Home / Romansa / DIPAKSA JADI TKW / Ego Sang Suami

Share

DIPAKSA JADI TKW
DIPAKSA JADI TKW
Author: Norma Yunita

Ego Sang Suami

Author: Norma Yunita
last update Last Updated: 2021-09-10 19:14:42

Part.1 #Ego_Sang_Suami

Siang itu di dalam kamar kami. Mas Bagas menatapku dengan tajam, wajahnya terlihat serius hingga timbul urat-urat halus di keningnya. Jika sudah begini aku harus mempersiapkan tubuh. Sikapnya yang suka main tangan saat emosi sungguh menakutkan.

Kami kembali berdebat. Lagi-lagi Mas Bagas menyuruhku untuk pergi ke luar negeri, ke Arab Saudi tepatnya.

"Aku tidak mau pergi Mas, kasian anak kita.

"Lebih kasian lagi kalo nanti dia besar mau jajan atau mainan kita gak bisa membelikannya!" dalihnya.

Aku menggelengkan kepala, "Tapi, itu tugasmu sebagai kepala keluarga!" 

Aku membantah kata-kata Mas Bagas berusaha mengingatkannya kembali mana tugas tulang punggung dan tugas tulang rusuk. Mungkin ia sudah lupa tugasnya sebagai kepala rumah tangga.

Sementara aku adalah seorang ibu rumah tangga. Tugasku adalah mengurusi rumah, menjaga dan mendidik anak. Mencari uang bukanlah tugasku.

"Apa salahnya kamu bantu aku?! Pergilah ke Arab sana biar aku punya modal untuk buka usaha."

Tentu saja orang keras kepala seperti Mas Bagas takkan mau mengalah meski dia salah.

"Tapi anak kita masih bayi Mas, dia baru enam bulan, masih butuh ASI dan kasih sayangku."

"Banyak sufor dan aku bisa memberikan kasih sayang sebagai ayah dan ibu untuknya sekaligus!"

Aku segera membantah, "Aku tidak mau jauh dari anakku aku tidak mau!"

Plaaakkk!!!

Tamparan ini terasa panas sekali di pipi kananku tapi ini bukan yang pertama bagiku. Ini yang kesekian kali kuterima dari Mas Bagas, suamiku. Setiap dia marah tak ayal aku jadi bulan-bulanannya dan aku hanya bisa menangis .

Air mata kembali menuruni pipiku. Bekas gambar tangan Mas Bagas mendarat di pipiku lagi. Selama menikah dengannya jangankan membelikanku skincare, ia malah kerap menampar jika sedang emosi.

Oeee … oeee … oeee …. 

Bayiku menangis, mungkin dia terganggu pertengkaran kami. Segera kuangkat dia dari ayunan kain dan kuberi ASI, tak lama dia pun tidur lagi. Kembali kuletakkan di ayunan. Aku bergegas ke dapur membuat kopi untuk Mas Bagas.

"Minum kopinya, Mas "

"Hemmm," jawabnya tanpa menoleh padaku.

"Kamu itu pengen kita hidup seperti ini terus? Gak punya apa-apa, terus-terusan numpang di rumah orang tuaku, hah!"

Aku tak menjawab, takut ditampar lagi. Menundukkan kepala. Manatap lantai yang belum dikeramik, hanya disemen kasar.

"Dua tahun itu ga lama dan aku yakin kita bisa sukses. Kamu kerja di Saudi dan aku buka rental motor." 

Mas Bagas masih terus membahas masalah kerja menjadi TKW. Baginya dua tahun itu mungkin tidak lama. Tapi bagiku, itu adalah penderitaan. Jauh dari anak yang baru berumur enam bulan. Dia takkan tahu bagaimana rasanya payudaraku kesakitan dan bengkak jika Saheer tak segera meminum ASI.

Memang Mas Bagas punya keahlian otomotif. Dia bisa memperbaiki motor rusak dan pandai memperjualbelikan motor bekas milik temannya. Dari situlah dia dapat upah tapi jarang job seperti itu dia dapat. Aku sendiri memang ingin membantunya. Namun, tidak dengan pergi ke luar negri. 

Aku takut pergi sejauh itu ditambah lagi aku baru punya anak berumur enam bulan. Tidak, aku tidak sanggup jauh dari buah hatiku. Entah bagaimana lagi menghadapi suamiku yg keras kepala ini. Tolong aku Ya Allah.

"Mas, ini hari Jum'at. Mas sholat Jum'at, ya? Mandilah biar aku siapkan sarung dan pecimu." 

Aku berusaha mengingatkannya. Sebagai seorang lelaki apalagi dia adalah seorang kepala rumah tangga. Berharap dengan datang ke masjid mendengarkan tausiyah dan berkumpul dengan orang-orang baik sifatnya sedikit berubah. Minimal tak suka main kasar.

"Tidak perlu!" jawabnya ketus sambil menghisap rokok.

"Apa Mas ingat sudah berapa kali Jumat yang kamu lewatkan Mas, itu sudah dosa!"

"Tau apa kamu soal dosa, haaahh?"

Mas Bagas mengambil ponselnya lalu menelpon seseorang. Ia keluar dari kamar.

Aku menatap bayi berumur enam bulan dalam ayunan kain. Tak sanggup membayangkan harus jauh darinya. Belum jika tiba waktunya minum ASI. Siapa yang akan merawatnya nanti?

"Assalamualaikum."

"Waalaikumussalam."

Terdengar suara salam dari pintu masuk. Aku segera keluar kamar, "Eh, udah pulang Dek Nina, Meri mana tumben ga bareng?" sapaku kepada adik iparku yang baru pulang sekolah, dia masih SMP.

"Meri tadi kerumah temennya Mba, katanya ada tugas kelompok." 

"Oh, ya, sudah ganti baju terus makan sana!"

"Iya mba, ehhh, Mba, pipinya kenapa kok, merah? Ditampar Mas Bagas lagi, ya?" selidik Nina.

Dan aku hanya diam. Adik- adik Mas Bagas memang peduli padaku, mereka seperti adikku sendiri dan seperti orang asing dengan kakak mereka sendiri. 

***

"Assalamualaikum."

Menginjak sore hari aku dikagetkan dengan suara salam seorang lelaki. Tak biasanya rumah kami kedatangan tamu. Mas Bagas bergegas membuka pintu.

"Waalaikumussalam," jawab Mas Bagas. Wajah Mas Bagas terlihat sumringah saat kedatangan tamu. Firasatku mengatakan ada sesuatu dibalik senyum suamiku itu.

"Eh, Mas Guntur, mari masuk, Mas."

"Iya, Gas, makasih," ucap tamu itu.

"Esih, buatin minum ada tamu, nih!" perintah Mas Bagas dari arah ruang tamu.

Ruang tamu keluarga mertuaku sangat sederhana. Hanya ada empat kursi sofa yang bantalannya lusuh. Kayu penyangganya pun sudah lapuk dimakan usia. Entah, sudah berapa lama usia kursi itu.

"Iya, Mas." sahutku dari dalam kamar.

Tak berapa lama minuman yang kubuat telah siap. Aku berjalan pelan menuju ruang tamu. Membawa nampan kayu yang berisi dua gelas minuman kecokelatan beraroma melati. Sajian terbaik yang bisa kami berikan pada tamu ketika berkunjung.

"Ini tehnya silakan diminum." Aku berbasa-basi menawarkan minuman pada sang tamu. Melirik lelaki yang dipanggil Mas Guntur oleh suamiku itu. Ia mengamatiku sekilas. Lalu tersenyum.

Aku tak membalas senyuman Mas Guntur. Langsung masuk ke dapur, menaruh nampan. 

Segera meraih satu gelas air putih yang kutuang tadi. Meminumnya hingga tandas.

"Silakan Mas, diminum tehnya." Mas Bagas kembali menawarkan minuman beraroma melati pada tamu kami itu.

"Iya, makasih." Tamu tadi tersenyum padaku, "Jadi itu tadi istrimu Gas, yang mau ke Saudi?"

"Iya, Mas, itu tadi Esih, istri saya."

Deg.

"Yaa Allah," batinku. Mereka benar-benar sedang membicarakanku.

Jangan-jangan Mas Bagas akan mengirimku ke luar negeri melalui lelaki itu?

Siapa Mas Guntur itu?

"Apa rencana Mas Bagas sebenarnya?"

Sambil menajamkan indera pendengaran aku terus bergumam seorang diri di dapur.

Suamiku benar-benar sudah gila. Kenapa menyuruhku pergi ke luar negeri, kenapa bukan dirinya sana yang pergi mencari kerja.

Apa yang direncanakan Mas Bagas?

"Mengenai pertanyaanku kemarin bagaimana, Mas?" Suamiku memulai obrolan. Ia menaikkan satu kakinya di atas kaki lain, "Rokok Mas," tawarnya sambil menyodorkan sebungkus rokok.

"Itu gampang. Kamu juga akan mendapatkan komisi jika mendapat orang lain," terang Mas Guntur.

Aku mengernyit, "Apa yang akan dilakukan suamiku?"

***Dipaksa Jadi TKW***

To Be Continued ….

Part.1 #Ego_Sang_Suami

Siang itu di dalam kamar kami. Mas Bagas menatapku dengan tajam, wajahnya terlihat serius hingga timbul urat-urat halus di keningnya. Jika sudah begini aku harus mempersiapkan tubuh. Sikapnya yang suka main tangan saat emosi sungguh menakutkan.

Kami kembali berdebat. Lagi-lagi Mas Bagas menyuruhku untuk pergi ke luar negeri, ke Arab Saudi tepatnya.

"Aku tidak mau pergi Mas, kasian anak kita.

"Lebih kasian lagi kalo nanti dia besar mau jajan atau mainan kita gak bisa membelikannya!" dalihnya.

Aku menggelengkan kepala, "Tapi, itu tugasmu sebagai kepala keluarga!" 

Aku membantah kata-kata Mas Bagas berusaha mengingatkannya kembali mana tugas tulang punggung dan tugas tulang rusuk. Mungkin ia sudah lupa tugasnya sebagai kepala rumah tangga.

Sementara aku adalah seorang ibu rumah tangga. Tugasku adalah mengurusi rumah, menjaga dan mendidik anak. Mencari uang bukanlah tugasku.

"Apa salahnya kamu bantu aku?! Pergilah ke Arab sana biar aku punya modal untuk buka usaha."

Tentu saja orang keras kepala seperti Mas Bagas takkan mau mengalah meski dia salah.

"Tapi anak kita masih bayi Mas, dia baru enam bulan, masih butuh ASI dan kasih sayangku."

"Banyak sufor dan aku bisa memberikan kasih sayang sebagai ayah dan ibu untuknya sekaligus!"

Aku segera membantah, "Aku tidak mau jauh dari anakku aku tidak mau!"

Plaaakkk!!!

Tamparan ini terasa panas sekali di pipi kananku tapi ini bukan yang pertama bagiku. Ini yang kesekian kali kuterima dari Mas Bagas, suamiku. Setiap dia marah tak ayal aku jadi bulan-bulanannya dan aku hanya bisa menangis .

Air mata kembali menuruni pipiku. Bekas gambar tangan Mas Bagas mendarat di pipiku lagi. Selama menikah dengannya jangankan membelikanku skincare, ia malah kerap menampar jika sedang emosi.

Oeee … oeee … oeee …. 

Bayiku menangis, mungkin dia terganggu pertengkaran kami. Segera kuangkat dia dari ayunan kain dan kuberi ASI, tak lama dia pun tidur lagi. Kembali kuletakkan di ayunan. Aku bergegas ke dapur membuat kopi untuk Mas Bagas.

"Minum kopinya, Mas "

"Hemmm," jawabnya tanpa menoleh padaku.

"Kamu itu pengen kita hidup seperti ini terus? Gak punya apa-apa, terus-terusan numpang di rumah orang tuaku, hah!"

Aku tak menjawab, takut ditampar lagi. Menundukkan kepala. Manatap lantai yang belum dikeramik, hanya disemen kasar.

"Dua tahun itu ga lama dan aku yakin kita bisa sukses. Kamu kerja di Saudi dan aku buka rental motor." 

Mas Bagas masih terus membahas masalah kerja menjadi TKW. Baginya dua tahun itu mungkin tidak lama. Tapi bagiku, itu adalah penderitaan. Jauh dari anak yang baru berumur enam bulan. Dia takkan tahu bagaimana rasanya payudaraku kesakitan dan bengkak jika Saheer tak segera meminum ASI.

Memang Mas Bagas punya keahlian otomotif. Dia bisa memperbaiki motor rusak dan pandai memperjualbelikan motor bekas milik temannya. Dari situlah dia dapat upah tapi jarang job seperti itu dia dapat. Aku sendiri memang ingin membantunya. Namun, tidak dengan pergi ke luar negri. 

Aku takut pergi sejauh itu ditambah lagi aku baru punya anak berumur enam bulan. Tidak, aku tidak sanggup jauh dari buah hatiku. Entah bagaimana lagi menghadapi suamiku yg keras kepala ini. Tolong aku Ya Allah.

"Mas, ini hari Jum'at. Mas sholat Jum'at, ya? Mandilah biar aku siapkan sarung dan pecimu." 

Aku berusaha mengingatkannya. Sebagai seorang lelaki apalagi dia adalah seorang kepala rumah tangga. Berharap dengan datang ke masjid mendengarkan tausiyah dan berkumpul dengan orang-orang baik sifatnya sedikit berubah. Minimal tak suka main kasar.

"Tidak perlu!" jawabnya ketus sambil menghisap rokok.

"Apa Mas ingat sudah berapa kali Jumat yang kamu lewatkan Mas, itu sudah dosa!"

"Tau apa kamu soal dosa, haaahh?"

Mas Bagas mengambil ponselnya lalu menelpon seseorang. Ia keluar dari kamar.

Aku menatap bayi berumur enam bulan dalam ayunan kain. Tak sanggup membayangkan harus jauh darinya. Belum jika tiba waktunya minum ASI. Siapa yang akan merawatnya nanti?

"Assalamualaikum."

"Waalaikumussalam."

Terdengar suara salam dari pintu masuk. Aku segera keluar kamar, "Eh, udah pulang Dek Nina, Meri mana tumben ga bareng?" sapaku kepada adik iparku yang baru pulang sekolah, dia masih SMP.

"Meri tadi kerumah temennya Mba, katanya ada tugas kelompok." 

"Oh, ya, sudah ganti baju terus makan sana!"

"Iya mba, ehhh, Mba, pipinya kenapa kok, merah? Ditampar Mas Bagas lagi, ya?" selidik Nina.

Dan aku hanya diam. Adik- adik Mas Bagas memang peduli padaku, mereka seperti adikku sendiri dan seperti orang asing dengan kakak mereka sendiri. 

***

"Assalamualaikum."

Menginjak sore hari aku dikagetkan dengan suara salam seorang lelaki. Tak biasanya rumah kami kedatangan tamu. Mas Bagas bergegas membuka pintu.

"Waalaikumussalam," jawab Mas Bagas. Wajah Mas Bagas terlihat sumringah saat kedatangan tamu. Firasatku mengatakan ada sesuatu dibalik senyum suamiku itu.

"Eh, Mas Guntur, mari masuk, Mas."

"Iya, Gas, makasih," ucap tamu itu.

"Esih, buatin minum ada tamu, nih!" perintah Mas Bagas dari arah ruang tamu.

Ruang tamu keluarga mertuaku sangat sederhana. Hanya ada empat kursi sofa yang bantalannya lusuh. Kayu penyangganya pun sudah lapuk dimakan usia. Entah, sudah berapa lama usia kursi itu.

"Iya, Mas." sahutku dari dalam kamar.

Tak berapa lama minuman yang kubuat telah siap. Aku berjalan pelan menuju ruang tamu. Membawa nampan kayu yang berisi dua gelas minuman kecokelatan beraroma melati. Sajian terbaik yang bisa kami berikan pada tamu ketika berkunjung.

"Ini tehnya silakan diminum." Aku berbasa-basi menawarkan minuman pada sang tamu. Melirik lelaki yang dipanggil Mas Guntur oleh suamiku itu. Ia mengamatiku sekilas. Lalu tersenyum.

Aku tak membalas senyuman Mas Guntur. Langsung masuk ke dapur, menaruh nampan. 

Segera meraih satu gelas air putih yang kutuang tadi. Meminumnya hingga tandas.

"Silakan Mas, diminum tehnya." Mas Bagas kembali menawarkan minuman beraroma melati pada tamu kami itu.

"Iya, makasih." Tamu tadi tersenyum padaku, "Jadi itu tadi istrimu Gas, yang mau ke Saudi?"

"Iya, Mas, itu tadi Esih, istri saya."

Deg.

"Yaa Allah," batinku. Mereka benar-benar sedang membicarakanku.

Jangan-jangan Mas Bagas akan mengirimku ke luar negeri melalui lelaki itu?

Siapa Mas Guntur itu?

"Apa rencana Mas Bagas sebenarnya?"

Sambil menajamkan indera pendengaran aku terus bergumam seorang diri di dapur.

Suamiku benar-benar sudah gila. Kenapa menyuruhku pergi ke luar negeri, kenapa bukan dirinya sana yang pergi mencari kerja.

Apa yang direncanakan Mas Bagas?

"Mengenai pertanyaanku kemarin bagaimana, Mas?" Suamiku memulai obrolan. Ia menaikkan satu kakinya di atas kaki lain, "Rokok Mas," tawarnya sambil menyodorkan sebungkus rokok.

"Itu gampang. Kamu juga akan mendapatkan komisi jika mendapat orang lain," terang Mas Guntur.

Aku mengernyit, "Apa yang akan dilakukan suamiku?"

***Dipaksa Jadi TKW***

To Be Continued ….

Related chapters

  • DIPAKSA JADI TKW   Keributan Dibalik Keributan

    Part.2 #Keributan_Dibalik_KeributanDari balik gorden bermotif bunga mawar warna kunyit aku mengintip dari dalam kamar. Aku mendengkus kesal. Suamiku ini, lancang sekali dia mengambil keputusan tanpa tanya pendapatku. Dadaku ikut turun naik seiring emosi yang tertahan di dada."Jahaaat … kamu jahat Mas," rutukku dalam hati."Berkasnya sudah disiapkan gas?""Belum Mas. Apa saja ya, berkasnya?""Nanti aku sms aja ya, Gas.""Iya. Iya, mas.""Kalau gitu aku permisi dulu Gas, masih ada urusan." Mas Guntur berpamitan. Akhirnya tamu tak diundang itu pulang."Iya, Mas Guntur, terimakasih." Mas Bagas menjawab dengan ramah. Padahal jika berbicara padaku mulutnya selalu kasar. Dasar suami tak punya otak."Assalamualaikum.""Waalaikumussalam."Keduanya bersalam

    Last Updated : 2021-09-10
  • DIPAKSA JADI TKW   Godaan Arman

    Setelah mas Bagas pergi, kucoba untuk pejamkan mata. Jam dinding di atas nakas menunjukkan pukul 21: 30. Kurapalkan doa tidur lalu kutatap wajah putraku yang tengah lelap. Kuusap lembut kepalanya, kucium pipi gembulnya berkali-kali, tapi dia tidak terganggu sedikit pun oleh ulahku. Napasnya teratur menandakan dia sangat lelap.Sayang, apakah kita akan berpisah? Sanggupkah aku jauh darimu? Bagaimana kau menjalani kehidupan yang baru kau mulai ini tanpa ibu sayang?! Airmataku meluncur begitu saja, tadi niatku akan tidur, tapi pikiranku malah berkelana tanpa arah, kucoba kendalikan pikiranku."Heiii pikiranku! Ayo kita istirahat dulu, kembalilah ke tempatmu!"Aaahhhh ... dia sudah liar keman-mana, bahkan sudah bertamasya di suatu masa yang telah berlalu, masa dimana aku hamil .#Flash back ON.Sore itu mas Bagas baru pulang dari

    Last Updated : 2021-09-22
  • DIPAKSA JADI TKW   PERPISAHAN TIBA

    DIPAKSA JADI TKWROMANSA CINTA PANGERAN ARAB DAN TKWpart.4 #Perpisahan_TibaArman semakin mendekat, jarak kami hanya beberapa inci, degup jantungku makin bergolak, dia memegang tanganku. Refleks coba melepaskan tanganku dari tangannya, tapi sia- sia. Genggaman tangannya begitu kuat."Arman, lepasin ...!" protesku sambil berontak"Kamu kenapa, rilex saja tak perlu tegang begini, Esih.""Lepasin! Kamu jangan macam-macam, Arman!""Macam-macam apa? Kamu jangan berpikir aneh-aneh Esihku yang manis, aku cuma mau bicara.""Tapi ga perlu pegang tanganku gini, sakit!" gerutuku dengan muka masam."Iya, iya, maaf. Aku ga bermaksud menyakitimu." Arman melepas tanganku."Yaudah, ngomong aja." Kupasang wajah cemberut."Esih ... aku ingin kamu tinggalkan Bag

    Last Updated : 2021-09-27
  • DIPAKSA JADI TKW   Assalamualaik Baginda Nabi, Assalamualaiku Saudi.

    Selama dua Minggu, aku menjalani pendidikan di PJTKI.Tak banyak yang kupelajari, hanya sekedar perkenalan diri dan nama perabotan dalam rumah, yang mampu saya hafal dalam bahasa Arab.Kata temanku, "Nanti, kalau sudah minum air sana juga lancar sendiri."Dan hari itu tinggal menunggu esok pagi, untukku(aku) dan beberapa teman setujuan untuk terbang ke Saudi. Mereka yang sudah ex terlihat santai, sedang yang non sepertiku terlihat gugup. ******Pagi itu, 29 September2007. Kami yang di jadwalkan terbang di suruh berkumpul di aula untuk pembekalan akhir. Kami berkumpul, rupanya akan ada pengajian atau ceramah, sebab di situ nampak seorang wanita berpakaian syar'i sepertinya seorang Ustadzah. Dia duduk dengan sebuah mix tergeletak di depannya. Kami berkumpul dengan khidmad."Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh." Ustadzah itu mengucap salam.

    Last Updated : 2021-10-05
  • DIPAKSA JADI TKW   Kehangatan Keluarga

    Mobil pun menuju pondok dekat kandang unta. Di sana, ada mobil tangki air dan ada seekor keledai terikat sambil asyik mengunyah rumput. Tiba kami di depan pondok. Kami turun sambil menurunkan beberapa barang tapi tidak semua. Di pondok ada seorang pria seperti orang India, rupanya dia yang menjaga pondok sebelah sini, karena pondok satu nya juga dijaga seorang pria, yang tadi sedang memotong rumput dengan mobil khusus pemotong rumput.Pria itu menatapku. Aku jadi takut, karena kulitnya gosong terbakar matahari dan matanya merah."Assalamualaikum," ucap pria itu."Wa … waa ... waalaikumussalam," jawabku terbata."Ekheemmm!" Majikan pria berdehem"Ya Abdulgahir, hia min Indunisiy, alyoum jik. (Hai Abdulgahir, dia dari Indonesia, hari ini baru tiba)," tutur majikanku.Iya"Salam," kata pria yang

    Last Updated : 2021-10-10
  • DIPAKSA JADI TKW   Konflik

    Setahun berlalu, tinggal bersama keluarga Baba Saleh dan Mama Salha memberikan warna tersendiri dalam hidupku. Mereka menganggapku seperti keluarga sendiri, dan anak-anak mereka juga sangat dekat denganku. Apalagi aku sudah lancar bahasa Arab, jadi mudah berkomunikasi dengan seluruh keluarga majikan.Awal aku datang ada MTab, Fahad, Abir, Demah, Wujdan, dan satu lagi masih dalam kandungan mama Salha. Kini, dia sudah berusia sembilan bulan, namanya Sultana. Tentu saja, Sultana akan segera punya adik. Ya, Mama Salha hamil lagi. Usia kandungan anak ketujuh itu sudah empat atau lima bulan. Terbayang betapa repotnya aku kerja sendiri mengurus keperluan mereka. Namun, Alhamdulillah karena mereka baik dan gaji lancar serta kebutuhanku semua mereka penuhi, jadi aku tak mengapa walau harus capek kerja.Yang justru membebani pikiranku tak lain dan tak bukan adalah suamiku Mas Bagas! Tiap bulan selalu minta dikirim uang, untuk Sahee

    Last Updated : 2021-10-15
  • DIPAKSA JADI TKW   Godaan Adik Nyonya

    Pagi hari yang dingin bahkan serasa membeku, suhu minus 7°. Usai sholat subuh enaknya mah tidur lagi, tapi tidak baik tidur selepas subuh karena rezeki akan menjauh.Kusiapkan sarapan untuk kami semua dengan menu 'kubs' sejenis roti, dengan teman-teman nya yakni zaitun, mentega, keju, selai strawberry, dan minyak zaitun sebagai cocolan dan toping. Kubuat juga susu, teh dan gahwa. Yakni kopi yang di panggangan tidak sampai hitam, hanya kuning kecoklatan, kemudian digiling kasar dan diseduh dengan tambahan sejumput kapulaga, samasekali tidak memakai gula. Usai membuat sarapan, aku meletakkannya di ruang keluarga. Sambil menunggu mereka bangun, aku mempersiapkan barang-barang yang akan kami bawa ke Nabq dan keperluan untuk di mazra'ah /sawah. Kudengar mereka sudah bangun dan membersihkan diri, sementara duo bocil tahu-tahu memegangi rokku. "Ahla biikkumm, sobahal khair ya h

    Last Updated : 2021-10-18
  • DIPAKSA JADI TKW   Mas Bagas Minta Ijin

    Suara adzan subuh berkumandang bersahutan dari berbagai mushola dan masjid di lingkungan rumah jaddah. Aku pun membuka mata malas, mataku masih ngantuk, rasanya baru sebentar tidur. Dengan setengah sadar ku bangkit dari gumulan selimut tebalku. Pelan-pelan menuju kamar mandi untuk gosok gigi, lalu berwudhu dengan air hangat yang mengucur dari keran merah dan biru menyatu sempurna. Aku pun sholat di ruang tv, seperti semua perempuan di rumah ini sholat. Sedang para lelaki, mereka sholat di masjid. Usai sholat kulakukan aktivitas pagi seperti di rumah majikanku di Tabarjal. Cuaca di Nabq jauh lebih dingin dari Tabarjal, mungkin karena letaknya dekat dengan gurun pasir dan bebatuan yang menyerupai gunung , dalam bahasa Arabnya yakni Jabal. Aku sudah mengenakan baju tiga lapis di dalam dan satu baju tebal di luar serta syial di leher. Tak ketinggalan kaos kaki tebal melengkapi atribut musim dinginku agar tubuh ini terasa hanagat. Namun, masih saja terasa din

    Last Updated : 2021-12-04

Latest chapter

  • DIPAKSA JADI TKW   Rencana Hamid. 11

    Kuhentakan kaki dengan kesal, kulihat Hamid masih menertawakanku. "Apaan begitu? Ktaanya i love you, lihat aku kesasar bukanya ditunjukkan jalan yang benar,malah di ketawain, dasar borokok!" rutukku sambil jalan ke pos alias dapur kilat Akhirnya sampai juga aku di pos, sudah ada Badriah lagi bersama Yani dan Yanti. Niat hati ingin curhat ke Yani dan Yanti tentang kejadian sama Hamid tadi, tapi kuurungkan karena ada Badriah. "Assalamualaikum ... ." sapaku kepada mereka bertiga. "Waalaikumussalam ... ." jawab mereka serempak. "MTab, udah kesini, Yan?" Tanyaku pada Yanti. "Udah, nampannya juga di bawa." jawab Yanti. "Kenapa wajahmu kelihatan kesal gitu, Sih?" Yani bertanya. Emang paling peka teman yang satu ini. "Aku nyasar, mau balik sini malah ke kandang unta!" gerutuku kesal sendiri mengingat Hamid menertawakanku. Sontak mereka bertiga tertawa "Kok, bisa nyasar, kamu kan udah biasa di sini?" tanya Yani lagi. "Aku ga perhatiin jalan." jawabku "Makanya non, j

  • DIPAKSA JADI TKW   Hadiah Dari Hamid

    Waktu begitu cepat berlalu, tak terasa sudah hampir habis kontrak kerjaku di rumah Baba Saleh dan mama Salha. Aku senang karena akan segera pulang dan bertemu putraku yang lama kurindukan.Dia pasti sudah besar usianya 2, 5 th saat aku pulang nanti . Aku tak sabar ingin segera memeluk nya.Tapi disisi lain aku juga berat meninggalkan keluarga ini, mereka sangat baik padaku. Anak-anak juga akrab dengan ku, meski mereka kadang nakal dan membuat ku repot, tapi aku bahagia bersama mereka. Kami sudah menjadi keluarga selama dua tahun ini, sungguh berat rasanya berpisah dengan mereka. Namun, aku tetap harus pulang untuk mengurus perceraianku dengan mas Bagas. Aku yakin Mas Bagas sudah mengurus nya, jadi saat aku pulang, aku hanya tinggal ambil akta cerai di pengadilan agama dan tanda tangan saja. Aku tidak menyangka pernikahanku dengan Mas Bagas berakhir seperti ini.Aku bersyu

  • DIPAKSA JADI TKW   Mas Bagas Minta Ijin

    Suara adzan subuh berkumandang bersahutan dari berbagai mushola dan masjid di lingkungan rumah jaddah. Aku pun membuka mata malas, mataku masih ngantuk, rasanya baru sebentar tidur. Dengan setengah sadar ku bangkit dari gumulan selimut tebalku. Pelan-pelan menuju kamar mandi untuk gosok gigi, lalu berwudhu dengan air hangat yang mengucur dari keran merah dan biru menyatu sempurna. Aku pun sholat di ruang tv, seperti semua perempuan di rumah ini sholat. Sedang para lelaki, mereka sholat di masjid. Usai sholat kulakukan aktivitas pagi seperti di rumah majikanku di Tabarjal. Cuaca di Nabq jauh lebih dingin dari Tabarjal, mungkin karena letaknya dekat dengan gurun pasir dan bebatuan yang menyerupai gunung , dalam bahasa Arabnya yakni Jabal. Aku sudah mengenakan baju tiga lapis di dalam dan satu baju tebal di luar serta syial di leher. Tak ketinggalan kaos kaki tebal melengkapi atribut musim dinginku agar tubuh ini terasa hanagat. Namun, masih saja terasa din

  • DIPAKSA JADI TKW   Godaan Adik Nyonya

    Pagi hari yang dingin bahkan serasa membeku, suhu minus 7°. Usai sholat subuh enaknya mah tidur lagi, tapi tidak baik tidur selepas subuh karena rezeki akan menjauh.Kusiapkan sarapan untuk kami semua dengan menu 'kubs' sejenis roti, dengan teman-teman nya yakni zaitun, mentega, keju, selai strawberry, dan minyak zaitun sebagai cocolan dan toping. Kubuat juga susu, teh dan gahwa. Yakni kopi yang di panggangan tidak sampai hitam, hanya kuning kecoklatan, kemudian digiling kasar dan diseduh dengan tambahan sejumput kapulaga, samasekali tidak memakai gula. Usai membuat sarapan, aku meletakkannya di ruang keluarga. Sambil menunggu mereka bangun, aku mempersiapkan barang-barang yang akan kami bawa ke Nabq dan keperluan untuk di mazra'ah /sawah. Kudengar mereka sudah bangun dan membersihkan diri, sementara duo bocil tahu-tahu memegangi rokku. "Ahla biikkumm, sobahal khair ya h

  • DIPAKSA JADI TKW   Konflik

    Setahun berlalu, tinggal bersama keluarga Baba Saleh dan Mama Salha memberikan warna tersendiri dalam hidupku. Mereka menganggapku seperti keluarga sendiri, dan anak-anak mereka juga sangat dekat denganku. Apalagi aku sudah lancar bahasa Arab, jadi mudah berkomunikasi dengan seluruh keluarga majikan.Awal aku datang ada MTab, Fahad, Abir, Demah, Wujdan, dan satu lagi masih dalam kandungan mama Salha. Kini, dia sudah berusia sembilan bulan, namanya Sultana. Tentu saja, Sultana akan segera punya adik. Ya, Mama Salha hamil lagi. Usia kandungan anak ketujuh itu sudah empat atau lima bulan. Terbayang betapa repotnya aku kerja sendiri mengurus keperluan mereka. Namun, Alhamdulillah karena mereka baik dan gaji lancar serta kebutuhanku semua mereka penuhi, jadi aku tak mengapa walau harus capek kerja.Yang justru membebani pikiranku tak lain dan tak bukan adalah suamiku Mas Bagas! Tiap bulan selalu minta dikirim uang, untuk Sahee

  • DIPAKSA JADI TKW   Kehangatan Keluarga

    Mobil pun menuju pondok dekat kandang unta. Di sana, ada mobil tangki air dan ada seekor keledai terikat sambil asyik mengunyah rumput. Tiba kami di depan pondok. Kami turun sambil menurunkan beberapa barang tapi tidak semua. Di pondok ada seorang pria seperti orang India, rupanya dia yang menjaga pondok sebelah sini, karena pondok satu nya juga dijaga seorang pria, yang tadi sedang memotong rumput dengan mobil khusus pemotong rumput.Pria itu menatapku. Aku jadi takut, karena kulitnya gosong terbakar matahari dan matanya merah."Assalamualaikum," ucap pria itu."Wa … waa ... waalaikumussalam," jawabku terbata."Ekheemmm!" Majikan pria berdehem"Ya Abdulgahir, hia min Indunisiy, alyoum jik. (Hai Abdulgahir, dia dari Indonesia, hari ini baru tiba)," tutur majikanku.Iya"Salam," kata pria yang

  • DIPAKSA JADI TKW   Assalamualaik Baginda Nabi, Assalamualaiku Saudi.

    Selama dua Minggu, aku menjalani pendidikan di PJTKI.Tak banyak yang kupelajari, hanya sekedar perkenalan diri dan nama perabotan dalam rumah, yang mampu saya hafal dalam bahasa Arab.Kata temanku, "Nanti, kalau sudah minum air sana juga lancar sendiri."Dan hari itu tinggal menunggu esok pagi, untukku(aku) dan beberapa teman setujuan untuk terbang ke Saudi. Mereka yang sudah ex terlihat santai, sedang yang non sepertiku terlihat gugup. ******Pagi itu, 29 September2007. Kami yang di jadwalkan terbang di suruh berkumpul di aula untuk pembekalan akhir. Kami berkumpul, rupanya akan ada pengajian atau ceramah, sebab di situ nampak seorang wanita berpakaian syar'i sepertinya seorang Ustadzah. Dia duduk dengan sebuah mix tergeletak di depannya. Kami berkumpul dengan khidmad."Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh." Ustadzah itu mengucap salam.

  • DIPAKSA JADI TKW   PERPISAHAN TIBA

    DIPAKSA JADI TKWROMANSA CINTA PANGERAN ARAB DAN TKWpart.4 #Perpisahan_TibaArman semakin mendekat, jarak kami hanya beberapa inci, degup jantungku makin bergolak, dia memegang tanganku. Refleks coba melepaskan tanganku dari tangannya, tapi sia- sia. Genggaman tangannya begitu kuat."Arman, lepasin ...!" protesku sambil berontak"Kamu kenapa, rilex saja tak perlu tegang begini, Esih.""Lepasin! Kamu jangan macam-macam, Arman!""Macam-macam apa? Kamu jangan berpikir aneh-aneh Esihku yang manis, aku cuma mau bicara.""Tapi ga perlu pegang tanganku gini, sakit!" gerutuku dengan muka masam."Iya, iya, maaf. Aku ga bermaksud menyakitimu." Arman melepas tanganku."Yaudah, ngomong aja." Kupasang wajah cemberut."Esih ... aku ingin kamu tinggalkan Bag

  • DIPAKSA JADI TKW   Godaan Arman

    Setelah mas Bagas pergi, kucoba untuk pejamkan mata. Jam dinding di atas nakas menunjukkan pukul 21: 30. Kurapalkan doa tidur lalu kutatap wajah putraku yang tengah lelap. Kuusap lembut kepalanya, kucium pipi gembulnya berkali-kali, tapi dia tidak terganggu sedikit pun oleh ulahku. Napasnya teratur menandakan dia sangat lelap.Sayang, apakah kita akan berpisah? Sanggupkah aku jauh darimu? Bagaimana kau menjalani kehidupan yang baru kau mulai ini tanpa ibu sayang?! Airmataku meluncur begitu saja, tadi niatku akan tidur, tapi pikiranku malah berkelana tanpa arah, kucoba kendalikan pikiranku."Heiii pikiranku! Ayo kita istirahat dulu, kembalilah ke tempatmu!"Aaahhhh ... dia sudah liar keman-mana, bahkan sudah bertamasya di suatu masa yang telah berlalu, masa dimana aku hamil .#Flash back ON.Sore itu mas Bagas baru pulang dari

DMCA.com Protection Status