Sean melangkah keluar dari ruang meeting. Sesaat dia melirik arloji—waktu menunjukan pukul lima sore. Ya, Sean tidak menyadari hari telah sore. Terlalu banyak pekerjaan yang dia selesaikan sampai membuat dirinya lupa akan waktu. Kini Sean hendak melanjutkan langkahnya menuju ruang kerja. Namun, tiba-tiba langkah Sean terhenti melihat Tomy, asistennya yang berlari cepat ke arahnya.“Tuan.” Tomy menyapa Sean dengan ketakutan yang menelusup di dalam dirinya. Tampak Tomy yang begitu panik dan cemas.“Ada apa, Tomy? Kenapa kau berlari seperti ini?” Sean bertanya dengan tatapan dingin pada asistennya itu.“T-Tuan.” Tomy menggaruk kepalanya tidak gatal, raut wajahnya bingung untuk mengutarakan apa yang akan dia katakan.Sean mengembuskan napas kasar. “Jika kau ingin bicara, maka bicaralah! Jangan membuang waktuku dengan menunggumu seperti ini!” serunya kesal.“M-Maaf, Tuan. Saya hanya ingin memberitahu di ruang kerja Tuan Kelvin ada dua orang wanita yang tengah rebut. Pengawal berusaha meler
Hari berjalan begitu cepat. Weekend ini adalah pesta barberque di rumah. Sungguh tampak Stella begitu bahagia. Jika biasanya weekend Sean sibuk bekerja, kali ini tidak. Sean meluangkan waktu untuknya. Ya, Sean memang selalu mengutamakan dirinya. Seperti dulu saat di Yogyakarta, Sean memiliki meeting penting namun pria itu memilih menunda sampai kembali keJakarta. Itu yang membuat Stella benar-benar bersyukur memiliki Sean sebagai suaminya. Cinta dan kasih sayang Sean begitu luar biasa. Membat hatinya tersentuh dengan segala apa yang dilakukan oleh suaminya itu.Kini Stella mematut cermin, memoles wajahnya dengan rangkaian perawatan kulit. Serum, moisturizer dan sunblock demi membuat kulitnya tetap sehat meski terkadang Stella pun sering lupa memakainya. Namun sebisa mungkin Stella berusaha menjaga kulitnya agar tetap sehat dna indah. Tidak lupa Stella memakai lip balm. Stella jarang memakai lipstick. Bahkan di kampus saja Stella sering memakai lip balm atau lip gloss saja. Bibir Stell
“Shit! Kau ini bodoh atau apa! Lihat bajuku basah semua akibat kebodohanmu!” Suara Kelvin berseru dengan kencang membuat tubuh Alika bergetar ketakutan. Chery yang melihat Alika menumpahkan minuman ke baju Kelvin hanya meringis seraya menggarukkan kepalanya tidak gatal. Bagaimana bisa ada orang seceroboh itu. Astaga, Alika mencari masalah saja. Padahal pesta barbeque saja belum benar-benar dimulai.“M-Maaf, Tuan. Aku tidak sengaja,” ucap Alika gugup dan takut. Dia terus menundukan kepalanya tak berani menatap Kelvin yang tengah marah.“Kelvin, maafkan Alika. Dia tidak sengaja. Kau bisa pakai baju milik Sean.” Stella berusaha menenangkan kekesalan Kelvin.Kelvin mengembuskan napas kasar. Meredakan kekesalannya. Dia ingin kembali membentak wanita ceroboh yang menumpahkan minuman soda susu yang membuat tubuhnya lengket, namun ada rasa kasihan dalam dirinya. Terlebih wanita itu sejak tadi terus menunduk tak berani menatap dirinya.“Kelvin, jangan marah, ya? Nanti kau bisa memakai baju mi
“Stella… Alika… Kita main truth or dare, yuk. Kalian mau tidak?” ujar Chery dengan riang kala sudah selesai menyantap daging sapi panggang dan ayam panggang. Terlihat semua orang di sana pun sudah kenyang. Chery sengaja mengajak bermain truth or dare agar tidak mengantuk. Ya, kebiasaan manusia jika terlalu kenyang pasti akan mengantuk.“Truth or dare?” Stella dan Alika merespon bersamaan tentang ajakan Chery.Chery mengangguk. “Iya, tapi semuanya harus ikut, ya. Sean dan Kelvin juga harus ikut. Kalau kita bertiga saja pasti kurang asik. Kalian semuanya mau, kan?” tanyanya lagi dengan wajah yang riang dan senyuman manisnya.“Setuju, aku akan ikut dalam permainan itu,” sambung Kelvin dengan santai seraya menyesap wine di tangannya. Didetik selanjutnya, Kelvin menatap Sean dengan menantang, “Sean, jangan sampai kau tidak ikut. Kalau kau tidak ikut pasti kau terlihat seperti anak kecil yang ketakutan.”Sean menatap dingin Kelvin. Saat wajah Sean mulai kesal, Stella langsung mengelus dadan
Waktu menunjukan pukul delapan malam. Pesta barbeque dan permainan truth or dare telah berakhir. Tampak Stella begitu bahagia. Meski tidak bisa dipungkiri tantangan Chery yang meminta Sean menciumnya lima menit membuat Stella kesulitan bernapas. Namun, setiap kali bibir terbuka meraih lumatan demi lumatan memuat Stella menarik napasnya. Ya, jika bukan karena diajarkan oleh Sean mungkin Stella akan kalah dengan tantangan yang diberikan oleh Chery. Well, hari adalah hari yang menyenangkan. Stella bisa berkumpul dengan teman-temannya. Bersama dengan Kelvin dan juga suami tercintanya.“Ah, lelah sekali.” Stella mengganti pakaiannya dengan gaun tidur satin tipis yang nyaman. Gaun tidur ini sukses membuat lekuk tubuh Stella begitu terlihat. Beberapa bentuk ukuran tubuhnya tampak begitu pas. Tidak berlalu besar dan tidak terlalu kecil. Pinggang yang ramping. Meski bertubuh mungil tapi Stella memiliki lekuk tubuh yang menawan.Setelah mengganti pakaiannya dengan gaun tidur, Stella duduk di ku
Suara alarm berbunyi membuat Stella yang tengah tertidur pulas langsung terbangun. Stella Mengerjapkan mata beberapa kali. Menguap dan menggeliat. Sesaat ketika mata Stella sudah terbuka—dia langsung mematikan alarm di ponselnya itu. Tampak wajah Stella yang terkejut melihat pukul sembilan pagi.“Astaga, aku kesiangan. Sean—” Baru saja Stella menoleh ke samping. Dia harus kecewa kala ranjang Sean sudah kosong. Stella berdecak kesal. Didetik selanjutnya, tatapan Stella teralih pada sebuah note yang ada di atas nakas. Kini Stella mengambil note itu dan langsung membacanya.*Sayang, maaf aku tidak membangunkanmu. Aku berangkat lebih awal karena ada meeting pagi hari ini. Tadi kau tertidur begitu lelap, aku tidak tega membangunkanmu. Nanti malam aku akan pulang lebih awal. Your husband, Sean. G.*Stella mengembuskan napas kasar kala membaca note yang dituliskan oleh Sean. Meski kesal karena Sean tidak membangunkanya tapi Stella tidak bisa berbuat apa-apa. Tidak bisa dipungkiri alasan Sean
“K-Kelvin?”Tubuh Alika membeku. Wajahnya tampak menujukan keterkejutan. Sepasang iris mata hitamnya menatap seksama sosok pria di hadapannya. Memastikan bahwa dirinya tidak salah melihat. Sayangnya apa yang Alika lihat adalah nyata. Penglihatannya masih sangat baik dalam mengenali seseorang. Hal yang membuat Alika yakin adalah aroma parfume maskulin yang telah dia hafal. Kemarin saat permianan truth or dare di mana Alika menerima tantangan itu, membuatnya mengenali aroma parfume maskulin ini.“Apa aku mengganggumu?”Suara berat itu membuat darah Alika berdesir. Bagaikan air panas yang mendidih. Alika menjadi salah tingkah melihat Kelvin yang kini sudah di hadapannya. Pria itu begitu tampan. Membuat jantung Alika berdegup kencang. Bahkan lidahnya terada begitu kelu.“Kelvin, kau di sini?” Alika berusaha bersikap normal. Seolah dirinya baik-baik saja. Pesona seorang Kelvin Geovan memang menaklukan dirinya. Alika bersumpah, dirinya tidak nyaman dengan jantung yang terus berdegup kencang
“Ah, romantis sekali. Pria itu melamar wanitanya di depan banyak orang. Astaga, manis sekali. Tentu saja wanitanya akan bahagia. Terlebih banyak orang-orang yang melihat mereka.” Stella bergumam seraya menopangkan tangannya di dagu. Menonton drama kesukaannya. Well, Stella mamang selalu menonton drama kalau dirinya sudah selesai menyelesaikan pekerjaan dan juga tugas-tugas kuliahnya.Suara dering ponsel terdengar membuat Stella yang tengah menonton televisi, langsung mengalihkan pandangannya pada ponsel berdering miliknya yang terletak di atas meja. Ya, dering ponsel yang menandakan pesan masuk itu segera membuat Stella membaca pesan masuk.Chery : Stella, tadi aku menghubungi Alika. Dia bilang tadi dia pulang bersama dengan Kelvin karena ban mobilnya kempes. Wah, sepertinya sebentar lagi aku akan mendengar Alika menjadi adik iparmu, Stella. Hehe.Senyum di bibir Stella terukir melihat pesan msuk dari Chery. Manik mata abu-abunya tampak menunjukan kebagian. Bagaimana tidak? Akhirnya K
Beberapa bulan kemudian …Venice, Italia.Stella menatap hangat Shawn, Stanley, dan Steve yang tengah bermain saling mengejar sambil memakan ice cream di tangan mereka. Ya, tentu Stella tak perlu cemas karena Sean menyiapkan enam pengasuh khusus untuk ketiga anak kembar mereka dan sepuluh pengawal yang selalu berjaga-jaga mengawasi Shawn, Stanley, dan Steve. Terutama ketika mereka berlibur seperti ini maka penjagaan Sean sangat ketat.Kini tatapan Stella mulai teralih pada Savannah yang tertidur pulas dalam pelukannya. Putri kecilnya itu sangat cantik dan menggemaskan. Tangan Savannah peris seperti gulungan roti gemuk. Pipi bulat seperti bakpau. Bayi perempuannya memang sangat cantik dan menggemaskan.“Stella, apa kau masih ingin tinggal di New York? Atau kau ingin kita segera kembali ke Jakarta?” tanya Sean sembari menatap sang istri.Stella tersenyum hangat. “Biarkan saja kita di sini dulu, Sean. Anak-anak kita memiliki banyak teman di sini. Aku tidak tega memisahkan mereka dengan t
Suara tangis bayi memecahkan kesunyian ruang persalinan. Stella meneteskan air matanya kala mendengar suara tangis bayi itu. Tak hanya Stella yang menteskan air mata tapi Sean yang selalu ada di sisinya pun sampai menteskan air mata. Setelah sekian lama akhirnya mereka kembali memiliki seorang anak lagi. Berawal dari rasa putus asa Stella nyatanya memiliki akhir yang indah. Tentu semua karena Sean yang memberikan dukungan luar biasa untuk Stella.“Tuan Sean … Nyonya Stella … selamat bayi Anda perempuan.” Sang dokter berucap langsung membuat Sean dan Stella tak henti meneteskan air mata mereka. Ya, Tuhan begitu baik pada mereka. Harapan mereka memiliki anak perempuan terwujud.“Sean … anak kita perempuan,” isak Stella.“Iya … anak kita perempuan. Terima kasih, Sayang.” Sean memberikan kecupan di bibir istrinya. Derai air mata mereka tak henti berlinang.“Nyonya Stella, silahkan lakukan proses IMD.” Dokter menyerahkan bayi mungkin itu ke dalam gendongan Stella. Sesaat Sean menatap Stell
“Nyonya, apa hari ini kita memasak menu Indonesian Food?”Suara pelayan bertanya pada Stella yang tengah sibuk di dapur. Ya, hari ini Stella akan kedatangan tamu special yaitu Jenniver—sepupunya. Jenniver tengah berlibur bersama Theo ke New York. Dan karena Jenniver akan datang, Stella mengundang Kelvin, Alika, Ken, dan Chery untuk datang. Hal itu yang membuat Stella sibuk di dapur. Stella memang memiliki chef khusus dan pelayan tetapi tetap saja dalam hal memasak, Stella tetap turun tangan sendiri. Namun kali ini porsinya berbeda. Stella tidak banyak melakukan apa pun. Dia hanya mengontrol saja. Mengingat kandungannya sudah membesar.“Masak saja, Mbak. Masak Indonesian Food juga. Jenniver dan Theo suka sekali dengan menu rawon dan ayam sayur. Tolong masak menu itu. Ah, satu lagi jangan lupa sambal goreng kentang.” Stela berujar memberi perintah pada sang pelayan dengan nada lembut.“Baik, Nyonya.” Sang pelayan menundukan kepalanya, lalu kembali memulai memasak membantu pelayan lainn
Stella mengembuskan napas panjang kala mengingat laporan dari pengawal sang suami tentang kejadian di Central Park. Kejadian di mana Stanley membuat seorang gadis kecil menangis karena membuang permen pemberian gadis itu. Sungguh, Stella sangat sedih karena putranya bertindak demikian. Meski mertuanya sudah memberikan nasehat pada ketiga putranya tapi tetap saja Stella merasa gagal mendidik ketiga putranya.“Apa kalian hanya ingin diam saja? Tidak mau bilang apa-apa pada, Mommy?”Suara Stella menegur ketiga putranya yang tengah duduk di hadapannya itu. Ya, kini Stella berada di kamar Shawn. Kamar Shawn, Stanley, dan Steve memang terpisah. Tetapi karena Stella ingin berbicara dengan ketiga putranya maka tanley dan Steve mendatangi kamar Shawn. Tampak ketiga bocah laki-laki kembar itu menunduk. Tentu mereka tahu mereka akan mendapatkan teguran dari ibu mereka.“Mommy ini salahku. Maafkan aku, Mommy,” ucap Stanley dengan suara polosnya.Stella menarik napas dalam-dalam, dan mengembuskan
Saat pagi menyapa Shawn, Stanley, dan Steve sudah begitu tampan dengan setelan celana pendek dan kaus berwarna hitam dengan logo Gucci di tengah baju ketiga bocah itu. Ya, Shawn, Stanley, dan Steve tampak begitu bersemangat karena hari ini mereka akan pergi bersaam dengan kakek dan nenek mereka. Sejak tadi malam memang ketiga bocah itu sangat bersemangat.“Anak Mommy tampan sekali.” Suara Stella dengan lembut berucap sambil menatap ketiga putra kembarnya. Stella mendekat pada Shawn, Stanley, dan Steve bersama dengan Sean yang ada di sisinya.“Daddy … Mommy …” Shawn, Stanley, dan Steve menghamburkan tubuh mereka pada Sean dan Stella yang mengampiri mereka.“Kalian mirip sekali seperti Daddy,” ucap Stella sembari mengurai pelukan ketiga putranya itu. Sean yang ada di samping Stella sejak tadi melukiskan senyuman hangat pada Shawn, Stanley, dan Steve.“Tentu saja, Mommy. Nanti saat kami dewasa kami akan seperti Daddy. Kami akan hebat.” Shawn, Stanley, dan Steve berucap serempak dan penuh
“Mommy … akhirnya Mommy pulang. Kami merindukan, Mommy.”Stanley dan Steve menghamburkan tubuh mereka kala melihat Stella pulang bersama dengan Shawn. Sudah sejak tadi Stanley dan Steve menunggu ibu mereka pulang. Ya, Stella memang sengaja meminta Stanley dan Steve pulang lebih dulu bersama sopir kala tadi Stella harus menyelesaikan masalah Shawn yang memukul Felix. Tentu Stella tak membiarkan Stanley dan Steve menunggu di ruang guru. Pasalnya Stella tak ingin Stanley dan Steve membuat masalah. Sungguh, ketiga anak kembarnya itu sangatlah kompak. Sudah cukup masalah Shawn membuat Stella sakit kepala. Stella tidak ingin sampai Stanley dan Steve juga ikut membuat masalah.Stella membalas pelukan Stanley dan Steve sembari memberikan kecupan di puncak kepala kedua putranya itu. “Mommy juga merindukan kalian. Apa kalian sudah makan?”“Sudah, Mommy. Kami sudah makan.” Stanley dan Steve menjawab dengan kompak. Lalu mereka melihat ke atah Shawn yang sejak tadi hanya diam. “Kak, kami tadi mau
“Shawn, Mommy tidak mau kau menggunakan kekerasan lagi. Tidak bagus, Nak. Kalau pun temanmu salah, kau bisa menegurnya tanpa harus memukul. Kalau kau menggunakan kekerasan sama saja kau main hakim sendiri, Shawn. Mommy tidak pernah mengajarkanmu untuk seperti itu.”Suara Stella menegur putra pertamanya itu. Nada bicaranya tegas tapi tetap lembut. Ya, Stella dan Shawn baru saja keluar dari ruang guru. Jika Stanley, dan Steve sudah lebih dulu pulang lain halnya dengan Shawn yang tadi ditahan di ruang guru. Itu kenapa Stella datang ke sekolah karena ulah putra pertamanya yang memukul teman sekolahnya. Tentu saja Shawn memukul bukan tanpa alasan. Bocah laki-laki kecil itu memukul temannya karena teman sekolahnya itu berani mencium pipi Katharina—putri bungsu Ken dan Chery. Dan hari ini Stella ke sekolah mendatangi guru tidak bersama dengan Sean. Kesibukan Sean yang membuat suaminya itu tidak bisa hadir. Pun Stella tidak memaksa untuk Sean menemaninya. Mengingat belakangan ini Sean terlalu
Suara tangis bocah kecil perempuan memasuki mansion, membuat Chery yang tengah membaca laporan perkembangan butik miliknya langsung terkejut. Tampak Chery segera meletakan laporan di tangannya ke atas meja. Wanita itu terburu-buru menghampiri suara tangis itu. Tentu Chery tahu itu adalah suara tangis putri kecilnya.“Katharina … kau kenapa, Nak? Kenapa menangis, Sayang?” Chery bersimpuh di depan Katharina—putri kecilnya yang tak kunjung berhenti menangis.“Nyonya, tadi di sekolah ada sedikit masalah.” Sang pengasuh menundukan kepalanya di depan Chery. “Masalah?” Chery bangkit berdiri. Lalu dia menatap Clovis—putra sulungnya yang sejak tadi hanya diam. “Clovis, ada apa, Nak? Kenapa adikmu menangis seperti ini? Apa kau tidak menjaga adikmu? Kan Mommy sudah bilang, kau harus menjaga adikmu dengan baik.” Chery menegur putranya dengan nada yang pelan, namun tersirat sedikit marah.Clovis Kendrick Jefferson adalah anak laki-laki pertama dari Ken dan Chery. Saat ini Clovis berusia empat tah
PranggggSebuah guci mahal pecah begitu saja akibat tendangan seorang bocah perempuan kecil. Pecahan beling itu memenuhi lantai. Beruntung pecahan beling tak mengenai bocah perempuan cantik itu. Tidak hanya sendirian tapi bocah laki-laki yang merupakan saudara kembarnya juga ada di hadapannya. Mereka terlalu asik bermain sampai-sampai memecahkan guci di ruang keluarga. Ya, kini kedua bocah laki-laki dan perempuan itu begitu panik kala melihat guci pecah. Wajah mereka tampak ketakutan. Baru saja mereka melarikan diri dari pengasuh yang menjaga mereka. Tapi malah mereka mendapatkan masalah.“Tuan Muda … Nona Muda …” Seorang pengasuh terlihat sangat panik melihat pecahan guci itu.“Kami tidak sengaja.” Luke dan Lydia memasang wajah merengut agar tak disalahkan.“Astaagaaa Luke … Lydia … ada apa ini?” Suara Alika berseru seraya melangkah memasuki ruang keluarga. Seketika raut wajah Alika berubah melihat guci kesayangannya dengan harga fantastis itu pecah. Kini sepasang iris mata hitam Al