“Hebat sekali kamu bisa punya hubungan spesial dengan bosmu sendiri? Kamu merayu dia dengan cara apa? Huh!” sengit Bu Rita.
“Jangan sampai kamu merendahkan diri kamu hanya karena dia atasan kamu, Nia. Ayah tak menginginkan apapun dari kamu kecuali kamu bekerja dengan baik saja.” Pak Rudi juga ikut memberikan peringatan keras.
“Jangan-jangan ini alasan Mas memilihku. Karena Mbak malah bermain api dengan atasan sendiri. Iya kan, Mas?” tuduh Maya penuh curiga. Ia melirik Alif yang langsung tertegun mendengar perkataan istrinya barusan.
“Bisa jadi itu. Laki-laki mana memangnya yang tahan kalau pasangannya selingkuh? Gak ada, Nia! Jadi, berhenti menyalahkan Maya yang kamu tuduh menggoda Alif. Ini pasti kesalahan kamu karena gak bisa jaga diri. Jadinya Alif memilih Maya yang tulus sayang sama dia!”
Perkataan Bu Rita diangguki oleh Maya dengan cepat.
“Gak akan api kalau gak ada bara, Mbak. Mbak bener-bener gak bersyukur yah punya cowok baik modelan Mas Alif. Dia udah tulus loh sama Mbak!”
“Dasar cewek gak tahu diri! Bikin malu saja!”
“Bukannya Pak Kenan sedang dekat dengan anak Menteri Luar Negeri itu yah, Nia? Putri namanya kalau tidak salah.” Alif tiba-tiba angkat suara. “Hubungan mereka gimana kelanjutannya? Bukannya udah mau tunangan?”
“Nah, loh! Mbak bukan ngerebut Pak Kenan dan pacarnya, kan? Jangan gitu, Mbak! Gak baik!”
“Cih! Bikin malu saja! Katanya berhijab, tapi kelakuan kamu malah kayak setan, Nia. Bikin malu!”
“Bener itu, Nia? Pak Kenan itu mau tunangan sama perempuan yang Alif bicarakan?” Pak Rudi sampai memasang wajah tajam saat menanyakan hal itu.
Tapi, Hania tak bereaksi apapun mendengarkan setiap perkataan yang terlontar dari keluarganya. Termasuk di sana ada Alif yang sekarang sudah jadi bagian dari keluarga ini juga. Perasaannya saat ini benar-benar tak menentu meski sekarang Hania berusaha untuk fokus mengaduk makanan yang ada di wajan sambil memunggungi mereka semua.
“Jadi, berhenti menyebut adikmu sendiri dan Alif berselingkuh kalau kamu sendiri yang lebih dulu melakukannya, Nia!” Bu Rita terus menyudutkan.
“Sebagai perempuan yang sudah bertunangan, kamu harusnya bisa menjaga diri. Kejadiannya mungkin tidak akan seperti ini. Ini alasannya Ayah tak suka dengan pekerjaanmu meskipun gajinya besar. Risikonya terlalu tinggi!”
Hania mematikan kompor sambil membanting sutil ke wajan dengan kasar. Dentingannya cukup membuat semua mata kini memandangi punggungnya. Tak terkecuali Alif.
Perlahan Hania berbalik badan dengan wajah menegang. Menatap Alif lebih dulu yang memandangnya sengit. Lalu Pak Rudi yang kini mengalihkan pandangan darinya. Sementara Bu Rita dan Maya menyambutnya dengan seringai sinis.
Hening beberapa saat menjelma. Tak ada satupun yang bicara, termasuk Hania yang sebenarnya ingin sekali mengatakan banyak hal. Isi kepalanya sampai meledak saking banyaknya!
“Kalian semua keter—”
Tapi, Hania langsung merapatkan bibir lagi bahkan sampai menggigitnya. Menahan segalanya agar tak keluar. Lalu sedetik kemudian, Hania melangkah pergi dari dapur. Menuju kamarnya dengan air mata yang mulai menetes pelan tanpa suara isak.
Hania mengambil ponsel dan menelepon seseorang. Tangisnya langsung pecah ketika suara sahabatnya, Ratna, memanggil namanya.
“Gue gak kuat, Na. Gue gak kuat hidup kayak gini terus!”
“Mau gue jemput? Lo nginep di rumah gue aja. Nanti biar gue yang ngomong alasannya ke keluarga lo. Oke?”
Hania mengangguk meski ia tahu Ratna tak melihatnya. Beberapa menit kemudian Ratna benar-benar datang. Tak ada yang protes ketika Ratna meminta izin membawa Hania menginap di rumahnya dengan alasan Ratna takut sendirian.
Yap! Jurus jitu yang biasa Ratna gunakan sebagai alasan agar Hania diizinkan menginap di rumahnya selama ini. Setiap Hania menangis, membutuhkan tempat untuk menenangkan diri, pasti rumah Ratna yang dijadikan tujuan. Jaraknya tak terlalu jauh. Pertemanan mereka sejak kecil terjalin erat sampai detik ini dengan baik.
“Gila emang mereka! Bener-bener setan! Dan si Alif ikut-ikutan nyudutin lo? Bukannya ngebelain lo yang jelas-jelas gak salah di sini.”
“Mau bela gimana maksud lo? Tentu dia harus membela dirinya sendiri. Mana ada orang yang mau mengaku dirinya selingkuh, Na.”
“Ah, bener juga. Mana ada orang gila yang mengaku dirinya gila. Terus rencana lo apa sekarang? Masa iya mau diem aja dituduh gak jelas gini?”
“Gue harus nikah sama Pak Kenan secepatnya.”
“Lo sama Pak Kenan beneran pacaran? Sejak kapan??? Jadi, kalian berdua dinikahannya si Alif sama si Maya tadi tuh— tunggu! Tunggu! Gue terlalu terkejut, Nia. Lo beneran punya hubungan special sama Pak Kenan? Kok gue gak tahu?”
“Emangnya semua hal tentang gue harus diketahui sama lo?”
“Yah … enggak juga sih. Tapi … beneran deh. Gue gak tahu kalau lo sama Pak Kenan beneran pacaran! Sejak kapan sih?”
Hania angkat bahu. “Nanti aja gue cerita. Gue capek banget sekarang. Seharian ini energi gue terkuras habis!”
Cara itu cukup ampuh bagi Hania mengalihkan topik pembicaraan. Ia lega tapi masih digelayuti perasaan bingung.
“Apa gue terima aja tawarannya Pak Kenan?”
***
Mata Hania terus tertutup sepanjang berada di dalam lift. Meski begitu, ia dapat merasakan mata orang-orang kini telah mengarah padanya.
Hania sudah bisa menduganya. Akibat kedatangan Kenan ke pernikahan Maya dan Alif kemarin, disaksikan tamu undangan yang sebagian besar adalah karyawan Prince Property, tentu akan mengundang berbagai reaksi. Secara terang-terangan juga Kenan sudah mempublikasikan hubungan mereka kemarin. Apalagi Kenan dengan lantang menyebutnya “sayang” dan “calon istri”.
Benar-benar atasan yang susah ditebak!
“Bu Hania beneran mau nikah sama Pak Kenan?”
“Sejak kapan Bu Hania dan Pak Kenan menjalin hubungan?”
“Bener, Bu. Kok kita sampai gak curiga gitu. Soalnya hampir tiap hari kerjaan Bu Hania kan cuma kerja. Bukan—”
“Bukan apa?” Hania melirik sinis rekan kerjanya itu. “Bukan menggoda Pak Kenan maksud kamu? Ya memang saya fokus kerja kalau di sini. Apa harus menunjukkan hubungan kami sespesial apa pada semua orang?”
Ya, Tuhan! Hania sudah memperkeruh situasi dengan mengarang cerita.
Hubungan spesial? Sejak kapan ia dan Pak Kenan memiliki hubungan spesial itu? Sama sekali tidak! Ini semua hanya karangan Hania untuk membungkam mulut rekan kerjanya yang bisa saja bergosip tak benar tentangnya.
Sepertinya Hania sudah terlalu larut dalam rencana gila Kenan. Benar-benar gawat!
***
Tangan Kenan begitu cekatan membubuhkan tanda tangannya di berkas-berkas yang baru saja diberikan oleh Hania. Disaksikan oleh Bima yang sesekali menjelaskan isi dari berkas-berkas tersebut.
“Loh? Ini berkas apa, Bu Hania?” Bima bingung sendiri karena ia tak pernah ingat memberikan berkas dengan banyak tulisan seperti yang tengah dipelototi Kenan sekarang.
“Surat perjanjian pernikahan kontrak?” Kenan menoleh pada Hania dengan wajah terkejut setelah membaca barisan pertama isi berkas itu.
“Saya permisi kalau begitu.” Bima langsung berbalik badan. Secepat kilat keluar dari ruangan itu, meninggalkan Hania dan Kenan hanya berdua.
“Pak Kenan baca satu per satu poinnya. Jika Pak Kenan tidak keberatan, maka itu akan menjadi surat perjanjian pernikahan kita. Saya akan diskusikan kembali dengan Pak Bima nanti agar surat perjanjian ini bersifat legal.”
“Wah… kamu benar-benar sudah berubah pikiran rupanya. Tapi, pernikahan kontrak ini sebenarnya–”
“Saya tahu! Pak Kenan pasti memiliki tujuan tersendiri kenapa mengajak saya menikah secara kontrak. Maka dari itu, Pak Kenan berhak memberikan tambahan poin-poin dari perjanjian yang sudah saya buat tersebut yang nantinya akan kita sepakati bersama.”
“Hania, maksud saya–”
“Saya tunggu jawaban Pak Kenan sore ini. Itu juga jika memang tujuan Pak Kenan untuk menikah dengan saya ingin dilakukan secepatnya. Sebelum surat perjanjian ini kita sepakati, pernikahan di antara kita tidak akan pernah terjadi. Jika sampai sore hari Pak Kenan belum memberikan kesimpulan, maka saya anggap rencana pernikahan ini batal. Dengan catatan, saya tidak akan dipecat hanya karena hal ini. Permisi.”
“Nia! Hania! Nia!!! Tunggu!!! Ah, sial! Kenapa jadi begini?”
Bima menaruh kembali lembaran berkas ke hadapan Kenan yang sedang memijit pelipisnya. Tampak sekali laki-laki itu begitu frustasi.“Jadi, Pak Kenan belum berkata jujur juga sama Bu Hania?”“Belum. Karena Hania tidak memberikan saya kesempatan untuk bicara jujur tadi. Kamu lihat sendiri bagaimana cerewetnya Hania jika sudah serius, kan?”“Itu artinya, Bu Hania menganggap serius ajakan Pak Kenan untuk menikah secara KON-TRAK!” Bima sengaja memberikan penekanan di akhir kalimatnya. Saking jengkelnya pada atasan yang super pengecut itu.Tingkahnya kalau di berhadapan dengan klien atau karyawan, bak singa yang sedang siap melahap mangsanya. Tapi kalau sedang berhadapan dengan Hania, atasannya ini akan berubah seperti kura-kura yang siap bersembunyi dalam tempurung kapan saja. “Tak perlu kamu tegaskan juga, Bima. Kamu mau mengolok-olok saya maksudnya?”“Itu agar Pak Kenan tidak lupa bahwa Bu Hania hanya mengikuti apa yang Pak Kenan lakukan. Ada sebab dan akibat dari semuanya.”“Berisik!”“
Kenan tak asal bicara!Lamaran terjadi selang dua hari saja. Semua serba penuh dengan kejutan! Baik untuk Hania, bahkan untuk seluruh keluarganya.Keluarga Kenan hadir di acara tersebut, termasuk Pak Rahwana dan Bu Sinta –Ibu Kenan yang lebih dikenal sebagai pemilik Prince Gallery–.Menjadikan Hotel Prince sebagai tempat acara tentu bukan perkara sulit. Hania tahu itu! Tapi, bagaimana bisa semua serba mudah begini?“Kata orang, kalau semua serba dimudahkan, itu artinya kalian beneran dijodohkan sama Allah.” Begitu kata Ratna. Tapi tentu saja Hania tak mau percaya. Karena pernikahannya ini memang rencana Kenan. Pastinya laki-laki itu sudah mempersiapkan segala hal secara matang agar rencana pernikahan kontrak mereka terjadi.Dijodohkan oleh Allah? Ah, mustahil. Hania jelas malu mengakui hal ini. Tapi, mungkinkah Allah memang merestui pernikahan kontrak mereka ini?Sehari setelah acara lamaran, pernikahan digelar di hotel yang sama. Kadang Hania merasa ini seperti mimpi di siang bolon
“Jadi, kamu dan Kenan akhirnya menikah. Kamu ingat tentang janjimu pada saya waktu itu, Hania?”Hania hanya bisa tertunduk, menatap tangannya sendiri yang sejak tadi saling berpilin. Beberapa menit lamanya ia duduk di sini untuk mendengarkan Pak Rahwana yang berdiri dekat jendela berbicara.Banyak hal. Di mana semuanya hanya tentang keluarga Prince.Hal yang sebenarnya sudah Hania ketahui dari Kenan. Selama bertahun-tahun bekerja dengannya, bukan hal yang aneh bukan jika ia tahu tentang seluk-beluk keluarga ini?Seberapa kaya, seberapa besar pengaruhnya, atau bahkan seberapa luas jangkauan bisnis mereka. Ah! Hania sudah hafal semua tentang keluarga Prince. Dari hal yang diketahui oleh umum, bahkan yang menjadi rahasia.“Ya. Saya masih ingat.”Bagaimana mungkin Hania tak ingat akan ancaman Pak Rahwana padanya. Kapan pastinya, itu terjadi setelah setahun bekerja dengan Kenan.“Profesional, tegas, dan cerdas. Mungkin itu yang bisa saya simpulkan tentang kamu dari apa yang saya ketahui.
Duduk bersebelahan dengan Kenan yang sedang tertidur saat pesawat lepas landas tentu bukan pertama kalinya dialami Hania. Saat Kenan terlelap, Hania tentu harus terjaga. Memastikan atasannya istirahat dengan baik, tak ada seorang pun mengusik apalagi sampai mencelakai.Tapi, itu dulu! Saat statusnya hanya seorang asisten pribadi.Sekarang situasinya jelas jauh berbeda! Hubungan komunikasi keduanya bisa dibilang tak baik setelah perdebatan pertama setelah sah menjadi suami-istri.Inikah rasanya bersitegang dengan Kenan sebagai sepasang kekasih?Tapi, dulu Alif tak seperti ini jika ada masalah dengannya. Pasti saja Alif lebih dulu meminta maaf, merayu, dan membujuk Hania untuk segera mengakhiri pertengkaran mereka. Berbeda sekali dengan Kenan yang malah mengabaikannya!Kan? Hania lagi-lagi malah mengingat Alif. Ya, Tuhan! Kenapa sulit sekali melupakan masa lalu? Apalagi Alif berselingkuh dari Hania. Bukankah harusnya Hania dapat dengan mudah melupakan mantan kekasih biadabnya itu?Kala
Hania terpaku cukup lama menatap ranjang besar yang ada di hadapannya. Bukan karena bunga-bunga yang membentuk pola hati atau dua kodok yang terbuat dari handuk sedang berciuman teronggok di atas ranjang besar itu. Tapi, ini tentang bagaimana caranya ia dan Kenan bisa tidur di ranjang yang sama untuk beberapa hari ke depan!“Harusnya pesan vila yang banyak kamarnya saja, Pak.”“Kamu mau kita kena gosip karena tidur di vila yang banyak kamarnya tapi kita ini hanya berdua di sini?”Itulah secuil pertengkaran Hania dan Kenan di lobi tadi. Berakhir dengan kekalahan di pihaknya. Tengok pihak yang menang sekarang! Dia tampak begitu asyik bercengkrama di balkon yang tepat menghadap laut dengan seseorang yang entah siapa di seberang telepon sana. Mungkin mantannya?Mantan yang mana nih?Bisa jadi. Karena raut wajah Kenan sekarang benar-benar tampak diliputi kebahagiaan. Senyumannya tak meredup barang sedikit pun!Jangan tanya bagaimana perasaan Hania sekarang. Selain bingung, dia juga cemas
“Hania! Berhenti! Hania!!!”Hania yang berjalan setengah berlari bukannya tak mendengar teriakan Kenan, ia hanya pura-pura tak mendengar! Malu bukan main! “Hania!”Bagaimana ia tak malu? Baru saja dirinya kepergok mengumpati atasan sekaligus suaminya ini. Hania tentu tahu diri kalau tindakannya tadi begitu berisiko. Padahal tadinya ia pikir, dengan berada di tengah lautan dan mengumpati Kenan sebagai pelampiasan, itu akan cukup membantunya untuk tenang.Setidaknya untuk menghadapi malam pertama dengan laki-laki yang sudah berstatus sebagai suaminya.Kenan sebenarnya tak salah. Hania sendiri yang belum siap menerima kenyataan ini sepenuhnya.Menjadi istri?Melaksanakan hak dan kewajiban sesuai yang sudah disepakati?Kenapa rasanya ini begitu cepat?“Hania!”Kenan tiba-tiba muncul sambil mencekal tangannya. Terkejut bukan main. Spontan menepis, namun cekalan Kenan begitu kuat hingga Hania hanya bisa mengerang kesakitan.“Pak! Lepasin tangan saya!”“Saya sudah berhak menyentuh kamu!”Be
Hania menggigit bibir bawahnya sambil melemparkan tatapan sengit pada Kenan. Tangannya ragu-ragu mengarahkan potongan daging ke mulut laki-laki itu yang membuka perlahan. Kenan langsung melahap potongan daging itu saat sudah di dekatnya.“Melon,” kata Kenan yang masih mengunyah makanannya.Wajah Hania langsung kusut mesut. Mau tak mau ia mengambil potongan melon yang tersaji dan kembali mengarahkannya ke mulut Kenan.“Tangan saya sakit karena dijadikan bantal oleh kamu. Sulit digerakkan. Kaku. Dan itu membuat saya kesulitan untuk makan. Kamu tentu tak mau membiarkan suami kamu ini kelaparan, bukan?”“Masih ada tangan kiri, Pak Kenan.”“Makan itu paling bagus pakai tangan kanan. Kamu sendiri yang bilang waktu itu kalau dalam agama kita sangat dianjurkan melakukan segala hal baik dengan tangan kanan. Ingat?”“Tapi, kalau darurat, gak masalah kok. Pak Kenan boleh pakai tangan kiri buat makan. Kalau udah sembuh, baru pake tangan kanan lagi. Allah itu Maha Memudahkan.”“Maka dari itu, tak
“Hari ini, kamu hampir membunuh saya sebanyak dua kali, Hania!” serbu Kenan yang sedang sambil mengacungkan dua jarinya ke depan wajah Hania.Perempuan itu langsung menarik mundur kepalanya. “Salah Pak Kenan sendiri. Saya cuma bela diri takut diapa-apain sama Pak Kenan!”“Saya ini sudah menjadi suami kamu! Mau saya apa-apakan, harusnya kamu tidak perlu bertindak berlebihan! Kita sudah membuat kesepakatan, kan?”“Kesepakatan sih kesepakatan. Biar Pak Kenan tahu, meskipun sudah menjadi suami saya, saya sebagai istri punya kewajiban juga untuk membela diri dari kelakuan suami yang merugikan.”“Merugikan katamu? Mengorbankan lengan saya jadi sandaran kepala kamu itu merugikan siapa? Kepala saya barusan kamu bentur keras juga merugikan siapa? Saya atau kamu?”“Daripada saya kena sial, mending saya bela diri dong. Apalagi barusan Pak Kenan lagi mabuk. Masa iya saya diem-diem aja kayak orang bego, kan? Saya bela diri lah! Kalau soal tangan Pak Kenan tadi yah … itu … yah ….”“Yah-itu-yah-itu
Hania menggebrak pintu apartemen dengan wajah murka. Matanya dengan cepat menyelidik ke setiap sudut ruangan yang tampak kacau balau sebelum terakhir dia meninggalkan tempat ini karena terpaksa. “Maya! Di mana kamu?” teriak Hania lantang.Tujuannya kembali ke apartemen ini bukan untuk kembali tinggal di sini, melainkan untuk mencari Maya yang ia curigai sudah menyebarkan surat perjanjian nikah kontraknya dengan Kenan ke publik.Ya. Publik tiba-tiba gempar oleh selebaran surat perjanjian nikah kontraknya dengan Kenan yang sudah batal itu. Tersebar dengan cepat memenuhi berbagai media sosial. Bahkan sampai masuk berita gosip selebriti, padahal Kenan maupun Hania bukanlah publik figur!Nihil! Tak ada siapapun di tempat ini yang Hania duga sebagai tempat keberadaan Maya. Tersangka utama yang membuat kerusuhan seperti ini. Kalau bukan dia, memang siapa lagi yang berani membuat Hania selalu dalam kesulitan?Seolah apa yang selama ini Hania korbankan, tak cukup memuaskan Maya. Ada saja hal
“Karena aku mencintaimu, Hania! Aku menyukaimu! Aku jatuh cinta padamu! Aku ingin kamu menjadi milikku!”Kenan berteriak lantang sekencang-kencangnya, meledakkan segala hal yang selama ini dipendamnya. Tak perlu ditanya lagi seperti apa berisiknya jantungnya sekarang.Tapi, melihat Hania yang diam saja, muncul perasaan khawatir. Ini bukan reaksi yang ia harapkan!Setidaknya, katakan sesuatu! Menampakkan raut wajah terkejut sekaligus bahagia misalnya.Tapi, ini?Ekspresi Hania begitu datar. Bibir terkatup rapat dengan tatapan setajam singa yang tengah berhadapan dengan rivalnya. Apakah ungkapan Kenan barusan seperti sebuah bom berbahaya sampai Hania harus bereaksi demikian?Kenan berdecak sebal. “Kamu ini benar-ben–”“Kalau perkataan Mas itu benar, untuk apa Mas menerima tawaran Putri?” Hania menarik salah satu sudut bibirnya. “Untuk membuat aku cemburu?” serangnya sengit.Melihat Kenan yang diam saja, Hania tahu jika tebakannya tak meleset. Apalagi hal ini sempat suaminya itu singgun
“Bagaimana pendapatmu?” tanya Kenan sesaat setelah Putri menghilang dari pandangannya. Diliriknya Hania yang tak banyak bicara sejak mereka tiba di tempat ini. Hania membuang nafas sebelum menjawab pertanyaan itu tanpa sedikitpun menoleh pada Kenan.“Pendapat apa?” balas Hania sambil melemparkan pandangan kembali ke arah lapangan golf. Baginya, pemandangan yang didominasi warna hijau itu lebih menyenangkan dipandang daripada bersitatap sedetik saja dengan Kenan.Entahlah. Rasanya Hania enggan sekali melihat Kenan sekarang.“Tentang pernikahan kontrak Mas dengan Putri. Kamu tidak akan berpendapat apapun? Atau bertanya apapun misalnya?”Sungguh! Jika boleh jujur, isi kepala Hania sekarang benar-benar kosong. Ia tak tahu harus berbuat apa selain ingin segera pergi atau menghilang dari hadapan Kenan. “Gak ada,” jawab Hania singkat sambil melepaskan genggaman tangan Kenan yang terasa melonggar. Ada sedikit perasaan kesal setelahnya. Hania tiba-tiba melangkah menuju beberapa anak tangga,
Genggaman tangan Kenan terasa tak nyaman. Ingin sekali Hania menepisnya kasar, namun berkali-kali perasaan itu ia enyahkan. “Kamu hanya istri kontraknya, Nia!” Kalimat itu terus bergulir di kepalanya sekarang. Seperti pengingat akan semua tindakan yang hendak Kenan lakukan setelah ini, bukanlah hal penting untuk ia pedulikan.Termasuk ketika keduanya harus menemui Putri di lapangan golf ini sekarang. Bermaksud untuk membahas kelanjutan dari tawaran Putri yang ingin menjadi istri kedua Kenan. Hania tak berhenti menyadarkan dirinya bahwa posisinya saat ini sama sekali tak penting bagi Kenan, apalagi jika sampai ikut campur urusannya terlalu dalam.“Kamu hanya perlu memberikan Kenan anak dan setelah itu bercerai, Nia. Jangan pedulikan dia memiliki istri satu atau bahkan lebih. Itu bukan urusanmu!” batin Hania berbisik tak henti.Sambil menikmati secangkir teh hangat, sesekali mengalihkan pandangan ke arah hamparan rumput hijau yang membentang sejauh mata memandang, Hania lekat memperha
Tahu begini, Hania tak perlu menerima tawaran Kenan.Cara pria itu memegang pisau saat memotong wortel mirip seperti bocah kecil yang baru pertama kali menyentuh alat-alat dapur. Teledor, ceroboh, dan menimbulkan kecemasan bagi siapa saja yang melihatnya. Belum lagi, potongan wortel itu melebihi ukuran yang Hania inginkan. “Mas, wortelnya potong dadu. Bukannya segede jempol orang dewasa. Susah mateng dan gak bisa ditelan sekaligus nantinya.” Keluh Hania. Kali saja Kenan mendengar usulannya ini dan segera memperbaiki kesalahannya karena ia benar-benar merasa gemas sekali ingin mengusir Kenan dari sini.“Yang penting kepotong, kan? Ada kok masakan yang pake wortel utuh tanpa dipotong.” Balas Kenan tampak tak terima. Ia sedikit pun tidak menoleh pada Hania yang sedang menatapnya tajam. Tetap fokus memotong sisa wortel yang ada.“Tapi, ukurannya gak sesuai masakan yang mau aku buat, Mas.”“Buat masakan sesuai ukuran yang Mas buat aja kalau gitu.”Hania memijit pelipis. Kepalanya menda
“Kertas apa itu yang ada di tangan kamu?”Alif menelan salivanya dalam-dalam sambil meremas ujung-ujung kertas yang sangat ingin ia lenyapkan detik ini juga.“Ah! Ini–” Alif memutar otaknya untuk mencari jawaban. Ia tak ingin Maya melihat apa yang dilihatnya saat ini. “Aku butuh untuk mencatat sesuatu. Tadi ada beberapa kertas berserakan di lantai. Kupikir ini kertas yang tak Hania akan pakai. Isinya juga,” Alif mengacungkan sekilas kertas itu, “sudah aku baca dan bukan hal penting. Kamu tidur lagi saja, May.”Terburu-buru Alif keluar dari kamar. Lega karena Maya tak sampai melihat secara langsung isi kertas yang sekarang ada di tangannya.Tak mau melakukan keteledoran yang sama, Alif segera melipat beberapa lembar kertas itu dan menyembunyikannya di saku lagi. Ia terduduk di sofa sambil mengingat-ingat isi kertas yang berhasil ia baca sebagian.“Pernikahan kontrak? Apa mungkin Hania dan Pak Kenan menikah kontrak?” gumam hatinya.Berulang kali ia mencoba tak mempercayai isi kertas itu
“Kamu belum jawab pertanyaan Mas, Maya. Bagaimana bisa kamu tahu kalau Hania tinggal di sini?” tanya Alif sesaat setelah Hania pergi. Ia masih berdiri, enggan beranjak menuju sofa seperti apa yang Maya sedang lakukan sekarang.“Aku ini perempuan cerdas,” katanya sambil menjatuhkan dirinya di sofa perlahan, “jadi bukan hal sulit untuk menemukan dimana Hania tinggal selama ini. Yah … meskipun ini bukan sebuah kebetulan. Bersyukur banget dia dipanggil ke pengadilan. Jadinya, aku tahu harus memata-matai dia dari mana.”“Kamu memata-matai Hania?”“Ya ampun, Mas. Gak usah kaget gitu! Zaman sekarang ini bukan hal sulit kok buat mata-matai orang tanpa harus kita ikut capek ngikutin. Pake aja jasa ojol. Banyak tuh orang-orang pake jasa mereka buat mata-matai pacarnya yang selingkuh juga loh! Jadinya, siapapun gak bakalan ada yang curiga lagi diikutin karena emang kerjaan ojol mondar-mandir.”Entah harus bangga atau tidak akan apa yang dilakukan Maya. Tapi, Alif benar-benar bersyukur dapat mene
“Nia! Kamu mau ke mana?” tanya Maya yang tampak kaget ketika melihat Hania keluar dari sebuah kamar sambil menyeret koper.Hania menatap Maya dan Alif yang sedang duduk di sofa bergantian. “Menginaplah di sini kalau memang itu kemauan kalian.”Saat Hania mengiyakan keinginan Maya, bukan berarti ia tak memikirkan rencana lain. Mau bagaimana pun, akan terasa tak nyaman sekali jika harus menghabiskan malam bersama mantan sekaligus adik iparnya. Apa Maya tidak berpikir ke arah sana?Hah! Pasti tidak. Perempuan itu pasti hanya memikirkan kesenangan pribadinya saja. Tanpa memperdulikan kebaikan atau keburukan macam apa yang akan orang sekitarnya terima dari semua ulahnya.Alif juga tak kalah menyebalkannya. Ingin sekali Hania mengumpati pria yang berubah tak berdaya itu. Tapi, tidak! Hania tak mau membuang waktu hanya untuk melakukan hal tak penting. “Kamu mau biarin tamu kamu di sini? Gak sopan banget yah kamu, Mbak!” serbu Maya yang tampak tak terima. “Kalau emang kamu gak mau kita ngin
Kenan dan Hania berjalan beriringan di depan gedung hitam-putih itu. Mengekori Bu Sinta yang duduk di kursi rodanya, didorong oleh seseorang. Tampak para wartawan di tahan beberapa keamanan yang berusaha mendekati mereka. Beberapa ada yang tetap nekat mengarahkan kamera meski sudah dicegah.Mereka terburu-buru menuju keluar area gedung. Takut jika keamanan tak cukup melindungi mereka dari sorotan media. Kenan, Hania, dan Bu Sinta kini berada di mobil van yang sama. Menjauh dari para wartawan yang mulai mengejar mereka.Bu Sinta tampak menyemai senyum seperti ada sesuatu yang lucu baru saja terjadi. Sikap tenangnya berbanding terbalik dengan keadaan sidang tadi yang berlangsung cukup panas. Hania saja sampai gemetaran hingga detik ini. Baru kali ini ia menjadi salah satu bagian penting dalam sebuah sidang yang berhasil mengguncang penjuru Negeri.“Kemungkinan besar, Papahmu tetap akan di penjara, Ken.” Bu Sinta tampak santai mengutarakan berita itu.Kenan membalaskan dengan anggukan ta