Share

Berteriak

🏵️🏵️🏵️

“Mama?” Hana juga kaget melihat ibunya yang kini berdiri di belakangnya.

Hana dan Bara tidak tahu kalau Maya sengaja ingin mendengar pembicaraan mereka. Wanita itu curiga melihat sikap Hana dan Bara yang tidak seperti biasanya. Sekarang, dia makin heran setelah mendengar apa yang keluar dari bibir Hana.

“Menghancurkan gimana maksud kamu, Sayang? Kenapa kamu ngomong seperti itu ke Bara?” tanya Maya kepada Hana.

“Nggak ada, Mah. Mama pasti salah dengar.” Hana tetap tidak ingin mengatakan kebenaran kepada Maya.

“Mama nggak mungkin salah dengar. Kalian pasti menyembunyikan sesuatu dari Mama.” Maya tidak percaya dengan jawaban yang Hana berikan.

“Kenapa kita nggak jujur aja, Dek, sama Tante?” Bara membuka suara.

“Abang diam! Lebih baik Abang keluar dari rumah ini sekarang!” Hana sangat kesal dan marah mendengar saran dari Bara. Dia muak melihat pemuda itu. Akhirnya, dia pun beranjak meraih kunci motor lalu berlari menuju depan rumah.

Sementara Maya makin bingung melihat tingkah anaknya tersebut. Dia tidak mengerti kenapa Hana berubah menjadi sosok yang berbeda dari biasanya. Dia pun menghempaskan bobot tubuhnya ke sofa sambil berpikir.

“Maaf, Tante … saya harus kejar Hana,” ucap Bara karena mendengar deru motor Hana meninggalkan rumah. Dia langsung beranjak setelah melihat anggukan Maya.

Kini, Bara menyusuri jalan untuk mengikuti Hana. Dia takut terjadi sesuatu terhadap adik sepupunya itu. Dia sangat bingung harus bagaimana meminta maaf kepada wanita itu. Dia sudah beberapa kali memberikan penjelasan kalau dirinya tidak pernah bermaksud melakukan hubungan terlarang yang terjadi malam itu.

“Dek, berhenti!” Bara berteriak setelah mobilnya sejajar dengan motor Hana.

Hana tidak memberikan balasan. Dia justru menangis mengingat apa yang telah terjadi terhadap dirinya. Dia tidak pernah menyangka akan kehilangan sesuatu yang paling berharga dalam hidupnya dalam satu malam. 

“Dek! Abang mohon, berhenti!” Bara kembali berteriak. Namun, tetap tidak ada balasan dari Hana. Tanpa berpikir panjang, Bara pun melajukan mobilnya, kemudian berhenti hingga membuat Hana terkejut dan menghentikan motornya.

Bara segera keluar mobil lalu menghampiri Hana. Dia meraih tangan wanita itu, kemudian mengajaknya masuk kendaraan roda empat miliknya. Dia terpaksa bersikap tegas karena tidak ingin terjadi sesuatu yang tidak diharapkan terhadap Hana.

“Mau Abang apa, sih? Aku nggak mau ikut Abang.” Hana bersuara setelah duduk di mobil.

“Kamu ikut Abang. Soal motor, kamu tenang aja. Ini Abang lagi minta Pak Dimas ke sini untuk ambil dan antar ke rumah kamu.” Bara pun menelepon sopir pribadi keluarganya. 

🏵️🏵️🏵️

“Kenapa nggak kuliah, Han?” tanya Amira kepada Hana. “Tumben ke sini sama Bang Bara.” Dia mendapati Bara dan Hana duduk di kursi taman belakang.

Tujuan Bara memaksa Hana masuk mobilnya tadi untuk membawa adik sepupunya itu ke rumahnya. Hana makin kesal karena disambut pertanyaan yang tidak ingin dia dengar dari Amira. Dia kembali mengingat kejadian Amira memberikan minuman kepadanya malam itu.

“Lagi malas aja.” Hana memberikan balasan.

“Malas? Tapi datang ke sini, kok, nggak malas?” Amira sangat tahu kenapa Hana tidak masuk kuliah beberapa hari ini. Dia kembali merasakan kemenangan atas apa yang terjadi terhadap Hana.

“Abang kamu yang maksa aku ke sini.” Hana merasa disudutkan oleh sepupunya tersebut.

“Oh, ya … tadi aku pulang kuliah sama Rey. Dia ngantar aku.” Amira sangat bahagia karena dia merasa makin dekat dengan Rey sejak Hana tidak masuk kampus.

“Oh, ya? Tumben. Sejak kapan kalian sedekat itu?” Hana sengaja melontarkan pertanyaan itu karena sejak masuk kuliah beberapa bulan ini, Rey lebih dekat dengannya.

“Sejak kamu nggak ngampus. Puas?” Amira pun beranjak meninggalkan Bara dan Hana.

Hana tidak bermaksud bersikap seperti itu kepada Amira, tetapi dia melakukan itu karena merasa curiga terhadap gadis tersebut. Dia berpikir, jika seandainya dirinya tidak menerima minuman yang Amira berikan malam itu, kehormatannya masih tetap terjaga.

“Siapa Rey?” Bara tiba-tiba membuka suara.

“Apa urusan Abang? Apa Abang harus tahu tentang orang yang kami bicarakan tadi?” Hana tidak terima dengan pertanyaan Bara.

“Dulu, Abang mungkin nggak ingin tahu dan nggak harus tahu, tapi sekarang ….” Bara menjeda sesuatu yang ingin dia ucapkan.

“Tapi apa, Bang? Ada apa dengan sekarang?”

“Kamu tanggung jawab Abang.”

“Abang jangan asal ngomong. Aku bukan tanggung jawab Abang, tapi tanggung jawab orang tuaku.” Hana pun berdiri dan berniat akan meninggalkan Bara.

Akan tetapi, sebelum melangkah, Bara mengucapkan sesuatu yang tidak Hana pikirkan sama sekali. “Jika kejadian malam itu membuahkan hasil, benih Abang ada di rahim kamu, Dek. Itu artinya, kamu tanggung jawab Abang.”

Mendengar penuturan Bara, Hana pun terdiam lalu kembali duduk. Tanpa diminta, air matanya kini jatuh membasahi pipi. “Tidaaak! Aku nggak mau hamil!” Dia berteriak sambil memukul-mukul perutnya. 

“Siapa yang hamil?” Anita—ibu Bara, tiba-tiba muncul karena mendengar teriakan Hana.

🏵️🏵️🏵️

Hana sangat bingung setelah mendengar suara kakak dari ayahnya tersebut. Dia sengaja pergi dari rumah supaya tidak mendapatkan pertanyaan beruntun dari ibunya. Sekarang, dia kembali dihadapkan pada situasi yang lebih berat. Dia pun segera mengusap air matanya.

“Siapa yang hamil, Sayang?” Anita kembali bertanya kepada Hana. Dia pun menghampiri keponakannya itu lalu duduk di sampingnya.

“Maksud Tante?” Hana bersikap seolah-olah tidak mengerti dengan maksud pertanyaan Anita.

“Tadi Tante dengar kamu sebut kata hamil. Apa Bara berbuat aneh-aneh?” Anita melirik anaknya yang kini berdiri di depannya.

Bara tidak tahu harus berkata apa. Dari lubuk hati yang paling dalam, dia ingin jujur kepada ibunya. Namun, saat dalam perjalanan menuju rumahnya tadi, Hana telah mengingatkan dirinya untuk tetap merahasiakan apa yang terjadi di antara mereka.

“Nggak, Tante.” Hana memberikan jawaban dengan kebohongan.

“Daripada kamu melakukan hal-hal aneh, lebih baik nikahin Hana,” ucap Anita kepada Bara.

“Memangnya Hana mau nikah sama aku? Coba Mami tanya Hana.” Bara sengaja memberikan balasan yang berbeda dari biasanya setiap sang ibu meminta dirinya menikahi Hana.

“Tumben jawaban kamu beda. Biasanya kamu pasti nolak kalau Mami minta kamu nikahin Hana.” Anita merasakan sesuatu yang berbeda terhadap anaknya.

“Maaf, Tante … Hana pulang dulu.” Hana berusaha menghindar dari pembicaraan Anita dan Bara.

“Tuh, kan, selalu mengalihkan topik setiap Tante mau ngomong serius. Tante masih penasaran dengan kata hamil yang kamu ucapkan tadi.” Anita meraih tangan Hana lalu menggenggamnya.

“Hana nggak ada ngomong kata itu, Tante.” Hana tetap tidak ingin mengatakan yang sebenarnya.

“Tante tetap nggak percaya. Kenapa kamu tiba-tiba berkunjung ke rumah Tante? Tadi Amira bilang, kamu datangnya sama Bara. Padahal, dia harusnya ngantor. Ada apa, Sayang? Apa yang kalian sembunyikan?” Anita tetap curiga melihat kehadiran Bara dan Hana di rumahnya pada saat jam kerja.

Bara tiba-tiba berlutut lalu memegang kedua kaki Anita. Wanita paruh baya itu makin heran melihat tingkah anaknya. Sementara Hana berusaha memberikan isyarat kepada Bara agar tidak mengungkapkan apa yang telah terjadi di antara mereka.

Akan tetapi, Bara tidak memedulikan isyarat yang Hana tunjukkan. Dia merasa yakin akan menceritakan semuanya kepada ibunya. Dia juga tidak ingin dianggap sebagai laki-laki tidak bertanggung jawab.

“Maafin aku, Mih … aku udah nodai Hana.” Akhirnya, Bara berhasil mengatakan yang sebenarnya.

“Apa? Anak nggak tahu diri!” Anita spontan mendaratkan tamparan di wajah Bara.

🏵️🏵️🏵️

[Ada berita hangat di kelas tentang kamu, Han.] Amel—sahabat Hana, mengirimkan pesan malam ini.

[Berita apa, Mel?] Hana penasaran.

[Kata mereka, kamu nggak ngampus karena baru merasakan malam pertama.]

[Apa?]

Hana sangat terkejut membaca pesan dari Amel. Dia tidak pernah menyangka kalau apa yang terjadi terhadap dirinya telah diketahui orang lain, bahkan teman sekelasnya. Selama ini, dia sangat yakin kalau kejadian malam itu hanya dia dan Bara yang tahu.

Akan tetapi, Hana kembali mengingat apa yang Bara katakan tadi saat mereka berbincang di taman bersama Anita. Bara mengaku sangat yakin kalau seseorang telah menjebak mereka hingga melakukan hubungan belum pantas itu.

“Aku juga nggak tahu kenapa kami melakukan itu, Mih.” Bara memberikan penjelasan kepada Anita.

“Apa maksud kamu, Bar? Tadi kamu ngaku menodai Hana. Jadi, itu terjadi bukan karena kamu sengaja?” Anita menaikkan suaranya.

“Iya, Mih. Aku nggak sejahat itu. Aku nggak pernah melakukan hubungan seperti itu sebelumnya.” Bara meyakinkan ibunya.

Sementara itu, Hana sangat terkejut mendengar pengakuan Bara. Dia sama sekali tidak percaya terhadap pemuda itu. Baginya, Bara sama saja dengan lelaki hidung belang yang hobi gonta ganti pasangan dan melakukan perbuatan bejatnya di hotel.

“Kamu harus bertanggung jawab. Kamu segera nikahin Hana.” Anita dengan tegas mengucapkan keinginannya tersebut kepada Bara.

“Dari awal, aku udah bilang akan bertanggung jawab, Mih, tapi Hana nggak kasih respons.” Bara melirik Hana.

“Kenapa, Sayang? Apa kamu nggak setuju menikah dengan Bara?” tanya Anita kepada Hana.

“Maaf, Tante … Hana nggak pernah punya niat untuk menikah dengan Bang Bara.”

Hana menolak keinginan Anita karena merasa jijik membayangkan Bara melakukan hubungan tidak pantas dengan wanita-wanita di luar sana. Di samping itu, Hana sangat tahu kalau Bara masih memiliki hubungan dengan perempuan yang bernama Yuni.

[Ini foto kamu, ‘kan, Han?] Hana sangat terkejut melihat foto yang dikirim Amel.

==========

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status