Tepat pukul 10 pagi, iring-iringan keluarga besar Abdul, datang ke desa Fitri berada, bersama 7 mobil seluruh keluarga besar nya.Catering yang di pesan oleh Abdul juga sudah siap mulai pagi, dimulai dari menata ruangan, piring-piring dan sebagainya.Kue-kue yang di letakkan dalam pinggan-pinggan cantik, juga sudah di tata di ruang tamu, yang di gelari karpet berwarna hijau.Bu Siti hanya tinggal duduk saja mengawasi kerja para anggota catering yang terlihat sudah sangat profesional itu.Seluruh keluarga Fitri juga sudah datang pagi itu, mereka begitu penasaran, karena katanya yang membangun rumah Fitri, hingga bisa bagus seperti ini adalah calon suaminya itu. Bahkan toko, yang sudah lengkap dengan isinya itu, juga pemberian dari calon suaminya."Mbakyu, tamunya sudah datang!!" seru para kerabat Fitri, tampak riuh, saat melihat iring-iringan mobil-mobil mewah, terparkir di sepanjang jalan rumah bu Siti, karena halamannya tidak muat.Semuanya tampak takjub, melihat keluarga rombongan
Rombongan yang mengiringi mempelai pria kini sudah pulang, tinggal Abdul saja yang tidak mereka bawa.Dari musyawarah tadi, mereka sepakat, acara akan di adakan 1 bulan lagi dari sekarang. Nek Rahayu ikut pulang bersama mobil salah satu kerabatnya, berikut sang sopir, karena mobil yang mereka tumpangi tadi, milik Abdul, jadi tidak di bawa pulang.Tetangga dan kerabat Fitri, sebagian masih ikut membantu para karyawan catering beres beres.Bu Siti, memotong-motong kue hantaran tadi untuk ia bagikan kepada mereka.Karena hampir semua tetangganya datang ke rumah, jadi ia tak perlu repot menyuruh orang untuk mengantarkannya."Tinggal siapa Mbakyu, yang tidak bisa datang kemari tadi?" tanya bu Siti, kepada Yu Karsiyem. "Ya siapa lagi Bu Siti, kalau bukan tetangga kesayangan sampean itu" ucap Yu Karsiyem tergelak."Huss, memangnya bu Retno tadi tidak di ajak kemari?" tanya bu Siti."Uwes Mbakyu, tapi dia malah marah-marah, dia bilang najis menginjakkan kaki ke rumah orang kaya hasil menju
"Mas, Mas kan berasal dari keluarga yang terpandang, juga kaya. Apa Mas nantinya tidak akan menyesal ya, telah memilih istri dari kalangan jelata seperti kami?" tanya Fitri, saat Abdul memintanya untuk menemaninya beristirahat. Mereka yang sedang duduk bersandar pada kepala ranjang, saling menautkan jemari tangan mereka, sambil berbincang."Dalam pandangan Allah, semuanya sama dek, tidak ada kaya, ataupun miskin. Yang ada hanyalah amal ibadahnya saja.Makanya keluarga besar Mas, tidak masalah mendapatkan jodoh siapa saja, yang penting seiman, satu aqidah, berasal dari keluarga baik-baik, dan mempunyai ahlak yang baik.Kalau urusan kaya, cantik dan lain sebagainya, anggap saja itu adalah bonus.Sama seperti Mas, yang mendapatkan kamu, sudah rajin, pinter, cantik, baik...pokoknya, istriku ini adalah paket lengkap yang di kirimkan oleh Allah, untuk menyempurnakan hidup Mas" ucap Abdul, membuat Fitri begitu tersanjung mendengarnya."Gombal" lirih Fitri, yang segera disambut dengan kecupa
"Ada rame-rame apa to Mbakyu?" tanya bu Siti heran, karena mulai tadi orang-orang lalu lalang berjalan dengan tergesa, menuju rumah Juminten, yang berjarak 15 menitan jika berjalan kaki dari toko bu Siti."Bu Retno ngamuk, gara-gara suaminya ketahuan gendak'an sama si Juminten" jelas salah satu tetangganya, yang baru datang dari lokasi."Masya Allah, terus gimana sekarang?" tanya bu Siti, tampak terkejut. "Rumahnya si Jum, di bakar Sama bu Retno, Juragan Suryo sendiri, mbuh kemana sekarang, sudah dulu Yu, saya mau pulang dulu, habis itu mau kesana lagi" pamit tetangganya itu.Fitri dan suaminya yang sedang duduk-duduk di teras juga mendengar berita itu.Mereka tampak saling berpandangan, merasa tak percaya."Kok ya nekat temmen bu Retno, sampai bakar rumah orang" ucap bu Siti, tampak geleng-geleng kepala. "Namanya juga lagi cemburu Bu" jawab Fitri, sambil melirik sang suami."Mas, aku kok jadi penasaran, kita kesana yuk" ajak Fitri."Duhh, buat apa sih dek, tidak baik ngurusi hidup
"Masya Allah, megah sekali gedung mantenane mbak Fitri" decak kagum para warga, yang sudah sampai di tempat acara resepsi pernikahan Fitri. Dengan di angkut dua bus pariwisata, warga desa Mekarsari, tempat tinggal Fitri, berangkat ke lokasi.Fitri dan Abdul tampak sudah duduk di pelaminan, bagaikan Raja dan Ratu.Tamu undangan tampak datang silih berganti, menyalami pasangan pengantin itu.Teman-teman kampus Fitri terkejut, mereka tak menyangka, jika Fitri secepat itu akan memutuskan untuk menikah.Tak terkecuali Raka, yang selama ini selalu saja berusaha untuk mendekati gadis berparas Ayu itu.Dia tampak muram saat menyalami Fitri dan suaminya, tak ceria seperti teman-teman yang lain nya."Kok gak pernah bilang sih Fit, kalau sudah punya calon suami" ujarnya lirih.Abdul yang mendengar itu, langsung menoleh kepada pemuda berparas tampan dan berhidung bangir itu."Memang sudah jodohnya Mas, kami tidak pacaran kok, saya seneng, dan cocok, ya langsung saya lamar saja" jawab Abdul terse
"Sebentar lagi aku bakalan punya anak dari Juminten Bune!" ucap pak Suryo siang itu, setelah kemarin membelikan Juminten sebuah mobil, seharga 300 jutaan.Bu Retno dan Mayang, yang tengah menikmati serial televisi kesayangannya, seketika menoleh ke arah pak Suryo. "Anak??" tanya bu Retno, tampak tak percaya."Iya, calon adiknya Mayang" jawab pak Suryo tersenyum lebar. Hati bu Retno seketika menjadi sangat panas dan kesal.Ia pikir, suaminya itu sudah tidak bakalan bisa punya anak lagi, ternyata....Bu Retno diam, tak menyahuti omongan suaminya itu, dalam benaknya mulai berkecamuk..Timbul niat-niat jahat dalam hatinya, untuk mencelakakan janin yang di kandung oleh madunya itu.Entah kenapa, walaupun ia sudah berusaha menerima kenyataan di madu, namun tetap saja, dia tak bisa.Apalagi sekarang, madunya malah tengah hamil seperti ini. Pasti kasih sayang suaminya, hanya akan tercurah kepada mereka nantinya, juga harta warisan untuk Mayang, juga pasti akan menjadi berkurang jatahnya.
Mahmudi meraup wajahnya kasar. Dia benar-benar merasa tertipu oleh Juragan Suryo. Karena waktu itu, katanya masih gadis, nyatanya sudah tak ber segel.Mau di kembalikan, sayang. Untung saja Mayang cantik, andai biasa saja, tentunya ia akan langsung minta ganti rugi, dan mengembalikannya."Ya sudah lah, mau bagaimana lagi, sekarang kamu harus selalu patuh pada perintahku!! supaya tidak rugi, aku sudah membayar maharmu dengan sangat mahal!!" ucap Mahmudi, kemudian melanjutkan aksinya lagi, dengan kasar.Tak di perdulikannya Mayang yang menangis kesakitan, dia benar-benar merasa sangat jengkel, karena sudah di tipu oleh ayah mertuanya. Semalaman Mayang di paksa nya, untuk terus melayaninya, tanpa mengenal belas kasihan, pada istri yang baru ia nikahi itu.***"Mana istrimu Di?? pagi-pagi kok belum keluar dari kamar?!!" decak bu Susan tampak kesal."Masih tidur tuh, di kamar" jawab Mahmudi, sambil membuat kopi di dapur.Bu Susan benar-benar murka melihat ini, sudah bayar mahar mahal, te
Keberangkatan bu Siti dan anak menantunya, juga besannya, di iringi oleh para warga, yang juga hadir, untuk ikut doa bersama. Semua warga, mendoakan yang terbaik. Agar senantiasa selamat sampai tujuan, hingga kembali lagi ke rumah.Sebelum berangkat, tak lupa bu Siti menitipkan rumahnya kepada para tetangganya. Supaya tidak kosong dan sepi.******Dua minggu telah berlalu, pak Suryo dan Juminten, tengah cemas, menunggu pembagian keuntungan, yang telah di janjikan oleh pihak investasi. "Mas, kok belum cair-cair ya" ucap Juminten, sambil terus memeriksa ponselnya.Pak Suryo hanya diam, tak menyahut, karena pikirannya saat ini juga sedang kalut.Bagaimana tidak, uang di tangannya sudah semakin menipis, sawahnya juga sudah habis ia jual, menuruti perkataan Juminten, dan uangnya semua dia investasikan. Juminten tampak resah, sambil terus mengusap perutnya yang sudah membesar, karena sudah memasuki masa melahirkan. Di saat mereka tengah menunggu pembagian hasil itu, bu Retno datang ke r
Waktu terus berlalu, Ustadz Ibrahim yang awalnya terus melakukan pendekatan pada Mayang, kini malah sedikit demi sedikit mulai menjauh.Padahal Rudi sudah mulai mengalah, karena ia merasa, mungkin Mayang akan lebih cocok bersama dengan Ustadz Ibrahim, yang alim itu.Semuanya berawal, kala itu ustad Ibrahim secara tidak sengaja, mendengar percakapan Mayang bersama sang ibu.Ustadz Ibrahim, yang ingin menjemput Raya bersekolah seperti biasanya, mendadak membeku di depan pintu rumah Bu Retno, saat dia secara tak sengaja, mendengar percakapan mereka."Aku ini tidak pantas untuk ustad Ibrahim Ibu..apalagi dulu aku pernah hamil di luar nikah dan menggugurkannya, bahkan juga sering berzina" ucap Mayang, saat sang ibu menanyakan tentang ustad Ibrahim, yang sering bertandang ke rumah mereka.Ustadz Ibrahim yang bersiap mengetuk pintu rumah itu, segera menurunkan tangannya, dan berbalik, bergegas pergi dari rumah Mayang.Sepanjang jalan menuju madrasah, pikirannya terus saja berkecamuk, dengan
"Aku mohon Mayang, kembalilah kepadaku" mohon Mahmudi sore itu, saat Mayang bersiap untuk berangkat menuju kedai bakso, tempat dia bekerja sekarang, setelah tadi pulang sebentar, untuk melihat ibunya, dan menyiapkan peralatan sekolah Raya, untuk belajar mengaji di Madrasah.Raya tampak ketakutan, takut di bawa pergi oleh ayahnya, yang selama ini tak begitu dekat dengan nya."Kenapa Mas? harus berapa kali lagi, kamu menyakiti ku?? aku sudah capek Mas, terus-menerus di khianati, dan di bohongi sama kamu.Aku juga sudah lelah, dengan semua perlakuanmu, yang selalu merendahkan aku" jawab Mayang dengan suara yang bergetar, karena menahan emosi yang selama ini terpendam."Aku pikir, menikah dengan orang yang jauh lebih tua sepertikamu, bisa melindungi dan membuatku nyaman. Tapi nyatanya apa yang aku dapat selama ini??" ujar Mayang lagi, kemudian menyeka air matanya, dari pipi tirusnya. "Aku mohon sayang, kali ini Mas sungguh-sungguh" tahan Mahmudi, mencekal lengan Mayang erat."Lepas Mas!!
Lima tahun telah berlalu....Desa Mekarsari kini menjadi lebih ramai, apalagi saat Abdul mendirikan sebuah Madrasah, tempat sekolah mengaji setiap sore di desa itu. Hal itu di sambut dengan sangat antusias oleh warga.Dengan menggandeng para pemuda dan tokoh agama, sekolah itu sudah berjalan selama kurang lebih 3 tahun lamanya.Muridnya yang awalnya hanya puluhan orang, kini sudah menjadi ratusan, karena dari desa-desa tetangga, juga banyak yang belajar mengaji di situ.Letaknya yang ada di sebelah rumah bu Siti, menjadikan rumah itu tak pernah sepi setiap harinya. Apalagi Abdul juga membuka cabang baksonya yang entah ke berapa, di dekat Madrasah nya itu.Fitri pun sekarang juga tengah hamil anak yang kedua, setelah Salman putra sulungnya berusia 4 tahun."Sayang, jangan terlalu lelah, ingat kandunganmu" peringat Abdul, saat istrinya itu masih saja membuat adonan kue-kue donat, yang akan ia bagikan untuk anak-anak mengaji nanti, di bantu oleh beberapa tetangga. "Aku kan cuma tunjuk
"Selamat datang kembali di desa ini bu Siti" ucap para tetangga, sambil memeluk bergantian, berharap juga bisa mendapatkan keberkahan, dari para tamu Allah, yang baru kembali. Cukup lama para warga bercengkerama, mendengarkan cerita bu Siti, selama menjadi tamu Allah, dan berkunjung ke tempat-tempat bersejarah. Semuanya larut dalam ceritanya, bahkan ada yang sampai meneteskan air mata, karena juga ingin, bisa segera mendapat panggilan, supaya bisa segera berangkat ke Baitullah. Di penghujung acara, setelah semua para tamu mendapatkan makan, dan juga mencicipi air Zamzam, walau hanya sedikit, bu Siti meminta Abdul, untuk melantunkan doa, supaya semua yang hadir, juga bisa segera berangkat.Abdul kemudian membacakan doa, yang segera di amini oleh hadirin.Selesai doa, Yu Karsiyem dan kawan-kawan nya, di mintai tolong, untuk membagikan oleh-oleh, yang telah disiapkan, berupa sajadah, tasbih, dan minyak wangi. Dengan cekatan, oleh-oleh yang sudah di siapkan pun di bagikan kepada selur
Keberangkatan bu Siti dan anak menantunya, juga besannya, di iringi oleh para warga, yang juga hadir, untuk ikut doa bersama. Semua warga, mendoakan yang terbaik. Agar senantiasa selamat sampai tujuan, hingga kembali lagi ke rumah.Sebelum berangkat, tak lupa bu Siti menitipkan rumahnya kepada para tetangganya. Supaya tidak kosong dan sepi.******Dua minggu telah berlalu, pak Suryo dan Juminten, tengah cemas, menunggu pembagian keuntungan, yang telah di janjikan oleh pihak investasi. "Mas, kok belum cair-cair ya" ucap Juminten, sambil terus memeriksa ponselnya.Pak Suryo hanya diam, tak menyahut, karena pikirannya saat ini juga sedang kalut.Bagaimana tidak, uang di tangannya sudah semakin menipis, sawahnya juga sudah habis ia jual, menuruti perkataan Juminten, dan uangnya semua dia investasikan. Juminten tampak resah, sambil terus mengusap perutnya yang sudah membesar, karena sudah memasuki masa melahirkan. Di saat mereka tengah menunggu pembagian hasil itu, bu Retno datang ke r
Mahmudi meraup wajahnya kasar. Dia benar-benar merasa tertipu oleh Juragan Suryo. Karena waktu itu, katanya masih gadis, nyatanya sudah tak ber segel.Mau di kembalikan, sayang. Untung saja Mayang cantik, andai biasa saja, tentunya ia akan langsung minta ganti rugi, dan mengembalikannya."Ya sudah lah, mau bagaimana lagi, sekarang kamu harus selalu patuh pada perintahku!! supaya tidak rugi, aku sudah membayar maharmu dengan sangat mahal!!" ucap Mahmudi, kemudian melanjutkan aksinya lagi, dengan kasar.Tak di perdulikannya Mayang yang menangis kesakitan, dia benar-benar merasa sangat jengkel, karena sudah di tipu oleh ayah mertuanya. Semalaman Mayang di paksa nya, untuk terus melayaninya, tanpa mengenal belas kasihan, pada istri yang baru ia nikahi itu.***"Mana istrimu Di?? pagi-pagi kok belum keluar dari kamar?!!" decak bu Susan tampak kesal."Masih tidur tuh, di kamar" jawab Mahmudi, sambil membuat kopi di dapur.Bu Susan benar-benar murka melihat ini, sudah bayar mahar mahal, te
"Sebentar lagi aku bakalan punya anak dari Juminten Bune!" ucap pak Suryo siang itu, setelah kemarin membelikan Juminten sebuah mobil, seharga 300 jutaan.Bu Retno dan Mayang, yang tengah menikmati serial televisi kesayangannya, seketika menoleh ke arah pak Suryo. "Anak??" tanya bu Retno, tampak tak percaya."Iya, calon adiknya Mayang" jawab pak Suryo tersenyum lebar. Hati bu Retno seketika menjadi sangat panas dan kesal.Ia pikir, suaminya itu sudah tidak bakalan bisa punya anak lagi, ternyata....Bu Retno diam, tak menyahuti omongan suaminya itu, dalam benaknya mulai berkecamuk..Timbul niat-niat jahat dalam hatinya, untuk mencelakakan janin yang di kandung oleh madunya itu.Entah kenapa, walaupun ia sudah berusaha menerima kenyataan di madu, namun tetap saja, dia tak bisa.Apalagi sekarang, madunya malah tengah hamil seperti ini. Pasti kasih sayang suaminya, hanya akan tercurah kepada mereka nantinya, juga harta warisan untuk Mayang, juga pasti akan menjadi berkurang jatahnya.
"Masya Allah, megah sekali gedung mantenane mbak Fitri" decak kagum para warga, yang sudah sampai di tempat acara resepsi pernikahan Fitri. Dengan di angkut dua bus pariwisata, warga desa Mekarsari, tempat tinggal Fitri, berangkat ke lokasi.Fitri dan Abdul tampak sudah duduk di pelaminan, bagaikan Raja dan Ratu.Tamu undangan tampak datang silih berganti, menyalami pasangan pengantin itu.Teman-teman kampus Fitri terkejut, mereka tak menyangka, jika Fitri secepat itu akan memutuskan untuk menikah.Tak terkecuali Raka, yang selama ini selalu saja berusaha untuk mendekati gadis berparas Ayu itu.Dia tampak muram saat menyalami Fitri dan suaminya, tak ceria seperti teman-teman yang lain nya."Kok gak pernah bilang sih Fit, kalau sudah punya calon suami" ujarnya lirih.Abdul yang mendengar itu, langsung menoleh kepada pemuda berparas tampan dan berhidung bangir itu."Memang sudah jodohnya Mas, kami tidak pacaran kok, saya seneng, dan cocok, ya langsung saya lamar saja" jawab Abdul terse
"Ada rame-rame apa to Mbakyu?" tanya bu Siti heran, karena mulai tadi orang-orang lalu lalang berjalan dengan tergesa, menuju rumah Juminten, yang berjarak 15 menitan jika berjalan kaki dari toko bu Siti."Bu Retno ngamuk, gara-gara suaminya ketahuan gendak'an sama si Juminten" jelas salah satu tetangganya, yang baru datang dari lokasi."Masya Allah, terus gimana sekarang?" tanya bu Siti, tampak terkejut. "Rumahnya si Jum, di bakar Sama bu Retno, Juragan Suryo sendiri, mbuh kemana sekarang, sudah dulu Yu, saya mau pulang dulu, habis itu mau kesana lagi" pamit tetangganya itu.Fitri dan suaminya yang sedang duduk-duduk di teras juga mendengar berita itu.Mereka tampak saling berpandangan, merasa tak percaya."Kok ya nekat temmen bu Retno, sampai bakar rumah orang" ucap bu Siti, tampak geleng-geleng kepala. "Namanya juga lagi cemburu Bu" jawab Fitri, sambil melirik sang suami."Mas, aku kok jadi penasaran, kita kesana yuk" ajak Fitri."Duhh, buat apa sih dek, tidak baik ngurusi hidup