahkan di kampus saja Stella sering memakai lip balm atau lip gloss saja. Bibir Stell