Awan yang menghitam serta angin yang berhembus kencang membuat sosok lelaki yang sedang berada di atas bangunan yang menjulang tinggi itu menatap sekitar. Aura yang benar-benar kuat yang pernah ia rasakan ribuan tahun yang lalu. Tepatnya saat terjadi perang besar-besaran antara kaumnya dan para penyihir hitam. Namun beruntung saat itu pasukannya dibantu oleh penyihir putih. Penyihir yang menjadi sekutunya, namun semenjak perang hebat itu. Mereka tidak lagi pernah melihat tanda-tanda kehidupan dari penyihir putih. Ia sama-sekali tidak tau ke mana perginya sekutunya itu. Mereka seolah membatasi keberadaan mereka dari lingkungan.
Namun sekarang, ia merasakan aura ini lagi. Membuat nya bertanya-tanya di dalam hati.
"Kau sudah memeriksanya?" ujarnya saat menyadari kehadiran sosok tangan kanannya
"Sudah yang mulia, aura ini berasal dari penyihir putih. Tapi aku tidak tahu mengapa aura ini juga bercampur dengan aura penyihir hitam. Namun tidak terlalu dominan, seolah aura ini lebih kuat dari antara kedua belah kaum itu!" Ujar Damian sambil menundukkan badannya
"Apa kau tidak sadar bahwa para penyihir hitam dan ras iblis sepertinya sudah bersatu?" Ujar Ken sambil membalikkan badannya dan menatap Damian yang menunduk hormat
"Saya sudah mendengar itu yang mulia, dan saya sudah berusaha mengirim orang ke tempat di mana aura itu berasal!"
"Sebenarnya apa yang terjadi di sana?"
"Lapor yang mulia, dari laporan yang saya terima. Tepat saat ini, kaum penyihir putih melakukan ritual pergantian pewaris mereka. Tapi saya tidak tau siapa pewaris mereka, namun sejauh yang saya tau. Yang mulia De Bond, sudah tiada. Dan itu adalah hal yang memang sudah biasa terjadi pada kaum penyihir putih!"
"Kapan mereka memunculkan diri?" ujar Ken kembali menatap ke arah depan. Angin yang berhembus sudah mulai mereda. Sang rembulan juga sudah mulai memunculkan dirinya dan petir yang sejak beberapa jam yang lalu terdengar saling menyahut di atas langit kini juga sudah mulai mereda.
"Sebenarnya saya sudah mulai merasakan bahwa beberapa hari yang lalu, tepat sebelum kita berperang melawan ras 'Werewolf' saya sudah merasakan bahwa mereka sudah mulai memunculkan diri di area pasar kala itu. Mereka membeli beberapa rempah-rempah!"
"Kau tau apa yang harus kau lakukan bukan? Jangan sampai mereka bersekutu dengan kaum yang salah. Aku percayakan ini padamu Damian!'' Ujar Ken sambil menghilang dari hadapan Damian.
Ras kaum penyihir putih, satu-satunya kaum yang memiliki kekuatan yang hampir sama dengan penguasa dunia itu. Keano Alexander. Meski Ken adalah penguasa dari dunia itu, ada beberapa kaum yang tidak di bawah kendalinya dan salah satunya adalah kaum penyihir putih. Kekuatan mereka luar biasa dan beruntung beberapa tahun yang lalu, para penyihir putih membantu mereka dalam peperangan melawan penyihir hitam dan ras iblis yang ingin membantai seluruh kaum. Namun setelah peperangan besar yang mengakibatkan banyak orang yang gugur dari kedua belah pihak, para penyihir putih seolah tidak pernah lagi memunculkan diri ke atas permukaan. Meski berada di dunia yang sama, tapi mereka mampu berkamuflase dengan baik. Hingga laporan dari Damian tentang mereka yang memunculkan diri membuatnya merasa ada sesuatu yang akan terjadi lagi. Ken hanya berharap bahwa mereka, para penyihir putih itu tidak sampai salah dalam memilih sekutu.
Ken memasuki ruang aula, di sana sudah ada ayah dan ibunya serta tetua lainnya. Wajah mereka tampak sangat menyiratkan kekhawatiran yang luar biasa.
"Salam yang mulia!" ujar mereka setelah menyadari kehadiran dari Keano
"Silahkan berdiri!" ujar Ken sambil duduk di atas singgasananya
"Terima kasih yang mulia!" seru mereka serempak sambil bangkit berdiri dan mengambil posisi duduk
"Apa yang membuat kalian semua berkumpul di pertengahan waktu menuju pagi ini?" Seru Ken sambil Ken sambil menatap jauh ke depan.
"Yang mulia, dengan rasa hormat. Yang mulia mungkin sudah tau aura yang begitu kuat beberapa waktu yang lalu. Apa yang mulia tidak merasa khawatir akan hal itu? Karena hamba merasakan bahwa akan ada sesuatu yang besar terjadi lagi!" ujar salah satu dari tetua itu dengan badan yang menunduk saat mengungkapkan hal itu
"Saya sudah memikirkan hal itu, dan sudah memerintahkan tangan kanan ku untuk mencari tahu apa yang terjadi pada penyihir putih itu!" ujar Ken tetap mempertahankan raut wajahnya
"Nak, ayah tau kau sedang dalam keadaan sulit akhir-akhir ini. Kami juga berterima kasih atas perjuangan mu beberapa hari lalu saat terjadi pemberontakan yang dilakukan oleh ras werewolf itu. Tapi ayah mohon agar kau lebih memikirkan ini matang-matang, aura ini adalah aura dari penyihir hitam yang dulu kau bantai habis. Tapi kau malah mengatakan bahwa ini adalah aura dari penyihir putih, ayah mohon agar kau lebih mempertimbangkannya lagi!" ujar ayah Ken dengan posisi yang menunduk hormat
"Awalnya saya juga merasa bahwa ini adalah aura dari penyihir hitam itu ayah, tapi entah mengapa. Aku merasa ada aura yang lain dan ini adalah aura perpaduan antara penyihir hitam dan putih. Namun karena laporan dari Damian yang mengatakan bahwa ini adalah aura dari penyihir putih dan mereka sedang melakukan ritual pergantian kekuasaan!"
"Lapor yang mulia, kami salah telah mengatakan yang tidak kami ketahui!" ujar mereka sambil menunduk hormat tidak terkecuali dengan ayah dan ibu dari Keano sendiri
"Silahkan angkat kepala kalian, dan sekali lagi dan mungkin ini adalah yang terakhir kali aku memperingatkan kepada kalian. Aku tidak suka ada kabar angin yang tersebar lagi, jika hal itu sampai terjadi. Maka aku, raja kalian dan penguasa dari dunia ini akan menghukum kalian tanpa memandang siapapun dan latar belakang kalian!" ujar Keano dan langsung menghilang begitu saja meninggalkan para tetua itu dan juga orang tuanya.
"Maaf kan kami yang mulia, kami memang tidak tahu akan kabar ini!" seru para tetua itu dan membungkuk hormat pada ayah dan ibu Keano."Tidak apa-apa, untuk lain kali, kalian harus memberikan laporan yang lebih valid kepada kami!" seru mereka lalu bangkit berdiri dan keluar dari ruang aula.
Keano sekarang duduk di dalam kasur kamarnya, entah mengapa. Beberapa malam terakhir ini, ia sama-sekali tidak bisa tidur nyenyak. Ia selalu memimpikan seorang gadis yang terus berlari menjauh darinya dan anehnya, ia selalu mengatakan kata rindu pada gadis yang ia sebut dengan Queen itu, rasanya begitu aneh membuat Keano sampai kepikiran dengan kutukan dari penyihir hitam itu beberapa tahun yang lalu. Tepatnya saat ia memenggal kepala putri dari penyihir hitam itu dan saat itulah Keano dikutuk sampai sekarang.
Suara pintu kamarnya yang terbuka mengalihkan perhatiannya dan sosok wanita paruh baya memasuki kamar nya dengan wajah sendunya. Keano segera berdiri dan langsung memeluk wanita paruh baya itu. "Ibu!" Ujar Ken rindu dengan pelukan sang ibu.
"Ada apa putraku? Mengapa rasanya ibu bisa menebak bahwa kau sedang dilema saat ini?" Ujar Hana, wanita paruh baya yang dipanggil ibu oleh Keano itu.
Lelaki itu melepas pelukannya lalu menghela nafas, ibunya memang selalu tau apa yang sedang ia rasakan. "Aku bermimpi buruk akhir-akhir ini bu!" ujar Keano sambil duduk di atas ranjang nya. Hana tersenyum lalu ikut duduk di tepi ranjang putra nya yang sudah besar dan bahkan menjadi penguasa dari dunia mereka. Raja dari segala raja dari para kaum yang tunduk padanya , disegani, terkenal karena bersikap kejam dan tidak pernah menyukai wanita. Dan penguasa itu sekarang sedang duduk di hadapan Hana dengan wajah lelah, wajah yang tidak pernah ia tunjukkan pada siapapun, bahkan kepada ayahnya sendiri. Hana masih diam, menunggu putra itu untuk melanjutkan ceritanya.
"Aku bermimpi gadis itu berlari menjauhi ku dan aku malah terus mengejar nya dan memanggilnya Queen, aku rasa ini adalah mimpi buruk ibu!" ujar Ken
Hana tersenyum lembut lalu mengambil tangan Ken yang mengepal dengan keras di atas kasur nya. "Kau percaya bahwa kutukan itu akan segera musnah sayang?" Seru Hana sambil mengusap punggung tangan Keano.
Keano menatap wajah Wanita paruh baya di depannya, wajah yang sudah mulai keriput menandakan bahwa ibunya sudah tidak muda lagi. "Apa maksud ibu?" Ujar Ken penasaran akan kah kata-kata ibunya bisa ia percayai? Akankah ia akan bertemu dengan sosok gadis yang bisa mematahkan kutukannya?
"Kau hanya perlu sabar dan terus percaya pada 'MoonGooddess' sayang, ibu sendiri percaya bahwa suatu saat nanti ibu pasti bisa merasakan menimang cucu dari mu!" ujar Hana membuat Keano tidak bisa berkata apa-apa. Ia langsung memeluk wanita itu dan meneteskan air matanya. Baginya, ibunya adalah segala hal baginya, orang yang selalu ada dan selalu men-supportnya di saat Keano berpikir bahwa tidak ada lagi yang bisa ia lakukan.
****
Arabella mulai merasakan silau dari luar kelopak matanya, gadis itu berusaha untuk membuka matanya yang terasa sangat berat dan sulit untuk dibuka. Namun ia tetap berusaha, hingga matanya benar-benar terbuka sempurna. Ia berada di kamar ketika pertama kali membuka matanya saat ia tiba di dunia ini. Namun saat ini ia sama-sekali tidak melihat adanya Reza di depannya, dengan perlahan ia mulai bangkit berdiri. Aneh.Tubuh nya terasa lebih ringan daripada sebelumnya, dan dengan perlahan ia mulai melangkahkan kakinya menuju cermin besar yang tidak jauh darinya.Semakin dekat ke cermin itu, Arra semakin tidak bisa mengenali wajah yang lama. Rambut nya yang sepenuhnya memutih, persis seperti rambut Reza, kakek nya dan semua orang yang ia lihat sebelumnya. Ahh, tiba-tiba Arra tersadar dengan lelaki tua itu. Ia tidak tahu bagaimana keadaannya sekarang. Arra kembali menatap pantulan dirinya yang keihatan lebih tinggi, dan warna matanya yang putih, seputih salju ketika pertama kali
Arra tidak bisa berkata apa-apa, di depan matanya tergeletak tubuh-tubuh yang sudah tidak bernyawa. Banyak bangunan hancur dan sekarang Arra baru sadar bahwa pepohonan di sekitar bangunan besar itu juga hancur.Flashback:Setelah Yang mulia De Bond jatuh tak sadarkan diri, Reza segera naik ke atas tangga dan segera meraih Arra, Queen mereka yang nampak tidak sanggup menahan elemen yang masuk ke dalam tubuh nya. Tetua mereka segera memerintahkan Reza untuk membawa Arra kembali ke dalam kastil istana. Hal yang tidak terduga terjadi, saat acara pertukaran selesai. Tiba-tiba mereka diserang oleh para klan penyihir hitam dan klan iblis.Para penyihir putih segera mengerahkan tenaga mereka untuk melawan musuh. Namun, pertumpahan darah tidak bisa terelakkan. Para peyihir putih hampir gugur, namun sebelum itu terjadi. Ada orang yang membantu mereka melawan ras iblis dan penyihir hitam. Akhirnya mereka bisa memukul mundur mereka, namun banyak dari pe
"Lapor Lord, saya sudah memeriksa. Dan memang kekuatan itu berasal dari penyihir putih, aku melihat penguasa mereka yang baru adalah seorang wanita Lord!""Seberapa kuat?""Aku rasa begitu kuat Lord!""Baik, awasi terus mereka. Jika ada pergerakan dari musuh, segera beritahu aku. Aku tidak ingin mereka jatuh ke tangan yang salah!""Baik Lord, dan satu lagi. Reza masih bersama Queen' Penguasa penyihir putih' dan aku yakin mereka pasti bisa mengontrol nya Lord!" seru Damian"Reza? Apakah dia adalah tangan kanan dari Queen mereka?""Aku rasa begitu Lord, hubungan mereka berdua sepertinya cukup dekat. Ada kemungkinan bahwa selama di bumi, Reza lah yang melindungi Queen mereka!""Baik, aku mengerti. Aku akan mengunjungi mereka secara pribadi, aku tidak ingin ada yang tau akan hal ini. Apa kau bisa Damian?""Baik Lord!" ujar DamianKen mengangguk lalu langsung menghilang dari hadapan D
Sampai nya di dalam ruangannya, ia segera menghempaskan dirinya ke atas sofa lalu membaringkan badannya. Rasanya cukup luar biasa, tatapan seputih salju itu benar-benar bisa membuatnya terpana saat pertama kali bertemu. Lalu, bisakah Ken menganggap ini adalah 'Love At First Sight?'. Ken menghela nafasnya, 'Apa benar yang dikatakan oleh bunda nya?' batinya.Ken kembali tersenyum tipis, sangat tipis. Sehingga kemungkinan hanya dia yang tau bahwa sekarang ia tengah tersenyum. Setelah untuk berapa tahun lamanya ia tidak pernah merasa begini. Ken kembali mengingat gadis itu, suara nya yang terdengar di ambang telinga nya membuat hati Ken berdegup kencang. "Siapa gadis itu?" Ucap Ken pelan sambil menerawang. Apa gadis itu adalah gadis yang selalu hadir dalam mimpinya? Tapi, Ken tidak bisa memastikan nya karena ia sama-sekali tidak bisa mengingat wajah gadis di dalam mimpinya.Ken segera berdiri saat sosok pria paruh baya mengetuk pintunya. "Masuk!" Uj
Trang...BruakkSosok itu terlempar beberapa meter ke depan sementara serangan terus-menerus berdatangan. Dengan gerakan cepat, Reza berusaha untuk bangkit berdiri. Lalu mengucapkan mantra nya. Mata Reza langsung berubah merah, seperti nyala api yang berkobar. Lelaki itu mengarahkan tangannya pada bongkahan es yang menuju ke arahnya.shutt...Es itu langsung meleleh , Reza tidak berhenti sampai disitu saja. Dengan gerakan membabi buta, ia langsung berteleportasi. Brakk, sosok Reza kembali terlempar jauh di atas tanah. Arra masih berdiri di tempat nya dengan konsentrasi penuh. Ia bisa melihat ke mana pergerakan Reza dengan mencium ke mana aura nya. Mata seputih salju Arra bersinar, ia mengangkat tangannya. Bunyi petir langsung terdengar bergemuruh, suara angin menyengat telinga. Arra menatap Reza yang hendak menyerangnya kembali, namun dengan senyum miring nya. Ia langsung mengarahkan petir-petir itu padanya.
Di tengah perjalanan mereka, tidak ada yang membuka suara. Baik Arra maupun Ken sama-sama diam sambil fokus pada jalan di depan mereka. Tapi, Arra tiba-tiba ingin bertanya sesuatu. "Tunggu dulu Ken, aku ingin bertanya dari mana kau tau siapa aku dan juga nama ku? Kedengarannya sedikit aneh saja mengingat kita baru bertemu kedua kali ini!" ujar Arra yang berjalan di belakang punggung kokoh itu."Apa kau sepenasaran itu dengan ku Queen?" seru Ken mendadak berhenti membuat Arra yang tidak siap langsung menabrak punggung lelaki itu."Mengapa berhenti mendadak?" kesal Arra lalu meraba kepala nya yang sedikit sakit."Anda yang tidak memperhatikan langkah Queen!" ujar Ken membalikkan badannya lalu menatap wajah gadis di depannya yang cemberut, membuat sudut bibir Ken terangkat. "Mengapa tertawa? Ada yang lucu?" kesal Arra dengan nada sedikit membentakKen langsung mengubah raut wajah nya lalu membalikkan badannya,ia merutuki wajah nya yang tiba
Hush....hush..hushGadis itu bernafas dengan tersegal-segal, berhenti sebentar di tempat ia berdiri sekarang.Lalu menoleh ke arah belakang. Lebih tepatnya menoleh ke arah pemuda ‘gila’ yang terus mengejarnya sejak tadi. Matanya membulat begitu sadar bahwa lelaki yang mengejarnya itu berada tidak jauh dari nya. Padahal, tadi...pemuda itu masih jauh di belakangnya. Mengapa sekarang sudah...?Ia menghembuskan nafasnya, hendak berlari lagi. Namun ia rasa bahwa itu akan sia-sia saja dan berujung dengan lelaki itu yang malah semakin gencar untuk mengejar nya. Dengan rasa kesal, gadis itu membalikkan badannya lalu merapikan rambutnya.Menyeka keringat di dahi nya yang membuat kulitnya lengket dan bau.Ia menatap lelaki yang mengejarnya tadi sudah berada tepat di depannya dengan jarak hanya beberapa langkah di depannya. Menyebalkan,batin gadis itu."Sudah lelah untuk berlari nona Arabella?"Gadis bernama Arra itu membulatka
Part sebelumnya"AKu mau kita putus!"***Mata Vino membulat tak percaya, ia segera menarik tangan Arra memasuki ruangan gadis itu. "Putus? apa maksudmu?" seru nya sambil menatap tajam gadis di depannya."Lepaskan tanganmu dulu" seru Arra berusaha bersikap tenang meski dalam hati ia sudah merasa was-was. Ia sangat jelas peringatan dari Reza jauh-jauh hari, jika lelaki berada dalam keadaan marah. Maka akan banyak kemungkinan terburuk yang terjadi."Tidak, aku tidak akan melepaskanmu sebelum kau memberitahuku apa masalahnya sehingga kau meminta putus dari ku!" seru Vino masih menatap Arra dengan tajam dan tidak melepas cengkraman di tangan gadis itu.'Dan tidak merasa bersalah?'"Kau masih bertanya tanpa tau apa yang sudah kau perbuat pada ku Vino?" seru Arra menepis cengkraman tangan Vino yang cukup kuat.
Di tengah perjalanan mereka, tidak ada yang membuka suara. Baik Arra maupun Ken sama-sama diam sambil fokus pada jalan di depan mereka. Tapi, Arra tiba-tiba ingin bertanya sesuatu. "Tunggu dulu Ken, aku ingin bertanya dari mana kau tau siapa aku dan juga nama ku? Kedengarannya sedikit aneh saja mengingat kita baru bertemu kedua kali ini!" ujar Arra yang berjalan di belakang punggung kokoh itu."Apa kau sepenasaran itu dengan ku Queen?" seru Ken mendadak berhenti membuat Arra yang tidak siap langsung menabrak punggung lelaki itu."Mengapa berhenti mendadak?" kesal Arra lalu meraba kepala nya yang sedikit sakit."Anda yang tidak memperhatikan langkah Queen!" ujar Ken membalikkan badannya lalu menatap wajah gadis di depannya yang cemberut, membuat sudut bibir Ken terangkat. "Mengapa tertawa? Ada yang lucu?" kesal Arra dengan nada sedikit membentakKen langsung mengubah raut wajah nya lalu membalikkan badannya,ia merutuki wajah nya yang tiba
Trang...BruakkSosok itu terlempar beberapa meter ke depan sementara serangan terus-menerus berdatangan. Dengan gerakan cepat, Reza berusaha untuk bangkit berdiri. Lalu mengucapkan mantra nya. Mata Reza langsung berubah merah, seperti nyala api yang berkobar. Lelaki itu mengarahkan tangannya pada bongkahan es yang menuju ke arahnya.shutt...Es itu langsung meleleh , Reza tidak berhenti sampai disitu saja. Dengan gerakan membabi buta, ia langsung berteleportasi. Brakk, sosok Reza kembali terlempar jauh di atas tanah. Arra masih berdiri di tempat nya dengan konsentrasi penuh. Ia bisa melihat ke mana pergerakan Reza dengan mencium ke mana aura nya. Mata seputih salju Arra bersinar, ia mengangkat tangannya. Bunyi petir langsung terdengar bergemuruh, suara angin menyengat telinga. Arra menatap Reza yang hendak menyerangnya kembali, namun dengan senyum miring nya. Ia langsung mengarahkan petir-petir itu padanya.
Sampai nya di dalam ruangannya, ia segera menghempaskan dirinya ke atas sofa lalu membaringkan badannya. Rasanya cukup luar biasa, tatapan seputih salju itu benar-benar bisa membuatnya terpana saat pertama kali bertemu. Lalu, bisakah Ken menganggap ini adalah 'Love At First Sight?'. Ken menghela nafasnya, 'Apa benar yang dikatakan oleh bunda nya?' batinya.Ken kembali tersenyum tipis, sangat tipis. Sehingga kemungkinan hanya dia yang tau bahwa sekarang ia tengah tersenyum. Setelah untuk berapa tahun lamanya ia tidak pernah merasa begini. Ken kembali mengingat gadis itu, suara nya yang terdengar di ambang telinga nya membuat hati Ken berdegup kencang. "Siapa gadis itu?" Ucap Ken pelan sambil menerawang. Apa gadis itu adalah gadis yang selalu hadir dalam mimpinya? Tapi, Ken tidak bisa memastikan nya karena ia sama-sekali tidak bisa mengingat wajah gadis di dalam mimpinya.Ken segera berdiri saat sosok pria paruh baya mengetuk pintunya. "Masuk!" Uj
"Lapor Lord, saya sudah memeriksa. Dan memang kekuatan itu berasal dari penyihir putih, aku melihat penguasa mereka yang baru adalah seorang wanita Lord!""Seberapa kuat?""Aku rasa begitu kuat Lord!""Baik, awasi terus mereka. Jika ada pergerakan dari musuh, segera beritahu aku. Aku tidak ingin mereka jatuh ke tangan yang salah!""Baik Lord, dan satu lagi. Reza masih bersama Queen' Penguasa penyihir putih' dan aku yakin mereka pasti bisa mengontrol nya Lord!" seru Damian"Reza? Apakah dia adalah tangan kanan dari Queen mereka?""Aku rasa begitu Lord, hubungan mereka berdua sepertinya cukup dekat. Ada kemungkinan bahwa selama di bumi, Reza lah yang melindungi Queen mereka!""Baik, aku mengerti. Aku akan mengunjungi mereka secara pribadi, aku tidak ingin ada yang tau akan hal ini. Apa kau bisa Damian?""Baik Lord!" ujar DamianKen mengangguk lalu langsung menghilang dari hadapan D
Arra tidak bisa berkata apa-apa, di depan matanya tergeletak tubuh-tubuh yang sudah tidak bernyawa. Banyak bangunan hancur dan sekarang Arra baru sadar bahwa pepohonan di sekitar bangunan besar itu juga hancur.Flashback:Setelah Yang mulia De Bond jatuh tak sadarkan diri, Reza segera naik ke atas tangga dan segera meraih Arra, Queen mereka yang nampak tidak sanggup menahan elemen yang masuk ke dalam tubuh nya. Tetua mereka segera memerintahkan Reza untuk membawa Arra kembali ke dalam kastil istana. Hal yang tidak terduga terjadi, saat acara pertukaran selesai. Tiba-tiba mereka diserang oleh para klan penyihir hitam dan klan iblis.Para penyihir putih segera mengerahkan tenaga mereka untuk melawan musuh. Namun, pertumpahan darah tidak bisa terelakkan. Para peyihir putih hampir gugur, namun sebelum itu terjadi. Ada orang yang membantu mereka melawan ras iblis dan penyihir hitam. Akhirnya mereka bisa memukul mundur mereka, namun banyak dari pe
Arabella mulai merasakan silau dari luar kelopak matanya, gadis itu berusaha untuk membuka matanya yang terasa sangat berat dan sulit untuk dibuka. Namun ia tetap berusaha, hingga matanya benar-benar terbuka sempurna. Ia berada di kamar ketika pertama kali membuka matanya saat ia tiba di dunia ini. Namun saat ini ia sama-sekali tidak melihat adanya Reza di depannya, dengan perlahan ia mulai bangkit berdiri. Aneh.Tubuh nya terasa lebih ringan daripada sebelumnya, dan dengan perlahan ia mulai melangkahkan kakinya menuju cermin besar yang tidak jauh darinya.Semakin dekat ke cermin itu, Arra semakin tidak bisa mengenali wajah yang lama. Rambut nya yang sepenuhnya memutih, persis seperti rambut Reza, kakek nya dan semua orang yang ia lihat sebelumnya. Ahh, tiba-tiba Arra tersadar dengan lelaki tua itu. Ia tidak tahu bagaimana keadaannya sekarang. Arra kembali menatap pantulan dirinya yang keihatan lebih tinggi, dan warna matanya yang putih, seputih salju ketika pertama kali
Awan yang menghitam serta angin yang berhembus kencang membuat sosok lelaki yang sedang berada di atas bangunan yang menjulang tinggi itu menatap sekitar. Aura yang benar-benar kuat yang pernah ia rasakan ribuan tahun yang lalu. Tepatnya saat terjadi perang besar-besaran antara kaumnya dan para penyihir hitam. Namun beruntung saat itu pasukannya dibantu oleh penyihir putih. Penyihir yang menjadi sekutunya, namun semenjak perang hebat itu. Mereka tidak lagi pernah melihat tanda-tanda kehidupan dari penyihir putih. Ia sama-sekali tidak tau ke mana perginya sekutunya itu. Mereka seolah membatasi keberadaan mereka dari lingkungan.Namun sekarang, ia merasakan aura ini lagi. Membuat nya bertanya-tanya di dalam hati."Kau sudah memeriksanya?" ujarnya saat menyadari kehadiran sosok tangan kanannya"Sudah yang mulia, aura ini berasal dari penyihir putih. Tapi aku tidak tahu mengapa aura ini juga bercampur dengan aura penyihir hitam. Namun tidak terlalu
Another WorldArra berjalan di belakang sosok lelaki tua yang mengaku sebagai kakek nya. Sekarang ia benar-benar merasa bahwa semua ini seperti drama saja. Ia menatap Reza yang berada di belakang nya dengan kepala yang terus menunduk dan tidak berani menatap nya sejak tadi. Tepatnya semenjak lelaki paruh baya itu memasuki kamar tempat ia dirawat.Arra lalu menatap setiap lorong yang mereka lewati, jam besar yang berada di setiap ding-ding menyadarkan Arra bahwa sekarang sudah hampir pergantian hari. Dan itu sekitar 3 menit lagi dan ia tidak tahu kemana mereka membawanya sekarang. Apa-pun maksud dan tujuan mereka, Arra hanya berdoa dalam hati bahwa ia akan baik-baik saja.Langkah Arra terhenti ketika langkah pria tua di depannya juga berhenti tepat di depan sebuah pintu besar dengan ukiran-ukiran aneh yang tidak pernah Arra lihat sebelumnya. Lelaki paruh baya itu membalikkan badannya lalu menatap nya dengan wajah sendu
Arra berjalan dengan cepat, ia sama-sekali tidak peduli dengan teriakan Vino yang berada di belakangnya. "Arra,tunggu!" teriak Vino berusaha mengejar langkah Arra yang cukup jauh berada di depannya. Tak jauh dari mereka, Reza terus memperhatikan lelaki di belakang Arra yang terus mengejarnya. Vino. Lelaki yang tidak ia sukai."Arra tunggu!"Seru Vino setelah berhasil mengejar Arra dan mencekal tangan gadis itu. "lepaskan tangan mu sialan!" Seru Arra sambil berusaha untuk menarik tangannya yg masih di cekal oleh Vino."Secepat ini kau berubah Arra? Kau bahkan tidak mau mendengar ku sama-sekali, kau terus menghindar dari Ku dan kau menganggap seolah-olah aku tidak ada!" ujar Vino sambil menatap manik wajah Arra dengan nanar."Sekarang apa maumu hah?? Kau yang merusak kepercayaan ku pada mu Vino. Sekarang kau bertingkah seolah-olah tidak melakukan kesalahan apa-apa?" bentak Arra sambil menarik paksa tangannya dan segera berlari menjauh dari Vino berada.Arra