“Siapa yang bilang?” tanya Fery dengan mata sesekali menoleh kea rah kamar Yuni dengan ibunya.“Mmh, Bu Narsih sama Mbak Yuni sendiri yang bilang, dan saya nggak sengaja mendengar percakapan mereka. Katanya kehamilan itu ….” Belum sempat Suci menyelesaikan kalimatnya, Yuni keburu keluar dari kamarnya dengan penampilan yang biasa. Suci pun langsung menutup mulutnya karena Fery memberi isyarat agar dia diam.“Kamu seperti yang nggak mandi, Yun?” Fery menilik Yuni dari atas sampai bawah yang terlihat tak segar. Apalagi dia semalam sudah bergumul dengan Yadi, lalu pagi ini mendadak rasanya malas mandi. Saat menyentuh air perutnya langsung mual. Sangat aneh, padahal kehamilan itu baru diketahuinya semalam.“Iya, aku males banget, Mas. Nyentuh air langsung mual. Lagian kita kan, Cuma ke rumah sakit kamu, nggak jauh dari sini. Bukan mau ke mall yang bakalan ketemu banyak orang.” Yuni terlihat malas-malasan.Fery mendengkus. Jika saja dia tak memahami ibu-ibu hamil, mungkin dia sudah mengump
Yadi menunduk dalam. Hatinya hancur berkeping dengan semua hinaan Yuni barusan. Dulu, alasan Yuni memutuskannya karena hal yang sama. Wanita itu ingin mencari lelaki mapan, katanya. Tak ingin melanjutkan hubungan dengan lelaki tanpa masa depan.Yadi sebetulnya lelaki yang manis. Apalagi jika sedikit dipoles dengan skin care dan pakaian yang bagus. Sayangnya pekerjaan kasar membuatnya menjadi kumal.“Dengar! Aku tidak mau kalau sampai di sini ada yang tau kalau kita pernah ada hubungan. Ingat, kamu bukan siapa-siapa aku.” Yuni kembali mengancam Yadi sebelum akhirnya pergi dengan pongahnya.Wanita itu tersenyum bangga saat melihat ruang klinik tempat suaminya praktek. Dia sempat membayangkan bagaimana jika dirinya benar-benar menjadi istri dari Yadi dan hidup susah di kontrakan sepetak. Yuni memutar bola matanya.“Jangan pernah bermimpi, kamu, Yadi,” gumamnya lalu berdecih kesal. Tangan lentiknya kemudian membuka pintu klinik tanpa mengetuknya.Fery menoleh ke arah pintu, lalu meminta
“Terima kasih banyak, Yadi. Kamu sudah menolong saya membongkar kebusukan Yuni. Eh, maaf, bukan maksud saya menghinanya.” Fery tampak salah tingkah karena telah menghina Yuni di depan lelaki yang sangat mencintai wanita itu.Yadi menggeleng pelan. “Tidak apa-apa, Pak Dokter. Semua itu memang benar. Rencana Yuni memang busuk dan saya juga tidak mendukungnya,” jawabnya tulus.“Lalu, rencana kamu ke depannya apa? apa kamu masih mau bekerja di sini?” tanya Fery.Yadi tampak bingung untuk menjawab. Dia merasa serba salah dan tak enak hati pada Fery.“Kalau kamu masih mau bekerja di sini, saya akan dukung kamu. saya juga akan menaikan gaji kamu dari yang tercantum di perjanjian kontrak. Tapi, jika kamu berencana mencari kerja lain, saya pun tak akan memaksa. Itu adalah hak kamu untuk memilih,” lanjut lelaki bersneli putih itu.“Saya juga bingung, Pak Dokter. Saya butuh pekerjaan ini.” Yadi masih terlihat bingung.“Kalau begitu, teruslah bekerja di sini, saya tidak akan melarang kamu. dan so
Fery terbahak mendengar permintaan Yuni yang tak masuk akal itu. Dia tahu jika saat ini, mantan istrinya itu sedang memanfaatkan situasi untuk memerasnya. Namun, Fery tidak akan kalah langkah dengan kepicikan Yuni.“Boleh saja kamu menuntut rumah dan uang, tapi kita berperang di pengadilan. Kamu silakan menuntut apapun dariku. Kalau kamu bisa memenangkannya di pengadilan, aku akan berikan apapun yang kamu minta. Tapi selama kamu hanya mennggertakku dengan ancaman, jangan harap kamu bisa mendapatkan rumah ataupun uang dariku.”Fery berucap dengan tegas. Tatapannya nyalang tanpa rasa takut sedikit pun.Yuni gentar. Hatinya mulai ketar-ketir.“Kalau begitu, aku akan sebarluaskan gosip kalau kamu menikahi aku hanya karena ingin lepas dari si Tonggos itu. Aku juga mau nyebarin kalau kamu sering jahatin aku, nggak peduli sama aku, sampai aku harus mencari pelarian pada lelaki lain.”Fery kembali terbahak mendengnar ancaman Yuni itu.“Boleh. Sebarkan saja. Aku tidak takut.” Fery balik menanta
Radit selesai melaksanakan salat, lalu melipat sajadahnya saat ponselnya bordering nyaring. Dia menautkan alisnya saat melihat di layar nama Fery terpampang.“Ada apa Fery nelpon jam segini?” gumamnya. Namun, tak urung diangkatnya juga.“Halo, Fer. Ada apa elu nelpon jam segini?” tanya Radit.“Sorry gue ganggu waktu istirahat elu, Dit. Gue cuman mau bilang kalau tadi gue usir Yuni dan ibunya dari sini. dan kemarin malam gue udah jatuhin talak sama dia.” Kalimat Fery terjeda.“Hah? Kok bisa?” Radit terperanjat kaget.“Iya, Dit. Tadi siang gue tau rahasia besar. Kebusukan Yuni yang sudah nggak bisa lagi gue tolerir. Yuni selingkuh dengan lelaki lain sampe hamil. Tapi dia mau menuduhkan kehamilan itu sebagai anak gue,” jelas Fery.“Lho, lho, gimana ceritanya ini? kalian, kan, suami istri. Ya mungkin saja kalau janin itu memang anak lu, Fer.” Radit terdnengar heran dengan penjelasan sahabatnya itu.“Ya, elu emang wajar berkata seperti itu, Dit. Tapi … gue udah lama nggak nyentuh dia. Se
“Kalian tolong kasihani kami. Harus pergi ke mana kami mala mini?” Yuni yang tadi berdiri, langsing luruh berlutut di depan Radit juga Bu Wati sambil menangis.Melihat itu, Narsih pun melakukan hal yang sama. Dia langsung berlutut di samping Yuni sambil memohon untuk dikasihani.“Tolong kasihani kami, Nak Radit, juga Bu Wati. Ini sudah malam. kami berdua ini perempuan, bagaimana kalau nanti ada yang berbuat jahat pada kami?” Narsih merengek sambil menangkupkan kedua tangannya.Di saat memohon seperti itu, keduanya sempat saling meilirik dan mengulas senyum culas. Mereka berdua yakin jika kedua orang di hadapannya akan luluh dengan sandiwara tangisan bombay mereka.“Maaf, Bu Narsih dan juga Yuni. Kami tetap tak bisa menerima kalian di sini. kalau kalian mencari tempat berteduh, mungkin sebaiknya cari saja lelaki yang sudah menghamili Yuni. Saya yakin jika dia pasti akan menerima kedatangan kalian,” jawab Radit yang langsung membuat Yuni naik darah.Dia mendongakan wajahnya. Matanya mem
Suci gegas ke depan saat mendengar deru mesin mobil di depan rumah. Amanda membunyikan klakson dan Suci pun melambaikan tangan.“Sebentar, Bu, Suci bukakan dulu gerbangnya,” ujar gadis berambut panjang itu lantas mengambil paying yang ada di tempatnya di sudut teras.Gadis ayu itu berlari menembus hujan dan membukakan gerbang untuk Amanda. Istri Fery itu pun lalu memasukan mobil dan memarkirnya di garasi yang memang luas, bisa untuk memarkir empat mobil.“Bu Manda,” pekik Suci yang bahagia melihat wanita yang selama ini membelanya itu datang. Dia gegas meraih tangan Amanda dan menciumnya. Amanda pun menepuk pundak Suci pelan.“Apa kabar, Bu?” tanya Suci dengan binar bahagia.“Baik, Ci. Kamu sendiri bagaimana? setelah saya pergi, mereka nggak pernah nyakitin kamu lagi, kan?” Amanda balik bertanya.“Nggak, Bu. mereka nggak berani, karena takut sama Ibu,” jawab Suci terdengar riang, bagai seorang bocah yang melihat ibunya pulang.“Baguslah. Fery ada?” tanya Amanda kemudian.“Ada, Bu. ka
Amanda turun dan berusaha mengangkat tubuh Yuni yang ternyata berat. Dia tak sanggup untuk mengangkatnya sendirian ke dalam mobil. Tak ada pilihan lain saat ini selain kembali ke rumah Fery dan meminta bantuan lelaki itu untuk mengangkat Yuni.Badannya sudah basah kuyup karena guyuran hujan saat tadi mencoba mengangkat Yuni. Kadung basah, Amanda pun memutuskan berlari menuju rumah Fery yang tak jauh.“Mas, Mas Fery!” teriaknya dari luar. Suaranya bercampur dengan desau angin juga gemuruh hujan yang semakin deras.Fery yang memeluk Suci, langsung terperanjat saat mendengar suara Amanda dari luar.“Bu Manda, Pak,” ujar Suci.“Iya, ada apa dia?” Fery mengerutkan kening, lalu akhirnya berlari ke luar menuju jalan.“Ada apa, Manda? Mobil kamu mogok?” tanya Fery sedikit berteriak.“Bukan. Itu di sana, Yuni pingsan di jalan,” tunjuk Amanda ke arah di mana Yuni terbaring.“Astagfirullah.” Fery pun gegas membuka gerbang lalu berlari ke arah Amanda menunjuk. Dan ternyata memang benar Yuni terba