Mendengar pertanyaan dari sang kakak ipar, Yuni hanya bisa mengangguk tanpa bersuara.“Tumben kamu ke mesjid? Memangnya nggak takut kalau Rafa kenapa-napa?” Radit kembali bertanya. Kali ini Yuni hanya menggeleng pelan. Radit pun tertawa pelan.“Sudah lama rasanya aku rindu saat-saat seperti ini. Jalan berduaan tanpa ada gangguan.” Radit berceloteh tanpa menyadari siapa yang sedang diajak bicara olehnya.“Mmh, apa malam ini bisa kita mencobanya? Sudah lebih empat puluh hari, kan?” Kembali terdengar ucapan Radit diselingi tawa pelan. Lelaki itu melirik pada wanita di sebelahnya yang menutupi mulut hingga hidung dengan tangan yang tertutupi mukena. Yuni pun mengangguk pelan tanpa malu-malu. Otaknya berpikir keras bagaimana caranya agar nanti malam bisa bersama dengan Radit tanpa gangguan dari Yasmin.“Kok, kamu malah diam?” tanya Radit semakin mendekatkan dirinya pada Yuni. Gadis itu menunduk.“Malu?” tanya Radit. Yuni langsung mengangguk.“Kita, kan, udah suami istri. Orang-orang juga s
“Ayo,” bisik Yasmin mengajak suaminya yang terlihat malas. Radit pun memaksakan diri karena merasa tak enak dengan ibu dan bapak mertuanya yang sudah menuju ruang makan karena diajak oleh Bu Wati.“Yun, ayo makan.” Yasmin juga mengajak adiknya itu saat melewati ruang TV.“Iya, Mbak.” Gadis itu gegas bangkit mengikuti, meski Radit terlihat tak nyaman.Radit duduk sendiri di ujung meja, sementara Yasmin berada di sisi di sebelahnya. Wanita itu gegas mengambilkan nasi merah dan semangkuk sup iga ke hadapan suaminya. Radit mengucapkan terima kasih sambil tersenyum manis. Dia sengaja melakukan itu untuk menunjukan pada Yuni jika dia tidak akan mudah tergoda dengan wanita lain.Dan memang benar, Yuni tampak memberengut saat melihat kemesraan yang diperlihatkan Radit pada Yasmin.Bu Wati, Narsih dan Narto mulai mengambil makanan masing-masing dan mulai makan. Mungkin karena mereka sebaya jadi tak sulit untuk membaur. Sedangkan Yuni hanya memperhatikan kemesraan Yasmin dan Radit dengan perasa
“Kenapa aku harus terkungkung sama wanita itu. Menyebalkan sekali!” rutuk Fery setelah mematikan ponselnya. Jika saja tak ingat ponsel itu sangat berarti, mungkin dia sudah membantingnya ke lantai saking emosinya.Dia menengadahkan wajahnya menatap langit lalu mengembus napas kasar.“Mas,” sapa Yuni memasang wajah simpatik. Fery membalikan tubuhnya dan melihat wajah Yuni yang sepertinya iba.“Kenapa, Mas?” tanya Yuni.Fery tersenyum malas sambil menggeleng.“Kalau Mas Fery butuh teman curhat, aku bersedia mendengarkan. Biasanya kalau sudah curhat, rasanya jauh lebih plong.” Yuni mendekati lelaki yang terlihat kacau itu.Fery tertawa malas. “Ini masalahku. Masalah yang sudah lama dan tak akan pernah ada jalan keluarnya,” ungkap sang lelaki dengan wajah sendu.“Apalagi seperti itu, Mas. Masalah yang berlarut-larut itu tidak baik.” Yuni memperhatikan Fery yang menuju kursi di teras lalu duduk di sana. dia terlihat gusar.“Boleh aku ikut duduk di sini?” tanya Yuni sembari duluan duduk. Fe
“Hhm, sepertinya masuk akal. Orantuaku tidak akan marah jika Amanda yang berselingkuh. Wow, kamu cerdas juga,” puji Fery pada Yuni yang tersenyum jumawa.“Siapa dulu, dong. Yuniii …,” jawabnya sambil menepuk dada.“Ya, ide yang bagus. hanya saja … Amanda selama ini yang kutau belum pernah berselingkuh di belakangku. Entahlah. Aku bahkan tidak tau lelaki seperti apa tipenya dia. Dan apakah ada lelaki yang akan suka padanya. Dia itu sangat kaku dan membosankan.”Sementara itu di lain tempat, Amanda sedang duduk di sofa sebuah kafe.“Suami kamu jadi pindah?” tanya seorang wanita yang ada di hadapannya.“Iya,” jawab Amanda dengan anggukan.“Kamu nggak ikut pindah juga?”“Buat apa? Cuman buat aku semakin terlihat bodoh dan tak berharga di depannya?” Amanda tersenyum miris.“Lalu, buat apa status pernikahan kalian? Main-main?” sindir temannya itu.“Bukan begitu juga, Bel. Aku tidak pernah menganggap kalau pernikahan ini main-main. Aku masih terus berusaha mencari cara agar bisa membuat Mas
Pekerjaan, itu sebenarnya hanya sebuah alasan dari Amanda. Dia sebenarnya ingin menjauh untuk sementara agar hatinya tak merasakan sakit dengan perlakuan Fery.“Kamu disuruh ikut pindah, kan, sama mertua kamu?” tanya Bela.Amanda mengembuskan napas gusar, lalu mengangguk lemah.“Memang udah seharusnya begitu. Jika seorang suami pindah tugas, istri harus ikut ke sana.”“Tapi ….” Amanda tampak ragu.“Nggak ada tapi-tapian. Kamu harus ikut pindah ke sana sesuai permintaan mertua kamu. kamu ingat, kan, kalau dulu Fery pernah ada afair sama cewek? Itu saat kalian masih tinggal satu atap. Bagaimana kalau dia jauh?” cecar Bela.Amanda kembali terdiam. Dia seperti yang kebingungan.“Bagaimana kalau aku diusir dari sana?” ucapnya dengan wajah sendu.“Coba dulu. Jangan nyerah sebelum bertanding,” sergah Bela.“Baiklah. Aku akan susul Mas Fery ke sana.”Meskipun dia mengatakan demikian, tetapi Amanda masih ragu untuk pergi menyusul suaminya. Takut dan berat jika harus melihat sikap lelaki itu ya
“Ngapain kamu ke sini?” Fery terlihat sinis.Amanda terdiam dengan dada yang terasa sesak. Ditanya seperti itu oleh lelaki yang seharusnya justru bahagia jika bertemu dengannya. Namun, yang diterimanya justru berbeda. Sang suami bahkan terlihat tak senang. Terlebih ada wanita yang terlihat begitu akrab dengan suaminya.“Kita bicara di rumah saja, ya?” pinta Amanda masih menahan rasa sakit hatinya. Mengalah, mungkin itu memang jalan terbaik baginya untuk mendapatkan perhatian suaminya.Fery tak menjawab. Dia malah menoleh pada Yuni dan memasang wajah manis. “Saya permisi dulu, ya. lain kali kita ngobrol lagi,” ucapnya dengan ramah. Sungguh sangat jauh berbeda dengan apa yang ditunjukan pada Amanda.Tanpa basa-basi, Fery meninggalkan Amanda di pinggir jalan. Dia bahkan tak mengajak istrinya itu untuk jalan bersama. Begitu merasa malu jika lelaki itu harus melangkah bersama sang istri.“Kamu siapa?” tanya Yuni begitu berani. Padahal sudah jelas usia Amanda jauh di atasnya.“Saya istrinya
“Kenapa kau mengatakan seperti itu, Mas? bukankah kita sudah dua tahun menjalani pernikahan ini? sudah saatnya kita berusaha memperbaiki hubungan kita,” ujar Amanda.Lalu, terdengar tawa terbahak dari mulut Fery.“Mimpimu terlalu tinggi, Amanda. Kau pikir aku akan bisa jatuh cinta pada wanita jelek sepertimu?” cibir Fery yang mampu meremas segumpal daging dalam dada Amanda. Napasnya terasa sesak dengan hinaan itu.“Apakah kamu benar-benar hanya memandang fisik seseorang?” tanya Amanda dengan tatapan sendu.“Tentu saja tidak. hanya saja, aku sangat jijik padamu. Kau … mengerikan,” ujar Fery lalu meninggalkan istrinya itu sendirian.Amanda mengembus napas berat dan mengembuskannya agar dadanya terasa sedikit lega.“Sabar, Manda. Jika kamu langsung menyerah, kamu tidak akan pernah bisa memenangkan hati suamimu,” gumamnya pelan, lalu kembali menyeret kopernya untuk disandarkan di pinggir. Dia lalu memindai sekeliling sambil berjalan-jalan.Rumah itu cukup besar dengan tiga kamar. Amanda p
Mata Amanda terbelalak demi mendengar perkataan suaminya. Berbeda dengan Yuni yang juga membelalakan matanya, tetapi dengan senyum yang mengembang sempurna. Dia tak menyangka jika Fery akan mengatakan hal itu. Yuni bahkan hanya mampu berhayal untuk jadi pacar dari dokter itu, tapi sekarang, hal yang jauh lebih bagus menghampirinya.Hati Yuni berbunga-bunga.“Ini sama sekali tidak lucu, Mas.” Amanda begitu geram. Tangannya mengepal menahan marah.“Aku tidak sedang melucu, Manda. Aku benar-benar akan melakukannya. Aku memberimu pilihan, untuk tetap inggl di sini dan berbagi suami. Atau … kau bisa pergi dan hidup tenang di sana. aku bahkan tidak akan peduli meskipun kamu akan melakukan hal yang sama di sana. Nikmatilah hidupmu. Carilah laki-laki yang bisa mencintaimu. Meskipun aku ragu akan ada laki-laki yang tertarik padamu.”Sakit. Perih. Sungguh itu yang kini dirasakan oleh Amanda sebagai seorang istri. meskipun dulu Fery pernah juga mengkhianatinya, tetapi lelaki itu tak menikahinya.