Share

Sandiwara

“Hebat sekali kamu bisa punya hubungan spesial dengan bosmu sendiri? Kamu merayu dia dengan cara apa? Huh!” sengit Bu Rita. 

“Jangan sampai kamu merendahkan diri kamu hanya karena dia atasan kamu, Nia. Ayah tak menginginkan apapun dari kamu kecuali kamu bekerja dengan baik saja.” Pak Rudi juga ikut memberikan peringatan keras.

“Jangan-jangan ini alasan Mas memilihku. Karena Mbak malah bermain api dengan atasan sendiri. Iya kan, Mas?” tuduh Maya penuh curiga. Ia melirik Alif yang langsung tertegun mendengar perkataan istrinya barusan.

“Bisa jadi itu. Laki-laki mana memangnya yang tahan kalau pasangannya selingkuh? Gak ada, Nia! Jadi, berhenti menyalahkan Maya yang kamu tuduh menggoda Alif. Ini pasti kesalahan kamu karena gak bisa jaga diri. Jadinya Alif memilih Maya yang tulus sayang sama dia!”

Perkataan Bu Rita diangguki oleh Maya dengan cepat.

“Gak akan api kalau gak ada bara, Mbak. Mbak bener-bener gak bersyukur yah punya cowok baik modelan Mas Alif. Dia udah tulus loh sama Mbak!”

“Dasar cewek gak tahu diri! Bikin malu saja!”

“Bukannya Pak Kenan sedang dekat dengan anak Menteri Luar Negeri itu yah, Nia? Putri namanya kalau tidak salah.” Alif tiba-tiba angkat suara. “Hubungan mereka gimana kelanjutannya? Bukannya udah mau tunangan?”

“Nah, loh! Mbak bukan ngerebut Pak Kenan dan pacarnya, kan? Jangan gitu, Mbak! Gak baik!”

“Cih! Bikin malu saja! Katanya berhijab, tapi kelakuan kamu malah kayak setan, Nia. Bikin malu!”

“Bener itu, Nia? Pak Kenan itu mau tunangan sama perempuan yang Alif bicarakan?” Pak Rudi sampai memasang wajah tajam saat menanyakan hal itu.

Tapi, Hania tak bereaksi apapun mendengarkan setiap perkataan yang terlontar dari keluarganya. Termasuk di sana ada Alif yang sekarang sudah jadi bagian dari keluarga ini juga. Perasaannya saat ini benar-benar tak menentu meski sekarang Hania berusaha untuk fokus mengaduk makanan yang ada di wajan sambil memunggungi mereka semua. 

“Jadi, berhenti menyebut adikmu sendiri dan Alif berselingkuh kalau kamu sendiri yang lebih dulu melakukannya, Nia!” Bu Rita terus menyudutkan.

“Sebagai perempuan yang sudah bertunangan, kamu harusnya bisa menjaga diri. Kejadiannya mungkin tidak akan seperti ini. Ini alasannya Ayah tak suka dengan pekerjaanmu meskipun gajinya besar. Risikonya terlalu tinggi!”

Hania mematikan kompor sambil membanting sutil ke wajan dengan kasar. Dentingannya cukup membuat semua mata kini memandangi punggungnya. Tak terkecuali Alif.

Perlahan Hania berbalik badan dengan wajah menegang. Menatap Alif lebih dulu yang memandangnya sengit. Lalu Pak Rudi yang kini mengalihkan pandangan darinya. Sementara Bu Rita dan Maya menyambutnya dengan seringai sinis.

Hening beberapa saat menjelma. Tak ada satupun yang bicara, termasuk Hania yang sebenarnya ingin sekali mengatakan banyak hal. Isi kepalanya sampai meledak saking banyaknya!

“Kalian semua keter—”

Tapi, Hania langsung merapatkan bibir lagi bahkan sampai menggigitnya. Menahan segalanya agar tak keluar. Lalu sedetik kemudian, Hania melangkah pergi dari dapur. Menuju kamarnya dengan air mata yang mulai menetes pelan tanpa suara isak.

Hania mengambil ponsel dan menelepon seseorang. Tangisnya langsung pecah ketika suara sahabatnya, Ratna, memanggil namanya.

“Gue gak kuat, Na. Gue gak kuat hidup kayak gini terus!”

“Mau gue jemput? Lo nginep di rumah gue aja. Nanti biar gue yang ngomong alasannya ke keluarga lo. Oke?”

Hania mengangguk meski ia tahu Ratna tak melihatnya. Beberapa menit kemudian Ratna benar-benar datang. Tak ada yang protes ketika Ratna meminta izin membawa Hania menginap di rumahnya dengan alasan Ratna takut sendirian. 

Yap! Jurus jitu yang biasa Ratna gunakan sebagai alasan agar Hania diizinkan menginap di rumahnya selama ini. Setiap Hania menangis, membutuhkan tempat untuk menenangkan diri, pasti rumah Ratna yang dijadikan tujuan. Jaraknya tak terlalu jauh. Pertemanan mereka sejak kecil terjalin erat sampai detik ini dengan baik.

“Gila emang mereka! Bener-bener setan! Dan si Alif ikut-ikutan nyudutin lo? Bukannya ngebelain lo yang jelas-jelas gak salah di sini.”

“Mau bela gimana maksud lo? Tentu dia harus membela dirinya sendiri. Mana ada orang yang mau mengaku dirinya selingkuh, Na.”

“Ah, bener juga. Mana ada orang gila yang mengaku dirinya gila. Terus rencana lo apa sekarang? Masa iya mau diem aja dituduh gak jelas gini?”

“Gue harus nikah sama Pak Kenan secepatnya.”

“Lo sama Pak Kenan beneran pacaran? Sejak kapan??? Jadi, kalian berdua dinikahannya si Alif sama si Maya tadi tuh— tunggu! Tunggu! Gue terlalu terkejut, Nia. Lo beneran punya hubungan special sama Pak Kenan? Kok gue gak tahu?”

“Emangnya semua hal tentang gue harus diketahui sama lo?”

“Yah … enggak juga sih. Tapi … beneran deh. Gue gak tahu kalau lo sama Pak Kenan beneran pacaran! Sejak kapan sih?”

Hania angkat bahu. “Nanti aja gue cerita. Gue capek banget sekarang. Seharian ini energi gue terkuras habis!”

Cara itu cukup ampuh bagi Hania mengalihkan topik pembicaraan. Ia lega tapi masih digelayuti perasaan bingung.

“Apa gue terima aja tawarannya Pak Kenan?”

***

Mata Hania terus tertutup sepanjang berada di dalam lift. Meski begitu, ia dapat merasakan mata orang-orang kini telah mengarah padanya.

Hania sudah bisa menduganya. Akibat kedatangan Kenan ke pernikahan Maya dan Alif kemarin, disaksikan tamu undangan yang sebagian besar adalah karyawan Prince Property, tentu akan mengundang berbagai reaksi. Secara terang-terangan juga Kenan sudah mempublikasikan hubungan mereka kemarin. Apalagi Kenan dengan lantang menyebutnya “sayang” dan “calon istri”.

Benar-benar atasan yang susah ditebak!

“Bu Hania beneran mau nikah sama Pak Kenan?”

“Sejak kapan Bu Hania dan Pak Kenan menjalin hubungan?”

“Bener, Bu. Kok kita sampai gak curiga gitu. Soalnya hampir tiap hari kerjaan Bu Hania kan cuma kerja. Bukan—”

“Bukan apa?” Hania melirik sinis rekan kerjanya itu. “Bukan menggoda Pak Kenan maksud kamu? Ya memang saya fokus kerja kalau di sini. Apa harus menunjukkan hubungan kami sespesial apa pada semua orang?”

Ya, Tuhan! Hania sudah memperkeruh situasi dengan mengarang cerita.

Hubungan spesial? Sejak kapan ia dan Pak Kenan memiliki hubungan spesial itu? Sama sekali tidak! Ini semua hanya karangan Hania untuk membungkam mulut rekan kerjanya yang bisa saja bergosip tak benar tentangnya.

Sepertinya Hania sudah terlalu larut dalam rencana gila Kenan. Benar-benar gawat!

***

Tangan Kenan begitu cekatan membubuhkan tanda tangannya di berkas-berkas yang baru saja diberikan oleh Hania. Disaksikan oleh Bima yang sesekali menjelaskan isi dari berkas-berkas tersebut. 

“Loh? Ini berkas apa, Bu Hania?” Bima bingung sendiri karena ia tak pernah ingat memberikan berkas dengan banyak tulisan seperti yang tengah dipelototi Kenan sekarang.

“Surat perjanjian pernikahan kontrak?” Kenan menoleh pada Hania dengan wajah terkejut setelah membaca barisan pertama isi berkas itu.

“Saya permisi kalau begitu.” Bima langsung berbalik badan. Secepat kilat keluar dari ruangan itu, meninggalkan Hania dan Kenan hanya berdua.

“Pak Kenan baca satu per satu poinnya. Jika Pak Kenan tidak keberatan, maka itu akan menjadi surat perjanjian pernikahan kita. Saya akan diskusikan kembali dengan Pak Bima nanti agar surat perjanjian ini bersifat legal.”

“Wah… kamu benar-benar sudah berubah pikiran rupanya. Tapi, pernikahan kontrak ini sebenarnya–”

“Saya tahu! Pak Kenan pasti memiliki tujuan tersendiri kenapa mengajak saya menikah secara kontrak. Maka dari itu, Pak Kenan berhak memberikan tambahan poin-poin dari perjanjian yang sudah saya buat tersebut yang nantinya akan kita sepakati bersama.”

“Hania, maksud saya–”

“Saya tunggu jawaban Pak Kenan sore ini. Itu juga jika memang tujuan Pak Kenan untuk menikah dengan saya ingin dilakukan secepatnya. Sebelum surat perjanjian ini kita sepakati, pernikahan di antara kita tidak akan pernah terjadi. Jika sampai sore hari Pak Kenan belum memberikan kesimpulan, maka saya anggap rencana pernikahan ini batal. Dengan catatan, saya tidak akan dipecat hanya karena hal ini. Permisi.”

“Nia! Hania! Nia!!! Tunggu!!! Ah, sial! Kenapa jadi begini?”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status