Saya ucapkan 'terima kasih' sebesar-besarnya kepada para pembaca setia yang telah merelakan waktu untuk membaca buku ini. Juga, merelakan uangnya untuk beli koin buku ini, menulis komentar, review, memberikan gem/vote, mengajak orang-orang untuk membaca buku ini.ššš Thanks, I ā¤ļøu. Kalian ada di hati author Sunny.
Bendera kerajaan Kosmimazh yang bergambar tanduk rusa berkibar di halaman istana. Hari ini merupakan hari yang bersejarah. Setelah Raja Faridzy meninggal dunia, jabatan raja selanjutnya akan diberikan kepada putra keduanya, Pangeran Dafandra. Acara pengangkatan raja dan ratu kerajaan Kosmimazh dihadiri oleh para menteri di aula kerajaan. Di sebelah kiri dan kanan karpet merah, para mentri berbaris seraya memberikan hormat kepada raja dan ratu yang baru. Dafandra dan Alisya berjan beriringan menuju singgasan. Dengan jubah berwarna hitam dan kombinasi warna emas pasangan nomor satu di kerajaan Kosmimazh terlihat elegan dan berwibawa. Sesampainya di depan singgasana keduanya berbalik menghadap para menteri. Dafandra maju satu langkah. Pangeran berambut pirang itu membacakan sumpah setianya kepada kerajaan Kosmimazh. "Aku Dafandra putra Faridzy, putra Faran, putra Takias, putra Vasaya, putra zale bersumpah di bawah panji tanduk rusa untuk setia kepada keadilan, melindungi kaum yang lema
Tidak disangka, setelah melalui hari-hari yang dipenuhi duri beracun di istana, Alisya bisa menari dengan riang gembira. Pandangan mata Alisya menyapu lautan luas berwarna biru yang seolah menyatu dengan langit. Angin yang dingin bercampur hangat mempermainkan rambut merah sang ratu hingga membuatnya berkibar. Seseorang berdiri di sebelah Alisnya, membuat sang ratu menoleh ke samping. "Yang Mulia ...." Alisya menyapa sang raja dengan hangat. Bibir Alisya merekah indah bagaikan kuntum bunga mawar yang mengundang kumbang, membuat sang raja tersenyum lebar menatap keindahannya. "Apa kamu pusing?" tanya Dafandra. Alisya menggeleng pelan seraya tersenyum. "Mual?" tanya Dafandra lagi. Lagi-lagi Alisya melakukan gerakan yang sama."Syukurlah, aku senang mendengarnya." Sang raja menghela napas lega. Pandangan Dafandra mengikuti mata Alisya, menyaksikan hamparan biru tanpa batas. Bagaikan cinta yang menyimpan berjuta misteri dan kejutan. "Berapa lama lagi kita akan sampai di kota Kallizh?"
Tiba-tiba sebuah batu seukuran bola mata manusia dewasa menghantam pedang Dafandra. Ayunan tangan sang raja terhenti. Terdengar langkah seseorang dari balik kabut. Perlahan bayangan seorang pria kian jelas hingga muncul sosok lelaki berambut hitam nan panjang. "Lawanmu ada di sini!" Suara yang tidak asing di telinga Alisya terdengar marah. Sang ratu menolehkan wajah, memandang seorang pria yang baru saja menyelamatkan dari ajal. Pria itu mengenakan pakaian bangsawan dengan kombinasi warna hitam dan biru tua. Legam matanya seakan menghisap siapa pun yang memandang. Tangannya membawa sebilah pedang yang dihiasi permata merah pada bagian pegangan. 'Fayvel!' pekik Alisya di dalam hati. Mata Alisya melotot seakan hampir melompat dari soketnya. 'Bagaimana mungkin dia ada di sini?!' Dafandra meludah begitu melihat kedatangan Fayvel. Tanpa ragu sang raja menerima tantangan Fayvel untuk melakukan duel. "Mau bagaimana lagi kamu mengelak, Alisya? Lelaki itu benar-benar datang tanpa malu un
Cahaya keemasan mentari pagi seolah muncul dari dasar laut. Mata Alisya memicing, menghindari silau. Dari atas balkon kamarnya Alisya melihat keindahan pelabuhan kota Kallizh. Balkon yang luas dengan dominasi warna putih. Pilar melengkung seolah tanaman menyangga atap balkon dengan bunga-bunga kecil di sekeliling pilar. Di balkon juga ada sebuah meja bundar dengan kaki melengkung menyerupai sayap kupu-kupu. Senada dengan kursi yang mempunyai sandaran dan kaki yang mempunyai desain sayap kupu-kupu berlubang. Jalan-jalan kota yang disusun dari batu waran-warni membentuk mozaik bunga matahari. Dari ketinggian seolah bunga matahari jumbo berserakan memenuhi jalan. pada setiap pinggir jalan ditanami bunga tulip dengan beraneka warna. Beruntung suasana pagi ini masih sejuk dan sepi. Alisya dapat dengan jelas melihat mozaik jalanan tanpa terhalang manusia yang melintas. Bangunan-bangunan penginapan menjulang tinggi seperti berlomba menggapai langit. Arsitektur bangunan didominasi ornamen f
"Tidak ada apa-apa, Yang Mulia. Mungkin aku salah lihat." Alisya tersenyum kepada Dafandra untuk meyakinkan tidak ada yang aneh di dalam galeri. Gara-gara pemilik galeri tidak bisa ditemui, Dafandra memutuskan untuk segera keluar dari galeri. Padahal sebenarnya raja ingin memborong lukisan di galeri itu karena wajah wanita dalam lukisan-lukisannya mirip dengan ratu. "Sepertinya perbincangan kita hari ini sudah cukup, Koszma. Terima kasih sudah menyambut dengan ramah." Dafandra berpisah dengan Koszma di depan galeri. Raja dan ratu kembali masuk ke dalam kereta kuda bersiap melanjutkan perjalanan. "Paduka Raja ..." ucap Kosza membuat Alisya dan Dafandra menoleh bersamaan."Semoga perjalanan Anda menyenangkan." Koszma tersenyum dan memberi hormat. Sang raja membalas dengan anggukan. Selanjutnya kereta mulai berjalan meninggalkan galeri seperti meninggalkan masa lalu. "Mau kemana kita setelah ini, Yang Mulia?" tanya Alisya penasaran."Mau kemana lagi? Aku ingin menuju ke hatimu." Dafa
"Lepaskan aku, Fayvel! Jangan pernah bermimpi untuk aku kembali!" kata Alisya penuh penekan. "Sadarlah, Alisya! Raja itu hanya memanfaatkanmu! Semua kebaikan yang dia lakukan untukmu palsu!" Fayvel meremas kedua lengan Alisya, kedua matanya menusuk tajam. "Lihat ini!" Fayvel melepaskan cengkeramannya. Tangannya merogoh saku dan mengeluarkan sebuah amplop. "Bacalah! Ini perjanjian rahasia antara Dafandra dan Rifian." Alisya meraih amplop dengan kasar kemudian mengeluarkan isinya. Bola mata Alisya bergerak dari atas ke bawah membaca surat. Di bagian bawah surat terdapat dua stempel yang tidak asing bagi Alisya. Keduanya stempel pribadi milik Rifian dan Dafandra, Alisya yakin keduanya asli. "Aku tidak terkejut dengan dokumen ini. Aku hanya penasaran, bagaimana kamu bisa mendapatkannya?" Alisya menyeringai."Aku bisa membawamu pergi jauh dari istana. Bukan hal sulit bagiku untuk mencuri sebuah dokumen milik pangeran mahkota." Fayvel turut menyeringai."Aku tidak perduli dengan perjanj
Tanpa sadar air mata Alisya kembali meleleh menganak sungai. Alisya berharap ingatan itu kembali menghilang dari kepalanya. Terjebak dalam dua cinta, merupakan salah satu siksaan paling sempurna. "Maafkan aku, tidak bisa bersamamu saat dalam masa-masa sulitmu kehilangan bayi dan ingatan." Ucapan Fayvel membuat Alisya terbeliak. "Kamu tahu aku mengandung?""Ya, aku menguping pembicaranmu dengan dokter." Mata Fayvel berkaca-kaca seketika. Akan tetapi, pria itu cukup tegar. Keheningan kembali menyelimuti tenda seolah membuat suhu udara menjadi semakin dingin. Mata keduanya beradu penuh rindu. Waktu yang berjalan cepat menyeret keduanya berada pada kondisi yang jauh berbeda. "Kenapa kamu membuat lukisan-lukisan itu? Jika kamu memang bersungguh-sungguh ingin bersembunyi, seharusnya kamu tidak menarik perhatian istana dengan membuat lukisan-lukisan propaganda. Kenapa kamu tidak menjadi pembunuh bayaran?" Alisya menghapus air mata dan menatap dalam kedua mata hitam bagaikan selimut malam.
Seolah terkurung dalam penjara es, setelah kepergian Alisya hati Dafandra terasa dingin seketika. Kemarahannya dilampiaskan kepada para penjaga yang bertugas di sekitar tenda raja malam itu juga. Teriakan para penjaga seperti beradu dengan suara cambukan dan derasanya air hujan. Keberhasilan Fayvel masuk ke dalam tenda raja, tidak lepas dari kesalahan para penjaga yang lalai. Seratus lima puluh cambukan lebih diberikan kepada masing-masing penjaga. Beberapa diantara mereka bahkan ada yang pingsan saat menjalani hukuman. "Arys, perintahkan para penjaga untuk mengemasi tenda. Kita kembali pagi ini!" ucap sang raja dingin. Dengan patuh Arus menyambut perintah raja. Belakangan raja mengumpat karena menuruti ide konyol Alisya berkemah di tepi hutan. Siapa sangka ide itu berakhir dengan perselingkuhan ratu dengan pria asing. Hanya ada satu pertanyaan dalam benak Dafandra, 'Sejak kapan Alisya berhubungan dengan pria asing itu?' Selama menjadi istri Dafandra, Alisya bukan orang yang suka b
Saat makan malam tiba. Dalam satu meja makan terdapat Dafandra, Alisya dan ibu suri. Suasana di meja makan sangat hening, sampai ibu suri angkat bicara. "Aku dengar kamu telah mengalami perdarahan. Apakah ketubanmu telah pecah?" "Belum, Ibu Suri." Alisya menjawab sopan. "Makanlah yang banyak agar tubuhmu lebih kuat menghadapi persalinan! Mungkin nanti malam atau besok pagi anakmu akan lahir. Semoga persalinanmu berjalan lancar." Ibu suri menatap Alisya yang terlihat sedikit malas menyendok makanan. "Terima kasih atas perhatiannya, Ibu Suri." Alisya membalas ucapan ibu mertuanya dengan senyuman. Sepertinya ibu raja juga turut bahagia karena akan menyambut cucu pertamanya. Setelah acara makan malam usai ibu suri meninggalkan ruang makan. Di ruang makan Alisya masih terduduk di kursinya. Sang ratu kembali menahan sakit dengan tangan mengelus perut yang menegang. Pada saat yang sama janin Alisya juga bergerak seakan mengabarkan dirinya tidak sabar untuk segera terlahir. "Ayo, Alisya!
"Benarkah?" Alisya bangkit untuk melihat secara langsung darah yang Dafandra maksud. Sang raja menelan ludahnya sendiri. Alisya bukan lagi gadis perawan. Kenapa kewanitaannya mengeluarkan darah? Seketika wajah pria nomor satu di Kosmimazh berubah pucat. Sang raja tidak habis pikir jika perbuatannya dapat mengakibatkan sang istri mengalami perdarahan. "Aku akan segera memanggil dokter!" tangan raja segera meraih baju di sisi ranjang. "Yang Mulia!" Alisya menahan lengan kekar Dafandra. "Darah ini pertanda aku akan segera melahirkan, Yang Mulia." Alisya tersenyum lebar. "Benarkah?" Alis raja melengkung ke atas seakan tidak percaya dengan ucapan yang baru saja dia dengar. Entah karena Hujaman raja yang terlalu keras atau karena efek peleasan hormon cinta di tubuh ratu, yang jelas usia kehamilan Alisya sudah lebih dari cukup untuk melahirkan bayi. "Jika kontraksinya bagus, mungkin nanti sore atau malam, bayimu akan lahir." Senyuman di bibir merah delima Alisya merekah indah, membuat
Malam yang dingin menyelimuti kota Asteryzh. Ibu kota kerajaan Kosmimazh. Dingin yang seakan menusuk tulang membuat siapa pun ingin meringkuk di bawah selimut tebal. Akan tetapi, malam ini Alisya menyibak selimut dengan rasa gusar. Bintik-bintik keringat menghiasi dahi wanita nomor satu di Kosmimazh. "Ada apa?" Gerkaan kasar ratu membuat raja terbangun dari mimpi. "Aku hanya merasa gelisah, Yang Mulia." Alisya Menjawab segera pertanyaan suaminya seraya duduk di ranjang. Merapatkan tubuh pada wanita berambut merah, Dafandra berbisik di telinga putri Crysozh. "Kenapa?" Tangan raja mengelus perut bulat wanita dalam dekapan. "Seharusnya, bayi ini sudah lahir. Tetapi, aku belum merasakan tanda-tanda akan melahirkan." Alisya menundukkan wajah sehingga wajah tertutup rambut merah bagaikan tirai. Raja berpindah posisi tepat di hadapan ratu. Tangan menyibak rambut, Dafandra memegang kedua sisi wajah sang putri Crysozh. Pria nomor satu di Kosmimazh sangat mengerti kegundahan hati istrinya.
Terima kasih kepada segenap pembaca yang telah mengikuti kisah Alisya sampai akhir. Bagi saya, Alisya adalah cinta pertama saya dalam dunia novel, karena dia dalah original character pertama buatan saya. Dengan kata lain, novel ini adalah novel pertama saya. Mohon maaf jika karya ini masih jauh dari kata sempurna. Maaf juga jika ada yang kurang puas dengan akhir dari jovel ini. Yang jelas, saya berusaha menulis novel ini dengan sepenuh hati. Sudah tidak terhitung banyaknya waktu dan revisi yang saya lakukan untuk novel ini. Semua itu saya lakukan untuk mencoba memberikan yang terbaik bagi pembaca. Ikuti juga novel-novel author Sunny Zylven selanjutnya, Ya! Salam sayang, Sunny Zylven ā¤ļøā¤ļøā¤ļø
Memasuki kamar Raja Rifian, Alisya tidak menyangka akan bertemu ibu suri. Meski canggung, adik kandung penguasa Crysozh tetap berusaha tenang dan tersenyum. "Hormat kepada Ibu Suri," ucap Alisya, selanjutnya memberikan hormat kepada raja yang masih terbaring di ranjang. "Syukurlah, akhirnya kakak sadar juga!" Seulas senyuman terlukis di bibir sang putri Crysozh. Setelah dokter menemukan penyebab utama raja tidak kunjung sadar, perawatan ekstra diberikan kepada pria normor satu di kerajaan Crysozh. Kesehatan Raja Rifian memang belum pulih sempurna. Wajah kakak Alisya juga masih terlihat pucat. Akan tetapi, itu masih lebih baik dari pada terus terpejam tidak sadarkan diri. "Ya, semua ini berkat suamimu," balas Rifian. "Suamiku?" Alis sang ratu Kosmimazh melompat bersamaan. "Tentu saja, jika tidak karena pertolongannya, baik aku, kamu, ibu, dan rakyat tidak berdaya pasti sudah mati di tangan Paman Ega. Aku sangat berterima kasih kepadanya. Kamu sangat beruntung Alisya, mempunyai seo
"Bagaimana keadaannya, Dokter?" tanya Dafandra kepada pria berambut putih. Dengan wajah cerah Iason berkata, "Yang Mulia tenang saja, kondisi janin Ratu Alisya baik-baik saja." Setelah sekian lama di Crysozh, baru kali ini Alisya mendapatkan pemeriksaan medis oleh dokter kerajaan Crysozh. Keadaan sebelumnya yang memaksa sang ratu Kosmimazh untuk menyembunyikan kehamilan. Spontan senyuman di bibir pria nomor satu Kosmimazh melebar, "Terima kasih, Dokter." "Sebaiknya Yang Mulia beristirahat terlebih dahulu di Crysozh, jangan buru-buru kemabli ke Kosmimazh. Biarkan Ratu Alisya beristirahat setelah hari-hari yang buruk menimpanya." Kepala dokter kerajaan memandang Alisya dan Dafandra bergantian. "Tentu, Dokter! Aku akan memberikan waktu istirahat yang banyak untuk ratuku," jawab Dafandra segera. "Guru, ngomong-ngomong bagaimana keadaan kakakku?" tanya Alisya dengan kedua alis melengkung ke atas. Rasa di hati putri Crysozh belum lega jika sang kakak belum pulih kembali. "Yang Mulia b
Layang-layang di angkasa terlihat berpencar. Lysias dan beberapa penyihir lain menembakan sihir ke langit. Saat fokus para penyihir tertuju pada puluhan layang-layang dan terjadi ledakan berkali-kali di ketinggian, sekumpulan pria entah dari mana menggiring pengunjung alun-alun menjauhi pusat keributan melalui jalan yang sepertinya telah disiapkan. Pertempuran di darat dan udara pun pecah. Setelah semua penduduk di pesta berhasil dievakuasi, ratusan panah api turun dari langit bagaikan hujan deras. Prajurit sihir yang kehilangan kemampuan sihir karena tangan dan mulut tidak bisa digerakkan lari kocar-kacir. Tidak membutuhkan waktu lama kobaran api membakar beberapa sisi alun-alun yang terbuat dari kayu. "Mungkinkah mereka pasukan Yang Mulia ..?" gumam sang ratu Kosmimazh. Para gadis di dalam sangkar mulai panik, mereka berteriak dan menangis. Melirik ke sisi kiri, Alisya mendapati ibu kandungnya menatap keributan dengan santai. Begitu juga dengan Gelsi, si Mentri pertahanan. Keduan
"Apa ada di antara kalian yang ingin mengikuti jejak Gelsi? aku akan menerimanya dengan senang hati" tanya Ega dengan salah satu alis terangkat. Semua orang di dalam aula kerajaan terdiam. Para menteri yang tamak tentu saja akan lebih memilih nyawa mereka masing-masing. *** "Yang Mulia, tiga hari lagi kerajaan akan mengadakan upacara pengangkatan raja. Pada malam pengangkatan raja, akan diadakan upacara pengorbanan lima puluh gadis perawan dan tiga orang bangsawan." Arys memberikan laporan kepada pria berambut pirang yang tengah duduk termenung memandang peta ibu kota Stemmazh. "Apa? Pengorbanan lima puluh gadis perawan dan tiga bangsawan? Apa maksudnya?" tanya Dafandra dengan kedua alis melompat bersamaan. Pria nomor satu di Kosmimazh tidak dapat menyembunyikan keterkejutan. "Mereka akan menggelar ritual sihir!" jelas Arys. "Sial!" umpat pria nomor satu di Kosmimazh sambil mengepalkan tangan di atas meja. "Menurut informasi dari intelejen, Pangeran Ega akan mengorbankan para pe
"Kasihan sekali raja baru kita, belum lama menjabat kini harus merelakan diri turun dari tahta," ucap seorang wanita bergaun biru di salah satu gang ibu kota. "Benar sekali. Akan tetapi, aku rasa itu yang terbaik demi kemajuan kerajaan. Kita tidak bisa terus-terusan menunggu orang yang tertidur untuk bangun, sedangkan rakyat setiap hari bangun pagi untuk mencari sepotong roti," saut wanita bergaun cokelat. "Setuju! Apalagi yang akan menjadi raja selanjutnya adalah Pangeran Ega. Bukankah dia pejabat yang bijaksana?" Wanita bergaun ungu turut angkat bicara. "Benar ... Benar sekali!" Jawab wanita bergaun biru dan cokelat serempak. Suasana di ibu kota benar-benar kondusif untuk segera melengserkan Raja Crysozh yang berkuasa. Segala lini kehidupan telah memberikan dukungan kepada calon raja baru. Bahkan, pada lapisan masyarakat paling bawah. Penduduk kota telah menyambut pengangkatan raja baru dengan mendekorasi kota sedemikian rupa. Siapa sangka, di saat yang sama pasukan penyihir yan