Samuel meloloskan dengusan tidak puas. "Oh ayolah, apa aku tidak bisa bersenang-senang dengannya sekali saja?" "Apa aku pernah mengulangi perkataan dua kali?!" Ekspresi dan suara marah Cullen membuat Samuel berdecak kecil. Pandangannya beralih untuk menatap Keira yang memasang raut jijik yang malah menggemaskan di matanya. Dia kemudian mendaratkan kecupan ringan di pipinya sebelum melepas tangan dan membawa dirinya menjauh darinya. "Lihat, dia begitu menggoda. Aku yakin kau juga ingin menidurinya, kan?" Samuel menatap jahil ke arah Cullen. "Tutup mulutmu!" Membuat Cullen semakin marah. Dasar para pria gila! Keira buru-buru bangkit, merapikan gaun dan rambut yang berantakan. Tangannya sudah gatal sekali ingin meninju ekspresi menyebalkan di wajah Samuel, tapi menahan diri karena tidak ingin membuat masalah baru. "Kalau begitu aku akan menelpon jalangku saja, sampai jumpa Keira. Selanjutnya kita pasti bisa melakukannya," Samuel tertawa kencang berjalan menjauh dengan sa
Tubuhnya terlalu banyak menerima rangsangan kejut dan ketakutan membuat Keira pingsan tiga puluh menit kemudian. Anak-anak kucing masih terus mengeong dan menempel pada tubuhnya yang terkulai lemah. Alarm berbunyi dari alat hitung jam pada dinding yang menandakan hukumannya telah selesai dalam waktu satu jam. Bawahan tadi masuk dan memeriksa kondisinya kemudian keluar membawa laporan kepada Cullen yang duduk menunggu di meja kerja dan Samuel yang datang lima menit lalu. "Dia pingsan, Tuan." Samuel mendorong dirinya dari dinding, tersenyum licik. "Baiklah, kalau begitu aku akan membawanya ke kamarku." "Apa kau datang ke sini untuk itu?" Cullen menatap dingin ke arahnya. Tangannya dilipat di depan dada, dan kakinya diangkat ke atas meja. "Biarkan aku melakukannya sekali saja," senyum Samuel menghilang dari wajahnya digantikan ekspresi serius. Kesal karena Cullen selalu saja memerintah seenak diri. "Tidak." Satu kata yang cukup menggambarkan penolakan secara jelas.
Tepat satu minggu Keira berada di mansion ini. Kesehariannya diisi dengan mencuci pakaian, tidur siang di bawah pohon atau mendengar celotehan Daya dan Lily yang menceritakan banyak hal sedangkan Keira hanya tinggal diam hanya sesekali ikut dalam pembicaraan. Matahari bersinar terik. Setelah makan siang, mereka ke bawah pohon rindang seperti biasanya. Aktivitas yang tidak melelahkan tetapi sangat membosankan hingga Keira rasanya ingin mati sebab terus melakukan pekerjaan berulang-ulang setiap harinya. Tapi untung saja para keluarga Grant sedang ke luar negeri, Keira jadi tidak perlu bertemu dan berurusan dengan mereka selama beberapa waktu. Keira juga menunggu kesempatan untuk dapat mengendap ke ruang bawah sebelum mereka kembali. Dia memandang Daya dan Lily yang sedang berdebat kecil, sedangkan dia sembari memikirkan rencana untuk melancarkan aksinya. "Kau tidak ingin mengatakan apa pun Keira?" Pertanyaan Daya membuatnya berkedip. "Huh?" "Sejak berapa hari lalu ka
Kembali lagi kepada situasi di mansion beberapa menit sebelum laporan tiba kepada Cullen. Awalnya Keira terkejut sekaligus bingung mendengar ucapan Bon. Dia kehilangan jarinya bukan atas kesalahan Keira, melainkan kesalahan dirinya sendiri yang bertindak sok hebat saat hendak membawanya kemari. Pun yang memotong jarinya bukan Keira melainkan Samuel tetapi kenapa dia malah dendam kepadanya? Bawahan sok hebat sepertinya memang seharusnya menerima hukuman berat. Dia mungkin mengira Keira lemah karena tampilannya lembut dan feminim. Tetapi jangan salah, Keira bukan tipe yang tidak tahu menyerang. Kehidupan masa lalunya bukan hanya tentang bermanja dan menghabiskan uang. Ayahnya mendidik begitu keras bahkan pernah melepaskan Keira di hutan selama dua hari tanpa perlengkapan makanan, selain senapan dan pisau lipat. Dalam dua hari itu, Keira mampu membunuh tiga harimau dan menikam ular besar yang hendak melititinya. Jadi bawahan rendahan seperti Bon sama sekali bukan lawannya. Keira
Satu minggu sejak kejadian itu, keadaan kembali seperti semula seolah kejadian itu tidak pernah terjadi. Keira sadar memasuki hari kelima dan masih dirawat di kamar Cullen. Dua hari setelah sadar Keira masih belum melihat pria itu, hanya dokter dan Mia sesekali datang untuk memeriksa dan memberinya makanan. Jika bertanya apakah boleh keluar atau kembali ke kamar pembantu, Keira terus mendapat jawaban tidak.Apalagi jika bertanya kepada Mia, dia begitu sinis dan dingin kepadanya. Entah apa salah yang Keira perbuat? Apakah wanita itu marah karena Nia mendapat hukuman? Padahal sudah jelas kalau kerabatnya itu yang membuat ulah lebih dulu. Luka di tubuhnya sudah hampir mengering, sang dokter memberi perawatan terbaik kepadanya. Keira berterima kasih akan hal itu tapi tetap saja dia ingin keluar dari kamar yang terkunci. Sampai kapan dirinya di kurung di sini? Rasa bosan seakan hendak membunuhnya. Lagi pula Keira sudah merasa baikan dan tidak perlu berada di tempat ini terlalu lama.
Memasuki minggu kedua, kondisi Keira benar-benar telah membaik dan dapat kembali ke kamar pembantu. Dia sangat bersyukur dapat bebas dan tidak terkurung di kamar Cullen lagi. Saat tiba di kamar, semua orang sudah menyambutnya, mereka lega melihatnya kembali dalam keadaan utuh. Terlebih lagi Daya dan Lily yang memeluk tubuhnya erat. Keduanya menangis dan memberitahu kekhawatiran sebab tidak melihatnya dalam jangka waktu dua minggu. "Kau sungguh sudah sehat?" Lily menyeka air matanya, hidungnya memerah karena terisak keras. "Iya Keira, tanyakan kepada kami jika ada yang sakit. Kami sungguh tidak bisa bekerja dengan tenang memikirkan keadaanmu," Daya menambahkan, air matanya sendiri sudah mengering di matanya. Sedangkan yang lain ikut menimpali, mengucapkan puji syukur dan lainnya. "Kau benar-benar hebat dapat bertahan." Yang lain mengangguk. "Syukurlah kau kembali." "Katanya bawahan itu dibunuh oleh Tuan Cullen?" "Eh benarkah?" "Bagaimana sikap Tuan Cullen kepadamu." "Hei be
Baik Jake maupun Samuel masih berada di negara tetangga selama dua minggu lebih. Mereka belum mendapat panggilan pulang dari Cullen, meski semua bisnis telah diselesaikan. Keduanya bahkan tidak tahu apa yang saja yang terjadi di mansion selama mereka pergi. Siang menjelang sore hari, akhirnya Jake menerima panggilan dari Cullen dan menyuruh mereka pulang nanti malam. "Sialan Cullen, akhirnya dia mengingat juga kalau mempunyai adik di sini," Samuel mencibir sinis, meletakkan botol wine kosong yang dia habiskan sendiri. Jake tidak mengatakan apa pun, hanya membuang waktu meladeni orang seperti Samuel. "Aku keluar dulu," walau telah satu botol wine, Samuel masih belum mabuk, dia mempunyai toleran tinggi terhadap alkohol. "Jangan membuat kekacauan," Jake memberi peringatan ketika melihat seringai lebar di wajah Samuel yang menurutnya aneh. Anak itu memang berbeda, lain dari yang lain. Seperti bocah yang masih membutuhkan pengawasan. Samuel terkekeh, membuka pintu, menoleh, seringain
Sejak hari itu, Daya mau pun Lily tidak pernah mengajaknya mengobrol atau sekadar duduk di bawah pohon rindang. Mereka menjauhinya bahkan melihatnya saja enggan. Karena hal itu, yang lainnya sempat bertanya-tanya, bingung. "Kalian marahan?" "Kok tidak pernah bertiga lagi?" "Ada apa dengan kalian?" Dihadapkan pertanyaan demikian, Keira lebih memilih untuk tidak menjawab. Jika mereka semakin mendesaknya, maka hanya ada satu ucapan yang bisa dia katakan. "Tidak ada masalah." "Masa?" Namun mereka tidak percaya, dan pindah bertanya kepada keduanya. Lily pun enggan menjawab tetapi Daya menjawab dengan lantang dan didengar oleh semua orang. "Dia tidak butuh teman, kami tidak dianggap teman. Jadi buat apa bersamanya?" Beberapa ada yang tidak percaya. "Masa sih?" "Kalau tidak percaya coba saja dekati. Dia cuma bisa diam dan malas bicara dengan orang seperti kami," Daya melengos, menarik Lucy untuk keluar dari ruangan. Sebentar lagi semuanya akan memulai kembali pekerjaan. Mereka
Saat berada di luar ruangan, penjahat itu berhenti, cengkaramannya semakin mengencang. Sebelah tangannya bergerak, menempelkan ujung pistol di pelipis Keira, mulai menekan pelatuk. Keira yang tidak bisa melawan, mulai memikirkan segala kejadian yang pernah terjadi dalam hidupnya. Lebih tepatnya mengenang kehidupan sebelum berakhir di tangan penjahat tersebut. Dalam hidupnya, Keira belum pernah mencapai sesuatu yang betul-betul diimpikan. Dia menjalani kehidupan dengan sangat datar, tanpa ambisi, dan cita-cita. Mungkin inilah hukuman untuk seseorang yang tidak pernah menikmati kehidupan dengan semestinya. "Terimalah kematianmu," bisik penjahat tersebut. "Eh?" Matanya membulat, terkejut. "Samuel?" "Huh?" Cengkraman pada lehernya mengendur, Keira menjadikan itu sebagai kesempatan untuk menjauh dan berbalik, memandangnya dengan keterkejutan yang masih sama. "Kau Samuel, kan?" "Huh?!""Tidak perlu berbohong, aku tahu itu kau," tangan Keira bergerak hendak menarik topeng, tapi pria
"Aku tidak mengira akan bertemu denganmu di sini, Keira. Kau menghilang setelah hari kelulusan, bahkan chatku saja tidak dibalas. Kau ke mana selama ini?"Mereka kini berada di ruangan tanpa pintu tempat penyimpanan barang cadangan. Keira berdiri di depan Evan, memandangnya. Mereka memang sudah lama tidak bertemu, oiya Evan merupakan teman kampus Keira, mereka dulunya satu jurusan dan sering berada di kelas yang sama. Evan adalah pria yang pernah Keira pikirkan sebagai pilihan untuk kabur. Ya, dia pria yang memliki kapal pesiar yang berlabuh mengelilingi dunia. Termasuk dari keluarga kaya raya di dunia. Dia pria tampan berambut pirang, yang baik hati dan sering menolongnya dahulu. Bahkan saat status Keira hanyalah mahasiswa yang mendapatkan bantuan dari sekolah dulunya. Alan sangat tidak ingin jika seseorang mengetahui siapa Keira sebenarnya, maka dari itu, sepanjang hidupnya Keira lebih banyak menyembunyikan dirinya yang sebenarnya. Di kampusnya dia dikenal sebagai gadis miskin ta
Nia memasuki ruangan Cullen dengan setengah hati, ada rasa gugup, takut, sekaligus kesal melihat bagaimana Keira dapat menghindari hukuman begitu mudah. Meski Nia tahu bahwa wanita itu bukan seorang pembantu sepertinya, tapi seharusnya diberi hukuman juga, kan? Keluarga Grant yang dia tahu adalah keluarga yang tidak segan menghukum seseorang yang melakukan keributan atau bertengkar di mansion. Namun di sinilah Nia sekarang, berdiri sembari menahan getaran di kaki, menunduk saat Cullen melayangkan tatapan membunuh ke arahnya. Tatapan Cullen saja sudah seperti hukuman. Nia merasa seolah tatapan itu menembus ke dalam jiwa dan merobeknya secara perlahan. Dia sangat tersiksa hingga menimbulkan sesak di dadanya. Hukuman apa yang akan Nia terima? Selama berada di mansion, dia sudah berapa kali dihukum dan dapat dibilang sudah terbiasa, maka dari itu, dia menenangkan diri dan mengatakan bahwa semua akan baik-baik saja saat waktu berlalu nantinya. "Anda memanggil saya Tuan?" Pintu terbuk
Keesokan harinya, Keira berjalan-jalan di sekitar halaman belakang mansion. Sejak tadi malam, pikirannya dipenuhi oleh perkataan Cullen dan isi diary serta surat yang ditinggalkan ayahnya. Jika menggunakan pemikiran jangka pendek, semuanya tampak tidak masuk akal, seolah hanya sesuatu yang dibuat-buat untuk mendramatisi kematian ayahnya. Namun jika memikirkannya secara jangka panjang, segala sesuatu memang saling terhubung. Kemungkinan besar ada sosok dibalik kejadian kejam masa lalu Alan, yang membuat ayahnya melakukan sesuatu keji dan tak bermoral. Dan saat waktunya tiba, ayahnya sengaja bunuh diri, dan mengungkap seperti teka-teki agar mereka yang mendapatkan suratnya dapat menyelidiki setelah kematiannya. "Keira." Langkahnya terhenti, Keira segera menoleh menemukan Lily dan Daya berdiri tak jauh darinya. Mereka berdua memegang keranjang kosong, sepertinya telah selesai menjemur pakaian. Lily maju selangkah, gugup ingin berbicara dengan Keira setelah saling mendiami selama be
Keira menatap keluar jendela, rintik-rintik hujan mengentuk atap saat mobil melaju dengan kecepatan tinggi. Pandangannya kosong, juga pikirannya yang sudah terlalu penuh sebab memikirkan semuanya. Cobaan hidupnya sangat berat, rumit, dimulai dari ibunya yang meninggal saat melahirkannya, membuatnya tumbuh dan besar tanpa pernah merasakan kasih sayang. Hidup bersama sang ayah yang kadang bersikap kejam dan dingin padanya, sering meninggalkan Keira yang kesepian. Jika Keira protes atau melampiaskan kekesalan sekali saja, maka Alan tak akan segan memberi hukuman. Seperti mengurung Keira di gudang yang gelap gulita dan hanya sedikit sirkulasi udara, atau membawanya ke hutan dan meninggalkannya sendiri, Keira harus berjuang agar keluar dari hutan sebelum malam hari. Pokoknya hidupnya tidak lurus dan sempurna seperti kata orang-orang, Keira banyak mengalami kesulitan terutama saat beranjak remaja. Meski begitu, terlepas dari sikap buruk Alan, Keira dapat tumbuh sebagai sosok anak perempu
Selama menjalani perawatan, Keira berada di kamar Cullen, lebih tepat dikurung, pintu hanya terbuka jika Amanda datang untuk memeriksa atau Mia yang datang membawa makanan. Kamar tersebut dirancang seketat mungkin. Jendelanya diberi trali besi, sejenis cairan sabun atau sampo berbahaya dihilangkan. Kini rak kamar mandi Cullen hanya dipenuhi oleh sejenis sabun mandi bayi yang aman jika tertelan. Sejak berada di kamar tersebut, Clara hanya bisa berbaring, memandang kosong ke arah langit-langit. Dia kembali lagi dalam model boneka, terlihat tak bernyawa dan begitu hampa. Untuk sementara waktu, Clara mencoba tidak memikirkan apa pun. Menjerihkan pikiran, terlalu banyak berpikir juga membuatnya lelah, dan merasakan energinya terbuang habis. Saat kesadaran hampir hilang, pintu yang terbuka membuat matanya terbuka. Keira bangkit dari posisi tidur saat mengenali suara langkah tersebut, yang mengetuk lantai keras dan terburu-buru. Cullen datang. "Bagaimana keadaanmu?" Tanyanya blak-blaka
"Bagaimana keadaanmu?" Matanya yang semula terpejam, perlahan terbuka, Keira mengerjap pelan, memandang Amanda yang datang untuk memeriksanya siang ini. Sudah seminggu berlalu pasca Amanda berhasil menyelamatkan nyawa Keira yang hampir tidak terselamatkan. Seumur hidup bekerja pada keluarga Grant, baru pertama kali Amanda berjuang begitu keras, bahkan sedikit menangis saat dirinya berhasil, meski sebenarnya Keira terbilang mustahil untuk ditolong. Dengan Keira yang masih hidup, tanpa mengalami kecacatan di dalam organ dalamnya, Amanda menyebut hal itu sebagai keajaiban. "Baik," Keira menjawab setelah terdiam, dan hanya memandang selama beberapa menit, kemudian mengalihkan pandangan. Mengabaikan Amanda yang kembali mengecek keadannya. Keira sudah seperti boneka yang tidak bergerak, matanya tak berkedip menatap dinding putih kosong. "Kau harus rajin makan dan perbanyak minum air putih, yang paling penting, jangan pernah melewati jadwal minum obat. Aku akan kembali nanti
Matanya terbuka perlahan, Keira memandang ruangan yang tidak asing baginya. Bagian belakang kepalanya berdenyut pelan, beberapa detik kemudian, dia baru tersadar bahwa dirinya sudah berada selama tiga hari di kamar Cullen. Sejak malam itu, ketika dirinya pingsan, Cullen membawanya ke kamar ini. Keira mengalami demam selama dua hari, dan baru sore ini, dia merasa sedikit baikan. Dia sudah terlalu lama berada di ranjang, mengubur dirinya di dalam kasur empuk. Pikirannya berkelana, terus memikirkan perkataan ayahnya yang seperti menekan dirinya. Kenapa? kenapa ayahnya begitu jahat? membantai orang lain, hanya karena tidak ingin kalah dalam persaingan bisnis, kenapa ayahnya tega melakukan hal keji? Semakin memikirkannya, semakin menyebabkan kepalanya berdenyut sakit, air matanya menetes, panas di pipinya. Tangannya mencengkram selimut erat, menahan isakan. "Kau sudah bangun?" Keira mengigit bibirnya saat mendengar pintu terbuka, diikuti oleh suara Cullen yang bertanya pel
Keira menoleh pada Cullen yang duduk di sampingnya, matanya memandang sebal. Yang benar saja, mereka berdua duduk di kursi yang dibawa oleh salah satu bawahan lalu pamit pergi, menyisakan mereka bertiga. Hal yang membuatnya kesal sekaligus marah karena Cullen menyuruh dirinya duduk bersamanya, sedangkan ayahnya berlutut di depan mereka. Hatinya terenyuh melihat tampilan ayahnya yang tidak berdaya, Keira bahkan baru dapat memperhatikan dengan jelas jika mata sang ayah sipit sebelah, mata sebelah kiri hampir tertutup, dihiasi oleh luka lebam."Duduk Keira." Suara Cullen berujar dingin, penuh perintah setiap kali Keira mencoba untuk turun dan duduk di lantai bersama ayahnya. Keira pun tidak bisa tidak menuruti sebab Cullen memegang lengannya kuat, menahan agar tetap di tempat. "Sekarang, Alan Hale, bisakah kau menceritakan dosa masa lalumu kepada putrimu?" Tubuh ayahnya sejak tadi tegang, bingung dan tidak tahu harus memulai dari mana. Kisahnya begitu kejam, orang yang mendengarnya p