Yuni berulang kali bertemu dengan Yadi hanya untuk melakukan hal tak senonoh itu. Dia sengaja agar bisa segera hamil dan membuat Fery menerima dirinya dan melepaskan Amanda. Mereka bahkan bisa bertemu dan berhubungan badan seminggu dua kali.Yadi mulai mencari tahu alamat baru Yuni yang sekarang. Dia sengaja mengikuti Yuni saat wanita itu pulang dari kontrakannya. Yadi sangat penasaran tentang pekerjaan Yuni sekarang, karena wanita yang kini kembali menjadi pacarnya itu punya banyak uang.Dia kaget saat melihat dari kejauhan, jika Yuni masuk ke sebuah rumah bagus dan besar. Dia memicingkan matanya berusaha mencari tahu apa yang dilakukan Yuni di sana. Yadi mengira jika pacarnya itu mungkin saja bertamu ke rumah seseorang, tetapi saat melihat Yuni masuk tanpa mengetuk pintu, Yadi merasa yakin jika itu adalah rumah Yuni.“Lihat-lihat apa, Kang?” tanya seseorang yang kebetulan lewat dan melihat Yadi memperhatikan rumah Fery dari kejauhan.“Eh, i-itu, Pak, saya lagi ngeliatin pacar saya,”
Yadi menyungging senyum bahagia karena dia djanjikan diterima kerja di rumah sakit, tinggal mengumpulkan persyaratan. Surat lamaran juga CV dan yang lainnya. Rumah sakit itu memang sedang membutuhkan bagian cleaning serivice, karena beberapa orang mengundurkan diri. Yadi bahkan diminta untuk memulai bekerja di esok hari sebagai percobaan selama satu minggu.“Aku akan mencari tahu kenapa kamu melakukan ini, Yun. Aku tidak mau sampai dua kali kehilanganmu,” gumam Yadi lalu kembali pulang ke kontrakannya. Dia harus segera menyiapkan persyaratan untuk dibawa esok hari sambil masuk kerja.Sementara itu Yuni yang melihat suaminya pulang untuk makan siang, dia begitu bahagia. Setelah Suci kembali bekerja, rumah memang menjadi bersih, rapih dan selalu ada makanan enak. Walaupun Suci diperintahkan Amanda untuk mengurusi Fery saja, tetapi gadis itu tak bisa membiarkan Yuni dan Narsih kelaparan.“Kamu mau makan sekarang, Mas? Atau … mau sesuatu yang lain dulu?” tanya Yuni dengan delikan manja. D
Yadi masuk kerja pagi-pagi sekali. Dia langsung menyerahkan surat lamaran beserta persyaratan lainnya pada kepala GA. Di hari pertamanya dia langsung mengikuti salah satu cleaning service lain untuk belajar. Sebagai orang yang sudah terbiasa bekerja kasar, tidak sulit bagi Yadi untuk mengerjakannya. Di hari pertama juga dia sudah bisa mengikuti semua tugas yang diberikan.“Kerja kamu bagus, Yad. Pak Gondo pasti nerima kamu. Nggak cuman percobaan,” ujar salah satu cleaning service yang dari pagi mengajarinya.“Syukurlah kalau begitu. Aku seneng bisa bekerja di sini,” jawab Yadi dengan senyum bahagia. Jika benar dia diperpanjang untuk bekerja di sini, misinya untuk mengetahui soal Yuni akan tercapai.“Iya, aku juga betah, karena yang punya rumah sakit ini baik banget. Dokter Radit dan Dokter Fery, keduanya suka ngasih uang atau makanan kalau nggak sengaja lewat dan melihat kami bekerja.”“Oh, jadi Dokter Fery itu yang punya rumah sakit ini ya, To?” tanya Yadi begitu penasaran. Semakin
Sesuai dugaannya, Yuni memang sudah menunggu di depan kontrakan kecil dan kumuh itu dengan muka masam.“Udah lama, Yun?” Yadi berpura-pura tidak tahu.“Lumayan. Kamu dari mana dulu?” Yuni balik bertanya.“Ini, aku beli nasi goreng dulu.” Yadi menunjukan bungkusan kantong keresek yang dia bawa. “Kita makan dulu, yuk,” ajaknya, lalu membuka pintu kontrakan.Yuni pun ikut masuk dan duduk di karpet plastik, menunggu Yadi membawakan piring. Mereka lalu makan bersama. Entah kenapa, rasanya jauh lebih nikmat ketimbang makan di rumah dengan melihat wajah Fery yang tak bersahabat.Yadi sesekali mencuri pandang, memperhatikan Yuni yang makan dengan lahap. Padahal Yadi yakin jika di rumah suaminya, Yuni bisa makan yang jauh lebih baik.Tak perlu waktu lama, mereka menghabiskan sebungkus nasi goreng itu hingga tandas tak bersisa. Sayang, Yadi memang hanya membeli satu bungkus saja. Memang itu yang mampu dia beli saat ini.“Kamu masih laper, ya, Yun?” tanya Yadi. Walaupun benar, tetapi Yuni tak me
“Apa? Yuni hamil? sejak kapan?” Fery tersentak kaget. sebenci-bencinya dia pada Yuni, tapi Fery tak akan menelantarkan seorang anak.“Oh … jadi kamu belum bilang sama suami kamu, Yun?” Narsih menoleh pada anaknya dan mengedip-ngedipkan matanya.Yuni melotot. Dia tak menyangka jika sang ibu bisa mencetuskan ide konyol itu. bagaimana jika sang suami meminta untuk mengetesnya. Namun, Narsih lagi-lagi mengedipkan mata memberikan isyarat agar Yuni ikut bersandiwara. Dia juga mencubit kaki Yuni agar otaknya mulai berpikir.“Oh, iya. aku memang belum bilang, soalnya Mas Fery terlalu sibuk sama Mbak Manda, Bu.”“Jadi … kamu beneran hamil, Yun?” tanya Fery mendekati istrinya.“I-iya, Mas,” jawab Yuni gugup, karena dia sendiri belum tau apakah sudah hamil atau belum.Fery menelan salivanya yang mendadak pahit. Rencananya untuk segera bercerai dengan Yuni justru akan terhambat. Dia mengingat-ngingat kapan terakhir kali berhubungan dengan istri keduanya itu. Rasanya sudah lama sekali dia tak meny
“Hei, siapa itu?” Narsih gegas ke luar untuk melihat siapa yang barusan menjatuhkan benda. Namun nihil tak ada siapapun di sana.“Apa mungkin Mas Fery, Bu?” tanya Yuni yang celingukan ke sekelilingnya. Namun, tak terlihat siapapun.“Nggak tau juga. Tapi kalau Fery, mungkin dia sudah melabrak kita kalau beneran dia dengar percakapan kita.”“Iya, lagian Mas Fery kayaknya udah ke kamar.”Keduanya saling tatap dengan beribu dugaan.“Suci?” keduanya menyebut nama itu berbarengan. Mereka kemudian berlari ke arah kamar Suci dan menggedornya.“Suci, Suci! Buka!” teriak Yuni.Di dalam sana, gadis yang tadi menguping itu sedang gemetar ketakutan. Dia benar-benar tak menyangka jika Yuni dan Narsih bisa sejahat itu.Untungnya tadi dia langsung lari saat menyenggol vas bunga yang terbuat dari kayu. Kemudian dia menutup diri dengan selimut.“Dobrak aja,” ucap Narsih. Namun, pada saat Yuni memutar handelnya, ternyata pintu itu tidak dikunci, karena Suci memang tak sempat menguncinya.“Nggak dikunci,
“Siapa yang bilang?” tanya Fery dengan mata sesekali menoleh kea rah kamar Yuni dengan ibunya.“Mmh, Bu Narsih sama Mbak Yuni sendiri yang bilang, dan saya nggak sengaja mendengar percakapan mereka. Katanya kehamilan itu ….” Belum sempat Suci menyelesaikan kalimatnya, Yuni keburu keluar dari kamarnya dengan penampilan yang biasa. Suci pun langsung menutup mulutnya karena Fery memberi isyarat agar dia diam.“Kamu seperti yang nggak mandi, Yun?” Fery menilik Yuni dari atas sampai bawah yang terlihat tak segar. Apalagi dia semalam sudah bergumul dengan Yadi, lalu pagi ini mendadak rasanya malas mandi. Saat menyentuh air perutnya langsung mual. Sangat aneh, padahal kehamilan itu baru diketahuinya semalam.“Iya, aku males banget, Mas. Nyentuh air langsung mual. Lagian kita kan, Cuma ke rumah sakit kamu, nggak jauh dari sini. Bukan mau ke mall yang bakalan ketemu banyak orang.” Yuni terlihat malas-malasan.Fery mendengkus. Jika saja dia tak memahami ibu-ibu hamil, mungkin dia sudah mengump
Yadi menunduk dalam. Hatinya hancur berkeping dengan semua hinaan Yuni barusan. Dulu, alasan Yuni memutuskannya karena hal yang sama. Wanita itu ingin mencari lelaki mapan, katanya. Tak ingin melanjutkan hubungan dengan lelaki tanpa masa depan.Yadi sebetulnya lelaki yang manis. Apalagi jika sedikit dipoles dengan skin care dan pakaian yang bagus. Sayangnya pekerjaan kasar membuatnya menjadi kumal.“Dengar! Aku tidak mau kalau sampai di sini ada yang tau kalau kita pernah ada hubungan. Ingat, kamu bukan siapa-siapa aku.” Yuni kembali mengancam Yadi sebelum akhirnya pergi dengan pongahnya.Wanita itu tersenyum bangga saat melihat ruang klinik tempat suaminya praktek. Dia sempat membayangkan bagaimana jika dirinya benar-benar menjadi istri dari Yadi dan hidup susah di kontrakan sepetak. Yuni memutar bola matanya.“Jangan pernah bermimpi, kamu, Yadi,” gumamnya lalu berdecih kesal. Tangan lentiknya kemudian membuka pintu klinik tanpa mengetuknya.Fery menoleh ke arah pintu, lalu meminta