Home / Romansa / DIPAKSA JADI TKW / PERPISAHAN TIBA

Share

PERPISAHAN TIBA

Author: Norma Yunita
last update Last Updated: 2021-09-27 19:51:04

DIPAKSA JADI TKW

ROMANSA CINTA PANGERAN ARAB DAN TKW

part.4 #Perpisahan_Tiba

Arman semakin mendekat, jarak kami hanya beberapa inci, degup jantungku makin bergolak, dia memegang tanganku. Refleks coba melepaskan tanganku dari tangannya, tapi sia- sia. Genggaman tangannya begitu kuat.

"Arman, lepasin ...!" protesku sambil berontak

"Kamu kenapa, rilex saja tak perlu tegang begini, Esih."

"Lepasin! Kamu jangan macam-macam, Arman!" 

"Macam-macam apa? Kamu jangan berpikir aneh-aneh Esihku yang manis, aku cuma mau bicara."

"Tapi ga perlu pegang tanganku gini, sakit!" gerutuku dengan muka masam. 

"Iya, iya, maaf. Aku ga bermaksud menyakitimu." Arman melepas tanganku.

"Yaudah, ngomong aja." Kupasang wajah cemberut.

"Esih ... aku ingin kamu tinggalkan Bagas lalu kita nikah."

"Apa? Kamu gila, Arman!"

"Aku tidak gila, tapi aku menyesal! Aku menyesal karena merelakanmu untuk pria brengsek itu. Kalau kutau dia bakal menyakitimu, aku pasti akan memperjuangkanmu sekuat tenaga. Tadinya aku pikir dia benar-benar mencintaimu, dan akan membahagiakanmu, makanya aku mengalah.Ternyata dia tetap pecundang yang tidak tau diri." 

"Arman, aku …," lirihku disela ucapannya, yang langsung ditangkis pria kurus, tinggi dan manis di depanku.

"Aku belum selesai bicara, jangan 

potong dulu!" hardiknya cepat

"Baik," Aku menunduk takut, Arman agak seram juga kalau lagi serius.

"Esih, aku ingin kamu bahagia dan aku yakin aku bisa membahagiakanmu. Aku tau kau tidak mencintaiku tapi aku yakin seiring waktu berjalan kau akan mencintaiku. Aku pasti bisa membuatmu cinta padaku," ungkapnya lunak. Namun, mampu membuat darahku berdesir.

Tangannya kembali menggenggam tanganku, tapi kali ini dengan lembut. Aku tau dia berusaha meyakinkanku, tapi ini tidak mungkin! Dia terdiam, mungkin ini saatnya aku bicara.

"Arman, aku tau perasaanmu itu tulus, aku percaya kamu bisa membahagiakanku, tapi ini tidak mungkin, Arman!"

"Kenapa tidak mungkin?" potongnya cepat. Issh, menyebalkan! Tadi dia tidak terima saat aku memotong ucapannya. Sekarang dia sendiri memotong ucapanku.

"Tentu saja tidak mungkin! Tidak mungkin aku menikah dengan tetangga mantan suamiku, jika kita bersama tentunya Mas Bagas akan tetap sering kulihat setiap hari. Bagaimana kita menjalani pernikahan kita, kalau masa laluku selalu di depan mata?!" tegasku panjang lebar, berharap dia memahami posisi sulitku.

"Kita bisa tinggal di tempat lain Sayang," ucapnya.

"Lalu keluargamu? Apa mereka tidak akan kena dampak dari masalah yang akan datang, seandainya kita menikah? Apa keluargamu dan keluarga Mas Bagas akan akur-akur saja, seperti tidak ada apa-apa? Kamu paham betul watak Mas Bagas, apalagi Ibunya yang tidak bisa diusik sedikit pun. Aku yakin, Ibu mertuaku itu akan memusuhi keluargamu dan Mas Bagas pun akan sering mengganggu kehidupan keluarga kita."

Arman terdiam ....

"Oke, kita bisa pindah dari lingkungan itu, tapi tidak mungkin keluargamu akan ikut pindah juga, dibela-belain demi kita, iya 'kan?! Aku bisa saja tidak peduli omongan tetangga, tapi aku tidak bisa jika keluargamu jadi tidak nyaman karena kebahagiaan kita. Itu namanya kita egois, dan cinta tidak boleh egois!"

"Aku akan cari jalan keluarnya Esih, kamu jangan khawatir, ya."

Haduuuhhh dasar kepala batu! Rutukku dalam hati. Isshhh dia kembali menggenggam tanganku dan ....

"Esih, tolong kamu terima ini." Segenggam uang dia letakkan di telapak tanganku.

"Kamu tidak boleh menolak, karena hari ini kamu gagal dapat uang gara-gara aku!" 

"Ta … taa … tapi, Arman."

"Tidak ada tapi-tapi, ini hakmu! karena aku sudah menghabiskan waktumu untuk nagih keliling." 

"Jadi kau membayar waktuku?"

"Ya, anggap saja begitu. Ayo, kita pulang sudah hampir magrib tidak baik berada disini!" 

"Kamu, sih!" gerutuku.

"Ya, sudah. Ayo, naik!" Ia menstater motornya lalu kami pulang.

"Terimakasih, Arman."

"Itu hakmu dan kalau kau perlu uang insyaallah aku siap." 

"Tidak, Arman. Lain kali kau tidak perlu membayar waktuku, biarkan aku nagih keliling biar aku bisa menghempaskan penat di dadaku."

"Oke manis," cetusnya dengan nada genit.

       

Kami pun pulang dengan saling diam, Adzan berkumandang saat kami tiba di depan rumah mertuaku.

"Assalamualaikum," sapaku di depan pintu.

"Waalaikumussalam," jawab suara dari dalam

"Saheer nangis ga, Mer?" Langsung kutanya Meri, karena dia yang pertamaku lihat dalam rumah.

"Engga, mba, tadi seneng dia maen sama kita, terus kita mandiin. Tuh, udah ganteng, lagi di kamar sama Nina."

"Makasih ya, Mer. Mba cuci tangan dulu."

Usai cuci tangan segera kuhampiri putra kesayanganku.

  

"Hallo Sayang, udah mandi, ya? Sambil kuraih dia dari kasur, lantas kucium berkali-kali. Dia tertawa geli."

"Masmu belum pulang, Nin?" 

"Tadi pulang terus maen bola di lapangan," jawab Nina.

"Nyariin mba ga?" 

"Iya, tadi nyariin, kita jawab mba lagi kerumah temennya, terus Mas Bagas langsung ke lapangan."

"Oh, makasih ya, Nin," kataku.

"Ya udah, Mba. Aku sama Meri mau ke mushola dulu."

"Iya Nin. Eeh, tadi Saheer mimik susu ga?" 

"Mimik Mba, sebotol."

"Ya sudah, makasih ya, Nin."

"Iya, Mba, kita ke mushola dulu ya, Mba. Assalamualaikum," pamitnya 

"Waalaikumussalam," jawabku.

      

Selepas Nina dan Meri pergi, Mas Bagas pun pulang. Dia langsung menghampiriku. 

"Kamu tadi dari mana?" todongnya serta merta.

"Rumah temen, Mas," jawabku sambil nunduk.

"Ngapain kok, Saheer gak dibawa?" 

"Takut hujan Mas, tadi 'kan mendung," kilahku

"Alesan aja, sebenarnya kamu mau duaan sama Arman 'kan ?!" todongnya penuh curiga,

Deg ....

Jadi Mas Bagas lihat aku sama Arman, atau jangan-jangan dia lihat juga saat kami berduaan di semak-semak itu. Rasa was-was seketika menyelinap di rongga dadaku

"Iya, 'kan!" sentaknya, membuatku terkesiap.

"Engga, Mas. Tadi pas pulang aku ketemu Arman, terus dia ngajakin bareng, karena udah hampir magrib jadi aku langsung mau saja dibonceng dia. Memang kenapa, Mas?" dustaku, sambil menata hati agar tak terlihat gugup.

"Ya, gapapa, awas aja kalau kamu macem-macem sama dia, habis kamu!" ancamnya.

    

Deg … deg ... deg .... 

Jantungku terlonjak-lonjak. Aku harus jaga jarak sama Arman, aku tau Mas Bagas tidak main-main dengan ancamannya. 

"Aku mau sholat dulu Mas, titip Saheer bentar, ya." Aku berusaha menyudahi pembicaraan ini.

"Hemm," sahutnya enteng.

Pukul 20:00 aku sedang menyiapkan makan malam di depan tv, dibantu adik-adik iparku, sehingga makanan cepat tersaji di hadapan kami berempat. Kami pun makan dalam diam dan kami pun selesai makan. Kedua adik iparku mengemasi bekas makan kami. Aku langsung ke kamar, sementara Mas Bagas merokok di tempat semula. Kemudian dia mendatangiku di kamar.

"Esih …," panggilnya.

"Iya Mas, ada apa?" sahutku.

"Besok malam kamu berangkat ke Jakarta untuk pendidikan di PT."

Derrrrrrrr .... 

Seperti ada petir menyambar dadaku, aku kaget bukan main mendengar penuturan suamiku.

"Apa, Mas? Berangkat? Besok malam?" tanyaku tak percaya.

"Iya, berkasmu sudah beres dan sudah kuberikan kepada Mas Guntur, besok malam dia ke Jakarta, membawa beberapa orang termasuk kamu."

"Tapi, Mas, kamu ga bisa gitu!" Aku mulai emosi 

"Kamu tidak bisa membantah Sih, ini terpaksa kulakukan demi masa depan kita nanti. Kamu yakin aja kita pasti akan sukses dan kita tidak akan tinggal disini lagi. Kita akan tinggal di rumah kita sendiri."

"Mas, ini terlalu mendadak. Aku belum siap berpisah dengan anakku Mas," lirihku. Air mataku bederai seketika. 

"Maafkan aku Sih, aku harap kamu bisa ngerti."

"Kenapa aku yang harus selalu ngerti, kenapa bukan kamu, Mas? Kenapa!? Tega kamu Mas ... tega!" Tangisku makin pecah.

"Oke, ini terakhir kali kamu mengerti, setelah kamu kembali aku janji aku yang akan selalu mengerti kamu Sih, aku janji." Tangannya memegangi kedua bahuku dan langsung kuhempaskan. 

"Kamu jahat, Mas!" makiku di depan mukanya.

      

Meri dan Nina menghampiriku, mereka memelukku sambil menangis.

"Mas, tolong jangan paksa Mba Esih pergi Mas, kasihan Saheer, Mas," ratap Nina 

"Kalian 'kan bisa menjaga Saheer!" sentak suamiku kepada kedua adiknya.

"Kami masih sekolah, Mas! Siapa yang akan menjaga Saheer kalau kami sekolah!" teriak Meri lantang. 

"Saheer akan kita titip ke Ibu angkat Mba Esih," cetusnya

Aku terkesiap mendengar jawaban Mas Bagas,

"Ibu angkatku, kenapa tiba-tiba kamu ingat ibu angkatku, Mas? Selama ini jika aku hendak menengoknya, Mas selalu melarangku. Kenapa sekarang Mas, mau menyusahkannya?"

"Kalau Ibuku ada di rumah, pasti Ibuku yang akan mengurus anak kita, berhubung Ibuku tak ada biar Ibu angkatmu saja. Aku tidak mau Ibu kandungmu yang mengurus anak kita, nanti pasti kamu kirim uangnya sama dia!"

"Apa? Kirim uang? Jadi itu alasanmu, karena uang yang kamu takutkan? Asal kamu ingat Mas, selama ini orang tuaku selalu membantu biaya hidup kita, tapi kita tidak pernah memberi apapun untuk mereka!"

"Ya sudah, makanya sama Ibu angkat kamu saja, Ibu kandungmu 'kan kaya, ga butuh uang lagi. Uangnya saja sudah kebanyakan!"

"Tapi aku ga mau pergi Mas, aku ga mau!" teriakku keras.

Aaagghhhh .... 

Mas Bagas menarik tanganku, menghempaskanku ke tempat tidur membuat kaget Saheer yang tengah terlelap. Buru-buru Nina menggendongnya, membawa bayiku ke kamarnya. 

Sementara Meri, berusaha menolongku. Namun, Mas Bagas menariknya keluar kamar dan menghempaskan Meri di tembok. Aku kembali masuk kamar dan mengunci pintunya. Aku terisak di atas ranjang.

   

"Tolong Esih! tolooongg banget ... sekali ini saja, kamu turuti aku untuk terakhir kali, setelah kamu pulang aku jamin aku sudah sukses dengan usaha rental motorku. Makanya tolong kamu bantu aku carikan modalnya dulu. Aku sudah perhitungkan, saat usia Saheer 3 atau 4 tahun kita sudah hidup mapan. Kita akan hidup nyaman tercukupi.Tolong sih tolooongg!" Mohonnya dengan suara memelas tapi penuh paksaan. Entah, itu permohonan atau intimidasi.

Aku hanya terisak tanpa menjawab ucapan nya. Ku jawab ataupun tidak keputusannya tidak akan berubah, kepalanya bahkan lebih keras daripada karang di laut. Sepanjang malam ini aku yakin tidak akan bisa tidur. Ku buka pintu kamar, ku ambil putraku dari Nina, aku sudah tidak sanggup berfikir apapun lagi. Kepalaku terasa berat, hanya putra ku yang ada dalam fikiranku. Kudekap erat, ku ciumi, kuelus-elus sepanjang malam.

Hari begitu cepat berlalu, aku benci sekali dengan pagi ini, aku ingin tetap malam, agar aku bisa terus memeluk anakku, hatiku hancur, mulutku terkunci. Aku melihat Mas Bagas menyiapkan sesuatu, mungkin pakaianku , aku hanya terpaku di posisiku sejak malam, sementara Meri dan Nina mereka mengurus Saheer, menyuapi nya makan bubur sereal, membuat susu bubuk yang memang sudah ada, sebagai pengganti ASI saat aku menitipkan nya pada mereka. Tak terasa malam sudah datang saja.Ya Allah, saat terberat itu tiba juga.

Kuhampiri anakku yang tengah tidur, ku gendong dan ku beri ASI untuk terakhir kalinya.

"Sayang, maafkan ibu, setelah ini ibu tidak bisa menyusuimu lagi, tidak bisa memelukmu, menggendongmu ,memandikanku ,mengganti popokmu , bajumu, untuk waktu yang lama. Maafkan Ibu sayang, Ibu tidak berdaya melawan ayahmu. Kamu sehat terus ya , tumbuh besar dengan baik. Jadilah anak yang kuat sayangku."

"Sih, Mas Guntur sudah nunggu di depan, bajumu sudah masuk mobil. Ayo, siap-siap!"

Seperti kerbau dicucuk hidungnya, aku patuh pada Mas Bagas, dia menggandeng tanganku membimbingku keluar. Lalu dia bercakap dengan Mas Guntur, Meri dan Nina menghampiri memelukku tapi aku tak bergeming, aku terlihat seperti orang linglung, meski menyadari tingkah laku orang di sekitarku.

"Mba, hati-hati ya, jika Mba tidak mau memaafkan Mas Bagas, kami dukung Mba, tapi kami mohon tetap jadi Mba kami sampai kapan pun."

Aku tidak menyahuti ucapan Meri, aku terus melangkah menuju mobil dan menaikinya, mobilpun merayap, perlahan-lahan menjauh. Selamat tinggal Saheer sayang, Ibu pergi dulu ya, Ibu janji, Ibu pasti kembali. Dengan hati hancur terpaksa kutinggalkan bayiku yang baru berusia enam bulan demi menuruti kehendak suamiku. Suami egois! 

Bersambung ...

Duuhh part ini baper banget ya....saya ngetiknya pun sambil berurai air mata. Ibu mana yang sanggup di pisahkan dengan buah hatinya yang masih bayi , lihatlah esih sampai linglung begitu....tapi Mungkin Tuhan punya rencana indah untuk esih dan anaknya di masa depan....

Nanti kan terus kelanjutannya ya, salam hangat.

Related chapters

  • DIPAKSA JADI TKW   Assalamualaik Baginda Nabi, Assalamualaiku Saudi.

    Selama dua Minggu, aku menjalani pendidikan di PJTKI.Tak banyak yang kupelajari, hanya sekedar perkenalan diri dan nama perabotan dalam rumah, yang mampu saya hafal dalam bahasa Arab.Kata temanku, "Nanti, kalau sudah minum air sana juga lancar sendiri."Dan hari itu tinggal menunggu esok pagi, untukku(aku) dan beberapa teman setujuan untuk terbang ke Saudi. Mereka yang sudah ex terlihat santai, sedang yang non sepertiku terlihat gugup. ******Pagi itu, 29 September2007. Kami yang di jadwalkan terbang di suruh berkumpul di aula untuk pembekalan akhir. Kami berkumpul, rupanya akan ada pengajian atau ceramah, sebab di situ nampak seorang wanita berpakaian syar'i sepertinya seorang Ustadzah. Dia duduk dengan sebuah mix tergeletak di depannya. Kami berkumpul dengan khidmad."Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh." Ustadzah itu mengucap salam.

    Last Updated : 2021-10-05
  • DIPAKSA JADI TKW   Kehangatan Keluarga

    Mobil pun menuju pondok dekat kandang unta. Di sana, ada mobil tangki air dan ada seekor keledai terikat sambil asyik mengunyah rumput. Tiba kami di depan pondok. Kami turun sambil menurunkan beberapa barang tapi tidak semua. Di pondok ada seorang pria seperti orang India, rupanya dia yang menjaga pondok sebelah sini, karena pondok satu nya juga dijaga seorang pria, yang tadi sedang memotong rumput dengan mobil khusus pemotong rumput.Pria itu menatapku. Aku jadi takut, karena kulitnya gosong terbakar matahari dan matanya merah."Assalamualaikum," ucap pria itu."Wa … waa ... waalaikumussalam," jawabku terbata."Ekheemmm!" Majikan pria berdehem"Ya Abdulgahir, hia min Indunisiy, alyoum jik. (Hai Abdulgahir, dia dari Indonesia, hari ini baru tiba)," tutur majikanku.Iya"Salam," kata pria yang

    Last Updated : 2021-10-10
  • DIPAKSA JADI TKW   Konflik

    Setahun berlalu, tinggal bersama keluarga Baba Saleh dan Mama Salha memberikan warna tersendiri dalam hidupku. Mereka menganggapku seperti keluarga sendiri, dan anak-anak mereka juga sangat dekat denganku. Apalagi aku sudah lancar bahasa Arab, jadi mudah berkomunikasi dengan seluruh keluarga majikan.Awal aku datang ada MTab, Fahad, Abir, Demah, Wujdan, dan satu lagi masih dalam kandungan mama Salha. Kini, dia sudah berusia sembilan bulan, namanya Sultana. Tentu saja, Sultana akan segera punya adik. Ya, Mama Salha hamil lagi. Usia kandungan anak ketujuh itu sudah empat atau lima bulan. Terbayang betapa repotnya aku kerja sendiri mengurus keperluan mereka. Namun, Alhamdulillah karena mereka baik dan gaji lancar serta kebutuhanku semua mereka penuhi, jadi aku tak mengapa walau harus capek kerja.Yang justru membebani pikiranku tak lain dan tak bukan adalah suamiku Mas Bagas! Tiap bulan selalu minta dikirim uang, untuk Sahee

    Last Updated : 2021-10-15
  • DIPAKSA JADI TKW   Godaan Adik Nyonya

    Pagi hari yang dingin bahkan serasa membeku, suhu minus 7°. Usai sholat subuh enaknya mah tidur lagi, tapi tidak baik tidur selepas subuh karena rezeki akan menjauh.Kusiapkan sarapan untuk kami semua dengan menu 'kubs' sejenis roti, dengan teman-teman nya yakni zaitun, mentega, keju, selai strawberry, dan minyak zaitun sebagai cocolan dan toping. Kubuat juga susu, teh dan gahwa. Yakni kopi yang di panggangan tidak sampai hitam, hanya kuning kecoklatan, kemudian digiling kasar dan diseduh dengan tambahan sejumput kapulaga, samasekali tidak memakai gula. Usai membuat sarapan, aku meletakkannya di ruang keluarga. Sambil menunggu mereka bangun, aku mempersiapkan barang-barang yang akan kami bawa ke Nabq dan keperluan untuk di mazra'ah /sawah. Kudengar mereka sudah bangun dan membersihkan diri, sementara duo bocil tahu-tahu memegangi rokku. "Ahla biikkumm, sobahal khair ya h

    Last Updated : 2021-10-18
  • DIPAKSA JADI TKW   Mas Bagas Minta Ijin

    Suara adzan subuh berkumandang bersahutan dari berbagai mushola dan masjid di lingkungan rumah jaddah. Aku pun membuka mata malas, mataku masih ngantuk, rasanya baru sebentar tidur. Dengan setengah sadar ku bangkit dari gumulan selimut tebalku. Pelan-pelan menuju kamar mandi untuk gosok gigi, lalu berwudhu dengan air hangat yang mengucur dari keran merah dan biru menyatu sempurna. Aku pun sholat di ruang tv, seperti semua perempuan di rumah ini sholat. Sedang para lelaki, mereka sholat di masjid. Usai sholat kulakukan aktivitas pagi seperti di rumah majikanku di Tabarjal. Cuaca di Nabq jauh lebih dingin dari Tabarjal, mungkin karena letaknya dekat dengan gurun pasir dan bebatuan yang menyerupai gunung , dalam bahasa Arabnya yakni Jabal. Aku sudah mengenakan baju tiga lapis di dalam dan satu baju tebal di luar serta syial di leher. Tak ketinggalan kaos kaki tebal melengkapi atribut musim dinginku agar tubuh ini terasa hanagat. Namun, masih saja terasa din

    Last Updated : 2021-12-04
  • DIPAKSA JADI TKW   Hadiah Dari Hamid

    Waktu begitu cepat berlalu, tak terasa sudah hampir habis kontrak kerjaku di rumah Baba Saleh dan mama Salha. Aku senang karena akan segera pulang dan bertemu putraku yang lama kurindukan.Dia pasti sudah besar usianya 2, 5 th saat aku pulang nanti . Aku tak sabar ingin segera memeluk nya.Tapi disisi lain aku juga berat meninggalkan keluarga ini, mereka sangat baik padaku. Anak-anak juga akrab dengan ku, meski mereka kadang nakal dan membuat ku repot, tapi aku bahagia bersama mereka. Kami sudah menjadi keluarga selama dua tahun ini, sungguh berat rasanya berpisah dengan mereka. Namun, aku tetap harus pulang untuk mengurus perceraianku dengan mas Bagas. Aku yakin Mas Bagas sudah mengurus nya, jadi saat aku pulang, aku hanya tinggal ambil akta cerai di pengadilan agama dan tanda tangan saja. Aku tidak menyangka pernikahanku dengan Mas Bagas berakhir seperti ini.Aku bersyu

    Last Updated : 2021-12-07
  • DIPAKSA JADI TKW   Rencana Hamid. 11

    Kuhentakan kaki dengan kesal, kulihat Hamid masih menertawakanku. "Apaan begitu? Ktaanya i love you, lihat aku kesasar bukanya ditunjukkan jalan yang benar,malah di ketawain, dasar borokok!" rutukku sambil jalan ke pos alias dapur kilat Akhirnya sampai juga aku di pos, sudah ada Badriah lagi bersama Yani dan Yanti. Niat hati ingin curhat ke Yani dan Yanti tentang kejadian sama Hamid tadi, tapi kuurungkan karena ada Badriah. "Assalamualaikum ... ." sapaku kepada mereka bertiga. "Waalaikumussalam ... ." jawab mereka serempak. "MTab, udah kesini, Yan?" Tanyaku pada Yanti. "Udah, nampannya juga di bawa." jawab Yanti. "Kenapa wajahmu kelihatan kesal gitu, Sih?" Yani bertanya. Emang paling peka teman yang satu ini. "Aku nyasar, mau balik sini malah ke kandang unta!" gerutuku kesal sendiri mengingat Hamid menertawakanku. Sontak mereka bertiga tertawa "Kok, bisa nyasar, kamu kan udah biasa di sini?" tanya Yani lagi. "Aku ga perhatiin jalan." jawabku "Makanya non, j

    Last Updated : 2024-05-29
  • DIPAKSA JADI TKW   Ego Sang Suami

    Part.1 #Ego_Sang_SuamiSiang itu di dalam kamar kami. Mas Bagas menatapku dengan tajam, wajahnya terlihat serius hingga timbul urat-urat halus di keningnya. Jika sudah begini aku harus mempersiapkan tubuh. Sikapnya yang suka main tangan saat emosi sungguh menakutkan.Kami kembali berdebat. Lagi-lagi Mas Bagas menyuruhku untuk pergi ke luar negeri, ke Arab Saudi tepatnya."Aku tidak mau pergi Mas, kasian anak kita."Lebih kasian lagi kalo nanti dia besar mau jajan atau mainan kita gak bisa membelikannya!" dalihnya.Aku menggelengkan kepala, "Tapi, itu tugasmu sebagai kepala keluarga!"Aku membantah kata-kata Mas Bagas berusaha mengingatkannya kembali mana tugas tulang punggung dan tugas tulang rusuk. Mungkin ia sudah lupa tugasnya sebagai kepala rumah tangga.Sementara aku adalah seorang ibu rumah tangga. Tugasku adalah mengurusi rum

    Last Updated : 2021-09-10

Latest chapter

  • DIPAKSA JADI TKW   Rencana Hamid. 11

    Kuhentakan kaki dengan kesal, kulihat Hamid masih menertawakanku. "Apaan begitu? Ktaanya i love you, lihat aku kesasar bukanya ditunjukkan jalan yang benar,malah di ketawain, dasar borokok!" rutukku sambil jalan ke pos alias dapur kilat Akhirnya sampai juga aku di pos, sudah ada Badriah lagi bersama Yani dan Yanti. Niat hati ingin curhat ke Yani dan Yanti tentang kejadian sama Hamid tadi, tapi kuurungkan karena ada Badriah. "Assalamualaikum ... ." sapaku kepada mereka bertiga. "Waalaikumussalam ... ." jawab mereka serempak. "MTab, udah kesini, Yan?" Tanyaku pada Yanti. "Udah, nampannya juga di bawa." jawab Yanti. "Kenapa wajahmu kelihatan kesal gitu, Sih?" Yani bertanya. Emang paling peka teman yang satu ini. "Aku nyasar, mau balik sini malah ke kandang unta!" gerutuku kesal sendiri mengingat Hamid menertawakanku. Sontak mereka bertiga tertawa "Kok, bisa nyasar, kamu kan udah biasa di sini?" tanya Yani lagi. "Aku ga perhatiin jalan." jawabku "Makanya non, j

  • DIPAKSA JADI TKW   Hadiah Dari Hamid

    Waktu begitu cepat berlalu, tak terasa sudah hampir habis kontrak kerjaku di rumah Baba Saleh dan mama Salha. Aku senang karena akan segera pulang dan bertemu putraku yang lama kurindukan.Dia pasti sudah besar usianya 2, 5 th saat aku pulang nanti . Aku tak sabar ingin segera memeluk nya.Tapi disisi lain aku juga berat meninggalkan keluarga ini, mereka sangat baik padaku. Anak-anak juga akrab dengan ku, meski mereka kadang nakal dan membuat ku repot, tapi aku bahagia bersama mereka. Kami sudah menjadi keluarga selama dua tahun ini, sungguh berat rasanya berpisah dengan mereka. Namun, aku tetap harus pulang untuk mengurus perceraianku dengan mas Bagas. Aku yakin Mas Bagas sudah mengurus nya, jadi saat aku pulang, aku hanya tinggal ambil akta cerai di pengadilan agama dan tanda tangan saja. Aku tidak menyangka pernikahanku dengan Mas Bagas berakhir seperti ini.Aku bersyu

  • DIPAKSA JADI TKW   Mas Bagas Minta Ijin

    Suara adzan subuh berkumandang bersahutan dari berbagai mushola dan masjid di lingkungan rumah jaddah. Aku pun membuka mata malas, mataku masih ngantuk, rasanya baru sebentar tidur. Dengan setengah sadar ku bangkit dari gumulan selimut tebalku. Pelan-pelan menuju kamar mandi untuk gosok gigi, lalu berwudhu dengan air hangat yang mengucur dari keran merah dan biru menyatu sempurna. Aku pun sholat di ruang tv, seperti semua perempuan di rumah ini sholat. Sedang para lelaki, mereka sholat di masjid. Usai sholat kulakukan aktivitas pagi seperti di rumah majikanku di Tabarjal. Cuaca di Nabq jauh lebih dingin dari Tabarjal, mungkin karena letaknya dekat dengan gurun pasir dan bebatuan yang menyerupai gunung , dalam bahasa Arabnya yakni Jabal. Aku sudah mengenakan baju tiga lapis di dalam dan satu baju tebal di luar serta syial di leher. Tak ketinggalan kaos kaki tebal melengkapi atribut musim dinginku agar tubuh ini terasa hanagat. Namun, masih saja terasa din

  • DIPAKSA JADI TKW   Godaan Adik Nyonya

    Pagi hari yang dingin bahkan serasa membeku, suhu minus 7°. Usai sholat subuh enaknya mah tidur lagi, tapi tidak baik tidur selepas subuh karena rezeki akan menjauh.Kusiapkan sarapan untuk kami semua dengan menu 'kubs' sejenis roti, dengan teman-teman nya yakni zaitun, mentega, keju, selai strawberry, dan minyak zaitun sebagai cocolan dan toping. Kubuat juga susu, teh dan gahwa. Yakni kopi yang di panggangan tidak sampai hitam, hanya kuning kecoklatan, kemudian digiling kasar dan diseduh dengan tambahan sejumput kapulaga, samasekali tidak memakai gula. Usai membuat sarapan, aku meletakkannya di ruang keluarga. Sambil menunggu mereka bangun, aku mempersiapkan barang-barang yang akan kami bawa ke Nabq dan keperluan untuk di mazra'ah /sawah. Kudengar mereka sudah bangun dan membersihkan diri, sementara duo bocil tahu-tahu memegangi rokku. "Ahla biikkumm, sobahal khair ya h

  • DIPAKSA JADI TKW   Konflik

    Setahun berlalu, tinggal bersama keluarga Baba Saleh dan Mama Salha memberikan warna tersendiri dalam hidupku. Mereka menganggapku seperti keluarga sendiri, dan anak-anak mereka juga sangat dekat denganku. Apalagi aku sudah lancar bahasa Arab, jadi mudah berkomunikasi dengan seluruh keluarga majikan.Awal aku datang ada MTab, Fahad, Abir, Demah, Wujdan, dan satu lagi masih dalam kandungan mama Salha. Kini, dia sudah berusia sembilan bulan, namanya Sultana. Tentu saja, Sultana akan segera punya adik. Ya, Mama Salha hamil lagi. Usia kandungan anak ketujuh itu sudah empat atau lima bulan. Terbayang betapa repotnya aku kerja sendiri mengurus keperluan mereka. Namun, Alhamdulillah karena mereka baik dan gaji lancar serta kebutuhanku semua mereka penuhi, jadi aku tak mengapa walau harus capek kerja.Yang justru membebani pikiranku tak lain dan tak bukan adalah suamiku Mas Bagas! Tiap bulan selalu minta dikirim uang, untuk Sahee

  • DIPAKSA JADI TKW   Kehangatan Keluarga

    Mobil pun menuju pondok dekat kandang unta. Di sana, ada mobil tangki air dan ada seekor keledai terikat sambil asyik mengunyah rumput. Tiba kami di depan pondok. Kami turun sambil menurunkan beberapa barang tapi tidak semua. Di pondok ada seorang pria seperti orang India, rupanya dia yang menjaga pondok sebelah sini, karena pondok satu nya juga dijaga seorang pria, yang tadi sedang memotong rumput dengan mobil khusus pemotong rumput.Pria itu menatapku. Aku jadi takut, karena kulitnya gosong terbakar matahari dan matanya merah."Assalamualaikum," ucap pria itu."Wa … waa ... waalaikumussalam," jawabku terbata."Ekheemmm!" Majikan pria berdehem"Ya Abdulgahir, hia min Indunisiy, alyoum jik. (Hai Abdulgahir, dia dari Indonesia, hari ini baru tiba)," tutur majikanku.Iya"Salam," kata pria yang

  • DIPAKSA JADI TKW   Assalamualaik Baginda Nabi, Assalamualaiku Saudi.

    Selama dua Minggu, aku menjalani pendidikan di PJTKI.Tak banyak yang kupelajari, hanya sekedar perkenalan diri dan nama perabotan dalam rumah, yang mampu saya hafal dalam bahasa Arab.Kata temanku, "Nanti, kalau sudah minum air sana juga lancar sendiri."Dan hari itu tinggal menunggu esok pagi, untukku(aku) dan beberapa teman setujuan untuk terbang ke Saudi. Mereka yang sudah ex terlihat santai, sedang yang non sepertiku terlihat gugup. ******Pagi itu, 29 September2007. Kami yang di jadwalkan terbang di suruh berkumpul di aula untuk pembekalan akhir. Kami berkumpul, rupanya akan ada pengajian atau ceramah, sebab di situ nampak seorang wanita berpakaian syar'i sepertinya seorang Ustadzah. Dia duduk dengan sebuah mix tergeletak di depannya. Kami berkumpul dengan khidmad."Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh." Ustadzah itu mengucap salam.

  • DIPAKSA JADI TKW   PERPISAHAN TIBA

    DIPAKSA JADI TKWROMANSA CINTA PANGERAN ARAB DAN TKWpart.4 #Perpisahan_TibaArman semakin mendekat, jarak kami hanya beberapa inci, degup jantungku makin bergolak, dia memegang tanganku. Refleks coba melepaskan tanganku dari tangannya, tapi sia- sia. Genggaman tangannya begitu kuat."Arman, lepasin ...!" protesku sambil berontak"Kamu kenapa, rilex saja tak perlu tegang begini, Esih.""Lepasin! Kamu jangan macam-macam, Arman!""Macam-macam apa? Kamu jangan berpikir aneh-aneh Esihku yang manis, aku cuma mau bicara.""Tapi ga perlu pegang tanganku gini, sakit!" gerutuku dengan muka masam."Iya, iya, maaf. Aku ga bermaksud menyakitimu." Arman melepas tanganku."Yaudah, ngomong aja." Kupasang wajah cemberut."Esih ... aku ingin kamu tinggalkan Bag

  • DIPAKSA JADI TKW   Godaan Arman

    Setelah mas Bagas pergi, kucoba untuk pejamkan mata. Jam dinding di atas nakas menunjukkan pukul 21: 30. Kurapalkan doa tidur lalu kutatap wajah putraku yang tengah lelap. Kuusap lembut kepalanya, kucium pipi gembulnya berkali-kali, tapi dia tidak terganggu sedikit pun oleh ulahku. Napasnya teratur menandakan dia sangat lelap.Sayang, apakah kita akan berpisah? Sanggupkah aku jauh darimu? Bagaimana kau menjalani kehidupan yang baru kau mulai ini tanpa ibu sayang?! Airmataku meluncur begitu saja, tadi niatku akan tidur, tapi pikiranku malah berkelana tanpa arah, kucoba kendalikan pikiranku."Heiii pikiranku! Ayo kita istirahat dulu, kembalilah ke tempatmu!"Aaahhhh ... dia sudah liar keman-mana, bahkan sudah bertamasya di suatu masa yang telah berlalu, masa dimana aku hamil .#Flash back ON.Sore itu mas Bagas baru pulang dari

DMCA.com Protection Status