Share

DINODAI SEPUPU
DINODAI SEPUPU
Author: Nova Irene Saputra

Ternoda

🏵️🏵️🏵️

“Abang jahat! Kenapa Abang tega melakukan ini padaku?”

Hana sangat terkejut mendapati dirinya berada di tempat tidur yang sama dengan Bara—kakak sepupunya, hanya ditutupi selimut. Dia tidak mengingat apa yang terjadi semalam. Kesadarannya tiba-tiba hilang setelah meneguk minuman yang diberikan Amira—adik bungsunya Bara.

“Kenapa kamu tidur di kamar Abang?” Bara juga sontak kaget melihat keadaannya dan Hana.

“Abang udah hancurin masa depanku.” Hana tidak kuasa menahan tangis.

Acara ulang tahun Bayu—ayah Bara, tadi malam, telah meninggalkan luka yang sangat mendalam di hati Hana. Wanita itu kehilangan sesuatu yang sangat berharga dalam hidupnya. Kini, dia merasa telah ternoda dan kotor karena perbuatan keluarganya sendiri.

“Maafin Abang, Dek. Abang juga nggak tahu kenapa ini bisa terjadi.” Bara meminta maaf kepada Hana.

“Apa dengan Abang minta maaf akan mengubah segalanya?” Hana menaikkan suaranya sambil tetap menangis. Dia pun memukul-mukul dada Bara.

“Silakan pukul Abang sesuka kamu asalkan kamu merasa puas.” Bara meraih tangan Hana dari dadanya lalu menggenggamnya.

Sementara di tempat lain, Amira tersenyum puas. Dia sangat bahagia karena telah berhasil menghancurkan kehidupan adik sepupunya, juga yang dia anggap sebagai rivalnya untuk mendapatkan Rey—pemuda yang telah lama dia cintai.

“Tidak akan kubiarkan Rey jatuh ke pelukanmu, Hana.” Amira berbicara sendiri. “Rey hanya akan menjadi milikku selamanya.”

Dalam beberapa bulan terakhir ini, Amira merasa memiliki saingan untuk mendapatkan Rey. Dia sangat kesal karena pemuda yang dia cintai tersebut lebih sering menghabiskan waktunya di kampus bersama Hana. Di samping itu, Rey juga mengaku tertarik kepada Hana.

Hana dan Amira kuliah di kampus yang sama dengan Rey. Sejak duduk di bangku SMA, Amira sudah memiliki perasaan lebih terhadap Rey karena mereka juga berada di sekolah yang sama. Namun, Amira tidak memiliki keberanian untuk mengutarakan cintanya.

Sampai akhirnya, setelah mereka melanjutkan pendidikan di kampus yang sama, Rey mengaku mengagumi Hana. Amira sangat kesal dan cemburu mendengar pengakuan Rey. Dia pun menyusun rencana agar pemuda itu menjauhi Hana selamanya.

🏵️🏵️🏵️

Setelah kejadian malam itu, Hana lebih banyak diam dan mengurung diri di kamar. Dia bahkan beberapa hari tidak masuk kuliah. Setiap ayah dan ibunya bertanya, dia tidak sanggup untuk mengatakan yang sebenarnya. Dia tidak ingin melihat kedua orang tuanya sedih.

Sementara itu, Bara juga tidak konsentrasi dalam bekerja setelah mengetahui dirinya telah melakukan perbuatan belum pantas dengan Hana. Dia berusaha mengingat apa yang terjadi malam itu hingga akhirnya berhasil.

Bara beberapa kali meminta maaf kepada Hana, tetapi dibalas dengan kebisuan. Dia bahkan berjanji akan bertanggung jawab atas apa yang terjadi malam itu. Namun, Hana tetap tidak memberikan respons, justru lebih memilih menjaga jarak.

“Angkat teleponnya, Han,” ucap Bara sambil menempelkan ponsel di telinganya. Dia masih tetap berusaha menghubungi Hana.

Sementara Hana hanya memandangi layar ponselnya. Dia menitikkan air mata melihat nama yang terpampang di layar. Dia masih belum percaya kalau saat ini, dirinya tidak suci lagi. Kehormatannya jatuh ke tangan kakak sepupunya sendiri.

Akhirnya, setelah beberapa menit, Hana pun memilih mengangkat telepon. “Jangan ganggu aku! Abang belum puas menghancurkan hidupku?” Hana meninggikan suara sambil menangis.

“Abang nggak pernah ada niat untuk hancurin hidup kamu, Dek.” Bara tetap sabar memberikan balasan.

“Kenapa malam itu, aku tidur di kamar Abang?”

“Udah berapa kali Abang jelasin, Abang juga nggak tahu. Tapi Abang akan tetap tanggung jawab, Dek. Abang mohon, jangan hindari Abang.”

Tanpa memberikan balasan, Hana langsung mematikan telepon. Dia tidak tertarik dengan janji yang Bara ucapkan karena dia sangat tahu seperti apa kelakuan kakak sepupunya itu selama ini. Baginya, Bara tidak lebih dari lelaki yang selalu mempermainkan wanita.

“Heran, deh, lihat Bang Bara … gonta ganti pacar mulu.” Hana beberapa kali mengatakan hal itu kepada Amira.

“Cowok tampan dan mapan, mah, bebas.” Amira dengan bangga memberikan balasan.

“Kamu nggak kasihan lihat mantan-mantannya?” tanya Hana.

“Nggak, dong. Kan, mereka sendiri yang mau dipacarin sama Bang Bara.”

Hana tidak mengerti dengan jalan pikiran Amira. Dia sedikit kecewa mendengar jawaban yang keluar dari bibir sepupunya itu. Dia merasa kalau Amira tidak memahami perasaan sesama perempuan. Dia berharap semoga Amira tidak mengalami hal yang sama seperti para wanita yang dipermainkan Bara.

“Sayang! Ada Bara, nih.

” Hana dikagetkan suara Maya—ibunya, sambil mengetuk pintu.

🏵️🏵️🏵️

Hana kembali mengingat apa yang terjadi terhadap dirinya setelah mendengar nama Bara. Dia sama sekali tidak mengharapkan kedatangan pemuda itu. Setiap melihat wajah Bara, kebencian yang selalu dia rasakan.

“Sayang, kenapa kamu diam aja?” Maya kembali mengetuk pintu kamar Hana.

“Hana lagi pengen sendiri, Mah.” Akhirnya, Hana memberikan balasan dari kamarnya.

“Tapi Bara pengen ngomongin hal penting.” Hana makin kesal mendengar nama yang disebut ibunya. Dia pun menutup telinga dengan kedua tangannya.

Sementara itu, Bara bingung harus bagaimana mengatakan tujuannya bertemu Hana. Dari lubuk hati yang paling dalam, dia ingin mengungkapkan apa yang terjadi antara dirinya dan Hana saat ini. Namun, lidahnya terasa kelu ketika ingin menyampaikan kejujuran itu kepada Maya.

“Sepertinya Hana nggak mau buka pintu, nih, Bar.” Maya menggeleng di depan Bara lalu mengangkat bahu.

“Nggak apa-apa, Tante … saya tunggu aja.” Bara tetap ingin bertemu dengan Hana saat ini juga.

“Kamu serius? Kamu, kan, harusnya ngantor.” Maya mengerutkan dahi mendengar jawaban keponakan suaminya tersebut.

“Tadi saya udah izin sama Papi.”

“Ya, udah kalau kamu maunya gitu. Duduk aja dulu. Nggak mungkin, kan, kamu nunggu sambil berdiri di sini.” Maya pun mengajak Bara ke ruang TV.

“Hana baik-baik aja, ‘kan, Tante?” tanya Bara setelah dirinya dan Maya duduk di sofa.

Maya akhirnya menceritakan perubahan sikap Hana dalam beberapa hari ini. Maya mengaku kalau anak tunggalnya itu lebih sering mengurung diri di kamar dan memilih tidak masuk kampus. Nafsu makan Hana juga berkurang.

Bara makin merasa bersalah setelah mendengar penuturan Maya. Dia tidak ingin melihat Hana larut dalam kesedihan. Dia sangat tahu apa yang adik sepupunya itu rasakan saat ini. Dia kembali mengingat noktah merah milik Hana di seprai tempat tidurnya kala itu.

“Hana nggak ngomong sesuatu ke Tante?” Bara kembali bertanya.

“Itu yang buat Om dan Tante bingung. Biasanya dia selalu terbuka kalau lagi ada masalah. Kali ini, sikapnya benar-benar beda.” Maya memberikan penjelasan. “Oh, ya … kenapa kamu tiba-tiba perhatian banget sama Hana?”

Bara salah tingkah mendengar pertanyaan Maya. Dia berusaha memikirkan jawaban yang tidak mencurigakan. “Itu … anu, Tante. Maksud saya, Hana itu udah saya anggap seperti Sandra dan Amira.” Laki-laki itu menyebutkan nama kedua adiknya.

“Oh … Tante pikir ada sesuatu yang istimewa.”

“Istimewa apa maksud Tante?” Bara penasaran.

“Kan, Mami kamu dari dulu pengen jodohin kamu sama Hana. Tapi kamu dan Hana selalu nolak.”

Bara sadar kalau dirinya tidak setuju dengan yang namanya perjodohan. Apalagi selama ini, dia bebas menjalin hubungan dengan gadis yang dia inginkan. Di samping itu, dia tetap menganggap Hana sebagai gadis ingusan karena usia mereka terpaut sebelas tahun.

🏵️🏵️🏵️

“Hana nggak mau punya suami seperti Bang Bara. Dia itu playboy, Mah, Pah. Pergaulannya dengan pacar-pacarnya juga bebas banget.” Hana selalu menolak jika kedua orang tuanya membicarakan perjodohan kepada dirinya.

“Bebas gimana maksud kamu?” Maya tidak mengerti dengan maksud ucapan Hana.

“Hana nggak mungkin cerita ke Papa dan Mama. Hana nggak mau kalau Papa dan Mama kasih penilaian jelek terhadap Bang Bara.”

Hana tidak ingin jika Bara dianggap sebagai laki-laki tidak bermoral oleh ayah dan ibunya, sebab di mata kedua orang tuanya, kakak sepupunya itu adalah orang hebat. Mereka katakan hebat karena Bara langsung dipercaya mengelola perusahaan setelah lulus kuliah.

“Kalau Mama jadi kamu, Mama nggak akan nolak dijodohin dengan Bara.” Maya beberapa kali melontarkan pernyataan itu kepada Hana.

“Pokoknya Hana nggak mau, Mah. Jangan paksa Hana.”

Hana tetap bersikukuh untuk tidak menerima perjodohan dengan Bara. Baginya, Bara tidak memiliki cinta yang tulus karena terlalu sering gonta-ganti pasangan. Dia juga merasa jijik dengan perbuatan Bara karena beberapa kali melihat pemuda itu masuk hotel bersama wanita yang berbeda.

“Abang ngapain masih di sini?” Bara terkejut mendengar suara Hana yang kini telah berdiri di samping sofa ruang TV.

“Abang nungguin kamu, Dek.”

“Untuk apa? Abang lebih baik pergi!” Hana menaikkan suara.

“Kamu kenapa, Sayang? Kok, kasar gitu sama abang sendiri?” Maya sangat heran melihat sikap Hana.

“Hana lagi nggak pengen ketemu dia, Mah.” Hana menatap Bara dengan sinis.

“Pokoknya Mama nggak mau lihat kamu kasar sama Bara. Gini aja, Mama pergi supaya kalian bebas ngobrol. Apa pun masalah kalian, harus segera diselesaikan.” Maya pun berdiri lalu meninggalkan Bara dan Hana di ruang TV.

“Abang khawatir sama kamu, Dek.” Bara bangkit dari duduknya lalu menghampiri Hana.

“Aku nggak mau ketemu cowok yang udah hancurin hidup aku.” Hana mendorong tubuh Bara.

“Apa maksud kamu, Sayang?” Maya terkejut mendengar ucapan Hana.

==========

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status