Pagi hari, Stella sudah berada di dapur membuatkan sarapan untuk Sean. Menu kali ini Stella khusus membuatkan Fettuccine Cream untuk Sean. Sebenarnya Stella ingin membuat nasi goreng di pagi hari, namun saat baru saja Stella ingin membuat nasi goreng sang pelayan sudah memberitahu bahwa Sean tidak menyukai makan nasi di pagi hari. Biasanya Sean akan makan nasi di siang hari. Pantas saja setiap kali Stella ingin membuat nasi goreng, Sean selalu memakan sandwich atau beef cheese potato.“Selesai,” ucap Stella dengan riang kala dirinya sudah selesai masak.“Nyonya, apa Nyonya butuh bantuan?” Seorang pelayan menawarkan diri. Dia menatap Stella yang tengah menata piring yang berisikan Fettuccine Cream ke atas meja makan.“Hm, boleh kau tolong ambilkan apel dan anggur?” pinta Stella dengan lembut.“Baik, Nyonya,” jawab sang pelayan itu. Kemudian, dia membuka kulkas. Menghidangkan apel dan anggur ke atas meja makan.Kini meja makan itu telah tertata masakan yang dibuat oleh Stella bersmaan d
Sean melangkah keluar dari ruang meeting. Sesaat dia melirik arloji—waktu menunjukan pukul lima sore. Ya, Sean tidak menyadari hari telah sore. Terlalu banyak pekerjaan yang dia selesaikan sampai membuat dirinya lupa akan waktu. Kini Sean hendak melanjutkan langkahnya menuju ruang kerja. Namun, tiba-tiba langkah Sean terhenti melihat Tomy, asistennya yang berlari cepat ke arahnya.“Tuan.” Tomy menyapa Sean dengan ketakutan yang menelusup di dalam dirinya. Tampak Tomy yang begitu panik dan cemas.“Ada apa, Tomy? Kenapa kau berlari seperti ini?” Sean bertanya dengan tatapan dingin pada asistennya itu.“T-Tuan.” Tomy menggaruk kepalanya tidak gatal, raut wajahnya bingung untuk mengutarakan apa yang akan dia katakan.Sean mengembuskan napas kasar. “Jika kau ingin bicara, maka bicaralah! Jangan membuang waktuku dengan menunggumu seperti ini!” serunya kesal.“M-Maaf, Tuan. Saya hanya ingin memberitahu di ruang kerja Tuan Kelvin ada dua orang wanita yang tengah rebut. Pengawal berusaha meler
Hari berjalan begitu cepat. Weekend ini adalah pesta barberque di rumah. Sungguh tampak Stella begitu bahagia. Jika biasanya weekend Sean sibuk bekerja, kali ini tidak. Sean meluangkan waktu untuknya. Ya, Sean memang selalu mengutamakan dirinya. Seperti dulu saat di Yogyakarta, Sean memiliki meeting penting namun pria itu memilih menunda sampai kembali keJakarta. Itu yang membuat Stella benar-benar bersyukur memiliki Sean sebagai suaminya. Cinta dan kasih sayang Sean begitu luar biasa. Membat hatinya tersentuh dengan segala apa yang dilakukan oleh suaminya itu.Kini Stella mematut cermin, memoles wajahnya dengan rangkaian perawatan kulit. Serum, moisturizer dan sunblock demi membuat kulitnya tetap sehat meski terkadang Stella pun sering lupa memakainya. Namun sebisa mungkin Stella berusaha menjaga kulitnya agar tetap sehat dna indah. Tidak lupa Stella memakai lip balm. Stella jarang memakai lipstick. Bahkan di kampus saja Stella sering memakai lip balm atau lip gloss saja. Bibir Stell
“Shit! Kau ini bodoh atau apa! Lihat bajuku basah semua akibat kebodohanmu!” Suara Kelvin berseru dengan kencang membuat tubuh Alika bergetar ketakutan. Chery yang melihat Alika menumpahkan minuman ke baju Kelvin hanya meringis seraya menggarukkan kepalanya tidak gatal. Bagaimana bisa ada orang seceroboh itu. Astaga, Alika mencari masalah saja. Padahal pesta barbeque saja belum benar-benar dimulai.“M-Maaf, Tuan. Aku tidak sengaja,” ucap Alika gugup dan takut. Dia terus menundukan kepalanya tak berani menatap Kelvin yang tengah marah.“Kelvin, maafkan Alika. Dia tidak sengaja. Kau bisa pakai baju milik Sean.” Stella berusaha menenangkan kekesalan Kelvin.Kelvin mengembuskan napas kasar. Meredakan kekesalannya. Dia ingin kembali membentak wanita ceroboh yang menumpahkan minuman soda susu yang membuat tubuhnya lengket, namun ada rasa kasihan dalam dirinya. Terlebih wanita itu sejak tadi terus menunduk tak berani menatap dirinya.“Kelvin, jangan marah, ya? Nanti kau bisa memakai baju mi
“Stella… Alika… Kita main truth or dare, yuk. Kalian mau tidak?” ujar Chery dengan riang kala sudah selesai menyantap daging sapi panggang dan ayam panggang. Terlihat semua orang di sana pun sudah kenyang. Chery sengaja mengajak bermain truth or dare agar tidak mengantuk. Ya, kebiasaan manusia jika terlalu kenyang pasti akan mengantuk.“Truth or dare?” Stella dan Alika merespon bersamaan tentang ajakan Chery.Chery mengangguk. “Iya, tapi semuanya harus ikut, ya. Sean dan Kelvin juga harus ikut. Kalau kita bertiga saja pasti kurang asik. Kalian semuanya mau, kan?” tanyanya lagi dengan wajah yang riang dan senyuman manisnya.“Setuju, aku akan ikut dalam permainan itu,” sambung Kelvin dengan santai seraya menyesap wine di tangannya. Didetik selanjutnya, Kelvin menatap Sean dengan menantang, “Sean, jangan sampai kau tidak ikut. Kalau kau tidak ikut pasti kau terlihat seperti anak kecil yang ketakutan.”Sean menatap dingin Kelvin. Saat wajah Sean mulai kesal, Stella langsung mengelus dadan
Waktu menunjukan pukul delapan malam. Pesta barbeque dan permainan truth or dare telah berakhir. Tampak Stella begitu bahagia. Meski tidak bisa dipungkiri tantangan Chery yang meminta Sean menciumnya lima menit membuat Stella kesulitan bernapas. Namun, setiap kali bibir terbuka meraih lumatan demi lumatan memuat Stella menarik napasnya. Ya, jika bukan karena diajarkan oleh Sean mungkin Stella akan kalah dengan tantangan yang diberikan oleh Chery. Well, hari adalah hari yang menyenangkan. Stella bisa berkumpul dengan teman-temannya. Bersama dengan Kelvin dan juga suami tercintanya.“Ah, lelah sekali.” Stella mengganti pakaiannya dengan gaun tidur satin tipis yang nyaman. Gaun tidur ini sukses membuat lekuk tubuh Stella begitu terlihat. Beberapa bentuk ukuran tubuhnya tampak begitu pas. Tidak berlalu besar dan tidak terlalu kecil. Pinggang yang ramping. Meski bertubuh mungil tapi Stella memiliki lekuk tubuh yang menawan.Setelah mengganti pakaiannya dengan gaun tidur, Stella duduk di ku
Suara alarm berbunyi membuat Stella yang tengah tertidur pulas langsung terbangun. Stella Mengerjapkan mata beberapa kali. Menguap dan menggeliat. Sesaat ketika mata Stella sudah terbuka—dia langsung mematikan alarm di ponselnya itu. Tampak wajah Stella yang terkejut melihat pukul sembilan pagi.“Astaga, aku kesiangan. Sean—” Baru saja Stella menoleh ke samping. Dia harus kecewa kala ranjang Sean sudah kosong. Stella berdecak kesal. Didetik selanjutnya, tatapan Stella teralih pada sebuah note yang ada di atas nakas. Kini Stella mengambil note itu dan langsung membacanya.*Sayang, maaf aku tidak membangunkanmu. Aku berangkat lebih awal karena ada meeting pagi hari ini. Tadi kau tertidur begitu lelap, aku tidak tega membangunkanmu. Nanti malam aku akan pulang lebih awal. Your husband, Sean. G.*Stella mengembuskan napas kasar kala membaca note yang dituliskan oleh Sean. Meski kesal karena Sean tidak membangunkanya tapi Stella tidak bisa berbuat apa-apa. Tidak bisa dipungkiri alasan Sean
“K-Kelvin?”Tubuh Alika membeku. Wajahnya tampak menujukan keterkejutan. Sepasang iris mata hitamnya menatap seksama sosok pria di hadapannya. Memastikan bahwa dirinya tidak salah melihat. Sayangnya apa yang Alika lihat adalah nyata. Penglihatannya masih sangat baik dalam mengenali seseorang. Hal yang membuat Alika yakin adalah aroma parfume maskulin yang telah dia hafal. Kemarin saat permianan truth or dare di mana Alika menerima tantangan itu, membuatnya mengenali aroma parfume maskulin ini.“Apa aku mengganggumu?”Suara berat itu membuat darah Alika berdesir. Bagaikan air panas yang mendidih. Alika menjadi salah tingkah melihat Kelvin yang kini sudah di hadapannya. Pria itu begitu tampan. Membuat jantung Alika berdegup kencang. Bahkan lidahnya terada begitu kelu.“Kelvin, kau di sini?” Alika berusaha bersikap normal. Seolah dirinya baik-baik saja. Pesona seorang Kelvin Geovan memang menaklukan dirinya. Alika bersumpah, dirinya tidak nyaman dengan jantung yang terus berdegup kencang