"Mas Bos, besok kan pembukaan cabang bakso yang di dekat kampus, apa masih ada lagi yang kurang? biar segera saya kerjakan sekarang" ucap Rudi, salah satu orang kepercayaan Abdul.
"Hmm, bagaimana kalau nanti kita cek lagi saja kesana?" ujar Abdul, yang memang tengah membuka cabang bakso nya yang entah ke berapa, di dekat kampus tempat Fitri akan berkuliah."Kita juga butuh tambahan pekerja Mas" ucap Rudi lagi."Kamu jangan tambahkan dulu, harus atas seizinku dulu jika ingin merekrut. Biasanya nanti banyak mahasiswa mahasiswi yang ingin kerja part time. Aku ingin memprioritaskan mereka, sambil membantu mereka yang nembutuhkan untuk berkuliah" jelas Abdul, kepada bawahannya itu.Rudi pun mengangguk-angguk mengerti. Rupanya karena alasan itulah, sehingga Abdul membeli warung makan di lokasi itu, dengan harga yang cukup tinggi. "Iya Rud, aku pernah kuliah, jadi tahu, bagaimana para mahasiswa berjuang, kuliah sambil kerja, supaya uang semester tidak terus menunggak.Walaupun mereka bisa kuliah, tapi tak semuanya, adalah orang yang mampu" jelas Abdul lagi."Siap Mas, saya pasti akan selalu laporan dulu sama Mas bos" ucap Rudi, berpose ala ala militer.******"Loh kok belum siap berangkat ki, piye to bocah iki??!!" seru bu Retno saat melihat putrinya malah sedang bermalas-malasan di kamarnya, sambil memainkan ponselnya. Pak Suryo yang mendengar istrinya mengomel di kamar putrinya, segera menghampiri mereka."Ono opo to Bune? isuk-isuk kok wes nyerocos, nyeneni anakku!! (ada apa to Bu, pagi-pagi kok sudah marahin anakku) " seru Pak Suryo, tampak kesal."Laa delengen anakmu Pak (Lihat lah anakmu), katanya mau berangkat untuk persiapan kuliah pagi-pagi, kok jam segini masih ndekemm di kamar!!" omel bu Retno, mengadukan tingkah putrinya.Pak Suryo yang melihat itu, juga tampak heran. "Loh, kemarin-kemarin semangat yang mau berangkat, kok sekarang malah males-malesan, iki ono opo meneh??(Ini ada apa lagi)" tanya pria bertubuh tegap itu, membelai pucuk kepala putrinya."Mayang sebel sama Fitri Pak!!" seru Mayang, mengerucutkan bibirnya, kesal."Looh, di apain sama Fitri, kok Anak Bapak sampek ra semangat gini??" tanya Pak Suryo lagi, yang belum tahu duduk persoalannya, karena memang istrinya belum menceritakan tentang Fitri, yang berhasil kuliah di Universitas impian putri mereka."Bune!! panggi Fitri kesini, biar aku hajar bocah iku, kok berani-beraninya, gawe anakku nesu(membuat anakku marah)!!" perintah Pak Suryo, pada istrinya."Percuma Pak!! Fitri sudah ndak ada disini!!" seru Mayang lagi, kesal.Pak Suryo menatap wajah sang istri, meminta penjelasan. "Itu lo Pak, kemarin Ibu lupa yang mau cerita sama Bapak, Fitri sekarang kuliah, sudah gitu, dia kuliahnya di kampus sing di pengini (yang di idamkan) Mayang, opo wes jenenge, Gajah mungkur ya Nduk??" tanya bu Retno, menatap wajah putrinya."Aahh Ibuk iki, Gajah Mada Buk!!" jawab Mayang manyun.Pak Suryo tampak terkejut mendengar itu."Laa wong kere ae, kok sok-sok an kuliah!! arep bayar pake apa si Siti?? nganggo godong ta bayare??( orang miskin kok sok-sok an kuliah, mau bayar pake apa? pake daun??) ujar pak Suryo, terlihat mulai emosi.Karena dia pun merasa tak rela, jika Fitri yang anak orang miskin itu, bisa melampaui putrinya."Kurang ajar, darimana mereka mendapatkan uang untuk kuliah? bukankah biaya kuliah disana sangat mahal?" tanya pak Suryo, tampak geram. "Dapet beasiswa kata Siti Pak, jadi ora usah bayar!! gratisss" jawab bu Retno, memerotkan bibirnya.Mendengar itu, Pak Suryo bertambah kesal. "Ya sudah Ndukk! kamu buruan mandi, terus berangkat! memangnya kamu mau, di kalahkan sama si Fitri itu? Setelah ini, para tetangga pasti pada nanyain kamu, sudah berangkat apa belum!!" seru Pak Suryo, menyuruh putrinya untuk segera bersiap."Tapi Mayang jadi gak semangat lagi Pak!!" rengek gadis berwajah cantik itu, malah semakin membenamkan dirinya ke dalam selimutnya. "Laa, kalau kamu tidak kuliah, malah hanya akan mempermalukan diri kamu sendiri!! nama Bapak dan Ibumu juga pasti akan ikutan tercoreng.Kita doakan saja, si Fitri itu gak sampai lulus kayak si Dini itu!!" seru bu Retno tampak berang, saat putrinya malah tidak mau berangkat."Iya Nduk, bener kata Ibumu itu, namanya orang miskin, Bapak jamin, gak bakalan sampek lulus dia. Sekali miskin ya tetep miskin!Lain sama kita, yang memang sudah sugeh dari dalam perut!!" ujar sang Ayah, mencoba membujuk putrinya, agar segera bangun dan berangkat ke kota, untuk persiapan kuliah."Tuh, kamu sudah di tungguin sama Rina dan Diva. Mereka sudah siap, tinggal nunggu kamu tok!!" seru ibunya lagi.Dengan malas, Mayang pun akhirnya menuju kamar mandi.Malam harinya, Fitri tak dapat tidur, karena teringat dengan sang ibu. Sebelumnya, dia tak pernah berjauhan sama sekali dari ibunya itu.Sehari sebelum berangkat, ibunya sengaja meminta ijin kepada keluarga Pak Suryo, walaupun harus menerima sumpah serapah terlebih dahulu, karena ingin membuatkan masakan spesial untuk putrinya."Kamu pengen ibu masakkan apa Nduk?" tanya Bu Siti, kepada putri satu-satunya itu. "Masakan ibu semuanya enak, Fitri jadi bingung" jawab gadis berlesung pipi itu tersenyum lebar."Yo yang kamu pengenin aja to Nduk" jawab sang ibu, terkekeh. "Emm apa ya Buk, buntil aja deh, kan banyak itu daun talasnya, di kebun belakang, sekalian sama sayur lompongnya ya Bu" ucap Fitri tampak menahan liurnya, membayangkan dua makanan itu.Buntil yang terkenal di daerah sekitar Yogyakarta, Magelang dan Semarang itu, memang merupakan makanan yang selalu bikin kangen, dan di sukai banyak orang.Terbuat dari daun talas, atau bisa juga dengan daun singkong juga daun pepaya, yang
Setelah menjalani OSPEK selama beberapa minggu lamanya, yang benar-benar menguras tenaganya, kini Fitri sudah mulai masuk, menerima materi pembelajaran.Dia sedikit terkejut, dengan metode pembelajaran, yang tak sama, seperti ketika di SMA dulu.Baru masuk satu hari, tapi tugas sudah menumpuk begitu banyak.Membuat makalah, mencari referensi dari berbagai sumber tentang makalah yang dia buat, dan masih banyak lagi..Benar kata bu Iren, ketika menjadi seorang mahasiswi, maka dia akan banyak menghabiskan waktunya di toko buku, perpustakaan, warnet, dan tempat foto kopi, untuk mengerjakan tugas.Dia nyaris tak bisa bersantai-santai, di semester awalnya ini.Apalagi jurusan yang dia ambil adalah bidang ekonomi.Benar-benar menguras pikirannya.Seperti sore itu, Fitri baru saja pulang, setelah menerima jam kuliahnya, yang molor sampai hampir maghrib. Fitri dan kawan-kawannya keluar dari kelas, dengan wajah yang sangat kusut, dan lelah."Lapar nih, tapi di luar kok hujan ya!" ujar Yeni, s
'Sepertinya aku tak asing dengan gadis tadi, tapi di mana ya?' batin Abdul, yang tadi telah memandangi seorang gadis berwajah cantik dan manis, sedang makan bakso di warungnya.Ingin sekali menyapanya, tapi Abdul takut salah orang. Setelah menjalani OSPEK selama beberapa minggu lamanya, yang benar-benar menguras tenaganya, kini Fitri sudah mulai masuk, menerima materi pembelajaran.Dia sedikit terkejut, dengan metode pembelajaran, yang tak sama, seperti ketika di SMA dulu.Baru masuk satu hari, tapi tugas sudah menumpuk begitu banyak.Membuat makalah, mencari referensi dari berbagai sumber tentang makalah yang dia buat, dan masih banyak lagi..Benar kata bu Iren, ketika menjadi seorang mahasiswi, maka dia akan banyak menghabiskan waktunya di toko buku, perpustakaan, warnet, dan tempat foto kopi, untuk mengerjakan tugas.Dia nyaris tak bisa bersantai-santai, di semester awalnya ini.Apalagi jurusan yang dia ambil adalah bidang ekonomi.Benar-benar menguras pikirannya.Seperti sore itu,
"Pakne, ayok anake gek di indangi Pak!!( ayo anaknya di jenguk)" ajak Bu Retno kepada suaminya pagi itu."Alah-alahh Bune, lagi ae rung ndino sing indang, kok wes arep ngindangi maneh ki lo?? (baru juga dua hari yang jenguk, kok sudah mau jenguk lagi)" seru Pak Suryo tampak kesal."Aku wes kangen Pak, pokoke hari ini kita jenguk Mayang!!" ujar Bu Retno, tak mau tahu."Yo wes, aku tak nelpon Pardi disek yo, buat nganterin kita, sekalian sewa mobile" jawab Pak Suryo, kemudian menelepon Pardi, salah satu penyewa mobil di desa itu."Ya, aku tak ngongkon Siti(nyuruh Siti), buat masakin gurami senengane(kesukaan) Mayang" bu Retno segera bergegas ke dapur, memanggil Siti."Ndoro, saya mbok di ajak ke kota, nanti sekalian jenguk Fitri, Ndoro" ucap Bu Siti, dengan wajah memelas. Sudah hampir 5 bulan lamanya, Fitri berkuliah, tapi masih belum bisa pulang, karena tugas yang menumpuk.Lagipula Bu Siti juga tidak mengizinkan putrinya itu, untuk sering-sering pulang. "Eman ongkose Nduk (sayang on
"Enak tenan baksone yo Bune! Aku sampek entek rong mangkok lo (habis 2 mangkuk)" ujar Pak Suryo, sambil mengelap keringatnya yang bercucuran, karena gerah, setelah menghabiskan dua mangkuk bakso. "Iyo Pak, nang omah baksone gak ono sing enak loo, rasane cebleh kabeh! (dirumah baksonya tidak ada yang enak, hambar semua)" jawab Bu Retno, yang juga sedang memulai melahap baksonya yang kedua.Mayang hanya geleng-geleng, melihat kedua orangtuanya, yang tengah menikmati bakso nya itu."Ora nambah meneh Nduk? (gak nambah lagi Nak?)" tanya bu Retno, saat melihat putrinya sudah menghabiskan baksonya. "Ndak ah Buk, wedi lemu aku (takut gemuk)" jawab Mayang, menggeleng.Pak Suryo terkekeh mendengar ucapan putrinya."Bener Nduk, ojo leme-lemu koyok Ibukmu (jangan gemuk-gemuk seperti ibumu)" tanggap pria berkumis lebat itu, melirik ke arah istrinya.Bu Retno tampak kesal dibuatnya."Terus kenapa kalo aku gemuk Pak?? Sampean terus mau kawin lagi, gitu tah??" kesal bu Retno, mendelik ke arah suami
"Nama kamu Mayang kan?" tanya seorang laki-laki yang bernama Dion itu, mendekati Mayang, saat gadis itu sedang duduk di kantin, untuk makan siang, bersama dua temannya. "Eeh, iiiya Kak" jawab Mayang, tampak gugup."Boleh aku duduk disini?" tanya Dion, sembari tersenyum.Rina dan Diva tampak terpukau dengan senyuman seniornya itu."Bbboleh lah Kak, silahkan" jawab Mayang, sambil menggerakkan tangannya di bawah meja, mengusir dua temannya.Rina dan Diva yang awalnya bingung, jadi mengerti, kalau Mayang sedang tak ingin di ganggu, dan ingin berdua saja dengan Kak Dion."May, kami ke kelas dulu ya!" ucap Diva, kemudian bangun, di susul oleh Rina."Ooh, oke. Nanti biar aku yang bayar semuanya" ucap Mayang tersenyum. Dion kemudian duduk di depan Mayang, sambil menatap wajah Mayang intens."Kamu dari daerah mana?" tanya Dion, bersandar di tempat duduknya."Ooh, aku dari daerah gunung kidul Kak" jawab Mayang."Kalau Kakak, dari daerah mana?" Mayang balik bertanya kepada pemuda ganteng di de
Ponsel Mayang berdering..."Kak Dion.." Mayang pun segera menjawabnya.."Iya Kak.." jawabnya."Iya, aku masih pulang sebentar ke kost" jawab Mayang."Deket kok, Kost sebelah timur kampus" jawab Mayang lagi."Oke deh, Mayang tunggu ya Kak" jawabnya terdengar antusias.Rupanya Dion akan menjemputnya ke rumah kostnya.Mayang kemudian segera turun, dan menunggu Dion di bangku panjang, yang ada di sebelah gerbang kost."Tunggu siapa Mbak?" tanya satpam yang berjaga."Tunggu temen Pak" jawab Mayang sedikit acuh."Tiinn" sebuah sepeda motor besar, berhenti di depan gerbang. Mayang segera berlari menghampiri, begitu tahu kalau yang datang adalah Dion."Sudah siap!?" tanya Dion, kemudian menyodorkan helm ke tangan Mayang.Mayang segera naik ke atas boncengan."Pegangan yang kuat ya, aku tak terbiasa jalan pelan" seru Dion.Mendengar intruksi dari seniornya itu, Mayang pun kemudian melingkarkan tangannya, ke pinggang Dion.Benar saja, Dion melajukan motornya dengan kecepatan tinggi. Mayang ya
Semenjak mengenal Dion, Mayang semakin malas kuliah, dia sering membolos, dan tidak mengerjakan tugas. Padahal saat ini baru masuk semester 3. Hampir setiap hari, Dion selalu mengajaknya berjalan-jalan, dan tak jarang hingga larut malam, sehingga Mayang sering menginap di tempat lain.Kadang di penginapan, atau di rumah Dion, jika kedua orangtuanya tidak ada di rumah. Hingga pada suatu hari, Dion mengajak Mayang berjalan-jalan lagi.Mereka yang sudah memplokamirkan jadian, alias berpacaran, kini tak segan-segan lagi mengumbar kemesraan mereka di manapun. "Mau kemana sih?" tanya Mayang."Ke Villa Papa aku, baru di beli bulan lalu, mau gak?" tanya Dion, sambil mengerling nakal.Mayang paham maksud Dion, mereka memang sudah biasa bermesraan, menghabiskan waktu bersama, walaupun baru sekedar petting, tapi itu sudah membuat keduanya ketagihan, dan selalu ingin terus bersama.Awal mereka melakukan coba-coba itu, ketika menginap di rumah Dion, di saat kedua orangtuanya tak ada dirumah. N
Waktu terus berlalu, Ustadz Ibrahim yang awalnya terus melakukan pendekatan pada Mayang, kini malah sedikit demi sedikit mulai menjauh.Padahal Rudi sudah mulai mengalah, karena ia merasa, mungkin Mayang akan lebih cocok bersama dengan Ustadz Ibrahim, yang alim itu.Semuanya berawal, kala itu ustad Ibrahim secara tidak sengaja, mendengar percakapan Mayang bersama sang ibu.Ustadz Ibrahim, yang ingin menjemput Raya bersekolah seperti biasanya, mendadak membeku di depan pintu rumah Bu Retno, saat dia secara tak sengaja, mendengar percakapan mereka."Aku ini tidak pantas untuk ustad Ibrahim Ibu..apalagi dulu aku pernah hamil di luar nikah dan menggugurkannya, bahkan juga sering berzina" ucap Mayang, saat sang ibu menanyakan tentang ustad Ibrahim, yang sering bertandang ke rumah mereka.Ustadz Ibrahim yang bersiap mengetuk pintu rumah itu, segera menurunkan tangannya, dan berbalik, bergegas pergi dari rumah Mayang.Sepanjang jalan menuju madrasah, pikirannya terus saja berkecamuk, dengan
"Aku mohon Mayang, kembalilah kepadaku" mohon Mahmudi sore itu, saat Mayang bersiap untuk berangkat menuju kedai bakso, tempat dia bekerja sekarang, setelah tadi pulang sebentar, untuk melihat ibunya, dan menyiapkan peralatan sekolah Raya, untuk belajar mengaji di Madrasah.Raya tampak ketakutan, takut di bawa pergi oleh ayahnya, yang selama ini tak begitu dekat dengan nya."Kenapa Mas? harus berapa kali lagi, kamu menyakiti ku?? aku sudah capek Mas, terus-menerus di khianati, dan di bohongi sama kamu.Aku juga sudah lelah, dengan semua perlakuanmu, yang selalu merendahkan aku" jawab Mayang dengan suara yang bergetar, karena menahan emosi yang selama ini terpendam."Aku pikir, menikah dengan orang yang jauh lebih tua sepertikamu, bisa melindungi dan membuatku nyaman. Tapi nyatanya apa yang aku dapat selama ini??" ujar Mayang lagi, kemudian menyeka air matanya, dari pipi tirusnya. "Aku mohon sayang, kali ini Mas sungguh-sungguh" tahan Mahmudi, mencekal lengan Mayang erat."Lepas Mas!!
Lima tahun telah berlalu....Desa Mekarsari kini menjadi lebih ramai, apalagi saat Abdul mendirikan sebuah Madrasah, tempat sekolah mengaji setiap sore di desa itu. Hal itu di sambut dengan sangat antusias oleh warga.Dengan menggandeng para pemuda dan tokoh agama, sekolah itu sudah berjalan selama kurang lebih 3 tahun lamanya.Muridnya yang awalnya hanya puluhan orang, kini sudah menjadi ratusan, karena dari desa-desa tetangga, juga banyak yang belajar mengaji di situ.Letaknya yang ada di sebelah rumah bu Siti, menjadikan rumah itu tak pernah sepi setiap harinya. Apalagi Abdul juga membuka cabang baksonya yang entah ke berapa, di dekat Madrasah nya itu.Fitri pun sekarang juga tengah hamil anak yang kedua, setelah Salman putra sulungnya berusia 4 tahun."Sayang, jangan terlalu lelah, ingat kandunganmu" peringat Abdul, saat istrinya itu masih saja membuat adonan kue-kue donat, yang akan ia bagikan untuk anak-anak mengaji nanti, di bantu oleh beberapa tetangga. "Aku kan cuma tunjuk
"Selamat datang kembali di desa ini bu Siti" ucap para tetangga, sambil memeluk bergantian, berharap juga bisa mendapatkan keberkahan, dari para tamu Allah, yang baru kembali. Cukup lama para warga bercengkerama, mendengarkan cerita bu Siti, selama menjadi tamu Allah, dan berkunjung ke tempat-tempat bersejarah. Semuanya larut dalam ceritanya, bahkan ada yang sampai meneteskan air mata, karena juga ingin, bisa segera mendapat panggilan, supaya bisa segera berangkat ke Baitullah. Di penghujung acara, setelah semua para tamu mendapatkan makan, dan juga mencicipi air Zamzam, walau hanya sedikit, bu Siti meminta Abdul, untuk melantunkan doa, supaya semua yang hadir, juga bisa segera berangkat.Abdul kemudian membacakan doa, yang segera di amini oleh hadirin.Selesai doa, Yu Karsiyem dan kawan-kawan nya, di mintai tolong, untuk membagikan oleh-oleh, yang telah disiapkan, berupa sajadah, tasbih, dan minyak wangi. Dengan cekatan, oleh-oleh yang sudah di siapkan pun di bagikan kepada selur
Keberangkatan bu Siti dan anak menantunya, juga besannya, di iringi oleh para warga, yang juga hadir, untuk ikut doa bersama. Semua warga, mendoakan yang terbaik. Agar senantiasa selamat sampai tujuan, hingga kembali lagi ke rumah.Sebelum berangkat, tak lupa bu Siti menitipkan rumahnya kepada para tetangganya. Supaya tidak kosong dan sepi.******Dua minggu telah berlalu, pak Suryo dan Juminten, tengah cemas, menunggu pembagian keuntungan, yang telah di janjikan oleh pihak investasi. "Mas, kok belum cair-cair ya" ucap Juminten, sambil terus memeriksa ponselnya.Pak Suryo hanya diam, tak menyahut, karena pikirannya saat ini juga sedang kalut.Bagaimana tidak, uang di tangannya sudah semakin menipis, sawahnya juga sudah habis ia jual, menuruti perkataan Juminten, dan uangnya semua dia investasikan. Juminten tampak resah, sambil terus mengusap perutnya yang sudah membesar, karena sudah memasuki masa melahirkan. Di saat mereka tengah menunggu pembagian hasil itu, bu Retno datang ke r
Mahmudi meraup wajahnya kasar. Dia benar-benar merasa tertipu oleh Juragan Suryo. Karena waktu itu, katanya masih gadis, nyatanya sudah tak ber segel.Mau di kembalikan, sayang. Untung saja Mayang cantik, andai biasa saja, tentunya ia akan langsung minta ganti rugi, dan mengembalikannya."Ya sudah lah, mau bagaimana lagi, sekarang kamu harus selalu patuh pada perintahku!! supaya tidak rugi, aku sudah membayar maharmu dengan sangat mahal!!" ucap Mahmudi, kemudian melanjutkan aksinya lagi, dengan kasar.Tak di perdulikannya Mayang yang menangis kesakitan, dia benar-benar merasa sangat jengkel, karena sudah di tipu oleh ayah mertuanya. Semalaman Mayang di paksa nya, untuk terus melayaninya, tanpa mengenal belas kasihan, pada istri yang baru ia nikahi itu.***"Mana istrimu Di?? pagi-pagi kok belum keluar dari kamar?!!" decak bu Susan tampak kesal."Masih tidur tuh, di kamar" jawab Mahmudi, sambil membuat kopi di dapur.Bu Susan benar-benar murka melihat ini, sudah bayar mahar mahal, te
"Sebentar lagi aku bakalan punya anak dari Juminten Bune!" ucap pak Suryo siang itu, setelah kemarin membelikan Juminten sebuah mobil, seharga 300 jutaan.Bu Retno dan Mayang, yang tengah menikmati serial televisi kesayangannya, seketika menoleh ke arah pak Suryo. "Anak??" tanya bu Retno, tampak tak percaya."Iya, calon adiknya Mayang" jawab pak Suryo tersenyum lebar. Hati bu Retno seketika menjadi sangat panas dan kesal.Ia pikir, suaminya itu sudah tidak bakalan bisa punya anak lagi, ternyata....Bu Retno diam, tak menyahuti omongan suaminya itu, dalam benaknya mulai berkecamuk..Timbul niat-niat jahat dalam hatinya, untuk mencelakakan janin yang di kandung oleh madunya itu.Entah kenapa, walaupun ia sudah berusaha menerima kenyataan di madu, namun tetap saja, dia tak bisa.Apalagi sekarang, madunya malah tengah hamil seperti ini. Pasti kasih sayang suaminya, hanya akan tercurah kepada mereka nantinya, juga harta warisan untuk Mayang, juga pasti akan menjadi berkurang jatahnya.
"Masya Allah, megah sekali gedung mantenane mbak Fitri" decak kagum para warga, yang sudah sampai di tempat acara resepsi pernikahan Fitri. Dengan di angkut dua bus pariwisata, warga desa Mekarsari, tempat tinggal Fitri, berangkat ke lokasi.Fitri dan Abdul tampak sudah duduk di pelaminan, bagaikan Raja dan Ratu.Tamu undangan tampak datang silih berganti, menyalami pasangan pengantin itu.Teman-teman kampus Fitri terkejut, mereka tak menyangka, jika Fitri secepat itu akan memutuskan untuk menikah.Tak terkecuali Raka, yang selama ini selalu saja berusaha untuk mendekati gadis berparas Ayu itu.Dia tampak muram saat menyalami Fitri dan suaminya, tak ceria seperti teman-teman yang lain nya."Kok gak pernah bilang sih Fit, kalau sudah punya calon suami" ujarnya lirih.Abdul yang mendengar itu, langsung menoleh kepada pemuda berparas tampan dan berhidung bangir itu."Memang sudah jodohnya Mas, kami tidak pacaran kok, saya seneng, dan cocok, ya langsung saya lamar saja" jawab Abdul terse
"Ada rame-rame apa to Mbakyu?" tanya bu Siti heran, karena mulai tadi orang-orang lalu lalang berjalan dengan tergesa, menuju rumah Juminten, yang berjarak 15 menitan jika berjalan kaki dari toko bu Siti."Bu Retno ngamuk, gara-gara suaminya ketahuan gendak'an sama si Juminten" jelas salah satu tetangganya, yang baru datang dari lokasi."Masya Allah, terus gimana sekarang?" tanya bu Siti, tampak terkejut. "Rumahnya si Jum, di bakar Sama bu Retno, Juragan Suryo sendiri, mbuh kemana sekarang, sudah dulu Yu, saya mau pulang dulu, habis itu mau kesana lagi" pamit tetangganya itu.Fitri dan suaminya yang sedang duduk-duduk di teras juga mendengar berita itu.Mereka tampak saling berpandangan, merasa tak percaya."Kok ya nekat temmen bu Retno, sampai bakar rumah orang" ucap bu Siti, tampak geleng-geleng kepala. "Namanya juga lagi cemburu Bu" jawab Fitri, sambil melirik sang suami."Mas, aku kok jadi penasaran, kita kesana yuk" ajak Fitri."Duhh, buat apa sih dek, tidak baik ngurusi hidup