Menjelang pagi, kegiatan pada ruangan itu sudah dimulai. Mereka perlu bergerak lebih dahulu untuk menyiapkan segalanya. Mata Keira terbuka, memandang kosong, dia kesulitan tidur setelah dibawa ke ruangan ini. Padahal saat tertidur tadi sejenak Keira berharap semuanya adalah mimpi, tetapi kenyataan menampar keras saat dia terbangun di ruangan pembantu.
Kasurnya sempit definisi khusus satu orang saja. Bantalnya keras. Tidak ada guling. Sangat jauh berbeda dari kamar tidurnya yang luas dan megah di rumahnya. Apa-apaan ini? Keadaan buruk yang sama sekali tidak bisa dia terima. Dia membutuhkan penjelasan ayahnya, dia perlu mendengarkan dosa masa lalu dari mulut ayahnya sendiri. Akan tetapi apakah ayahnya masih hidup? Kemungkinan besar dia sudah dibunuh oleh keluarga Grant. "Bangun!" Lamunan Keira buyar saat seseorang memukul tubuhnya menggunakan bantal. Dia terkesiap dan segera bangun, terduduk di kasurnya. Para pembantu lainnya sudah bersiap diri sejak tadi, mereka mengenakan pakaian khas pembantu. "Oh jadi kau pembantu barunya, ya? Tuan Cullen memberitahuku saat menuju ke sini," wanita tua itu membuang sembarangan bantal yang langsung dipungut oleh salah satu dari mereka yang berada di belakang. Apakah senioritas juga ada di lingkungan seperti ini? Tampaknya wanita tua ini merupakan kepala pembantu dan tebakannya benar saat dia memperkenalkan diri. "Aku Mia. Kepala pembantu di keluarga Grant yang sudah bekerja begitu lama bahkan sebelum Tuan Cullen lahir," suaranya menyeruak meneteskan nada kebanggaan. Pantas saja pembantu lainnya tampak segan kepadanya. "Segera ganti. Tidak ada waktu lagi untuk menunggu." Diperintah oleh kepala pembantu, apakah kehidupannya sungguh berubah seperti ini? Keira masih tidak terima tetapi dia juga malas berdebat dengan orang sepertinya. Terlebih lagi Mia memegang kayu rotan panjang di tangan kirinya, jika sampai melayang ke arahnya, Keira yakin pasti berbekas. Dia dengan langkah gontai turun dari kasur dan memasuki salah satu kamar mandi. Dia segera membuka gaunnya, dan memakai pakaian pembantu tersebut. "Sial, sial," Keira menggerutu kesal. Dia memandang penampilan di cermin. Pakaian mahal yang selalu menempel di tubuhnya kini tidak ada lagi. Dia sekarang memakai pakaian yang tidak mempunyai harga. Keira sama sekali tidak pernah menghina pekerjaan pembantu. Dia pun di rumahnya mempunyai banyak pembantu dulunya dan tergolong akrab dengan mereka. Hanya saja dia yang menjadi pembantu, mau disimpan di mana marga kehormatan Hale? Namun, sepertinya dia memang sudah tidak mempunyai apa pun sekarang. Ponselnya, kartu, dan hal lain yang berada di tas yang sudah disita, satu-satunya yang dia miliki sekarang adalah dirinya sendiri dan marga Hale yang tidak bermakna apa pun di depan para monster iblis itu. Keira menghembuskan napas panjang, mencuci wajahnya dengan air segar. "Apa yang kau lakukan di dalam sana? Cepat! Jangan membuang banyak waktu!" Setelah itu Keira keluar dan langsung disambut oleh mereka. Mia menatap dari atas sampai ke bawah. "Baiklah. Kau bergabung dengan Nia dan lainnya. Tugasmu adalah mencuci pakaian. Cepat berangkat!" Keira tidak mengatakan apa pun dan bergegas mengikuti kelompok pembantu yang keluar dari ruangan. Tidak lupa menyimpan gaunnya terlebih dahulu di dekat bantalnya dan ikut berjalan keluar. Tidak ada percakapan saat melewati tangga. Saat tiba mereka langsung berputar dan keluar melewati pintu kecil yang mengarah ke halaman belakang. "Kau tidak perlu bingung begitu," salah satu dari mereka mensejajarkan langkah dengannya yang berjalan paling belakang. Keira memandangnya, mengamati wanita berambut sebahu tersebut. "Perkenalkan namaku Lily. Aku berasal dari pembantu keluarga kaya di negera selatan. Kau pembantu dari keluarga mana?" Apa-apaan? Apakah Keira terlihat sangat cocok sebagai pembantu? Dia tidak menjawabnya, hanya memberi lirikan kemudian mengalihkan pandangan. Mereka tiba di halaman belakang mansion yang begitu luas. Hamparan rumput luas terlihat. Di bagian sisi selatan terdapat rumah kaca yang dipenuhi oleh bunga. Di sisi utara diisi dengan taman bunga dan ladang buah-buahan. Sisi barat dipenuhi kandang kuda dan lapangan berkuda. Dan sekarang mereka menuju tengah bangunan tanpa dinding dengan atap yang menjulang tinggi ke atasnya. "Nah, para pembantu baru yang bekerja di sini tentu akan heran. Tapi biar aku yang menjelaskan," Lily berujar riang. "Tempat itu adalah tempat mencuci pakaian. Biasanya orang kaya menggunakan mesin cuci, tetapi keluarga Grant berbeda. Mereka tidak mengizinkan pakaian disentuh mesin cuci jadi kita harus mencuci secara manual." "Secara manual?" "Iya, manual. Menggunakan sikat cuci." Setiap detik sepertinya menumpuk banyak pertanyaan di benak Keira. Bisa-bisanya keluarga ini menyuruh pembantu mereka mencuci baju secara manual. Maksudnya dunia sudah modern dan mempunyai teknologi canggih untuk mencuci baju dalam jumlah banyak, bukan malah mencuci satu per satu. Mereka kemudian tiba di tempat pencucian baju. Terdapat sumur besar di tengah dan keranjang besar bertumpuk. Semua cekatan dalam mengambil pekerjaan. Sedangkan Keira hanya berdiri menonton. "Hei anak baru. Cepat bekerja, jangan harap kau mendapat jatah makan siang jika tidak becus," salah satu di antara mereka berkata sinis, pun meliriknya sinis. Lily yang tidak ingin ada kekerasan lagi, seperti sebelum-sebelumnya jika ada pembantu baru, segera menarik Keira untuk mencuci bersamanya. Dia memberikan sikat, sabun, dan duduk berhadapan. Serius Keira melakukan pekerjaan seperti ini? Para keluarga Grant sungguh merendahkannya. Dia menatap Lily yang mulai menyikat salah satu kemeja, menuang sabun hingga berbusa. "Kenapa malah melamun? Kalau tidak bekerja kau bisa kelaparan seharian," Lily berbisik saat melihatnya hanya terdiam sedangkan dirinya telah selesai menyikat dua pakaian. Keira berserta kekesalan yang menumpuk dalam hatinya, terpaksa mengambil selembar baju dan mulai menyikat mengikuti cara Lily. Serius, ini pertama kalinya dia melakukan pekerjaan mencuci baju karena dulu segala sesuatunya dikerjakan oleh pembantunya. Buk! Aduh. Keira meringis kecil saat ember aluminium memukul kepala agak keras. Dia segera menoleh, menatap wanita sinis yang Keira tahu bernama Nia memegang ember dengan ekspresi congkak. "Jangan bermalas-malasan!" "Nia jangan berlebihan," salah satunya menyahut, ikut meringis karena pukulan tersebut meski bukan dia yang dipukul. "Ha, biarkan saja. Orang sepertinya harus dikerasi agar tidak malas bekerja. Jangan ingin makan saja tanpa bekerja." "Sudahlah, Nia. Dia masih baru kau tidak perlu bertindak begini," ada satu lagi yang membelanya. "Iya Nia, aku akan mengajarinya dengan benar kok," Lily berujar pelan, agak takut kepada Nia yang kadang bertindak sesuka hati. "Mengajarkan apa? Dia itu pembantu dari keluarga lain yang dibawa ke sini! Tidak perlu bertingkah jika dia CEO yang tidak pernah menyentuh dunia mencuci!" Ekspresi Keira mengeras, tangannya mengenggam erat sikat cuci, sedikit lagi emosinya meledak dan balas memukulnya. Lagi pula para pembantu seperti mereka tentunya tidak tahu siapa dirinya. Pewaris perusahaan Hale yang terhormat. Dia tidak dikenal luas oleh masyarakat awam sebab dirinya disembunyikan. Identitasnya tidak diketahui, Keira hanya ditahu sebagai 'putri tunggal Hale' ya itu gelar terhormat, meski sekarang semua berubah. Tetapi tetap saja Keira tidak terima diperlakukan rendahan oleh seorang pembantu. "Jangan melawan," Lily yang melihat kemarahannya berujar pelan. Dahinya berkerut samar, melayangkan tatapan tajam. Dia mana mungkin tidak membalas setelah kepalanya dipukul keras bahkan sekarang sakit berdenyutnya masih terasa. "Keluarga Grant tidak suka kekerasan. Kalau ada yang bertengkar mereka marah besar dan memberi hukuman." Persetanan! Keira sama sekali tidak peduli. "Hukumannya adalah dimasukkan ke dalam kotak kaca selama satu jam bersama hewan yang ditakuti. Dulu ada yang bertengkar dan dimasukkan ke dalam kotak kaca bersama seribu kelabang karena dia takut kelabang. Dan dia berakhir meninggal." Fakta gila apa lagi ini? Keira menghembuskan napas kasar. Keluarga Grant wujud monster dan iblis sesungguhya. Mereka sadis, kejam, dan berhati dingin. "Lalu? Kau ingin aku melakukan apa? Membiarkannya memukulku? Lalu apakah dia akan dihukum?" Keira balas berbisik. Suaranya penuh penekanan terhadap jawaban. Lily menatapnya sendu, kemudian menggeleng pelan. "Nia merupakan kerabat dekat Mia. Jika dia membuat kesalahan, maka kita hanya bisa maklum. Ingin melapor juga kepada siapa? Kita bukan siapa-siapa di sini selain pembantu." Mungkin mereka tidak bisa melawan, tetapi Keira bisa. Dia bukan pembantu dan tidak menerima direndahkan. Keira tidak peduli pada peringatan Lily dan berdiri, dia tidak lupa mengambil ember aluminium di dekatnya, menumpahkan airnya. Dia melangkah ke arah Nia dan memukul balik kepalanya dengan keras. Buk! Buk! Bukan hanya sekali tetapi Keira memukulnya dua kali hingga membuat gadis itu menjerit. Semua orang terkejut. Mereka berdiri dan memisahkan keduanya. "Beraninya!!!" Teriak Nia marah. "Kenapa aku tidak berani sialan?" Sahut Keira dengan nada mematikan. Tubuhnya terhuyung maju hendak memukul lagi namun tubuhnya ditahan. "Kau—" "Aduh sudah! Kita hanya perlu mencuci. Tidak perlu bertengkar begini." "Iya betul." "Ada Tuan Jake." Sahutan tersebut membuat mereka terdiam dan menoleh pada suara langkah kuda yang mendekat. Keira memandang pria yang memakai setelan berkuda. Dia pastinya salah satu keluarga Grant. Dibandingkan Samuel, pria ini lebih mirip lagi dengan Cullen. Fitur wajah yang tegas dan ekspresi serius dengan alis yang berkerut samar. Matanya memandang tajam dan dingin. Tatapan mereka kemudian bertemu. Jake memandangnya dalam. Hanya dengan sekali melihat dia tahu bahwa wanita ini berbeda dari pembantu lainnya. Dia anak dari musuh mereka. Pewaris tunggal Hale. Jake terus terdiam, tetapi tatapannya tajam seolah bersuara penuh perintah kepada mereka 'apa yang sedang terjadi di sini?' "Ma-maaf Tuan Jake. Terjadi sedikit kekacauan. Nia memukul kepala pembantu baru yang membuat dia marah dan memukul balik," wanita berambut hitam pendek berani menjelaskan. Nia pucat pasi. Tubuhnya bergetar ketakutan karena ketahuan. "S-saya meminta maaf, Tuan Jake. S-sungguh, s-saya melakukannya karena dia bermalas-malasan. O-orang se-sepertinya butuh diberi pelajaran." Sementara itu Keira tetap tenang. Tahu dirinya akan menerima hukuman tapi ya ingin memberi pembelaan diri pun pasti sia-sia. Lagi pula dia sudah puas dapat melayangkan pukulan ke wanita sialan tersebut. "Ke ruangan Cullen," suaranya menyeruak dingin hingga membuat para pembantu merinding ketakutan. Terlebih lagi Nia yang sampai ingin menangis. Air matanya menumpuk di pelupuk mata. Tapi apa yang bisa dia lakukan? Perintah adalah perintah. Takut hukumannya semakin diperpanjang, Nia melangkah lebih dulu bersama rasa takut di sekujur tubuh. Keira kemudian mengikutinya tetapi baru beberapa langkah, Jake kembali bersuara dan menghentikan langkahnya. "Kau ikut denganku, pembantu baru."Para pembantu lainnya menatap terkejut sekaligus bingung saat melihat Keira berjalan di belakang Jake yang menunggangi kuda. Tidak seperti biasanya putra kedua keluarga Grant ingin berurusan dengan pembantu. Jake begitu dingin dan jarang berbicara. Bahkan dia hanya memerintah dengan tatapan matanya. Dia seharusnya tidak perlu berusah payah mengurusi pembantu baru. Tetapi tidak ada yang bisa menebak pikiran para anggota keluarga Grant. "Ayo lanjut bekerja," sahut salah satunya memecah keheningan. Mereka kemudian melanjutkan cucian yang bertumpuk. Sedangkan Keira membawa kakinya melangkah ringan, pandangannya tertuju kepada punggung kokoh tersebut. Bagaimana nasib dirinya? Jake tidak muncul tadi malam hingga Keira tidak bisa menyimpulkan seperti apa pria ini. Apakah dia lebih kejam dan sadis dari kedua saudaranya? Terlalu banyak berpikir sampai Keira tidak sadar bahwa mereka telah sampai pada bagian barat tepatnya di kandang kuda. Jake kemudian turun dari kudanya dan menole
"Di mansion terdapat perpustakaan besar. Dibagi menjadi tiga bagian, satu untuk tamu, ruangan paling luas untuk keluarga Grant, dan satunya lagi untuk pembantu," Lily menjelaskan dengan semangat. Setelah makan siang mereka memutuskan kembali ke halaman belakang. Duduk bersandar di bawah pohon beringin menunggu jemuran kering untuk diangkat. Angin sepoi bertiup, meski menolak mengakui tetapi Keira sedikit merasa nyaman di tempat ini. Suasananya begitu damai dan seolah jauh dari keramaian kota yang penuh polusi. "Kau pernah ke perpustakaan?" "Hanya sesekali. Soalnya Nia sering memonopoli. Mentang-mentang dekat dengan Mia, dia bertindak sok sekali. Banyak dari kami yang tidak suka padanya tetapi tidak berani melakukan apa pun karena takut," Lily menepuk tangannya, ekspresi wajahnya riang. "Tapi tadi kau berani sekali memukulnya. Kami bangga padamu, Keira." Pukulan itu bahkan bukan apa-apa, lagi pula seseorang seperti Nia memang harus diberi pelajaran agar bisa menjaga sik
Malam harinya Keira sulit tertidur. Matanya terus terbuka di dalam ruangan yang lampunya sudah dimatikan sejak tadi. Dia memikirkan nasib dari kehidupan ke depannya. Apakah Keira hanya akan terus menjadi pembantu di keluarga monster iblis ini? Membayangkannya saja sudah membuat perutnya mual. Dia jijik dan sama sekali tidak sudi. Mana mungkin Keira rela menghabiskan sisa hidupnya dengan mengabdi kepada orang gila seperti mereka. Pokoknya Keira harus mencari cara agar bisa pergi dari tempat ini. Dari seribu satu ketidakmungkinan yang ada, pasti ada satu cara untuk meloloskan diri. Meski keluarga Hale sudah hancur tak bersisa, Keira yakin di luar sana masih ada seseorang yang dapat dia datangi dan meminta bantuan. Dia bisa pergi ke tempat temannya atau kabur ke luar negeri melalui kapal pesiar milik pria yang menyukainya. Apa pun yang terjadi, dia harus meninggalkan tempat ini secepatnya. Soalnya ayahnya, Keira tidak ingin memikirkan dulu. Dia ingin egois kali ini dan menyela
Sudah dua hari berlalu semenjak Keira melihat tangga tersebut, tetapi dia belum menemukan kesempatan untuk kabur. Terlebih lagi Lily dan Daya terus menyeretnya mengikuti mereka. Membuat Keira bingung mencari alasan untuk berpisah karena mereka bisa curiga. Seperti sekarang mereka duduk di bawah pohon rindang dan menikmati buah persik pemberian Dion. Keira cukup menikmati tekstur buah yang lembut digigit dan berair dengan rasa sempurna yang menyatu. "Dion tidak dimarahi jika memberimu buah seperti ini terus?" Daya mengigit buah ketiganya. Lily menelan, menggeleng. "Tidak, soalnya para penjaga ladang buah memang diberikan jatah per dua keranjang masing-masing setiap minggunya. Dion bilang dia sudah agak muak terlalu banyak memakan buah sejak bekerja di sini, jadi dia membagikannya deh," ujarnya bahagia yang membuat rona merah di pipinya muncul. Daya memberenggut. "Bahagia ya jika disukai oleh tukang ladang buah." "Daya!" Seru Lily malu. Sedangkan Daya tertawa kecil.
Samuel meloloskan dengusan tidak puas. "Oh ayolah, apa aku tidak bisa bersenang-senang dengannya sekali saja?" "Apa aku pernah mengulangi perkataan dua kali?!" Ekspresi dan suara marah Cullen membuat Samuel berdecak kecil. Pandangannya beralih untuk menatap Keira yang memasang raut jijik yang malah menggemaskan di matanya. Dia kemudian mendaratkan kecupan ringan di pipinya sebelum melepas tangan dan membawa dirinya menjauh darinya. "Lihat, dia begitu menggoda. Aku yakin kau juga ingin menidurinya, kan?" Samuel menatap jahil ke arah Cullen. "Tutup mulutmu!" Membuat Cullen semakin marah. Dasar para pria gila! Keira buru-buru bangkit, merapikan gaun dan rambut yang berantakan. Tangannya sudah gatal sekali ingin meninju ekspresi menyebalkan di wajah Samuel, tapi menahan diri karena tidak ingin membuat masalah baru. "Kalau begitu aku akan menelpon jalangku saja, sampai jumpa Keira. Selanjutnya kita pasti bisa melakukannya," Samuel tertawa kencang berjalan menjauh dengan sa
Tubuhnya terlalu banyak menerima rangsangan kejut dan ketakutan membuat Keira pingsan tiga puluh menit kemudian. Anak-anak kucing masih terus mengeong dan menempel pada tubuhnya yang terkulai lemah. Alarm berbunyi dari alat hitung jam pada dinding yang menandakan hukumannya telah selesai dalam waktu satu jam. Bawahan tadi masuk dan memeriksa kondisinya kemudian keluar membawa laporan kepada Cullen yang duduk menunggu di meja kerja dan Samuel yang datang lima menit lalu. "Dia pingsan, Tuan." Samuel mendorong dirinya dari dinding, tersenyum licik. "Baiklah, kalau begitu aku akan membawanya ke kamarku." "Apa kau datang ke sini untuk itu?" Cullen menatap dingin ke arahnya. Tangannya dilipat di depan dada, dan kakinya diangkat ke atas meja. "Biarkan aku melakukannya sekali saja," senyum Samuel menghilang dari wajahnya digantikan ekspresi serius. Kesal karena Cullen selalu saja memerintah seenak diri. "Tidak." Satu kata yang cukup menggambarkan penolakan secara jelas.
Tepat satu minggu Keira berada di mansion ini. Kesehariannya diisi dengan mencuci pakaian, tidur siang di bawah pohon atau mendengar celotehan Daya dan Lily yang menceritakan banyak hal sedangkan Keira hanya tinggal diam hanya sesekali ikut dalam pembicaraan. Matahari bersinar terik. Setelah makan siang, mereka ke bawah pohon rindang seperti biasanya. Aktivitas yang tidak melelahkan tetapi sangat membosankan hingga Keira rasanya ingin mati sebab terus melakukan pekerjaan berulang-ulang setiap harinya. Tapi untung saja para keluarga Grant sedang ke luar negeri, Keira jadi tidak perlu bertemu dan berurusan dengan mereka selama beberapa waktu. Keira juga menunggu kesempatan untuk dapat mengendap ke ruang bawah sebelum mereka kembali. Dia memandang Daya dan Lily yang sedang berdebat kecil, sedangkan dia sembari memikirkan rencana untuk melancarkan aksinya. "Kau tidak ingin mengatakan apa pun Keira?" Pertanyaan Daya membuatnya berkedip. "Huh?" "Sejak berapa hari lalu ka
Kembali lagi kepada situasi di mansion beberapa menit sebelum laporan tiba kepada Cullen. Awalnya Keira terkejut sekaligus bingung mendengar ucapan Bon. Dia kehilangan jarinya bukan atas kesalahan Keira, melainkan kesalahan dirinya sendiri yang bertindak sok hebat saat hendak membawanya kemari. Pun yang memotong jarinya bukan Keira melainkan Samuel tetapi kenapa dia malah dendam kepadanya? Bawahan sok hebat sepertinya memang seharusnya menerima hukuman berat. Dia mungkin mengira Keira lemah karena tampilannya lembut dan feminim. Tetapi jangan salah, Keira bukan tipe yang tidak tahu menyerang. Kehidupan masa lalunya bukan hanya tentang bermanja dan menghabiskan uang. Ayahnya mendidik begitu keras bahkan pernah melepaskan Keira di hutan selama dua hari tanpa perlengkapan makanan, selain senapan dan pisau lipat. Dalam dua hari itu, Keira mampu membunuh tiga harimau dan menikam ular besar yang hendak melititinya. Jadi bawahan rendahan seperti Bon sama sekali bukan lawannya. Keira
Saat berada di luar ruangan, penjahat itu berhenti, cengkaramannya semakin mengencang. Sebelah tangannya bergerak, menempelkan ujung pistol di pelipis Keira, mulai menekan pelatuk. Keira yang tidak bisa melawan, mulai memikirkan segala kejadian yang pernah terjadi dalam hidupnya. Lebih tepatnya mengenang kehidupan sebelum berakhir di tangan penjahat tersebut. Dalam hidupnya, Keira belum pernah mencapai sesuatu yang betul-betul diimpikan. Dia menjalani kehidupan dengan sangat datar, tanpa ambisi, dan cita-cita. Mungkin inilah hukuman untuk seseorang yang tidak pernah menikmati kehidupan dengan semestinya. "Terimalah kematianmu," bisik penjahat tersebut. "Eh?" Matanya membulat, terkejut. "Samuel?" "Huh?" Cengkraman pada lehernya mengendur, Keira menjadikan itu sebagai kesempatan untuk menjauh dan berbalik, memandangnya dengan keterkejutan yang masih sama. "Kau Samuel, kan?" "Huh?!""Tidak perlu berbohong, aku tahu itu kau," tangan Keira bergerak hendak menarik topeng, tapi pria
"Aku tidak mengira akan bertemu denganmu di sini, Keira. Kau menghilang setelah hari kelulusan, bahkan chatku saja tidak dibalas. Kau ke mana selama ini?"Mereka kini berada di ruangan tanpa pintu tempat penyimpanan barang cadangan. Keira berdiri di depan Evan, memandangnya. Mereka memang sudah lama tidak bertemu, oiya Evan merupakan teman kampus Keira, mereka dulunya satu jurusan dan sering berada di kelas yang sama. Evan adalah pria yang pernah Keira pikirkan sebagai pilihan untuk kabur. Ya, dia pria yang memliki kapal pesiar yang berlabuh mengelilingi dunia. Termasuk dari keluarga kaya raya di dunia. Dia pria tampan berambut pirang, yang baik hati dan sering menolongnya dahulu. Bahkan saat status Keira hanyalah mahasiswa yang mendapatkan bantuan dari sekolah dulunya. Alan sangat tidak ingin jika seseorang mengetahui siapa Keira sebenarnya, maka dari itu, sepanjang hidupnya Keira lebih banyak menyembunyikan dirinya yang sebenarnya. Di kampusnya dia dikenal sebagai gadis miskin ta
Nia memasuki ruangan Cullen dengan setengah hati, ada rasa gugup, takut, sekaligus kesal melihat bagaimana Keira dapat menghindari hukuman begitu mudah. Meski Nia tahu bahwa wanita itu bukan seorang pembantu sepertinya, tapi seharusnya diberi hukuman juga, kan? Keluarga Grant yang dia tahu adalah keluarga yang tidak segan menghukum seseorang yang melakukan keributan atau bertengkar di mansion. Namun di sinilah Nia sekarang, berdiri sembari menahan getaran di kaki, menunduk saat Cullen melayangkan tatapan membunuh ke arahnya. Tatapan Cullen saja sudah seperti hukuman. Nia merasa seolah tatapan itu menembus ke dalam jiwa dan merobeknya secara perlahan. Dia sangat tersiksa hingga menimbulkan sesak di dadanya. Hukuman apa yang akan Nia terima? Selama berada di mansion, dia sudah berapa kali dihukum dan dapat dibilang sudah terbiasa, maka dari itu, dia menenangkan diri dan mengatakan bahwa semua akan baik-baik saja saat waktu berlalu nantinya. "Anda memanggil saya Tuan?" Pintu terbuk
Keesokan harinya, Keira berjalan-jalan di sekitar halaman belakang mansion. Sejak tadi malam, pikirannya dipenuhi oleh perkataan Cullen dan isi diary serta surat yang ditinggalkan ayahnya. Jika menggunakan pemikiran jangka pendek, semuanya tampak tidak masuk akal, seolah hanya sesuatu yang dibuat-buat untuk mendramatisi kematian ayahnya. Namun jika memikirkannya secara jangka panjang, segala sesuatu memang saling terhubung. Kemungkinan besar ada sosok dibalik kejadian kejam masa lalu Alan, yang membuat ayahnya melakukan sesuatu keji dan tak bermoral. Dan saat waktunya tiba, ayahnya sengaja bunuh diri, dan mengungkap seperti teka-teki agar mereka yang mendapatkan suratnya dapat menyelidiki setelah kematiannya. "Keira." Langkahnya terhenti, Keira segera menoleh menemukan Lily dan Daya berdiri tak jauh darinya. Mereka berdua memegang keranjang kosong, sepertinya telah selesai menjemur pakaian. Lily maju selangkah, gugup ingin berbicara dengan Keira setelah saling mendiami selama be
Keira menatap keluar jendela, rintik-rintik hujan mengentuk atap saat mobil melaju dengan kecepatan tinggi. Pandangannya kosong, juga pikirannya yang sudah terlalu penuh sebab memikirkan semuanya. Cobaan hidupnya sangat berat, rumit, dimulai dari ibunya yang meninggal saat melahirkannya, membuatnya tumbuh dan besar tanpa pernah merasakan kasih sayang. Hidup bersama sang ayah yang kadang bersikap kejam dan dingin padanya, sering meninggalkan Keira yang kesepian. Jika Keira protes atau melampiaskan kekesalan sekali saja, maka Alan tak akan segan memberi hukuman. Seperti mengurung Keira di gudang yang gelap gulita dan hanya sedikit sirkulasi udara, atau membawanya ke hutan dan meninggalkannya sendiri, Keira harus berjuang agar keluar dari hutan sebelum malam hari. Pokoknya hidupnya tidak lurus dan sempurna seperti kata orang-orang, Keira banyak mengalami kesulitan terutama saat beranjak remaja. Meski begitu, terlepas dari sikap buruk Alan, Keira dapat tumbuh sebagai sosok anak perempu
Selama menjalani perawatan, Keira berada di kamar Cullen, lebih tepat dikurung, pintu hanya terbuka jika Amanda datang untuk memeriksa atau Mia yang datang membawa makanan. Kamar tersebut dirancang seketat mungkin. Jendelanya diberi trali besi, sejenis cairan sabun atau sampo berbahaya dihilangkan. Kini rak kamar mandi Cullen hanya dipenuhi oleh sejenis sabun mandi bayi yang aman jika tertelan. Sejak berada di kamar tersebut, Clara hanya bisa berbaring, memandang kosong ke arah langit-langit. Dia kembali lagi dalam model boneka, terlihat tak bernyawa dan begitu hampa. Untuk sementara waktu, Clara mencoba tidak memikirkan apa pun. Menjerihkan pikiran, terlalu banyak berpikir juga membuatnya lelah, dan merasakan energinya terbuang habis. Saat kesadaran hampir hilang, pintu yang terbuka membuat matanya terbuka. Keira bangkit dari posisi tidur saat mengenali suara langkah tersebut, yang mengetuk lantai keras dan terburu-buru. Cullen datang. "Bagaimana keadaanmu?" Tanyanya blak-blaka
"Bagaimana keadaanmu?" Matanya yang semula terpejam, perlahan terbuka, Keira mengerjap pelan, memandang Amanda yang datang untuk memeriksanya siang ini. Sudah seminggu berlalu pasca Amanda berhasil menyelamatkan nyawa Keira yang hampir tidak terselamatkan. Seumur hidup bekerja pada keluarga Grant, baru pertama kali Amanda berjuang begitu keras, bahkan sedikit menangis saat dirinya berhasil, meski sebenarnya Keira terbilang mustahil untuk ditolong. Dengan Keira yang masih hidup, tanpa mengalami kecacatan di dalam organ dalamnya, Amanda menyebut hal itu sebagai keajaiban. "Baik," Keira menjawab setelah terdiam, dan hanya memandang selama beberapa menit, kemudian mengalihkan pandangan. Mengabaikan Amanda yang kembali mengecek keadannya. Keira sudah seperti boneka yang tidak bergerak, matanya tak berkedip menatap dinding putih kosong. "Kau harus rajin makan dan perbanyak minum air putih, yang paling penting, jangan pernah melewati jadwal minum obat. Aku akan kembali nanti
Matanya terbuka perlahan, Keira memandang ruangan yang tidak asing baginya. Bagian belakang kepalanya berdenyut pelan, beberapa detik kemudian, dia baru tersadar bahwa dirinya sudah berada selama tiga hari di kamar Cullen. Sejak malam itu, ketika dirinya pingsan, Cullen membawanya ke kamar ini. Keira mengalami demam selama dua hari, dan baru sore ini, dia merasa sedikit baikan. Dia sudah terlalu lama berada di ranjang, mengubur dirinya di dalam kasur empuk. Pikirannya berkelana, terus memikirkan perkataan ayahnya yang seperti menekan dirinya. Kenapa? kenapa ayahnya begitu jahat? membantai orang lain, hanya karena tidak ingin kalah dalam persaingan bisnis, kenapa ayahnya tega melakukan hal keji? Semakin memikirkannya, semakin menyebabkan kepalanya berdenyut sakit, air matanya menetes, panas di pipinya. Tangannya mencengkram selimut erat, menahan isakan. "Kau sudah bangun?" Keira mengigit bibirnya saat mendengar pintu terbuka, diikuti oleh suara Cullen yang bertanya pel
Keira menoleh pada Cullen yang duduk di sampingnya, matanya memandang sebal. Yang benar saja, mereka berdua duduk di kursi yang dibawa oleh salah satu bawahan lalu pamit pergi, menyisakan mereka bertiga. Hal yang membuatnya kesal sekaligus marah karena Cullen menyuruh dirinya duduk bersamanya, sedangkan ayahnya berlutut di depan mereka. Hatinya terenyuh melihat tampilan ayahnya yang tidak berdaya, Keira bahkan baru dapat memperhatikan dengan jelas jika mata sang ayah sipit sebelah, mata sebelah kiri hampir tertutup, dihiasi oleh luka lebam."Duduk Keira." Suara Cullen berujar dingin, penuh perintah setiap kali Keira mencoba untuk turun dan duduk di lantai bersama ayahnya. Keira pun tidak bisa tidak menuruti sebab Cullen memegang lengannya kuat, menahan agar tetap di tempat. "Sekarang, Alan Hale, bisakah kau menceritakan dosa masa lalumu kepada putrimu?" Tubuh ayahnya sejak tadi tegang, bingung dan tidak tahu harus memulai dari mana. Kisahnya begitu kejam, orang yang mendengarnya p