Kini Fitri pindah dari kosan nya, dan tinggal bersama sang ibu, di rumah yang di pinjamkan oleh Abdul..."Mas, kami tidak enak jika hanya terus menikmati apa yang Mas Abdul berikan.Ibu ingin membuka warung sarapan di depan rumah ini, apakah boleh?" tanya Fitri, kepada Abdul sore itu, ketika pemuda itu sengaja menunggu Fitri di gerbang kampus..Abdul tertawa, "Ya pasti boleh lah Mbak" ujar Abdul, terkekeh."Padahal saya baru berencana, membuatkan Ibu warung sembako saja, biar tidak capek, di kampung sana.Karena saya lihat, ibu seperti kurang bahagia ada di kota" ungkap Abdul, dengan pandangan serius.Fitri tampak termangu, mendengar ucapan pemuda yang ada di hadapannya itu.Memang beberapa kali, ibunya mengatakan, sangat merindukan suasana di desa.Apalagi ini sudah satu bulan lebih, ibunya tinggal bersamanya.Fitri yang sibuk dengan kuliah nya, kurang memperhatikan hal itu, justru malah Abdul, yang selalu lebih mengerti."Kenapa Mas Abdul begitu perhatian kepada kami?" tanya Fitri,
"Gggimana Kak?" tanya Mayang gugup, dengan raut wajah yang cemas.Dion meraup wajahnya kasar, kemudian menyerahkan benda pipih kecil itu, ke tangan Mayang.Wajah gadis itu seketika memucat, dan menutup mulutnya, dengan sebelah tangannya."Lalu kita harus bagaimana Kak" ratap Mayang, mulai menangis."Aku tidak tahu, aku tidak mungkin menikahimu dalam waktu dekat ini May, bisa-bisa Papa dan Mama membunuhku" jawab Dion, tampak meremas rambut kepalanya sendiri."Apalagi sekarang aku tinggal menunggu wisuda saja, bisa rusak citra ku, jika tiba-tiba menikah" ucap Dion lagi."Mau tidak mau, kita harus segera menggugurkan nya May. Mumpung masih baru, jika di biarkan, perutmu nanti akan segera membesar" ucap Dion, dengan wajah yang terlihat panik."Tapi aku takut Kak" ucap Mayang lirih."Jangan takut, aku nanti akan mencari informasi, untuk kamu bisa melakukan aborsi" jawab Dion menenangkan.Mayang pun akhirnya, hanya dapat mengangguk pasrah.******Hari ini kedua orangtua Dion, baru saja pula
"May, kamu sudah di DO dari kampus" ucap Rina dan Diva, kepada Mayang pagi itu, ketika mereka melihat Mayang, sedang bersiap untuk berangkat kuliah, setelah sekian lama, dia hanya main-main terus bersama dengan Dion.Mayang tampak terkejut."Kok bisa?" tanya Mayang ."Kamu jarang masuk dan sering tidak mengerjakan tugas May, terus nilai IPK kamu itu di bawah standar terus selama 4 semester ini" jelas Rina, menatap prihatin, pada Mayang "Kata Bu Rahma, beliau sudah mengirimkan surat ke rumah orangtua mu, tapi Bapak Ibumu tidak datang" ucap Diva, juga terlihat iba.Mayang tampak tercenung di tempatnya.Jika ia sudah di keluarkan, lalu apa yang harus ia katakan, kepada kedua orangtua nya itu??"Ya sudah kalau begitu, kami berangkat dulu ya May" ucap dua temannya itu. Mayang hanya dapat menatap nanar, kedua temannya itu.Kini namanya sudah tak tercantum lagi sebagai seorang mahasiswi, di kampus itu, karena dia sudah di keluarkan. 'Apa yang harus aku lakukan sekarang?? aku tidak bisa di
Mayang akhirnya hanya dapat menangis sesenggukan di tempat tidurnya. Bu Retno dan pak Suryo juga tampak sangat susah wajahnya. "Bagaimana kalau orang-orang tahu, dengan kehamilan itu Mayang!!" seru bu Retno, ikut menangis.Mbah Tukimi, segera membereskan barang bawaannya."Saya mau pulang dulu Ndoro" ujarnya berpamitan."Eeh, Mbah !! tunggu, awas ya, jangan sampai ada orang lain yang tahu dengan kejadian ini" ucap bu Retno, kemudian mengangsurkan beberapa lembar uang ke tangan wanita renta itu."Masiyo aku ora ngomong, tapi sing jenenge batang, mesti bakal konangan" jawabnya, tetap menerima uang itu.(Meskipun aku tidak bilang2, tapi yang namanya bangkai, pasti tetap akan ketahuan)Kedua angan bu Retno tampak mengepal. Sungguh ia tidak akan sanggup, jika hal ini akan di ketahui oleh warga."Sopo sing wes metengi kowe Nduk! Omongo nyang Bapak!!" seru pak Suryo. "Ayo parani ae Pak!! (ayo kita datangi saja)" ajak bu Retno. Pak Suryo mengangguk setuju. Segera ia hubungi mobil yang bia
"Edan kowe Bune!!" (gila kamu) seru pak Suryo. "La piye maneh Pak, Mayang ki iseh kuliah, cita-cita né durung kesampaian, sing jelas wetenge bakal tambah gede!!" seru bu Retno, kalap.(bagaimana lagi, Mayang masih kuliah, cita-cita nya belum tercapai, yg jelas, perutnya juga akan semakin membesar).Pak Suryo terdiam, yang di ucapkan oleh istrinya itu memang ada benarnya.Siapa tahu, setelah Mayang menggugurkan kandungannya, dia kelak akan mendapatkan jodoh yang baik, dan bisa melanjutkan kuliahnya dengan tenang."Yo wes Bune, opo jare mu, aku manut" (ya sudah, terserah kamu, aku ikut saja) jawab pak Suryo akhirnya. Merekapun akhirnya menuju ke sudut desa, di pinggiran sebuah hutan, di kawasan itu, menuju rumah mbah Riyem, wanita tua, yang sering di mintai tolong untuk proses melahirkan, dan juga dia melayani untuk menggugurkan kandungan."Delok"en disek Di, sepi opo ora?" perintah pak Suryo, kepada Pardi, yang menyopir kendaraan. "Sepi Juragan" jawab Pardi, setelah turun sebentar,
Hari ini Rina dan Diva sedang liburan semester, jadi mereka pulang selama dua minggu, untuk mengistirahatkan otaknya, begitupun dengan Fitri, yang juga sedang libur.Oleh karena itulah, Abdul memilih momen itu, untuk meresmikan hubungan mereka. "Mayangnya ada Budhe?" tanya mereka siang itu, pada bu Retno, yang sedang mengawasi para pekerjanya menjemur padi."Ono, tapi masih tidur" jawab bu Retno. "Oh iya, sudah liburan lama, kok baru nongol? Nyang ndi ae? (kemana saja)" tanya bu Retno, kepada dua teman putrinya itu.Rina dan Diva tampak saling berpandangan. "Kami baru libur kok Budhe" jawab Rina."La kok iso? kalian kan satu kampus ambek anakku, jare Mayang libur selama 6 bulanan (La kok bisa, kalian kan satu kampus sama anakku, kata mayang libur selama 6 bulan )" ujar bu Retno tampak memicingkan matanya. Rina dan Diva tampak semakin bingung mendengar itu."Mayang pasti belum bilang ini" bisik Rina, kepada Diva.Diva mengangguk."Eng, sebenarnya anu Budhe, mungkin Mayang belum bil
Tepat pukul 10 pagi, iring-iringan keluarga besar Abdul, datang ke desa Fitri berada, bersama 7 mobil seluruh keluarga besar nya.Catering yang di pesan oleh Abdul juga sudah siap mulai pagi, dimulai dari menata ruangan, piring-piring dan sebagainya.Kue-kue yang di letakkan dalam pinggan-pinggan cantik, juga sudah di tata di ruang tamu, yang di gelari karpet berwarna hijau.Bu Siti hanya tinggal duduk saja mengawasi kerja para anggota catering yang terlihat sudah sangat profesional itu.Seluruh keluarga Fitri juga sudah datang pagi itu, mereka begitu penasaran, karena katanya yang membangun rumah Fitri, hingga bisa bagus seperti ini adalah calon suaminya itu. Bahkan toko, yang sudah lengkap dengan isinya itu, juga pemberian dari calon suaminya."Mbakyu, tamunya sudah datang!!" seru para kerabat Fitri, tampak riuh, saat melihat iring-iringan mobil-mobil mewah, terparkir di sepanjang jalan rumah bu Siti, karena halamannya tidak muat.Semuanya tampak takjub, melihat keluarga rombongan
Rombongan yang mengiringi mempelai pria kini sudah pulang, tinggal Abdul saja yang tidak mereka bawa.Dari musyawarah tadi, mereka sepakat, acara akan di adakan 1 bulan lagi dari sekarang. Nek Rahayu ikut pulang bersama mobil salah satu kerabatnya, berikut sang sopir, karena mobil yang mereka tumpangi tadi, milik Abdul, jadi tidak di bawa pulang.Tetangga dan kerabat Fitri, sebagian masih ikut membantu para karyawan catering beres beres.Bu Siti, memotong-motong kue hantaran tadi untuk ia bagikan kepada mereka.Karena hampir semua tetangganya datang ke rumah, jadi ia tak perlu repot menyuruh orang untuk mengantarkannya."Tinggal siapa Mbakyu, yang tidak bisa datang kemari tadi?" tanya bu Siti, kepada Yu Karsiyem. "Ya siapa lagi Bu Siti, kalau bukan tetangga kesayangan sampean itu" ucap Yu Karsiyem tergelak."Huss, memangnya bu Retno tadi tidak di ajak kemari?" tanya bu Siti."Uwes Mbakyu, tapi dia malah marah-marah, dia bilang najis menginjakkan kaki ke rumah orang kaya hasil menju
Waktu terus berlalu, Ustadz Ibrahim yang awalnya terus melakukan pendekatan pada Mayang, kini malah sedikit demi sedikit mulai menjauh.Padahal Rudi sudah mulai mengalah, karena ia merasa, mungkin Mayang akan lebih cocok bersama dengan Ustadz Ibrahim, yang alim itu.Semuanya berawal, kala itu ustad Ibrahim secara tidak sengaja, mendengar percakapan Mayang bersama sang ibu.Ustadz Ibrahim, yang ingin menjemput Raya bersekolah seperti biasanya, mendadak membeku di depan pintu rumah Bu Retno, saat dia secara tak sengaja, mendengar percakapan mereka."Aku ini tidak pantas untuk ustad Ibrahim Ibu..apalagi dulu aku pernah hamil di luar nikah dan menggugurkannya, bahkan juga sering berzina" ucap Mayang, saat sang ibu menanyakan tentang ustad Ibrahim, yang sering bertandang ke rumah mereka.Ustadz Ibrahim yang bersiap mengetuk pintu rumah itu, segera menurunkan tangannya, dan berbalik, bergegas pergi dari rumah Mayang.Sepanjang jalan menuju madrasah, pikirannya terus saja berkecamuk, dengan
"Aku mohon Mayang, kembalilah kepadaku" mohon Mahmudi sore itu, saat Mayang bersiap untuk berangkat menuju kedai bakso, tempat dia bekerja sekarang, setelah tadi pulang sebentar, untuk melihat ibunya, dan menyiapkan peralatan sekolah Raya, untuk belajar mengaji di Madrasah.Raya tampak ketakutan, takut di bawa pergi oleh ayahnya, yang selama ini tak begitu dekat dengan nya."Kenapa Mas? harus berapa kali lagi, kamu menyakiti ku?? aku sudah capek Mas, terus-menerus di khianati, dan di bohongi sama kamu.Aku juga sudah lelah, dengan semua perlakuanmu, yang selalu merendahkan aku" jawab Mayang dengan suara yang bergetar, karena menahan emosi yang selama ini terpendam."Aku pikir, menikah dengan orang yang jauh lebih tua sepertikamu, bisa melindungi dan membuatku nyaman. Tapi nyatanya apa yang aku dapat selama ini??" ujar Mayang lagi, kemudian menyeka air matanya, dari pipi tirusnya. "Aku mohon sayang, kali ini Mas sungguh-sungguh" tahan Mahmudi, mencekal lengan Mayang erat."Lepas Mas!!
Lima tahun telah berlalu....Desa Mekarsari kini menjadi lebih ramai, apalagi saat Abdul mendirikan sebuah Madrasah, tempat sekolah mengaji setiap sore di desa itu. Hal itu di sambut dengan sangat antusias oleh warga.Dengan menggandeng para pemuda dan tokoh agama, sekolah itu sudah berjalan selama kurang lebih 3 tahun lamanya.Muridnya yang awalnya hanya puluhan orang, kini sudah menjadi ratusan, karena dari desa-desa tetangga, juga banyak yang belajar mengaji di situ.Letaknya yang ada di sebelah rumah bu Siti, menjadikan rumah itu tak pernah sepi setiap harinya. Apalagi Abdul juga membuka cabang baksonya yang entah ke berapa, di dekat Madrasah nya itu.Fitri pun sekarang juga tengah hamil anak yang kedua, setelah Salman putra sulungnya berusia 4 tahun."Sayang, jangan terlalu lelah, ingat kandunganmu" peringat Abdul, saat istrinya itu masih saja membuat adonan kue-kue donat, yang akan ia bagikan untuk anak-anak mengaji nanti, di bantu oleh beberapa tetangga. "Aku kan cuma tunjuk
"Selamat datang kembali di desa ini bu Siti" ucap para tetangga, sambil memeluk bergantian, berharap juga bisa mendapatkan keberkahan, dari para tamu Allah, yang baru kembali. Cukup lama para warga bercengkerama, mendengarkan cerita bu Siti, selama menjadi tamu Allah, dan berkunjung ke tempat-tempat bersejarah. Semuanya larut dalam ceritanya, bahkan ada yang sampai meneteskan air mata, karena juga ingin, bisa segera mendapat panggilan, supaya bisa segera berangkat ke Baitullah. Di penghujung acara, setelah semua para tamu mendapatkan makan, dan juga mencicipi air Zamzam, walau hanya sedikit, bu Siti meminta Abdul, untuk melantunkan doa, supaya semua yang hadir, juga bisa segera berangkat.Abdul kemudian membacakan doa, yang segera di amini oleh hadirin.Selesai doa, Yu Karsiyem dan kawan-kawan nya, di mintai tolong, untuk membagikan oleh-oleh, yang telah disiapkan, berupa sajadah, tasbih, dan minyak wangi. Dengan cekatan, oleh-oleh yang sudah di siapkan pun di bagikan kepada selur
Keberangkatan bu Siti dan anak menantunya, juga besannya, di iringi oleh para warga, yang juga hadir, untuk ikut doa bersama. Semua warga, mendoakan yang terbaik. Agar senantiasa selamat sampai tujuan, hingga kembali lagi ke rumah.Sebelum berangkat, tak lupa bu Siti menitipkan rumahnya kepada para tetangganya. Supaya tidak kosong dan sepi.******Dua minggu telah berlalu, pak Suryo dan Juminten, tengah cemas, menunggu pembagian keuntungan, yang telah di janjikan oleh pihak investasi. "Mas, kok belum cair-cair ya" ucap Juminten, sambil terus memeriksa ponselnya.Pak Suryo hanya diam, tak menyahut, karena pikirannya saat ini juga sedang kalut.Bagaimana tidak, uang di tangannya sudah semakin menipis, sawahnya juga sudah habis ia jual, menuruti perkataan Juminten, dan uangnya semua dia investasikan. Juminten tampak resah, sambil terus mengusap perutnya yang sudah membesar, karena sudah memasuki masa melahirkan. Di saat mereka tengah menunggu pembagian hasil itu, bu Retno datang ke r
Mahmudi meraup wajahnya kasar. Dia benar-benar merasa tertipu oleh Juragan Suryo. Karena waktu itu, katanya masih gadis, nyatanya sudah tak ber segel.Mau di kembalikan, sayang. Untung saja Mayang cantik, andai biasa saja, tentunya ia akan langsung minta ganti rugi, dan mengembalikannya."Ya sudah lah, mau bagaimana lagi, sekarang kamu harus selalu patuh pada perintahku!! supaya tidak rugi, aku sudah membayar maharmu dengan sangat mahal!!" ucap Mahmudi, kemudian melanjutkan aksinya lagi, dengan kasar.Tak di perdulikannya Mayang yang menangis kesakitan, dia benar-benar merasa sangat jengkel, karena sudah di tipu oleh ayah mertuanya. Semalaman Mayang di paksa nya, untuk terus melayaninya, tanpa mengenal belas kasihan, pada istri yang baru ia nikahi itu.***"Mana istrimu Di?? pagi-pagi kok belum keluar dari kamar?!!" decak bu Susan tampak kesal."Masih tidur tuh, di kamar" jawab Mahmudi, sambil membuat kopi di dapur.Bu Susan benar-benar murka melihat ini, sudah bayar mahar mahal, te
"Sebentar lagi aku bakalan punya anak dari Juminten Bune!" ucap pak Suryo siang itu, setelah kemarin membelikan Juminten sebuah mobil, seharga 300 jutaan.Bu Retno dan Mayang, yang tengah menikmati serial televisi kesayangannya, seketika menoleh ke arah pak Suryo. "Anak??" tanya bu Retno, tampak tak percaya."Iya, calon adiknya Mayang" jawab pak Suryo tersenyum lebar. Hati bu Retno seketika menjadi sangat panas dan kesal.Ia pikir, suaminya itu sudah tidak bakalan bisa punya anak lagi, ternyata....Bu Retno diam, tak menyahuti omongan suaminya itu, dalam benaknya mulai berkecamuk..Timbul niat-niat jahat dalam hatinya, untuk mencelakakan janin yang di kandung oleh madunya itu.Entah kenapa, walaupun ia sudah berusaha menerima kenyataan di madu, namun tetap saja, dia tak bisa.Apalagi sekarang, madunya malah tengah hamil seperti ini. Pasti kasih sayang suaminya, hanya akan tercurah kepada mereka nantinya, juga harta warisan untuk Mayang, juga pasti akan menjadi berkurang jatahnya.
"Masya Allah, megah sekali gedung mantenane mbak Fitri" decak kagum para warga, yang sudah sampai di tempat acara resepsi pernikahan Fitri. Dengan di angkut dua bus pariwisata, warga desa Mekarsari, tempat tinggal Fitri, berangkat ke lokasi.Fitri dan Abdul tampak sudah duduk di pelaminan, bagaikan Raja dan Ratu.Tamu undangan tampak datang silih berganti, menyalami pasangan pengantin itu.Teman-teman kampus Fitri terkejut, mereka tak menyangka, jika Fitri secepat itu akan memutuskan untuk menikah.Tak terkecuali Raka, yang selama ini selalu saja berusaha untuk mendekati gadis berparas Ayu itu.Dia tampak muram saat menyalami Fitri dan suaminya, tak ceria seperti teman-teman yang lain nya."Kok gak pernah bilang sih Fit, kalau sudah punya calon suami" ujarnya lirih.Abdul yang mendengar itu, langsung menoleh kepada pemuda berparas tampan dan berhidung bangir itu."Memang sudah jodohnya Mas, kami tidak pacaran kok, saya seneng, dan cocok, ya langsung saya lamar saja" jawab Abdul terse
"Ada rame-rame apa to Mbakyu?" tanya bu Siti heran, karena mulai tadi orang-orang lalu lalang berjalan dengan tergesa, menuju rumah Juminten, yang berjarak 15 menitan jika berjalan kaki dari toko bu Siti."Bu Retno ngamuk, gara-gara suaminya ketahuan gendak'an sama si Juminten" jelas salah satu tetangganya, yang baru datang dari lokasi."Masya Allah, terus gimana sekarang?" tanya bu Siti, tampak terkejut. "Rumahnya si Jum, di bakar Sama bu Retno, Juragan Suryo sendiri, mbuh kemana sekarang, sudah dulu Yu, saya mau pulang dulu, habis itu mau kesana lagi" pamit tetangganya itu.Fitri dan suaminya yang sedang duduk-duduk di teras juga mendengar berita itu.Mereka tampak saling berpandangan, merasa tak percaya."Kok ya nekat temmen bu Retno, sampai bakar rumah orang" ucap bu Siti, tampak geleng-geleng kepala. "Namanya juga lagi cemburu Bu" jawab Fitri, sambil melirik sang suami."Mas, aku kok jadi penasaran, kita kesana yuk" ajak Fitri."Duhh, buat apa sih dek, tidak baik ngurusi hidup