Malam harinya, Fitri tak dapat tidur, karena teringat dengan sang ibu.
Sebelumnya, dia tak pernah berjauhan sama sekali dari ibunya itu.Sehari sebelum berangkat, ibunya sengaja meminta ijin kepada keluarga Pak Suryo, walaupun harus menerima sumpah serapah terlebih dahulu, karena ingin membuatkan masakan spesial untuk putrinya."Kamu pengen ibu masakkan apa Nduk?" tanya Bu Siti, kepada putri satu-satunya itu. "Masakan ibu semuanya enak, Fitri jadi bingung" jawab gadis berlesung pipi itu tersenyum lebar."Yo yang kamu pengenin aja to Nduk" jawab sang ibu, terkekeh. "Emm apa ya Buk, buntil aja deh, kan banyak itu daun talasnya, di kebun belakang, sekalian sama sayur lompongnya ya Bu" ucap Fitri tampak menahan liurnya, membayangkan dua makanan itu.Buntil yang terkenal di daerah sekitar Yogyakarta, Magelang dan Semarang itu, memang merupakan makanan yang selalu bikin kangen, dan di sukai banyak orang.Terbuat dari daun talas, atau bisa juga dengan daun singkong juga daun pepaya, yang di isi dengan parutan kelapa yang sudah diberikan berbagai bumbu, sehingga rasanya selalu bikin kangen.Begitu juga dengan sayur lompong, batang dari daun talas itu sendiri. Namun jangan coba-coba untuk membuatnya, jika tidak tahu dan terbiasa.Karena yang ada, mulut akan terasa sangat gatal, dan tidak nyaman, sesudah memakannya."Yo wes, kamu cari daun lumbu (daun talas) dan lompongnya dulu sana, biar ibu marut kelapa dulu" ucap sang ibu.Begitu matang, Fitri tampak makan dengan sangat lahap, menggunakan sayur lompong yang disantan kuning, dengan irisan cabai hijau besar, dan sedikit ebi (udang kecil).Rasanya sangat nikmat, di makan dengan nasi yang sedikit lembek, dan sudah di dinginkan.Bagi yang penasaran bagaimana rasanya, silahkan datang ke kota Magelang dan sekitarnya deh, di jamin rasanya mak nyuss. Hehehe. Membayangkan itu, Fitri yang tadi sudah makan malam, mendadak merasa lapar lagi.Dia jadi begitu merindukan sang Ibu, padahal baru juga satu hari tak bertemu."Ibu kira-kira sedang apa ya??" bisiknya, sambil menerawang langit-langit kamar kost nya, yang berwarna putih, bersih itu."Sekolah yang bener ya Nduk, ojo koyok Ibuk, cuman orang bodoh, dan hanya bisa jadi pembantu" ucap sang ibu, saat melepas keberangkatannya, sembari menyusut air matanya, dengan kain jarit, yang di kenakannya.Lagi-lagi air matanya mengalir, saat teringat ibunya itu."Jagalah Ibu hamba ya Allah " bisik Fitri, mengusap wajahnya pelan.********"Nahh, ini lo cah Ayu, tempat kost kamu. Apik to? kamu ndak usah khawatir, di rumah kost ini, sudah tersedia yang tukang umbah-umbah (tukang cuci), mau makan yo tinggal milih. Kamu cukup belajar saja, supaya mbesok dadi wong sing suksess ( besok jadi orang yang sukses)" ucap Pak Suryo, sembari menepuk dadanya sendiri, merasa jumawa.Mayang tersenyum senang, setidaknya, tempat kost yang akan dia tempati terihat nyaman.Tempatnya juga ramai, dekat dengan pusat perbelanjaan."Rina dan Diva, tinggal di mana?" tanya Mayang, menatap dua temannya itu."Kami di kost bawah May, kalau yang seperti ini, mana sanggup orang tua kita, buat ngebayarnya?" ucap keduanya, saling mengangguk, membenarkan."Ya wong orang tua kalian saja cuma jadi perangkat desa, ya jelas lain, sama Mayang!" jawab bu Retno, tanpa memikirkan perasaan kedua teman putrinya, yang kemudian saling berpandangan."Walaupun disini ada dapurnya, kamu ndak perlu masak Nduk, mending kamu beli aja, itu di sepanjang jalan banyak rumah makan, kamu bisa tinggal pilih" ujar bu Retno lagi, sambil sesekali mengayunkan kedua tangannya, yang penuh dengan gelang.Kerudung yang ia gunakan juga sengaja ia naikkan ke atas, supaya kalungnya yang besar besar itu, bisa terlihat. "Iya Buk, gampang lah itu, ada Rina dan Diva juga, yang bisa aku suruh-suruh" jawab Mayang, sedikit kesal, karena ibunya itu, terus saja nyerocos, tiada henti."Ya sudah, ini sudah sore. Bapak sama Ibu pulang dulu ya, ingat pesan Ibuk!!" ucap bu Retno lagi, sambil berpamitan. "Ckk, iya iya Buk" Mayang pun kemudian mencium tangan Ayah dan Ibunya, yang segera memasuki mobil carteran yang mereka sewa. Karena mobil mereka masih di bengkel.Setelah mobil yang di naiki kedua orangtuanya melaju, Mayang kemudian naik ke lantai atas, dan memasuki kamarnya...Merasa boring berada di kamar sendirian, dia pun kemudian masuk ke kamar Rina dan Diva, yang menggunakan kamar satu untuk berdua..."Lagi ngapain!?" tanya Mayang, langsung masuk."Eh, ini May, makan geblek. Tadi di bawain sama Ibu aku" jawab Rina.."Emangnya itu enak ya??" tanya Mayang, memperhatikan kedua temannya yang sedang asik menikmati geblek."Gini nih, kalau orang terlalu kaya, sampai geblek aja gak pernah makan.Cobain sendiri deh, palingan nanti juga ketagihan" ucap Diva."Iihh, tapi berminyak-minyak kayak gitu lo, gak sehat tauk!" ucap Mayang, tampak bergidik. Rina dan Diva hanya saling lirik, tak menggubris Mayang, yang menurut mereka memang sangat lebay.Sama-sama dari kampung, tapi tingkahnya melebihi orang yang asli kota.Alias sok kota...Setelah menjalani OSPEK selama beberapa minggu lamanya, yang benar-benar menguras tenaganya, kini Fitri sudah mulai masuk, menerima materi pembelajaran.Dia sedikit terkejut, dengan metode pembelajaran, yang tak sama, seperti ketika di SMA dulu.Baru masuk satu hari, tapi tugas sudah menumpuk begitu banyak.Membuat makalah, mencari referensi dari berbagai sumber tentang makalah yang dia buat, dan masih banyak lagi..Benar kata bu Iren, ketika menjadi seorang mahasiswi, maka dia akan banyak menghabiskan waktunya di toko buku, perpustakaan, warnet, dan tempat foto kopi, untuk mengerjakan tugas.Dia nyaris tak bisa bersantai-santai, di semester awalnya ini.Apalagi jurusan yang dia ambil adalah bidang ekonomi.Benar-benar menguras pikirannya.Seperti sore itu, Fitri baru saja pulang, setelah menerima jam kuliahnya, yang molor sampai hampir maghrib. Fitri dan kawan-kawannya keluar dari kelas, dengan wajah yang sangat kusut, dan lelah."Lapar nih, tapi di luar kok hujan ya!" ujar Yeni, s
'Sepertinya aku tak asing dengan gadis tadi, tapi di mana ya?' batin Abdul, yang tadi telah memandangi seorang gadis berwajah cantik dan manis, sedang makan bakso di warungnya.Ingin sekali menyapanya, tapi Abdul takut salah orang. Setelah menjalani OSPEK selama beberapa minggu lamanya, yang benar-benar menguras tenaganya, kini Fitri sudah mulai masuk, menerima materi pembelajaran.Dia sedikit terkejut, dengan metode pembelajaran, yang tak sama, seperti ketika di SMA dulu.Baru masuk satu hari, tapi tugas sudah menumpuk begitu banyak.Membuat makalah, mencari referensi dari berbagai sumber tentang makalah yang dia buat, dan masih banyak lagi..Benar kata bu Iren, ketika menjadi seorang mahasiswi, maka dia akan banyak menghabiskan waktunya di toko buku, perpustakaan, warnet, dan tempat foto kopi, untuk mengerjakan tugas.Dia nyaris tak bisa bersantai-santai, di semester awalnya ini.Apalagi jurusan yang dia ambil adalah bidang ekonomi.Benar-benar menguras pikirannya.Seperti sore itu,
"Pakne, ayok anake gek di indangi Pak!!( ayo anaknya di jenguk)" ajak Bu Retno kepada suaminya pagi itu."Alah-alahh Bune, lagi ae rung ndino sing indang, kok wes arep ngindangi maneh ki lo?? (baru juga dua hari yang jenguk, kok sudah mau jenguk lagi)" seru Pak Suryo tampak kesal."Aku wes kangen Pak, pokoke hari ini kita jenguk Mayang!!" ujar Bu Retno, tak mau tahu."Yo wes, aku tak nelpon Pardi disek yo, buat nganterin kita, sekalian sewa mobile" jawab Pak Suryo, kemudian menelepon Pardi, salah satu penyewa mobil di desa itu."Ya, aku tak ngongkon Siti(nyuruh Siti), buat masakin gurami senengane(kesukaan) Mayang" bu Retno segera bergegas ke dapur, memanggil Siti."Ndoro, saya mbok di ajak ke kota, nanti sekalian jenguk Fitri, Ndoro" ucap Bu Siti, dengan wajah memelas. Sudah hampir 5 bulan lamanya, Fitri berkuliah, tapi masih belum bisa pulang, karena tugas yang menumpuk.Lagipula Bu Siti juga tidak mengizinkan putrinya itu, untuk sering-sering pulang. "Eman ongkose Nduk (sayang on
"Enak tenan baksone yo Bune! Aku sampek entek rong mangkok lo (habis 2 mangkuk)" ujar Pak Suryo, sambil mengelap keringatnya yang bercucuran, karena gerah, setelah menghabiskan dua mangkuk bakso. "Iyo Pak, nang omah baksone gak ono sing enak loo, rasane cebleh kabeh! (dirumah baksonya tidak ada yang enak, hambar semua)" jawab Bu Retno, yang juga sedang memulai melahap baksonya yang kedua.Mayang hanya geleng-geleng, melihat kedua orangtuanya, yang tengah menikmati bakso nya itu."Ora nambah meneh Nduk? (gak nambah lagi Nak?)" tanya bu Retno, saat melihat putrinya sudah menghabiskan baksonya. "Ndak ah Buk, wedi lemu aku (takut gemuk)" jawab Mayang, menggeleng.Pak Suryo terkekeh mendengar ucapan putrinya."Bener Nduk, ojo leme-lemu koyok Ibukmu (jangan gemuk-gemuk seperti ibumu)" tanggap pria berkumis lebat itu, melirik ke arah istrinya.Bu Retno tampak kesal dibuatnya."Terus kenapa kalo aku gemuk Pak?? Sampean terus mau kawin lagi, gitu tah??" kesal bu Retno, mendelik ke arah suami
"Nama kamu Mayang kan?" tanya seorang laki-laki yang bernama Dion itu, mendekati Mayang, saat gadis itu sedang duduk di kantin, untuk makan siang, bersama dua temannya. "Eeh, iiiya Kak" jawab Mayang, tampak gugup."Boleh aku duduk disini?" tanya Dion, sembari tersenyum.Rina dan Diva tampak terpukau dengan senyuman seniornya itu."Bbboleh lah Kak, silahkan" jawab Mayang, sambil menggerakkan tangannya di bawah meja, mengusir dua temannya.Rina dan Diva yang awalnya bingung, jadi mengerti, kalau Mayang sedang tak ingin di ganggu, dan ingin berdua saja dengan Kak Dion."May, kami ke kelas dulu ya!" ucap Diva, kemudian bangun, di susul oleh Rina."Ooh, oke. Nanti biar aku yang bayar semuanya" ucap Mayang tersenyum. Dion kemudian duduk di depan Mayang, sambil menatap wajah Mayang intens."Kamu dari daerah mana?" tanya Dion, bersandar di tempat duduknya."Ooh, aku dari daerah gunung kidul Kak" jawab Mayang."Kalau Kakak, dari daerah mana?" Mayang balik bertanya kepada pemuda ganteng di de
Ponsel Mayang berdering..."Kak Dion.." Mayang pun segera menjawabnya.."Iya Kak.." jawabnya."Iya, aku masih pulang sebentar ke kost" jawab Mayang."Deket kok, Kost sebelah timur kampus" jawab Mayang lagi."Oke deh, Mayang tunggu ya Kak" jawabnya terdengar antusias.Rupanya Dion akan menjemputnya ke rumah kostnya.Mayang kemudian segera turun, dan menunggu Dion di bangku panjang, yang ada di sebelah gerbang kost."Tunggu siapa Mbak?" tanya satpam yang berjaga."Tunggu temen Pak" jawab Mayang sedikit acuh."Tiinn" sebuah sepeda motor besar, berhenti di depan gerbang. Mayang segera berlari menghampiri, begitu tahu kalau yang datang adalah Dion."Sudah siap!?" tanya Dion, kemudian menyodorkan helm ke tangan Mayang.Mayang segera naik ke atas boncengan."Pegangan yang kuat ya, aku tak terbiasa jalan pelan" seru Dion.Mendengar intruksi dari seniornya itu, Mayang pun kemudian melingkarkan tangannya, ke pinggang Dion.Benar saja, Dion melajukan motornya dengan kecepatan tinggi. Mayang ya
Semenjak mengenal Dion, Mayang semakin malas kuliah, dia sering membolos, dan tidak mengerjakan tugas. Padahal saat ini baru masuk semester 3. Hampir setiap hari, Dion selalu mengajaknya berjalan-jalan, dan tak jarang hingga larut malam, sehingga Mayang sering menginap di tempat lain.Kadang di penginapan, atau di rumah Dion, jika kedua orangtuanya tidak ada di rumah. Hingga pada suatu hari, Dion mengajak Mayang berjalan-jalan lagi.Mereka yang sudah memplokamirkan jadian, alias berpacaran, kini tak segan-segan lagi mengumbar kemesraan mereka di manapun. "Mau kemana sih?" tanya Mayang."Ke Villa Papa aku, baru di beli bulan lalu, mau gak?" tanya Dion, sambil mengerling nakal.Mayang paham maksud Dion, mereka memang sudah biasa bermesraan, menghabiskan waktu bersama, walaupun baru sekedar petting, tapi itu sudah membuat keduanya ketagihan, dan selalu ingin terus bersama.Awal mereka melakukan coba-coba itu, ketika menginap di rumah Dion, di saat kedua orangtuanya tak ada dirumah. N
Fitri tampak sedikit heran, saat Abdul langsung memarkir mobilnya, tepat di depan rumahnya. "Loh, saya belum bilang rumah saya yang mana, kok Mas Abdul sudah tahu ya??" tanya Fitri, menatap wajah Abdul, penuh selidik. Abdul tertawa renyah, mendengar pertanyaan Fitri barusan."Ternyata sampean memang benar-benar lupa sama saya ya?" tanya Abdul tertawa lirih."Loh, memangnya kita pernah bertemu sebelumnya? " tanya Fitri masih terlihat heran."Mbak ingat tidak, waktu itu ada tamu dari juragan Suryo, yang menabrak Sampean, terus belanjaan nya rusak semua?" ungkap Abdul, mencoba membuka kenangan pertama kali mereka bertemu.Fitri tampak mencoba mengingatnya."Masya Allah, jadi Mas Abdul yang waktu itu melamar Ndoro Mayang??" seru Fitri tak percaya. "Hehehe, akhirnya inget juga" ucap Abdul."Sudah, ayo turun Mbak, buruan di temui Ibunya" Abdul kemudian membuka pintu mobilnya dan keluar, sambil merenggangkan otot-ototnya, yang terasa pegal.Fitri langsung menghambur, masuk ke rumah dan me