Apakah hubungan Ezza dan Bunga akan kembali baik-baik saja?
🏵️🏵️🏵️Aku tidak ada niat sedikit pun untuk menjauhkan Mas Ezza dari anaknya. Namun, hati ini masih belum terima dengan kejadian kemarin siang. Aku butuh waktu agar dapat menepiskan bayangan atas apa yang dilakukan oleh teman lamanya.Mas Ezza mencium perutku, hati ini merasa bersalah karena tidak memberitahukan tentang kehamilanku kepadanya. Saat melihatnya bersedih seperti ini, aku tidak kuasa. Ingin rasanya menenangkannya. Namun, entah kenapa aku tidak melakukannya.“Semarah itukah kamu padaku, Sayang? Kamu tega menyembunyikan kehamilanmu dariku. Apa kamu tidak ingin kita merasakan kebahagiaan bersama-sama? Apa tujuan kamu melakukan ini?” Aku tetap bingung dengan pertanyaan Mas Ezza.“Aku minta maaf.”“Kamu pikir aku nggak aneh melihat kamu mual-mual? Aku juga perhatiin kamu saat minum jus. Kamu terlihat sangat menikmatinya. Aku curiga sampai akhirnya menghubungi Dokter Aliyah untuk bertanya tentang mual-mual yang kamu rasakan.”“Ternyata kamu tahu dari Dokter Aliyah?” Aku tidak
🏵️🏵️🏵️“Aku ngidam agar kamu tetap setia menjadi suamiku dan ayah dari anak ini.” Aku memegang perutku.“Tanpa kamu minta, aku pasti melakukan hal itu.” “Jangan pernah sakiti hatiku, Mas. Aku nggak kuat. Jika kamu kembali melakukan hal itu, aku lebih baik pulang ke rumah orang tuaku. Aku akan membesarkan anak ini dengan penuh cinta dan kasih sayang. Kamu bebas melakukan apa yang kamu mau.”Mas Ezza langsung menempelkan jari telunjuk kanannya ke bibirku. “Jangan pernah ngomong seperti itu, Sayang. Aku tidak akan mungkin menyakitimu.”“Aku akan mencoba untuk kembali percaya padamu.”Mas Ezza memelukku. Dia selalu mampu membuat diri ini luluh dengan kemesraan yang dia tunjukkan. Aku akui, dia tidak membuatku merasa menderita walaupun pernikahan kami berawal dari sebuah kesepakatan dan perjodohan. Dia mampu membuatku merasakan kasih sayangnya.Tiba-tiba terdengar suara getaran pesan masuk dari ponselku. Mas Ezza meraih benda tersebut lalu menyerahkannya kepadaku. Aku membuka pesan ters
🏵️🏵️🏵️Hari ini, aku dan Mas Ezza kembali ke kampus. Sebelum mata kuliah dimulai, Mas Ezza ingin berbicara empat mata dengan Dika. Aku tetap mengingatkan dirinya untuk tidak terpengaruh dengan sikap mahasiswa yang selalu berusaha mendekatiku itu.“Hati-hati, ya, Mas. Kamu tahu kalau Dika itu nekat. Kalau dia memang punya pikiran baik, nggak mungkin tetap mendekati wanita yang udah menikah.” Aku ingin agar Mas Ezza tetap berhati-hati.“Iya, Sayang. Aku tahu apa yang harus aku lakukan. Kamu jangan khawatir.” Mas Ezza akhirnya melangkah menuju ruangannya dan aku pun memasuki kelas.Terus terang, aku sangat khawatir dengan pertemuan Mas Ezza dan Dika. Mas Ezza memiliki tingkat kecemburuan tinggi, sedangkan Dika sangat kuat dengan ambisi dan percaya diri. Aku tidak tenang membayangkan pembicaraan di antara mereka.“Kamu kenapa? Mukanya, kok, kelihatan bingung?” Reva mengagetkanku.“Aku khawatir banget, nih, Va.” Aku ingin jujur kepada Reva.“Ada apa?”“Suamiku meminta agar Dika menemuiny
🏵️🏵️🏵️Aku merasa bersalah karena tidak jujur kepada Mas Ezza. Seandainya saat aku tahu kalau Dika adalah laki-laki yang dulu pernah ada dalam hatiku dan langsung mengatakannya kepada Mas Ezza, mungkin kejadiannya tidak akan seperti ini.Mas Ezza terlihat panik, dia tiba-tiba menepi dan menghentikan mobilnya. Aku tidak tahu apa yang sedang dia pikirkan. Dia meraih kedua tanganku dan menatapku sangat dekat. Terus terang, aku bingung dengan sikap yang dia tunjukkan.“Sayang, aku suamimu. Kenapa kamu menutupi tentang kedekatanmu dengan Dika di masa lalu?” tanya Mas Ezza.“Kami nggak dekat, Mas. Aku bertemu dengannya hanya sekali. Itu juga saat dia menolongku dari kehancuran itu.” Aku memberikan penjelasan.“Tapi dia mengikuti kegiatanmu hingga SMA. Itu yang dia ceritakan padaku tadi. Dia berani berterus terang kalau dia mencintaimu hingga detik ini.”“Itu nggak mungkin, Mas. Aku milik kamu.” “Tapi kenyataannya dia tetap mengaku mencintaimu, Sayang. Aku hampir bertindak kasar tadi pada
🏵️🏵️🏵️“Tapi tadi kamu bilang kalau dia mengikuti kegiatanku sampai SMA.”“Iya, Sayang. Tapi itu dia lakujan dari jarak jauh. Apa kamu pernah memberikan harapan padanya?”Mas Ezza seolah-olah menyudutkanku. “Kamu apa-apan, sih, Mas? Kenapa malah nuduh aku?”“Aku nggak nuduh kamu, tapi aku sangat aneh melihat usahanya.”“Aku akan jujur sekarang padamu, Mas. Sebenarnya, dia cinta pertamaku. Aku mengaguminya karena dia telah menyelamatkanku. Tapi aku nggak pernah mengatakan isi hatiku yang sebenarnya padanya karena aku bertemu dengannya hanya sekali.” Akhirnya, aku berhasil mengatakan yang sebenarnya kepada Mas Ezza.“Sekarang aku tahu jawaban dari sikap yang kamu tunjukkan sebelum kamu mengakui cintamu padaku. Aku yakin kalau kamu sulit menerimaku karena masih memikirkan dia.” Mas Ezza berhasil menebak apa yang kurasakan.“Aku berusaha keras mengeluarkan dia dari dalam pikiran dan menerima kamu seutuhnya menjadi suamiku. Akhirnya, setelah dua tahun pernikahan kita, aku baru yakin dan
🏵️🏵️🏵️“Alhamdulillah udah enakan, Mah. Nggak usah, deh, Mah. Bunga bawa istirahat aja.” Aku meyakinkan mama mertua.“Za, bawa istri kamu istirahat ke kamar supaya lebih nyaman rebahannya,” titah wanita itu kepada Mas Ezza.“Iya, Mah.” Mas Ezza segera menggendongku.Sepanjang perjalanan menuju kamar, Mas Ezza lebih banyak memandangiku. Entah kenapa, tatapan itu membuatku salah tingkah walaupun dia suamiku. Rasanya seperti kembali ke masa dulu saat mendapatkan perhatian dari seseorang.Setelah sampai di kamar, Mas Ezza merebahkanku ke tempat tidur. Dia juga melakukan hal yang sama, berbaring di sampingku lalu memelukku. Kehangatan itu benar-benar nyata aku rasakan walaupun tadi dia membuatku tersinggung.“Aku minta maaf, ya, Sayang.” Mas Ezza mencium keningku.Aku berusaha tersenyum kepadanya dan dia makin erat memberikan pelukan. Ternyata rasa ego yang ada dalam hati ini mampu terkalahkan dengan perhatian dan kasih sayang yang dia tunjukkan. Aku kembali bermesraan dengannya.“Aku sa
🏵️🏵️🏵️Aku sedih dengan apa yang terjadi sekarang. Saat hati ini benar-benar mencintai Mas Ezza, rintangan pun datang menghadang. Dara yang merupakan teman masa lalu Mas Ezza, selalu berusaha mengusik ketenangan rumah tangga kami.Sepertinya aku lebih baik menenangkan diri dulu di rumah orang tuaku. Dalam keadaan hamil seperti ini, aku merasa lebih mudah terbawa perasaan. Ini tidak boleh terjadi karena takut berpengaruh pada janin yang ada dalam kandunganku.Aku juga akan memberitahukan tentang kehamilan ini kepada Mama dan Papa. Mereka pasti sangat bahagia menerimaku melewati masa-masa saat hamil. Aku juga ingin bermanja dan menikmati kasih sayang mereka.Aku melepaskan ciuman Mas Ezza lalu meminta tolong kepadanya. “Tolong antarkan aku ke rumah orang tuaku, Mas.” “Sayang, aku mohon, jangan seperti ini. Apa kata Mama dan Papa kalau kamu pergi dari rumah?” Mas Ezza menggenggam jemariku.“Aku yakin mereka pasti ngerti. Dalam keadaan seperti ini, aku ingin dekat dengan orang tuaku. A
🏵️🏵️🏵️“Beneran, Mah.” Aku segera beranjak dan langsung masuk kamar.Aku berusaha menyembunyikan apa yang terjadi dalam rumah tangga yang terjalin bersama Mas Ezza. Aku tidak ingin Mama tahu bagaimana sedihnya hati ini sekarang. Mas Ezza telah melukai perasaanku dengan tidak bersikap tegas kepada Dara.Dulu, saat Dara memeluk Mas Ezza, aku berusaha memaafkan apa yang terjadi. Namun, ternyata wanita itu tidak berhenti untuk tetap mengusik kehidupan rumah tangga kami. Dia kembali menghubungi Mas Ezza dengan nomor kontak lain setelah sebelumnya telah diblokir.Aku tiba-tiba mual mengingat apa yang terjadi akhir-akhir ini. Apa mungkin aku terlalu banyak memikirkan sesuatu yang membuat hati ini sedih? Aku segera keluar kamar menuju kamar mandi yang ada di ruang belakang.Aku sengaja tidak muntah dalam kamar mandi yang ada di kamar tidurku. Aku ingin meminta asisten rumah tangga membuatkan secangkir teh hangat untuk menyegarkan tenggorokan. Ternyata Mama mendengar suara muntahanku.“Kamu