Mayang akhirnya hanya dapat menangis sesenggukan di tempat tidurnya. Bu Retno dan pak Suryo juga tampak sangat susah wajahnya. "Bagaimana kalau orang-orang tahu, dengan kehamilan itu Mayang!!" seru bu Retno, ikut menangis.Mbah Tukimi, segera membereskan barang bawaannya."Saya mau pulang dulu Ndoro" ujarnya berpamitan."Eeh, Mbah !! tunggu, awas ya, jangan sampai ada orang lain yang tahu dengan kejadian ini" ucap bu Retno, kemudian mengangsurkan beberapa lembar uang ke tangan wanita renta itu."Masiyo aku ora ngomong, tapi sing jenenge batang, mesti bakal konangan" jawabnya, tetap menerima uang itu.(Meskipun aku tidak bilang2, tapi yang namanya bangkai, pasti tetap akan ketahuan)Kedua angan bu Retno tampak mengepal. Sungguh ia tidak akan sanggup, jika hal ini akan di ketahui oleh warga."Sopo sing wes metengi kowe Nduk! Omongo nyang Bapak!!" seru pak Suryo. "Ayo parani ae Pak!! (ayo kita datangi saja)" ajak bu Retno. Pak Suryo mengangguk setuju. Segera ia hubungi mobil yang bia
"Edan kowe Bune!!" (gila kamu) seru pak Suryo. "La piye maneh Pak, Mayang ki iseh kuliah, cita-cita né durung kesampaian, sing jelas wetenge bakal tambah gede!!" seru bu Retno, kalap.(bagaimana lagi, Mayang masih kuliah, cita-cita nya belum tercapai, yg jelas, perutnya juga akan semakin membesar).Pak Suryo terdiam, yang di ucapkan oleh istrinya itu memang ada benarnya.Siapa tahu, setelah Mayang menggugurkan kandungannya, dia kelak akan mendapatkan jodoh yang baik, dan bisa melanjutkan kuliahnya dengan tenang."Yo wes Bune, opo jare mu, aku manut" (ya sudah, terserah kamu, aku ikut saja) jawab pak Suryo akhirnya. Merekapun akhirnya menuju ke sudut desa, di pinggiran sebuah hutan, di kawasan itu, menuju rumah mbah Riyem, wanita tua, yang sering di mintai tolong untuk proses melahirkan, dan juga dia melayani untuk menggugurkan kandungan."Delok"en disek Di, sepi opo ora?" perintah pak Suryo, kepada Pardi, yang menyopir kendaraan. "Sepi Juragan" jawab Pardi, setelah turun sebentar,
Hari ini Rina dan Diva sedang liburan semester, jadi mereka pulang selama dua minggu, untuk mengistirahatkan otaknya, begitupun dengan Fitri, yang juga sedang libur.Oleh karena itulah, Abdul memilih momen itu, untuk meresmikan hubungan mereka. "Mayangnya ada Budhe?" tanya mereka siang itu, pada bu Retno, yang sedang mengawasi para pekerjanya menjemur padi."Ono, tapi masih tidur" jawab bu Retno. "Oh iya, sudah liburan lama, kok baru nongol? Nyang ndi ae? (kemana saja)" tanya bu Retno, kepada dua teman putrinya itu.Rina dan Diva tampak saling berpandangan. "Kami baru libur kok Budhe" jawab Rina."La kok iso? kalian kan satu kampus ambek anakku, jare Mayang libur selama 6 bulanan (La kok bisa, kalian kan satu kampus sama anakku, kata mayang libur selama 6 bulan )" ujar bu Retno tampak memicingkan matanya. Rina dan Diva tampak semakin bingung mendengar itu."Mayang pasti belum bilang ini" bisik Rina, kepada Diva.Diva mengangguk."Eng, sebenarnya anu Budhe, mungkin Mayang belum bil
Tepat pukul 10 pagi, iring-iringan keluarga besar Abdul, datang ke desa Fitri berada, bersama 7 mobil seluruh keluarga besar nya.Catering yang di pesan oleh Abdul juga sudah siap mulai pagi, dimulai dari menata ruangan, piring-piring dan sebagainya.Kue-kue yang di letakkan dalam pinggan-pinggan cantik, juga sudah di tata di ruang tamu, yang di gelari karpet berwarna hijau.Bu Siti hanya tinggal duduk saja mengawasi kerja para anggota catering yang terlihat sudah sangat profesional itu.Seluruh keluarga Fitri juga sudah datang pagi itu, mereka begitu penasaran, karena katanya yang membangun rumah Fitri, hingga bisa bagus seperti ini adalah calon suaminya itu. Bahkan toko, yang sudah lengkap dengan isinya itu, juga pemberian dari calon suaminya."Mbakyu, tamunya sudah datang!!" seru para kerabat Fitri, tampak riuh, saat melihat iring-iringan mobil-mobil mewah, terparkir di sepanjang jalan rumah bu Siti, karena halamannya tidak muat.Semuanya tampak takjub, melihat keluarga rombongan
Rombongan yang mengiringi mempelai pria kini sudah pulang, tinggal Abdul saja yang tidak mereka bawa.Dari musyawarah tadi, mereka sepakat, acara akan di adakan 1 bulan lagi dari sekarang. Nek Rahayu ikut pulang bersama mobil salah satu kerabatnya, berikut sang sopir, karena mobil yang mereka tumpangi tadi, milik Abdul, jadi tidak di bawa pulang.Tetangga dan kerabat Fitri, sebagian masih ikut membantu para karyawan catering beres beres.Bu Siti, memotong-motong kue hantaran tadi untuk ia bagikan kepada mereka.Karena hampir semua tetangganya datang ke rumah, jadi ia tak perlu repot menyuruh orang untuk mengantarkannya."Tinggal siapa Mbakyu, yang tidak bisa datang kemari tadi?" tanya bu Siti, kepada Yu Karsiyem. "Ya siapa lagi Bu Siti, kalau bukan tetangga kesayangan sampean itu" ucap Yu Karsiyem tergelak."Huss, memangnya bu Retno tadi tidak di ajak kemari?" tanya bu Siti."Uwes Mbakyu, tapi dia malah marah-marah, dia bilang najis menginjakkan kaki ke rumah orang kaya hasil menju
"Mas, Mas kan berasal dari keluarga yang terpandang, juga kaya. Apa Mas nantinya tidak akan menyesal ya, telah memilih istri dari kalangan jelata seperti kami?" tanya Fitri, saat Abdul memintanya untuk menemaninya beristirahat. Mereka yang sedang duduk bersandar pada kepala ranjang, saling menautkan jemari tangan mereka, sambil berbincang."Dalam pandangan Allah, semuanya sama dek, tidak ada kaya, ataupun miskin. Yang ada hanyalah amal ibadahnya saja.Makanya keluarga besar Mas, tidak masalah mendapatkan jodoh siapa saja, yang penting seiman, satu aqidah, berasal dari keluarga baik-baik, dan mempunyai ahlak yang baik.Kalau urusan kaya, cantik dan lain sebagainya, anggap saja itu adalah bonus.Sama seperti Mas, yang mendapatkan kamu, sudah rajin, pinter, cantik, baik...pokoknya, istriku ini adalah paket lengkap yang di kirimkan oleh Allah, untuk menyempurnakan hidup Mas" ucap Abdul, membuat Fitri begitu tersanjung mendengarnya."Gombal" lirih Fitri, yang segera disambut dengan kecupa
"Ada rame-rame apa to Mbakyu?" tanya bu Siti heran, karena mulai tadi orang-orang lalu lalang berjalan dengan tergesa, menuju rumah Juminten, yang berjarak 15 menitan jika berjalan kaki dari toko bu Siti."Bu Retno ngamuk, gara-gara suaminya ketahuan gendak'an sama si Juminten" jelas salah satu tetangganya, yang baru datang dari lokasi."Masya Allah, terus gimana sekarang?" tanya bu Siti, tampak terkejut. "Rumahnya si Jum, di bakar Sama bu Retno, Juragan Suryo sendiri, mbuh kemana sekarang, sudah dulu Yu, saya mau pulang dulu, habis itu mau kesana lagi" pamit tetangganya itu.Fitri dan suaminya yang sedang duduk-duduk di teras juga mendengar berita itu.Mereka tampak saling berpandangan, merasa tak percaya."Kok ya nekat temmen bu Retno, sampai bakar rumah orang" ucap bu Siti, tampak geleng-geleng kepala. "Namanya juga lagi cemburu Bu" jawab Fitri, sambil melirik sang suami."Mas, aku kok jadi penasaran, kita kesana yuk" ajak Fitri."Duhh, buat apa sih dek, tidak baik ngurusi hidup
"Masya Allah, megah sekali gedung mantenane mbak Fitri" decak kagum para warga, yang sudah sampai di tempat acara resepsi pernikahan Fitri. Dengan di angkut dua bus pariwisata, warga desa Mekarsari, tempat tinggal Fitri, berangkat ke lokasi.Fitri dan Abdul tampak sudah duduk di pelaminan, bagaikan Raja dan Ratu.Tamu undangan tampak datang silih berganti, menyalami pasangan pengantin itu.Teman-teman kampus Fitri terkejut, mereka tak menyangka, jika Fitri secepat itu akan memutuskan untuk menikah.Tak terkecuali Raka, yang selama ini selalu saja berusaha untuk mendekati gadis berparas Ayu itu.Dia tampak muram saat menyalami Fitri dan suaminya, tak ceria seperti teman-teman yang lain nya."Kok gak pernah bilang sih Fit, kalau sudah punya calon suami" ujarnya lirih.Abdul yang mendengar itu, langsung menoleh kepada pemuda berparas tampan dan berhidung bangir itu."Memang sudah jodohnya Mas, kami tidak pacaran kok, saya seneng, dan cocok, ya langsung saya lamar saja" jawab Abdul terse