Share

Dasar Pengecut

Bukan perkara mudah menjadi asisten pribadi Kenan yang dikenal suka gonta-ganti pasangan. Eh, maksud Hania, suka gonta-ganti asisten pribadi. Katanya sih karena keseringan digoda sama si asisten.

Siapa juga yang gak kepincut sama CEO muda dan tampan kayak Kenan coba? 

Hania saja harus sering mengelus dada sambil merapal istighfar setiap kali bertemu muka dengan Kenan demi menguatkan keimanannya agar tidak tergoda.

Hania juga termasuk asisten pribadi yang paling lama bekerja dengan laki-laki itu dan berhasil mendapatkan julukan “Sang Penakluk” oleh karyawan Prince Property. Tentu saja! Hania tak mungkin terlibat cinta lokasi juga dengan Kenan!

Bagaimana bisa Hania terlibat cinta lokasi dengan Kenan kalau ‘mantan kekasihnya’, Alif, bekerja di tempat yang sama dengannya. Hania harus menjaga martabatnya sebagai perempuan di depan semua orang. Ia tak mau dicap perempuan murahan yang berani berselingkuh dari kekasihnya.

Yah… meskipun pada akhirnya justru Alif yang berselingkuh darinya. 

Naas.

Tapi, Kenapa Kenan tiba-tiba datang ke pesta pernikahan ini dan menyebutnya calon istri? 

Memangnya dia diundang?

“Kenapa ada yang berani melukai calon istriku?” tanya Kenan sambil menatap Maya sengit. Seperti siap melahapnya hidup-hidup.

“Hania bikin rusuh di acara pernikahanku!” Maya berteriak lantang menanggapi. “Dia udah fitnah aku yang enggak-enggak! Dan emangnya kamu siapa? Huh! Berani-beraninya dorong perempuan!” sengitnya.

“Calon istri apa maksudnya?” sela Pak Rudi ikut angkat bicara. “Kamu siapa?”

“Iya!” Bu Rita menyela lantang. “Siapa kamu? Berani sekali mendorong anakku? Gimana kalau dia kenapa-kenapa nanti? Emangnya kamu mau tanggung jawab?”

Alif tampak berusaha menghentikan aksi Maya. Ia mencengkeram tangan istrinya agar tak bergerak sedikitpun.

“Dia atasan Mas dan Hania, Maya! Dia Kenan Putra Rahwana! CEO Prince Property!” bisik Alif cepat. 

“Serius kamu, Mas? Pewaris Prince Group itu, kan?”

Alif mengangguk cepat. Maya langsung membisikkan hal yang sama pada Bu Rita dan Pak Rudi yang berdiri di dekatnya. Para tamu yang sebagian rekan kerja Alif dan juga Hania, juga tampak sibuk memberitahukan siapa identitas asli laki-laki yang sedang menjadi pusat perhatian itu.

Kenan menyeringai tipis melihat perubahan sikap orang-orang yang menanyainya tadi. “Ayo pergi dari sini!” kata Kenan sambil menarik tangan Hania. “Aku tidak bisa membiarkan kamu berlama-lama di tempat berbahaya seperti ini!”

Tarikan tangan Kenan tak sempat Hania hentikan. Seluruh tamu di sana juga tak ada yang berani menghadang. Malah secara spontan memberikan keduanya area kosong agar dapat keluar dari area pernikahan.

Ketika keduanya sudah berada di luar hotel, Kenan tiba-tiba melepaskan tangannya. Melangkah menjaga jarak dari Hania seperti tidak pernah terjadi apapun di antara keduanya barusan.

Tentu saja Hania tersinggung oleh sikap Kenan yang begitu ambigu. Ia mengambil langkah cepat berdiri di depan Kenan sambil berkaca pinggang.

“Maksud Pak Kenan apa tadi? Calon istri? Sedang berlatih cara untuk melamar Putri? Memangnya harus sampai membuat ribut di acara nikahan orang? Huh! Dan–”

Hania belum sempat menuntaskan kalimatnya, tapi sudah di sela oleh Kenan.

“Ayo bicara di tempat lain!”

Laki-laki itu berjalan begitu saja menuju sebuah mobil. Tampak seorang laki-laki membukakan pintu untuknya. Setelah Kenan lesap ke dalam mobil itu, laki-laki tadi melambaikan tangan pada Hania, memberi isyarat untuk ikut masuk.

***

“Kamu harus menikah dengan saya, Hania!”

Hania langsung melipat tangan di dada. Bersikap waspada dan tetap tenang. Meski pikirannya berkecamuk hebat mendengarkan perkataan ambigu atasannya.

Keduanya duduk saling berseberangan yang hanya tersekat meja bundar berwarna putih di sebuah Restoran. Ada dua gelas kopi dingin di tengah suasana yang terasa begitu panas.

Hania menumpukkan satu kaki di atas kaki lainnya, Kenan ikut melakukan gerakan serupa.

Hania berdecih sinis, Kenan pun menirukan hal yang sama. 

Hania membuang wajah dengan helaan napas kasar, Kenan pun melakukan hal yang sama.

Tenang saja. Sikap Hania ini sudah biasa perempuan itu lakukan jika sedang bersitegang dengan atasannya.

Yah! Tak selamanya Hania menjadi budak yang selalu menuruti segala perintah Kenan. Ada kalanya, kadang-kadang –-atau sering mungkin– Hania dan Kenan berseteru macam musuh dalam selimut. Ada kalanya juga mereka akur dan kompak sebagai rekan kerja. Begitu seterusnya tergantung situasi dan kondisi. Juga mood masing-masing.

“Pak Kenan serius mau menikah dengan saya?” Hania tetap berusaha tenang meski inginnya menyerbu atasannya itu dengan banyak pertanyaan.

Apa mungkin bagi semua orang, mengajak orang lain menikah seperti menawarkan es krim pada anak kecil? 

Sama seperti Alif dulu, tapi laki-laki itu malah berselingkuh darinya dan menikah dengan Maya!

Ah, kan! Hania jadi ingat lagi dengan pengkhianatan mantan kekasih dan saudara tirinya itu.

Kenan tampak tenang sekali. Ia bahkan sempat melemparkan senyuman kecil pada Hania. “Saya serius!”

Oke. Hania tak bisa menilai jika Kenan sekarang dalam situasi berakal sehat. Mungkin Alif memiliki gejala yang sama seperti Kenan saat berselingkuh dengan Maya.

Ya. Hania jelas tahu siapa wanita yang sedang dekat dengan Kenan sekarang. Hania juga beberapa kali sempat bertemu perempuan itu. Bahkan mengatur acara kencan mereka!

Benar-benar merepotkan menjadi asisten pribadi, bukan?

“Saya juga serius, Pak Kenan!”

Hania dan Kenan saling membentak dengan nada yang sama. Orang-orang yang sedang berada di sekitar mereka langsung memperhatikan. 

“Oke. Saya juga serius, Hania.” Kenan menurunkan nadanya menjadi sangat rendah. “Saya,” Kenan menunjuk dirinya sendiri, “dan kamu,” lalu mengarahkan tangannya dengan sopan pada Hania, “kita harus menikah.”

“Pak Kenan gila?!” Hania sudah tak tahan menahan amarahnya.

Hampir saja Kenan berteriak lagi seperti tadi. “Saya tidak gila! Saya waras!” Ia menarik nafas dalam sebelum melanjutkan kalimatnya. “Saya akan bertemu keluarga kamu lagi minggu depan.”

“Mau ngapain?”

“Untuk melamar kamu secara resmi agar bulan depan kita bisa langsung menikah”

“Pak Kenan mau nikah sama saya setelah bikin ribut di acara tadi?”

“Ribut apanya? Saya hanya menyelamatkan kamu dari bahaya. Kalau bukan karena saya, mungkin sekarang nyawa kamu sudah hilang.”

“Bukan itu!!! Pak Kenan mengakui saya sebagai calon istri! Gimana reaksi orang-orang kantor yang dateng ke acara nikahan besok?”

“Maka dari itu, kamu dan saya harus menikah. Jangan sampai tindakan saya dianggap lelucon oleh bawahan saya.”

“Saya gak ngeliat keseriusan Pak Kenan selain menganggap ucapan Pak Kenan emang sebagai lelucon.”

“Bukan lelucon. Lebih tepatnya,” Kenan tampak berpikir sejenak, “pernikahan kontrak! Yah! Kamu pernah mendengar itu? Memamerkan saya sebagai suami kamu misalnya! Suami yang kaya, tampan, dan baik hati. Karena semua orang pasti bisa menilai kalau saya lebih baik dari Alif dalam segala hal! Memangnya kamu tidak mau membalaskan rasa sakit hati kamu karena dikhianati laki-laki itu dengan cara menikahi saya?”

Bola mata Hania membulat sempurna. “Pernikahan kontrak? Membalaskan rasa sakit hati?” Ia masih menahan nada suaranya agar tak terlalu keras. “Pak Kenan kayaknya bener-bener gila!”

“Saya gak gila, Hania!” Kenan sampai meremas tangannya karena jengkel. “Kamu tahu? Ini semacam kita menikah demi kepentingan. Setelah semuanya baik-baik saja, kita bisa berpisah baik-baik dan melanjutkan hidup kembali seperti semula. Yah … seperti itu! Ide yang bagus, bukan?”

Senyuman canggung yang diterbitkan Kenan dibalas Hania dengan tatapan sinis. “Saya harap, pernikahan ini benar-benar tak pernah terjadi. Terima kasih karena sudah menolong saya di pernikahan tadi. Permisi!”

Hania baru saja akan bangkit dari duduknya ketika Kenan berbicara lagi.

“Itu artinya, kamu siap kehilangan pekerjaanmu mulai detik ini.”

Seketika Hania kembali duduk di kursinya. Menatap Kenan dengan sinis.

“Tawaran saya akan pernikahan ini tidak akan merugikan kita berdua, Hania. Saya jamin!”

“Pak Kenan benar-benar gila!”

Kenan hanya angkat bahu dicecar kata-kata buruk oleh Hania sejak tadi. 

Sudah biasa ia disebut ‘gila’ oleh bawahannya ini!

***

“Sial! Harusnya gue gak ngomong asal-asalan di depan Hania! Aaarrrggghhh!!! Dasar bodoh! Bodoh banget lo, Kenan!”

Kenan tak berhenti meracau sedetik setelah ia masuk ke dalam mobil. Bima yang tengah mengemudikan mobil tersebut mengintip tingkah aneh atasannya dari kaca spion. 

“Ada sesuatu yang terjadi, Pak?”

“Pernikahan saya dengan Hania, Bim!”

“Tindakan Pak Kenan tadi di acara pernikahan sangat berani tapi … menakutkan.”

“Ah… entahlah. Kejadiannya begitu cepat. Saya tidak bisa diam saja melihat Hania hampir terluka.”

“Barusan kalian membicarakan apa kalau begitu? Bukankah tentang rencana pernikahan? Bu Hania menerima lamaran Pak Kenan?”

“Dia menolaknya.”

Kenan menceritakan detail kejadian tadi pada Bima. Tanpa terlewat satu adegan pun!

“Ah, sulit rupanya. Lalu, Pak Kenan memperparah situasi dengan mengatakan bahwa pernikahan kalian itu hanya akan menjadi pernikahan kontrak?” tebak Bima menyimpulkan cerita Kenan.

“Ya. Itu dia!”

“Maka, mungkin saja perkataan Bu Hania yang akan terjadi. Pernikahan Pak Kenan dan Bu Hania tak akan pernah terjadi.”

“Bima! Apa tidak bisa kamu memberikan saya solusi saja daripada membuat saya semakin bingung?”

“Solusi apa? Saya sudah sering mengatakan pada Pak Kenan untuk mengutarakan kejujuran. Turunkan gengsi dan keegoisan Pak Kenan. Tak ada salahnya, bukan?”

“Saya tak mau ditolak! Saya tak pernah kena tolak perempuan mana pun!”

“Dan apa itu berarti Bu Hania akan menolak Pak Kenan?”

“Sudah jelas, bukan? Dia sama sekali tidak tertarik dengan saya. Bayangkan saja oleh kamu. Selama bertahun-tahun menjadi asisten pribadi saya, dia konsisten menganggap saya sebagai atasannya yang gila. Cara dia memandang saya itu benar-benar lain daripada perempuan pada umumnya!”

Bima tersenyum tipis sebentar. “Karena dia sudah bertunangan dengan Alif saat bekerja dengan Pak Kenan. Hania tipe perempuan setia, Pak Kenan. Tapi bukan berarti dia tidak tertarik dengan Pak Kenan.”

“Itu dia masalahnya, bukan? Dia setia. Maka dari itu, penolakan itu seratus persen bisa terjadi!”

“Tapi, pernikahan kontrak itu, bagaimana? Pak Kenan benar-benar ingin melakukannya?”

“Terpaksa, Bima! Saya TERPAKSA! Aaarrrggghhh!!! Sialan! Hania pasti semakin menganggap saya laki-laki yang buruk.”

“Salah Pak Kenan.”

“Bima! Bukannya membantu atasanmu sendiri, kamu malah memperkeruh situasi?”

“Karena Pak Kenan sendiri yang mengacaukan segalanya. Terima saja akibatnya sekarang. Satu hal yang pasti, pernikahan Pak Kenan dan Bu Hania pasti tidak akan pernah terjadi. Bu Hania tak akan mau menjalin hubungan semacam ini!”

“Diam kamu!”

“Belum terlambat untuk mengubah situasi. Berkata jujur saja.”

“Kamu ingin atasanmu ini kehilangan harga dirinya?”

“Mengakui Hania sebagai calon istri di depan orang-orang, tidak membuat Pak Kenan kehilangan harga diri, bukan? Kenapa mengakui perasaan sendiri dengan jujur di depan Hania langsung malah membuat Pak Kenan merasa kehilangan harga diri?”

“Situasinya berbeda! Saya tiba-tiba saja punya keberanian ketika melihat Hania terpojok tadi. Tapi, saat bertemu dengannya secara langsung … berdua …,” Kenan mendadak gagap, “ah! Pokoknya situasinya berbeda, Bim! Saya tidak akan pernah mengutarakan perasaan saya pada Hania sampai saya yakin bahwa dia akan menerima perasaan saya juga.”

Bima hanya membuang napas berat sebelum kemudian bergumam sendiri, “dasar pengecut!”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status