“K-Kelvin?”Tubuh Alika membeku. Wajahnya tampak menujukan keterkejutan. Sepasang iris mata hitamnya menatap seksama sosok pria di hadapannya. Memastikan bahwa dirinya tidak salah melihat. Sayangnya apa yang Alika lihat adalah nyata. Penglihatannya masih sangat baik dalam mengenali seseorang. Hal yang membuat Alika yakin adalah aroma parfume maskulin yang telah dia hafal. Kemarin saat permianan truth or dare di mana Alika menerima tantangan itu, membuatnya mengenali aroma parfume maskulin ini.“Apa aku mengganggumu?”Suara berat itu membuat darah Alika berdesir. Bagaikan air panas yang mendidih. Alika menjadi salah tingkah melihat Kelvin yang kini sudah di hadapannya. Pria itu begitu tampan. Membuat jantung Alika berdegup kencang. Bahkan lidahnya terada begitu kelu.“Kelvin, kau di sini?” Alika berusaha bersikap normal. Seolah dirinya baik-baik saja. Pesona seorang Kelvin Geovan memang menaklukan dirinya. Alika bersumpah, dirinya tidak nyaman dengan jantung yang terus berdegup kencang
“Ah, romantis sekali. Pria itu melamar wanitanya di depan banyak orang. Astaga, manis sekali. Tentu saja wanitanya akan bahagia. Terlebih banyak orang-orang yang melihat mereka.” Stella bergumam seraya menopangkan tangannya di dagu. Menonton drama kesukaannya. Well, Stella mamang selalu menonton drama kalau dirinya sudah selesai menyelesaikan pekerjaan dan juga tugas-tugas kuliahnya.Suara dering ponsel terdengar membuat Stella yang tengah menonton televisi, langsung mengalihkan pandangannya pada ponsel berdering miliknya yang terletak di atas meja. Ya, dering ponsel yang menandakan pesan masuk itu segera membuat Stella membaca pesan masuk.Chery : Stella, tadi aku menghubungi Alika. Dia bilang tadi dia pulang bersama dengan Kelvin karena ban mobilnya kempes. Wah, sepertinya sebentar lagi aku akan mendengar Alika menjadi adik iparmu, Stella. Hehe.Senyum di bibir Stella terukir melihat pesan msuk dari Chery. Manik mata abu-abunya tampak menunjukan kebagian. Bagaimana tidak? Akhirnya K
“Selamat pagi, Nyonya.”Suara lembut dan sopan seorang pelayan menyapa Stella yang baru saja keluar kamar. Hari ini Stella tidak memiliki jadwal kelas. Itu kenapa dia memilih bermalas-malasan di rumah. Sebelumnya, Stella melakukan panggilan telepon dengan Ayu, temannya yang mengawasi konveksi miliknya yang di Yogyakarta. Sejauh ini, Stella bersyukur pesanan selalu berdatangan. Tingginya permintaan dalam membuat kebaya, dan pakaian wanita lainnya sedikit membuat Stella kewalahan karena kekurangan penjahit. Namun, Stella masih menunda menambah penjahit. Paling tidak Stella akan menunggu hingga bulan depan dan melihat bagaimana perkembangan konveksinya.“Pagi, apa kau lihat di mana suamiku?” tanya Stella seraya menatap sang pelayan.“Tuan berada di ruang kerjanya, Nyonya. Ada Tuan Tomy di dalam ruang kerjanya,” jawab sang pelayan memberitahu.Stella menghela napas dalam. Kini dia mengalihkan pandangannya pada jam dinding—waktu menunjukan pukul sembilan pagi. Ya, bahkan Sean sudah bangun
Sean menatap Stella yang tertidur di pangkuannya. Ya, setelah berjam-jam menonton drama akhirnya Stella mengantuk dan berakhir tidur di pangkuannya. Tampak Stelal yang menggemaskan kala memejamkan mata. Ditambah istrinya itu memeluk bantal kecil agar tidurnya lebih nyaman. Stella sudah terbiasa tidur dipeluk. Itu kenapa Stella membutuhkan bantal agar membuatnya lebih nyaman.Televisi sudah mati. Tepat di saat Stella tertidur lelap, Sean langsung mematikan televisi. Well, tidak mungkin Sean menonton drama yang tidak jelas. Cukup istri kecilnya saja yang sering menonton drama-drama aneh yang tidak masuk akal sehatnya.Kini Sean membopong tubuh Stella gaya bridal, membaringkannya di ranjang. Kemudian, Sean menarik selimut; menutupi tubuh sang istri dengan selimut terbal. Sesaat Sean melihat wajah polos Stela yang tertidur pulas. Entah sudah berapa ratus bahkan ribuan kali dia melihat wajah Stella yang tertidur seperti ini. Tidak pernah ada kata bosan. Yang ada hanya tatapan mendamba dan
“Ah, aku masak mie instant saja hari ini. Sudah lama tidak makan mie.” Alika bergumam seraya melangkah menuju dapurnya. Ya, sudah lama Alika tidak makan mie instant. Karena sejak dulu ayahnya selalu melarang jika dirinya memakan mie instant.Ketika Alika di dapur, dia langsung mengambil stock mie instant yang tersimpan. Kemudian, dia langsung memasaknya. Well, mie instant adalah masakan yang paling mudah. Hanya cukup menuangkan bumbu jadi ke piring. Lalu merebus mie hingga matang. Sangat mudah dan tidak menyusahkan dirinya.Tak berselang lama, stelah Alika sudah selesai membuat mie instant dan menghidangkannya ke atas meja makan—dia langsung menikmati mie instant yang sejak tadi aromanya sudah sanga enak di indra penciumannya.“Ini enak sekali,” guman Alika seraya menikmati mie instant yang telah dia buat.Suara dering ponsel, menaandakan pesan masuk membuat Alika megambil ponsel dan menatap ke layar tertera nama Chery yang mengirimkan pesan padanya. Tampa menunggu, Alika langsung mem
Aroma makanan menyeruak di indra penciuman Sean. Aroma daging sapi yang dipadukan dengan anggur merah sukses membuat Sean yang tengah tertidur pulas langsung terbangun. Perlahan Sean mengerjapkan matanya beberapa kali dan menyipitkan matanya kala silau matahari menembus jendela, menyentuh kulit wajahnya.“Morning,” sapa Stella dengan senyuman hangat di wajahnya melihat Sean yang sudah membuka mata.“Sayang? Kau sudah bangun?” Kening Sean berkerut, melihat Stella sudah tidak lagi memakai gaun tidur. Istrinya itu sangat cantik dengan balutan dress sederhana. Terlihat sang istri telah menghidangkan makanan ke atas meja. “Kau masak?” tanyanya lagi.“Iya.” Stella mendekat, lalu duduk di tepi ranjang. “Aku bangun pagi karena memasak sesuatu untukmu. Sekarang lebih baik kau mandi. Selagi masakanku masih hangat. Nanti kalau sudah dingin, kurang enak dimakan,” ujarnya lembut membujuk sang suami untuk mandi.Sean langsung mengecup bibir Stella singkat. “Baikah, aku akan mandi. Kau tunggu sebent
“Stella…”Suara Alika dan Chery berseru memanggil Stella yang baru saja turun dari mobil. Mereka menatap Stella yang tengah melaimbaikan tangan pada mobil yang mengantarnya. Kemudian Alika dan Chery melangkah mendekat ke arah Stella.“Alika? Chery? Kalian di sini?” Stella mengulas senyumannya melihat Alika dan Chery di sampingnya.“Iya, aku dan Alika menunggunu,” jawab Chery hangat. “Oh, ya. Kau tadi diantar Sean?” tanyanya ingin tahu.Stella mengangguk. “Iya, tadi aku diantar Sean.”“Yasudah, kalau begitu kita ke kantin sekarang. Ada yang ingin aku bicarakan. Ada kabar yang menggembirakan,” seru Chery antusias.Alika mendengkus tak suka melihat wajah Chery yang tampak antusias. “Jangan berlebihan, Chery. Kau ini benar-benar menyebalkan.”Chery berdecak pelan. “Aku tidak berlebihan. Ini memang berita yang menggembirakan untukmu, bukan?”“Masih belum bisa dikatakan menggembirakan, Chery, Alika?” tanya Stella yang tak mengerti.“Ayo kita ke kantin. Nanti aku beritahu.” Chery memeluk len
“A-Aurora?”Stella terdiam sejenak melihat sosok wanita yang berdiri di hadapannya. Ya, wanita yang di hadapan Stella adalah Aurora. Perlahan Stella melepaskan tangannya yang tengah penyentuh dress yang dipilih oleh Aurora. Sesaat Aurora dan Stella saling menatap satu sama lain. Jika Stella masih berusaha bersikap tenang, berbeda dengan Aurora yang menatapnya penuh arti.“Kau di sini?” Aurora menyapa dengan nada dingin dan tak ramah.Stella mengangguk. “Iya, aku di sini. Kau masih di Jakarta? Aku pikir kau sudah tidak di sini.”“Setelah kejadian itu, aku tidak mungkin meninggalkan Jakarta. Masih banyak orang yang membenciku dan membicarakan buruk tentangku. Jadi aku memutuskan untuk tetap berada di sini sampai semuanya tenang. Mungkin setelah semua tenang, aku akan kembali ke Boston.” Aurora menjawab dengan nada begitu dingin dan sorot mata tegas. Ya, dia sangat membenci Stella. Namun, Aurora tidak bisa melakukan apa pun. Mengingat masalah yang terjadi akibat ulahnya sudah mencoreng n