Selama dua Minggu, aku menjalani pendidikan di PJTKI.Tak banyak yang kupelajari, hanya sekedar perkenalan diri dan nama perabotan dalam rumah, yang mampu saya hafal dalam bahasa Arab.
Kata temanku, "Nanti, kalau sudah minum air sana juga lancar sendiri."
Dan hari itu tinggal menunggu esok pagi, untukku(aku) dan beberapa teman setujuan untuk terbang ke Saudi. Mereka yang sudah ex terlihat santai, sedang yang non sepertiku terlihat gugup.
******
Pagi itu, 29 September2007. Kami yang di jadwalkan terbang di suruh berkumpul di aula untuk pembekalan akhir. Kami berkumpul, rupanya akan ada pengajian atau ceramah, sebab di situ nampak seorang wanita berpakaian syar'i sepertinya seorang Ustadzah. Dia duduk dengan sebuah mix tergeletak di depannya. Kami berkumpul dengan khidmad.
"Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh." Ustadzah itu mengucap salam.
"Waalaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh," jawab kami serempak.
"Ibu-ibu, mba-mba, yang dirahmati Allah ...," Ustazah itu menjelaskan panjang lebar dan sangat menghujam hatiku, tatkala beliau bernasihat.
"Sebelum kita terbang ke Saudi, alangkah baiknya kita bertobat dahulu, karena kita semua makhluk yang tak luput dari dosa dan lupa. Saudi itu seperti cerminan akhirat, yakni yang pendosa akan dapat teguran atas dosa-dosanya. Misalnya kita selama ini sering nyakitin orang, maka di sana akan disakiti orang juga. Karena itu adalah tanah suci, di mana Baginda Rasulullah Saw lahir di sana. Barang siapa selama ini merasa banyak salah, dosa kepada keluarga, tetangga atau siapa saja, hendaklah meminta maaf kepada mereka sebelum berangkat. Dan juga setelah tiba di Saudi, saat pertama menginjakkan kaki di negeri Saudi, ucapkanlah salam kepada Nabi Muhammad SAW. Lalu ketika sampai di rumah majikan, berdoalah agar rumah itu membawa keberkahan, kenyamanan untuk kalian dan keluarga majikan, insya-allah kalian akan mendapatkan majikan dan keluarga nya baik kepada kalian. Rajinlah ibadah, kerjakan salat tepat waktu agar kerjaan kalian juga selesai tepat waktu. Dan rajinlah bersholawat agar baginda nabi memberi syafaatnya kepada kalian."
Kalimat itulah yang selalu terngiang dipikiran saya, betapa selama ini saya tidak pernah berdoa, bersholawat bahkan salat pun jarang.Yaa Allah, saya sholat hanya magrib dan isya, itupun salam langsung lipat sajadah dan mukena. Pantas saja, nasib saya seburuk ini. Rupanya karena saya jauh dariMu dan kekasihMu, ya Allah.
استغفر الله العظيم لا اله الا انت سبحانك اني كنت من الضالمين، اللهم صل وسلم وبارك على سيدنا ونبينا وحبيبنا محمد وعلى اله وصحبه اجمعين
Ingin sekali aku menelpon atau SMS orang tuaku, untuk berpamitan dan minta maaf sekaligus minta doa restu. Namun, aku tak punya HP. Sialnya teman-teman yang memilikinya sudah dibawa pulang keluarganya masing-masing.
******
Setelah menempuh perjalanan udara kurang lebih sepuluh jam, kami pun tiba di bandara Riyadh. Saat itu hari sudah malam waktu Saudi. Kami istirahat di tempat yang telah di sediakan khusus untuk para TKW dari berbagai negara, di dalam bandara. Kami masih harus menempuh perjalanan ke Aljouf, esok harinya.
Assalamualaik Baginda Nabi, assalamualaikum Saudi ….
***Bandara Al Jouf *****
Saya dan kedua teman saya sedang menunggu majikan di ruang tunggu, meski kami sama-sama di Al Jouf, namun, kami berbeda kota, kedua temanku di Skaka dan Domatal Jandal, sedangkan aku di Tabarjal.
"Assalamualaikum ...." seorang lelaki mengenakan jubah putih dengan postur tinggi besar berdiri sambil mengucap salam.
"Waalaikumussalam," jawab kami serempak.
"Min hadaa?(Siapa ini)?" ucapnya sambil mengulurkan sebuah foto ukuran 3x4 yang ternyata fotoku.
"Anna!" (Saya)!" ucapku sambil berdiri.
"Hmm ... imshyi ma Anna! (Hmm … ikut dengan saya)!" titah lelaki bertubuh besar tinggi itu. Namun, aku ragu ikut dengannya karena tak kenal.
"Sorry Mister, are you my employer? (Maaf Tuan, apakah anda majikan saya)?" tanyaku dalam bahasa Inggris, karena aku tak tau bagaimana berbahasa Arab.
"Yess," jawabnya singkat.
Aku berpamitan sambil memeluk kedua temanku bergantian.
"Aku duluan ya, semoga kalian segera di jemput majikan dan semoga majikan kalian baik."
"Aamiin, kamu juga," jawab mereka bersamaan.
Aku berjalan mengikuti majikanku. Menenteng tas lumayan besar berisi pakaian dan perabotanku lainnya, membuatku keberatan membawanya.
"Let me bring your bag. (Biar kubawakan tasmu)?" katanya sambil mengulurkan tangan.
"No, Sir, i can bring it. Thank you, (Tidak, Tuan, saya bisa bawa ini.Terimakasih)," tolakku karena merasa tak enak. Masa seorang majikan membawakan tas pembantunya, 'kan tidak sopan.
"But, its so heavy for you, no problem i bring it to my car. (Tapi, itu berat bagimu, ga masalah aku bawa ke mobilku)," jawabnya sambil mengambil alih tasku.
"Thank you, Sir," pasrahku.
Kesan pertama majikanku ini orang baik, semoga baik dalam segalanya aamiin.
Sampailah kami di sebuah rumah besar. Sebelum kami turun, orang-orang dari dalam rumah berhamburan keluar menyambut kami. Ada para wanita, pria, anak-anak, tua-muda. Komplit.
"Yaa Allah, sebanyak itukah anggota (keluarga nya)? Apakah aku mampu meladeni orang sebanyak itu?" gumamku dalam hati.
Menurut teman yang sudah ex, pengalaman keluar masuk Saudi. Orang Saudi jumlah keluarganya banyak. Namun, asisten rumah tangganya hanya satu dan pekerjaan mereka tak ada hentinya. Habislah badanku yang cuma 42 kg dengan tinggi 150 cm ini. Bisa jadi rempeyek.
Mereka semua menyerbuku dengan pertanyaan-pertnayaan yang entah itu apa.Terdengar seperti suara tawon wang- wing, wang-wing di telinga ku, aku menggeleng bingung.
"Inti kalam arabi? Eiss esmik? (Kamu bisa bicara Arab? Siapa nama mu)?" tanya seorang wanita cantik bermata belo, dengan hidung mancung nangkring indah di antara pipinya.
"Ana kalam arabi suawaya, ismi Esih, (Saya bisa bicara Arab sedikit, nama saya Esih)," jawabku dengan terbata.
"Kam umrik? (Berapa umurmu)?"
"Umri arba'a waisrin.(Umurku 24 tahun)."
"Indik zouz wal walad? (Punya suami dan anak)?"
Kujawab dengan anggukan, kerena aku memang paham tapi tak bisa menjawab nya.
"Tayib, Anna madam inti, Madam Salha.(Baik aku nyonyamu, Nyonya Salha)."
Aku mengangguk lagi. Lalu, nyonya cantik bermata belo itu memperkenalkan semua orang yang ada di sana, aku hanya mengangguk entahlah.
Sore harinya, aku sampai di sana tengah hari, saat matahari sedang berada tepat di tengah ubun-ubun. Matahari terasa ada sepuluh saking panasnya. Padahal di Indonesia, matahari tak terasa. Seperti buka cabang di tiap kota.
Beberapa anak lelaki dan perempuan menghampiriku, mereka merecau entah apa.
"Esih ... weelll ... weelll ... weelll." Sembari menggerakkan tangan mereka. Dan aku hanya ngap-ngop tak paham.
"Esih, inti faham kalam bajurah?(Esih kamu ngerti omongan anak-anak)?" Kali ini nyonyaku bertanya.
"La, ya madam," (Tidak, nyonya)," jawabku sambil menggeleng.
"My husband told you can speak English right? (Kata suamiku kamu bisa bahasa Inggris kan)?"
"Yess, Mom. (Iya, Nyonya)."
"Ok, please you follow them, take all our belonging. And bring to the car, we will go to our home, at Tabarjal!( Baik, tolong kamu ikuti mereka, dan ambil semua barang kita. Lalu bawa ke mobil, kita akan akan pergi ke rumah kita di Tabarjal)."
"Okay, Mom." jawabku patuh. Dalam hati aku merasa mereka semua orang baik, terlihat dari sikap mereka terhadapku.
Semua barang sudah kunaikan ke mobil dibantu anak- anak itu, mereka menyenangkan dan cakep-cakep. Ahhh, aku jadi rindu putraku, Yaa Allah, tolong jaga anak hamba.
Ternyata majikanku tidak tinggal disini, ini rumah orangtuanya. Dan ternyata majikanku punya 5 anak, dualelaki dan tiga perempuan. Paling besar kelas 5 SD yakni umur sebelas tahun.Woow, bisa readers bayangkan, mereka seperti anak tangga! Eits, bukan itu saja, nyonya cantikku lagi hamil lagi loh! Oh ,ya Allah.
Kami sekeluarga, ceilehh, ya ,karena mereka memperlakukanku seperti keluarga. "Alhamdulillah!"
Mobil membawa kami melintasi gurun pasir yang halus dan sangat luas, cuaca sangat panas dan langit begitu bersih nyaris tak ada awan menggatung di sana. Tapi udaranya lumayan seger.
Hemm apa tak ada polusi ya di sini, sampai langit sejernih itu masya-Allah, biru dan jernih. Aku mentafakuri pemandangan ini, sungguh ini tanda kebesaran Allah yang menciptakan gurun pasir halus dan luas, serta langit biru yang terbentang tanpa tiang, subhanallah!"
Mobil berhenti di hamparan sawah.
Apa? Sawah? Kaget ku dalam hati. Aku tercengang kok bisa di tengah gurun pasir ada sawah terbentang sangat luas. MasyaAllah, aku takjub!
Mobil kembali berjalan mengitari sawah, ada kincir air raksasa yang menyirami sawah itu dengan mesin canggih. Itu rumput? Ya, itu rumput. Ada mobil pemotong rumput yang memotong rumput dan terbentuk kotak, seperti di kartun penggembala kambing, di mana ada anjing pintar yg menjaga sekumpulan kambing dan ada lelaki aneh yang jalanya seperti robot. Eehhh kok jadi ngelantur ke film kartun heeheh maaf, kebawa suasana.
Ternyata selain rumput yang luas, ada juga pohon, anggur, semangka, melon, kentang, cabe, tomat dan juga kurma. Lalu mobil berjalan lagi, dan berhenti tak jauh dari kandang sangat besar, dimana ada puluhan unta dan ratusan kambing, sedang diternak dan digembalakan oleh seorang pria.
"Esih, suf hada, hadak, wa hadddaaakkk, kulluu hagat na! (Esih lihat itu, itu dan ituuu, semua punya kami)!" kata anak tertua yang bernama MTAB sambil menunjuk sawah, pohon kurma, unta, dan kambing.
"Masya-Allah," jawabku sambil manggut-manggut. Kaya sekali majikanku!
Mereka semua tersenyum ke arahku, dan kubalas dengan senyum termanis milikku.
Bersambung....
Alhamdulillah di part ini esih banyak tersenyum. Setelah di part sebelumnya di hantam badai air mata, Allah memang tidak pernah menyalahi janji ,'Bahwa di setiap kesusahan ada juga kebahagiaan'. Semoga Esih dan putranya meraih kebahagiaan sejati nya ya, lalu apa doa kalian untuk Bagas? Dapat hidayah kah? Atau berpisah saja dengan Esih? Di tunggu jawaban nya readers. Nantikan part selanjutnya ya, salam hangat 😘
Mobil pun menuju pondok dekat kandang unta. Di sana, ada mobil tangki air dan ada seekor keledai terikat sambil asyik mengunyah rumput. Tiba kami di depan pondok. Kami turun sambil menurunkan beberapa barang tapi tidak semua. Di pondok ada seorang pria seperti orang India, rupanya dia yang menjaga pondok sebelah sini, karena pondok satu nya juga dijaga seorang pria, yang tadi sedang memotong rumput dengan mobil khusus pemotong rumput.Pria itu menatapku. Aku jadi takut, karena kulitnya gosong terbakar matahari dan matanya merah."Assalamualaikum," ucap pria itu."Wa … waa ... waalaikumussalam," jawabku terbata."Ekheemmm!" Majikan pria berdehem"Ya Abdulgahir, hia min Indunisiy, alyoum jik. (Hai Abdulgahir, dia dari Indonesia, hari ini baru tiba)," tutur majikanku.Iya"Salam," kata pria yang
Setahun berlalu, tinggal bersama keluarga Baba Saleh dan Mama Salha memberikan warna tersendiri dalam hidupku. Mereka menganggapku seperti keluarga sendiri, dan anak-anak mereka juga sangat dekat denganku. Apalagi aku sudah lancar bahasa Arab, jadi mudah berkomunikasi dengan seluruh keluarga majikan.Awal aku datang ada MTab, Fahad, Abir, Demah, Wujdan, dan satu lagi masih dalam kandungan mama Salha. Kini, dia sudah berusia sembilan bulan, namanya Sultana. Tentu saja, Sultana akan segera punya adik. Ya, Mama Salha hamil lagi. Usia kandungan anak ketujuh itu sudah empat atau lima bulan. Terbayang betapa repotnya aku kerja sendiri mengurus keperluan mereka. Namun, Alhamdulillah karena mereka baik dan gaji lancar serta kebutuhanku semua mereka penuhi, jadi aku tak mengapa walau harus capek kerja.Yang justru membebani pikiranku tak lain dan tak bukan adalah suamiku Mas Bagas! Tiap bulan selalu minta dikirim uang, untuk Sahee
Pagi hari yang dingin bahkan serasa membeku, suhu minus 7°. Usai sholat subuh enaknya mah tidur lagi, tapi tidak baik tidur selepas subuh karena rezeki akan menjauh.Kusiapkan sarapan untuk kami semua dengan menu 'kubs' sejenis roti, dengan teman-teman nya yakni zaitun, mentega, keju, selai strawberry, dan minyak zaitun sebagai cocolan dan toping. Kubuat juga susu, teh dan gahwa. Yakni kopi yang di panggangan tidak sampai hitam, hanya kuning kecoklatan, kemudian digiling kasar dan diseduh dengan tambahan sejumput kapulaga, samasekali tidak memakai gula. Usai membuat sarapan, aku meletakkannya di ruang keluarga. Sambil menunggu mereka bangun, aku mempersiapkan barang-barang yang akan kami bawa ke Nabq dan keperluan untuk di mazra'ah /sawah. Kudengar mereka sudah bangun dan membersihkan diri, sementara duo bocil tahu-tahu memegangi rokku. "Ahla biikkumm, sobahal khair ya h
Suara adzan subuh berkumandang bersahutan dari berbagai mushola dan masjid di lingkungan rumah jaddah. Aku pun membuka mata malas, mataku masih ngantuk, rasanya baru sebentar tidur. Dengan setengah sadar ku bangkit dari gumulan selimut tebalku. Pelan-pelan menuju kamar mandi untuk gosok gigi, lalu berwudhu dengan air hangat yang mengucur dari keran merah dan biru menyatu sempurna. Aku pun sholat di ruang tv, seperti semua perempuan di rumah ini sholat. Sedang para lelaki, mereka sholat di masjid. Usai sholat kulakukan aktivitas pagi seperti di rumah majikanku di Tabarjal. Cuaca di Nabq jauh lebih dingin dari Tabarjal, mungkin karena letaknya dekat dengan gurun pasir dan bebatuan yang menyerupai gunung , dalam bahasa Arabnya yakni Jabal. Aku sudah mengenakan baju tiga lapis di dalam dan satu baju tebal di luar serta syial di leher. Tak ketinggalan kaos kaki tebal melengkapi atribut musim dinginku agar tubuh ini terasa hanagat. Namun, masih saja terasa din
Waktu begitu cepat berlalu, tak terasa sudah hampir habis kontrak kerjaku di rumah Baba Saleh dan mama Salha. Aku senang karena akan segera pulang dan bertemu putraku yang lama kurindukan.Dia pasti sudah besar usianya 2, 5 th saat aku pulang nanti . Aku tak sabar ingin segera memeluk nya.Tapi disisi lain aku juga berat meninggalkan keluarga ini, mereka sangat baik padaku. Anak-anak juga akrab dengan ku, meski mereka kadang nakal dan membuat ku repot, tapi aku bahagia bersama mereka. Kami sudah menjadi keluarga selama dua tahun ini, sungguh berat rasanya berpisah dengan mereka. Namun, aku tetap harus pulang untuk mengurus perceraianku dengan mas Bagas. Aku yakin Mas Bagas sudah mengurus nya, jadi saat aku pulang, aku hanya tinggal ambil akta cerai di pengadilan agama dan tanda tangan saja. Aku tidak menyangka pernikahanku dengan Mas Bagas berakhir seperti ini.Aku bersyu
Kuhentakan kaki dengan kesal, kulihat Hamid masih menertawakanku. "Apaan begitu? Ktaanya i love you, lihat aku kesasar bukanya ditunjukkan jalan yang benar,malah di ketawain, dasar borokok!" rutukku sambil jalan ke pos alias dapur kilat Akhirnya sampai juga aku di pos, sudah ada Badriah lagi bersama Yani dan Yanti. Niat hati ingin curhat ke Yani dan Yanti tentang kejadian sama Hamid tadi, tapi kuurungkan karena ada Badriah. "Assalamualaikum ... ." sapaku kepada mereka bertiga. "Waalaikumussalam ... ." jawab mereka serempak. "MTab, udah kesini, Yan?" Tanyaku pada Yanti. "Udah, nampannya juga di bawa." jawab Yanti. "Kenapa wajahmu kelihatan kesal gitu, Sih?" Yani bertanya. Emang paling peka teman yang satu ini. "Aku nyasar, mau balik sini malah ke kandang unta!" gerutuku kesal sendiri mengingat Hamid menertawakanku. Sontak mereka bertiga tertawa "Kok, bisa nyasar, kamu kan udah biasa di sini?" tanya Yani lagi. "Aku ga perhatiin jalan." jawabku "Makanya non, j
Part.1 #Ego_Sang_SuamiSiang itu di dalam kamar kami. Mas Bagas menatapku dengan tajam, wajahnya terlihat serius hingga timbul urat-urat halus di keningnya. Jika sudah begini aku harus mempersiapkan tubuh. Sikapnya yang suka main tangan saat emosi sungguh menakutkan.Kami kembali berdebat. Lagi-lagi Mas Bagas menyuruhku untuk pergi ke luar negeri, ke Arab Saudi tepatnya."Aku tidak mau pergi Mas, kasian anak kita."Lebih kasian lagi kalo nanti dia besar mau jajan atau mainan kita gak bisa membelikannya!" dalihnya.Aku menggelengkan kepala, "Tapi, itu tugasmu sebagai kepala keluarga!"Aku membantah kata-kata Mas Bagas berusaha mengingatkannya kembali mana tugas tulang punggung dan tugas tulang rusuk. Mungkin ia sudah lupa tugasnya sebagai kepala rumah tangga.Sementara aku adalah seorang ibu rumah tangga. Tugasku adalah mengurusi rum
Part.2 #Keributan_Dibalik_KeributanDari balik gorden bermotif bunga mawar warna kunyit aku mengintip dari dalam kamar. Aku mendengkus kesal. Suamiku ini, lancang sekali dia mengambil keputusan tanpa tanya pendapatku. Dadaku ikut turun naik seiring emosi yang tertahan di dada."Jahaaat … kamu jahat Mas," rutukku dalam hati."Berkasnya sudah disiapkan gas?""Belum Mas. Apa saja ya, berkasnya?""Nanti aku sms aja ya, Gas.""Iya. Iya, mas.""Kalau gitu aku permisi dulu Gas, masih ada urusan." Mas Guntur berpamitan. Akhirnya tamu tak diundang itu pulang."Iya, Mas Guntur, terimakasih." Mas Bagas menjawab dengan ramah. Padahal jika berbicara padaku mulutnya selalu kasar. Dasar suami tak punya otak."Assalamualaikum.""Waalaikumussalam."Keduanya bersalam
Kuhentakan kaki dengan kesal, kulihat Hamid masih menertawakanku. "Apaan begitu? Ktaanya i love you, lihat aku kesasar bukanya ditunjukkan jalan yang benar,malah di ketawain, dasar borokok!" rutukku sambil jalan ke pos alias dapur kilat Akhirnya sampai juga aku di pos, sudah ada Badriah lagi bersama Yani dan Yanti. Niat hati ingin curhat ke Yani dan Yanti tentang kejadian sama Hamid tadi, tapi kuurungkan karena ada Badriah. "Assalamualaikum ... ." sapaku kepada mereka bertiga. "Waalaikumussalam ... ." jawab mereka serempak. "MTab, udah kesini, Yan?" Tanyaku pada Yanti. "Udah, nampannya juga di bawa." jawab Yanti. "Kenapa wajahmu kelihatan kesal gitu, Sih?" Yani bertanya. Emang paling peka teman yang satu ini. "Aku nyasar, mau balik sini malah ke kandang unta!" gerutuku kesal sendiri mengingat Hamid menertawakanku. Sontak mereka bertiga tertawa "Kok, bisa nyasar, kamu kan udah biasa di sini?" tanya Yani lagi. "Aku ga perhatiin jalan." jawabku "Makanya non, j
Waktu begitu cepat berlalu, tak terasa sudah hampir habis kontrak kerjaku di rumah Baba Saleh dan mama Salha. Aku senang karena akan segera pulang dan bertemu putraku yang lama kurindukan.Dia pasti sudah besar usianya 2, 5 th saat aku pulang nanti . Aku tak sabar ingin segera memeluk nya.Tapi disisi lain aku juga berat meninggalkan keluarga ini, mereka sangat baik padaku. Anak-anak juga akrab dengan ku, meski mereka kadang nakal dan membuat ku repot, tapi aku bahagia bersama mereka. Kami sudah menjadi keluarga selama dua tahun ini, sungguh berat rasanya berpisah dengan mereka. Namun, aku tetap harus pulang untuk mengurus perceraianku dengan mas Bagas. Aku yakin Mas Bagas sudah mengurus nya, jadi saat aku pulang, aku hanya tinggal ambil akta cerai di pengadilan agama dan tanda tangan saja. Aku tidak menyangka pernikahanku dengan Mas Bagas berakhir seperti ini.Aku bersyu
Suara adzan subuh berkumandang bersahutan dari berbagai mushola dan masjid di lingkungan rumah jaddah. Aku pun membuka mata malas, mataku masih ngantuk, rasanya baru sebentar tidur. Dengan setengah sadar ku bangkit dari gumulan selimut tebalku. Pelan-pelan menuju kamar mandi untuk gosok gigi, lalu berwudhu dengan air hangat yang mengucur dari keran merah dan biru menyatu sempurna. Aku pun sholat di ruang tv, seperti semua perempuan di rumah ini sholat. Sedang para lelaki, mereka sholat di masjid. Usai sholat kulakukan aktivitas pagi seperti di rumah majikanku di Tabarjal. Cuaca di Nabq jauh lebih dingin dari Tabarjal, mungkin karena letaknya dekat dengan gurun pasir dan bebatuan yang menyerupai gunung , dalam bahasa Arabnya yakni Jabal. Aku sudah mengenakan baju tiga lapis di dalam dan satu baju tebal di luar serta syial di leher. Tak ketinggalan kaos kaki tebal melengkapi atribut musim dinginku agar tubuh ini terasa hanagat. Namun, masih saja terasa din
Pagi hari yang dingin bahkan serasa membeku, suhu minus 7°. Usai sholat subuh enaknya mah tidur lagi, tapi tidak baik tidur selepas subuh karena rezeki akan menjauh.Kusiapkan sarapan untuk kami semua dengan menu 'kubs' sejenis roti, dengan teman-teman nya yakni zaitun, mentega, keju, selai strawberry, dan minyak zaitun sebagai cocolan dan toping. Kubuat juga susu, teh dan gahwa. Yakni kopi yang di panggangan tidak sampai hitam, hanya kuning kecoklatan, kemudian digiling kasar dan diseduh dengan tambahan sejumput kapulaga, samasekali tidak memakai gula. Usai membuat sarapan, aku meletakkannya di ruang keluarga. Sambil menunggu mereka bangun, aku mempersiapkan barang-barang yang akan kami bawa ke Nabq dan keperluan untuk di mazra'ah /sawah. Kudengar mereka sudah bangun dan membersihkan diri, sementara duo bocil tahu-tahu memegangi rokku. "Ahla biikkumm, sobahal khair ya h
Setahun berlalu, tinggal bersama keluarga Baba Saleh dan Mama Salha memberikan warna tersendiri dalam hidupku. Mereka menganggapku seperti keluarga sendiri, dan anak-anak mereka juga sangat dekat denganku. Apalagi aku sudah lancar bahasa Arab, jadi mudah berkomunikasi dengan seluruh keluarga majikan.Awal aku datang ada MTab, Fahad, Abir, Demah, Wujdan, dan satu lagi masih dalam kandungan mama Salha. Kini, dia sudah berusia sembilan bulan, namanya Sultana. Tentu saja, Sultana akan segera punya adik. Ya, Mama Salha hamil lagi. Usia kandungan anak ketujuh itu sudah empat atau lima bulan. Terbayang betapa repotnya aku kerja sendiri mengurus keperluan mereka. Namun, Alhamdulillah karena mereka baik dan gaji lancar serta kebutuhanku semua mereka penuhi, jadi aku tak mengapa walau harus capek kerja.Yang justru membebani pikiranku tak lain dan tak bukan adalah suamiku Mas Bagas! Tiap bulan selalu minta dikirim uang, untuk Sahee
Mobil pun menuju pondok dekat kandang unta. Di sana, ada mobil tangki air dan ada seekor keledai terikat sambil asyik mengunyah rumput. Tiba kami di depan pondok. Kami turun sambil menurunkan beberapa barang tapi tidak semua. Di pondok ada seorang pria seperti orang India, rupanya dia yang menjaga pondok sebelah sini, karena pondok satu nya juga dijaga seorang pria, yang tadi sedang memotong rumput dengan mobil khusus pemotong rumput.Pria itu menatapku. Aku jadi takut, karena kulitnya gosong terbakar matahari dan matanya merah."Assalamualaikum," ucap pria itu."Wa … waa ... waalaikumussalam," jawabku terbata."Ekheemmm!" Majikan pria berdehem"Ya Abdulgahir, hia min Indunisiy, alyoum jik. (Hai Abdulgahir, dia dari Indonesia, hari ini baru tiba)," tutur majikanku.Iya"Salam," kata pria yang
Selama dua Minggu, aku menjalani pendidikan di PJTKI.Tak banyak yang kupelajari, hanya sekedar perkenalan diri dan nama perabotan dalam rumah, yang mampu saya hafal dalam bahasa Arab.Kata temanku, "Nanti, kalau sudah minum air sana juga lancar sendiri."Dan hari itu tinggal menunggu esok pagi, untukku(aku) dan beberapa teman setujuan untuk terbang ke Saudi. Mereka yang sudah ex terlihat santai, sedang yang non sepertiku terlihat gugup. ******Pagi itu, 29 September2007. Kami yang di jadwalkan terbang di suruh berkumpul di aula untuk pembekalan akhir. Kami berkumpul, rupanya akan ada pengajian atau ceramah, sebab di situ nampak seorang wanita berpakaian syar'i sepertinya seorang Ustadzah. Dia duduk dengan sebuah mix tergeletak di depannya. Kami berkumpul dengan khidmad."Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh." Ustadzah itu mengucap salam.
DIPAKSA JADI TKWROMANSA CINTA PANGERAN ARAB DAN TKWpart.4 #Perpisahan_TibaArman semakin mendekat, jarak kami hanya beberapa inci, degup jantungku makin bergolak, dia memegang tanganku. Refleks coba melepaskan tanganku dari tangannya, tapi sia- sia. Genggaman tangannya begitu kuat."Arman, lepasin ...!" protesku sambil berontak"Kamu kenapa, rilex saja tak perlu tegang begini, Esih.""Lepasin! Kamu jangan macam-macam, Arman!""Macam-macam apa? Kamu jangan berpikir aneh-aneh Esihku yang manis, aku cuma mau bicara.""Tapi ga perlu pegang tanganku gini, sakit!" gerutuku dengan muka masam."Iya, iya, maaf. Aku ga bermaksud menyakitimu." Arman melepas tanganku."Yaudah, ngomong aja." Kupasang wajah cemberut."Esih ... aku ingin kamu tinggalkan Bag
Setelah mas Bagas pergi, kucoba untuk pejamkan mata. Jam dinding di atas nakas menunjukkan pukul 21: 30. Kurapalkan doa tidur lalu kutatap wajah putraku yang tengah lelap. Kuusap lembut kepalanya, kucium pipi gembulnya berkali-kali, tapi dia tidak terganggu sedikit pun oleh ulahku. Napasnya teratur menandakan dia sangat lelap.Sayang, apakah kita akan berpisah? Sanggupkah aku jauh darimu? Bagaimana kau menjalani kehidupan yang baru kau mulai ini tanpa ibu sayang?! Airmataku meluncur begitu saja, tadi niatku akan tidur, tapi pikiranku malah berkelana tanpa arah, kucoba kendalikan pikiranku."Heiii pikiranku! Ayo kita istirahat dulu, kembalilah ke tempatmu!"Aaahhhh ... dia sudah liar keman-mana, bahkan sudah bertamasya di suatu masa yang telah berlalu, masa dimana aku hamil .#Flash back ON.Sore itu mas Bagas baru pulang dari