Setelah menjalani OSPEK selama beberapa minggu lamanya, yang benar-benar menguras tenaganya, kini Fitri sudah mulai masuk, menerima materi pembelajaran.
Dia sedikit terkejut, dengan metode pembelajaran, yang tak sama, seperti ketika di SMA dulu.Baru masuk satu hari, tapi tugas sudah menumpuk begitu banyak.Membuat makalah, mencari referensi dari berbagai sumber tentang makalah yang dia buat, dan masih banyak lagi..Benar kata bu Iren, ketika menjadi seorang mahasiswi, maka dia akan banyak menghabiskan waktunya di toko buku, perpustakaan, warnet, dan tempat foto kopi, untuk mengerjakan tugas.Dia nyaris tak bisa bersantai-santai, di semester awalnya ini.Apalagi jurusan yang dia ambil adalah bidang ekonomi.Benar-benar menguras pikirannya.Seperti sore itu, Fitri baru saja pulang, setelah menerima jam kuliahnya, yang molor sampai hampir maghrib.Fitri dan kawan-kawannya keluar dari kelas, dengan wajah yang sangat kusut, dan lelah."Lapar nih, tapi di luar kok hujan ya!" ujar Yeni, salah satu teman kelasnya, sekaligus teman satu kost."Di ujung sana, ada warung bakso yang baru buka lo, tempatnya asyik, juga rame. Kita kesana aja yuk, sambil cari yang anget-anget" ujar Raka, Kosma dari kelas Fitri.Fitri hanya mengiyakan saja, karena dia juga sudah sangat lapar."Aku bantu bawakan buku-buku kamu Fit" tawar Raka. Pemuda dengan perawakan jangkung dan berkacamata itu, menawarkan bantuannya kepada Fitri, yang tampak kerepotan membawa tumpukan buku di tangan nya."Tidak usah Ka, terimakasih" tolak Fitri, merasa tak enak."Gak apa-apa lagi Fit, kan tadi aku juga banyak pinjem buku-buku kamu, waktu presentasi" ucap pemuda itu lagi, segera mengambil alih buku-buku yang di bawa oleh Fitri."Cieee ciee, kita jadi kayak obat nyamuk deh" seru Yeni dan Vika, yang semenjak tadi hanya memperhatikan keduanya.Fitri jadi salah tingkah di buatnya, dia merasa malu, karena orang-orang di sekitar, jadi ikut memperhatikannya."Apann sih Yen, jangan gitu lah, Fitri nanti jadi gak mau dekat lagi sama aku" ujar Raka, melotot ke arah Yeni dan Vika."Iya deh pak Kosma, maaf, cuma becanda jugak" jawab mereka meringis.Sedangkan Fitri sendiri, sudah berjalan terlebih dahulu, mendahului teman-temannya itu.Setelah menyusuri koridor kampus, yang cukup panjang, kini mereka berlari-lari kecil, menghindari curahan hujan, yang masih terus turun, membasahi bumi."Kita duduk di sana saja!!" tunjuk Raka, ke sebuah meja yang cukup lebar, yang ada di sudut ruangan terbuka itu, kepada teman-temannya.Ketiganya mengikuti arah telunjuk Kosma mereka, dan duduk disana, setelah memesan 4 buah mangkuk bakso, dan minumannya."Tempatnya enak nih, kalau buat ngerjain tugas. Free wifi juga tuh" tunjuk Yeni, ke sebuah tulisan free wifi."Iya, bisa buat langganan nih" jawab yang lain, tampak merasa nyaman di meja lesehan berbentuk seperti panggung itu."Eits, tapi kita rasain dulu. Enak gak nih makanan disini, juga harganya broo" cetus Vika, yang merupakan anak perantauan, dan selalu hidup berhemat, demi bisa kuliah.Tak lama, bakso yang mereka pesan datang.Bakso yang masih mengepulkan asap panasnya itu, tampak begitu menggiurkan.Selain aromanya, yang begitu menggoda, juga suasana dingin, yang membuat mereka segera menikmati bakso dengan ukuran cukup banyak itu.Sambal, kecap, saos, juga cuka, membuat rasa bakso menjadi semakin nikmat."Ternyata enak baksonya, rasa kuahnya juga mantap" ucap Vika, menikmati kuah bakso, hingga habis tak bersisa."Iya, harganya juga gak mahal-mahal amat, banyak pilihannya" timpal Yani, melihat ke tulisan menu, yang di tempel di tembok."Gak nyangka ya, tempatnya sekeren ini, ternyata harganya merakyat" ujar Fitri, mengedarkan pandangannya, ke seluruh sudut-sudut ruangan.Tak dinyana, ketika ia sedang memperhatikan ke sekelilingnya, pandangannya bertubrukan dengan seseorang yang sepertinya tak asing di matanya.Pemuda yang tengah duduk memainkan laptopnya itu, juga tampak menatap cukup lama ke arah Fitri.Karena terlanjur saling tatap, pemuda itu kemudian mengangguk dan tersenyum kepada Fitri.Fitri tampak segera mengalihkan pandangannya ke arah lain, setelah mengangguk pelan, membalas pemuda itu."Siapa Fit?" tanya Raka, yang sedari tadi memperhatikan nya."Gak tahu" jawab Fitri, mengangkat kedua bahunya.."Tapi kok kayak kenal gitu? dari tadi aku lihat, pria itu ngeliatin kamu terus lo" ujar Yeni, juga melihat ke arah pemuda itu, yang kini sudah kembali sibuk dengan laptopnya."Ah, mungkin mirip dengan seseorang, mangkanya dia ngeliatin sampai segitunya" jawab Raka, tampak tak senang."Ciee, ada yang cemburu nih kayaknya" seru Vika, mencibir ke arah Raka."Tapi ganteng lo Fit, kalau misal ngajakin kenalan, kenalin aku juga yak, siapa tahu bisa jadi gebetan!!" seru Vika, tampak antusias.Raka tampak mencebik, dan melirik ke arah pemuda tadi."Udah-udah, balik yuk, wes arep maghrib ini" ajak Fitri menengahi."Ya sudah, biar aku yang bayarin punya kamu ya Fit!" tawar Raka lagi, membuat kedua teman Fitri tampak kesal."Kok Fitri tok sing di bayari, la aku ma Yeni gak di bayari juga??!" ledek Vika lagi, membuat Fitri tampak salah tingkah."Matursuwun Ka, biar aku bayar sendiri yo" ucap Fitri, bergegas menuju kasir, yang kemudian di susul oleh ketiga temannya.Bersambung'Sepertinya aku tak asing dengan gadis tadi, tapi di mana ya?' batin Abdul, yang tadi telah memandangi seorang gadis berwajah cantik dan manis, sedang makan bakso di warungnya.Ingin sekali menyapanya, tapi Abdul takut salah orang. Setelah menjalani OSPEK selama beberapa minggu lamanya, yang benar-benar menguras tenaganya, kini Fitri sudah mulai masuk, menerima materi pembelajaran.Dia sedikit terkejut, dengan metode pembelajaran, yang tak sama, seperti ketika di SMA dulu.Baru masuk satu hari, tapi tugas sudah menumpuk begitu banyak.Membuat makalah, mencari referensi dari berbagai sumber tentang makalah yang dia buat, dan masih banyak lagi..Benar kata bu Iren, ketika menjadi seorang mahasiswi, maka dia akan banyak menghabiskan waktunya di toko buku, perpustakaan, warnet, dan tempat foto kopi, untuk mengerjakan tugas.Dia nyaris tak bisa bersantai-santai, di semester awalnya ini.Apalagi jurusan yang dia ambil adalah bidang ekonomi.Benar-benar menguras pikirannya.Seperti sore itu,
"Pakne, ayok anake gek di indangi Pak!!( ayo anaknya di jenguk)" ajak Bu Retno kepada suaminya pagi itu."Alah-alahh Bune, lagi ae rung ndino sing indang, kok wes arep ngindangi maneh ki lo?? (baru juga dua hari yang jenguk, kok sudah mau jenguk lagi)" seru Pak Suryo tampak kesal."Aku wes kangen Pak, pokoke hari ini kita jenguk Mayang!!" ujar Bu Retno, tak mau tahu."Yo wes, aku tak nelpon Pardi disek yo, buat nganterin kita, sekalian sewa mobile" jawab Pak Suryo, kemudian menelepon Pardi, salah satu penyewa mobil di desa itu."Ya, aku tak ngongkon Siti(nyuruh Siti), buat masakin gurami senengane(kesukaan) Mayang" bu Retno segera bergegas ke dapur, memanggil Siti."Ndoro, saya mbok di ajak ke kota, nanti sekalian jenguk Fitri, Ndoro" ucap Bu Siti, dengan wajah memelas. Sudah hampir 5 bulan lamanya, Fitri berkuliah, tapi masih belum bisa pulang, karena tugas yang menumpuk.Lagipula Bu Siti juga tidak mengizinkan putrinya itu, untuk sering-sering pulang. "Eman ongkose Nduk (sayang on
"Enak tenan baksone yo Bune! Aku sampek entek rong mangkok lo (habis 2 mangkuk)" ujar Pak Suryo, sambil mengelap keringatnya yang bercucuran, karena gerah, setelah menghabiskan dua mangkuk bakso. "Iyo Pak, nang omah baksone gak ono sing enak loo, rasane cebleh kabeh! (dirumah baksonya tidak ada yang enak, hambar semua)" jawab Bu Retno, yang juga sedang memulai melahap baksonya yang kedua.Mayang hanya geleng-geleng, melihat kedua orangtuanya, yang tengah menikmati bakso nya itu."Ora nambah meneh Nduk? (gak nambah lagi Nak?)" tanya bu Retno, saat melihat putrinya sudah menghabiskan baksonya. "Ndak ah Buk, wedi lemu aku (takut gemuk)" jawab Mayang, menggeleng.Pak Suryo terkekeh mendengar ucapan putrinya."Bener Nduk, ojo leme-lemu koyok Ibukmu (jangan gemuk-gemuk seperti ibumu)" tanggap pria berkumis lebat itu, melirik ke arah istrinya.Bu Retno tampak kesal dibuatnya."Terus kenapa kalo aku gemuk Pak?? Sampean terus mau kawin lagi, gitu tah??" kesal bu Retno, mendelik ke arah suami
"Nama kamu Mayang kan?" tanya seorang laki-laki yang bernama Dion itu, mendekati Mayang, saat gadis itu sedang duduk di kantin, untuk makan siang, bersama dua temannya. "Eeh, iiiya Kak" jawab Mayang, tampak gugup."Boleh aku duduk disini?" tanya Dion, sembari tersenyum.Rina dan Diva tampak terpukau dengan senyuman seniornya itu."Bbboleh lah Kak, silahkan" jawab Mayang, sambil menggerakkan tangannya di bawah meja, mengusir dua temannya.Rina dan Diva yang awalnya bingung, jadi mengerti, kalau Mayang sedang tak ingin di ganggu, dan ingin berdua saja dengan Kak Dion."May, kami ke kelas dulu ya!" ucap Diva, kemudian bangun, di susul oleh Rina."Ooh, oke. Nanti biar aku yang bayar semuanya" ucap Mayang tersenyum. Dion kemudian duduk di depan Mayang, sambil menatap wajah Mayang intens."Kamu dari daerah mana?" tanya Dion, bersandar di tempat duduknya."Ooh, aku dari daerah gunung kidul Kak" jawab Mayang."Kalau Kakak, dari daerah mana?" Mayang balik bertanya kepada pemuda ganteng di de
Ponsel Mayang berdering..."Kak Dion.." Mayang pun segera menjawabnya.."Iya Kak.." jawabnya."Iya, aku masih pulang sebentar ke kost" jawab Mayang."Deket kok, Kost sebelah timur kampus" jawab Mayang lagi."Oke deh, Mayang tunggu ya Kak" jawabnya terdengar antusias.Rupanya Dion akan menjemputnya ke rumah kostnya.Mayang kemudian segera turun, dan menunggu Dion di bangku panjang, yang ada di sebelah gerbang kost."Tunggu siapa Mbak?" tanya satpam yang berjaga."Tunggu temen Pak" jawab Mayang sedikit acuh."Tiinn" sebuah sepeda motor besar, berhenti di depan gerbang. Mayang segera berlari menghampiri, begitu tahu kalau yang datang adalah Dion."Sudah siap!?" tanya Dion, kemudian menyodorkan helm ke tangan Mayang.Mayang segera naik ke atas boncengan."Pegangan yang kuat ya, aku tak terbiasa jalan pelan" seru Dion.Mendengar intruksi dari seniornya itu, Mayang pun kemudian melingkarkan tangannya, ke pinggang Dion.Benar saja, Dion melajukan motornya dengan kecepatan tinggi. Mayang ya
Semenjak mengenal Dion, Mayang semakin malas kuliah, dia sering membolos, dan tidak mengerjakan tugas. Padahal saat ini baru masuk semester 3. Hampir setiap hari, Dion selalu mengajaknya berjalan-jalan, dan tak jarang hingga larut malam, sehingga Mayang sering menginap di tempat lain.Kadang di penginapan, atau di rumah Dion, jika kedua orangtuanya tidak ada di rumah. Hingga pada suatu hari, Dion mengajak Mayang berjalan-jalan lagi.Mereka yang sudah memplokamirkan jadian, alias berpacaran, kini tak segan-segan lagi mengumbar kemesraan mereka di manapun. "Mau kemana sih?" tanya Mayang."Ke Villa Papa aku, baru di beli bulan lalu, mau gak?" tanya Dion, sambil mengerling nakal.Mayang paham maksud Dion, mereka memang sudah biasa bermesraan, menghabiskan waktu bersama, walaupun baru sekedar petting, tapi itu sudah membuat keduanya ketagihan, dan selalu ingin terus bersama.Awal mereka melakukan coba-coba itu, ketika menginap di rumah Dion, di saat kedua orangtuanya tak ada dirumah. N
Fitri tampak sedikit heran, saat Abdul langsung memarkir mobilnya, tepat di depan rumahnya. "Loh, saya belum bilang rumah saya yang mana, kok Mas Abdul sudah tahu ya??" tanya Fitri, menatap wajah Abdul, penuh selidik. Abdul tertawa renyah, mendengar pertanyaan Fitri barusan."Ternyata sampean memang benar-benar lupa sama saya ya?" tanya Abdul tertawa lirih."Loh, memangnya kita pernah bertemu sebelumnya? " tanya Fitri masih terlihat heran."Mbak ingat tidak, waktu itu ada tamu dari juragan Suryo, yang menabrak Sampean, terus belanjaan nya rusak semua?" ungkap Abdul, mencoba membuka kenangan pertama kali mereka bertemu.Fitri tampak mencoba mengingatnya."Masya Allah, jadi Mas Abdul yang waktu itu melamar Ndoro Mayang??" seru Fitri tak percaya. "Hehehe, akhirnya inget juga" ucap Abdul."Sudah, ayo turun Mbak, buruan di temui Ibunya" Abdul kemudian membuka pintu mobilnya dan keluar, sambil merenggangkan otot-ototnya, yang terasa pegal.Fitri langsung menghambur, masuk ke rumah dan me
"Bu Retno!! Jogo omongan sampean!! anakku Fitri tidak mungkin berbuat seperti itu!!!" teriak bu Siti, dengan dada naik turun, karena emosi yang membuncah, mendengar perempuan itu, merendahkan putrinya, sampai seperti itu. Bu Retno hanya mencebik, dan tampak memandang rendah pada bu Siti."Ya kan aku ngomong opo anane!! Ngono ae kok nesu!!" jawab Bu Retno, santai. (aku kan ngomong apa adanya, gitu aja kok marah)Sudah tak dapat lagi menahan emosinya yang selama ini terpendam, bu Siti bergerak dengan cepat, menuju bu Retno yang tengah duduk dengan pongah nya itu. Tanpa banyak bicara, bu Siti yang selama ini selalu mengalah, dan sabar menghadapi perangai majikannya yang songong itu, segera menarik rambut bu Retno yang kriting pendek itu dengan sangat keras."Adoohhhh wes edann kowe Siti!!! Ucul!! culno pora?!! Pakne...tulungi aku ki lo!!" jerit bu Retno kesakitan.(Sudah gila kamu siti, lepas, lepasin nggak? Tolong aku Pak)Kejadian yang begitu cepat, membuat Pak Suryo, tampak terceng