Keadaan menjadi makin buruk dan makin buruk.Ini belum dipublikasi, dan aku lagi-lagi mengetahuinya dari sekadar curi-dengar.Tapi, well, kau tentu tahu gimana bahayanya bisik-bisik tetangga.Kabar menyebar cepat dan tiba-tiba aja itu jadi rahasia umum.Lapis diambil alih, lagi.Harusnya aku enggak heran. Tempat itu lama-lama bisa jadi sarang hantu terkutuk.Lagian, kalau dibilang diambil alih itu agak keliru.Enggak ada yang benar-benar ‘menguasai’ tempat itu sekarang.Pasukan Taylor ke mana, katamu?Porak-poranda. Hancur. Berantakan.Banyak bercerita beredar, tapi yang paling masuk akal adalah ulah para Greena—apalah itu.Mereka pakai bahan sejenis bom yang ngeledakin hampir seluruh rombongan dan nimbulin kerusakan kolateral.Kudengar Silas juga ada di sana. Dan beberapa orang penting lain.Artinya, enggak ada akses lagi dari dan ke telinga Duke Livingsworth.Itu agak disayangkan, tapi dengan keadaan seperti ini?Sebagian besar yang dikirim untuk ngangkut tawanan adalah pasukan Livi
Ketika dia menyebutkan soal Guardian Dorm, jujur aku terguncangDan teringat pada hari itu lagi.Kami berhasil nyelesaiin ujian terakhir dan mendapat sertifikat kelulusan.Namun, fajar menjelang dan segala sesuatu tiba-tiba saja berubah.Ayah merasakannya sedari awal. “Kita enggak bisa lama-lama di sini.” Dia juga ngelarang aku untuk bepergian jauh dari sisinya.Waktu itu, dengan naif, kupikir itu peringatan egois. Dan ingin kuprotes lagi.Tapi, tampang Ayah begitu serius dan kami terlibat pertengkaran hebat.“Ini jauh lebih serius, Jean.”“Emangnya mimpiku enggak serius begitu?” Gimana bisa dia lupa.“Banyak orang yang bakal terluka. Salah satunya bisa aja kamu, atau Ayah. Atau kita berdua.”“Dan lebih banyak lagi kalau aku enggak bisa ngendaliin kekuatan ini. Kayak Ibu.”Tampang Ayah mengeras. “Jean, Ayah minta, tarik ucapanmu barusan.”“Kenapa? Aku cuma bilang kenyaaannya. Enggak perlu lagi hibur aku dengan kebohongan lain. Berhenti bilang itu enggak apa-apa, atau bukan salahku, at
“Ini mencurigakan.”“Ini jalan kemenangan.”Saya mengelus dagu dan ikut terbagi dua.Sungguh, bahkan untuk seorang Tuan Devon, langkah ini sungguh membingungkan.“Apa yang kalian tunggu, hm? Kami bakal perintahkan prajurit kami yang menduduki Lapis dan Bleeding March ke sana, terus kita sergap mereka dari segala arah secara bersama-sama.”“Ya …” Count Yadava yang jadi alasan kebimbangan saya. “Tapi, apa hanya itu yang terjadi? Bagaimana pun, ini lebih mirip jebakan.”“Maaf, ya. Aku pernah dengar kalau makhluk setengah siluman itu kurang bisa memperhatikan detail dan menangkap gambaran lebih besarnya”Itu ucapan yang lancang.Bahkan meski benar, tapi Count Yadava punya hak dan posisi yang sama tingginya dengan siapa pun yang sedang ada di sini. “Tuan Bourdon, saya rasa yang tadi itu—”“Tidak, Tuan Dylan. Tuan Bourdon bicara fakta dan itu bikin saya penasaran. Gambaran besar, ya? Gimana dengan ini? Kami sering dibilang telinga yang terlalu besar dan mendengar terlalu jelas. Orangtua dan
Aku bukan orang cengeng.Dengar?Entah ini sudah hari yang keberapa.Semuanya terjadi makin rumit dan membuat kepalaku makin pusing.Sepertinya si bocah Pete itu benar. Otakku cuma bisa memikirkan hal sesimpel makan dan tidur.Tapi, hei, sisi baiknya, itu yang bikin aku selamat sampai sekarang.Peristiwa di Moonrise benar-benar tak terduga. Memang sebelumnya ada perselisihan internal, tapi apa yang terjadi selanjutnya enggak ada yang menyangka.Begitu aku dan yang tersisa berhasil menyelamatkan diri, kami mendnegar berita simpang-siur.Tentang Pangeran yang membelot. Pangeran dibunuh. Raja diracuni. Negara sudah dikuasai oleh otoritas asing.Pada akhirnya itu tak penting.Pada akhirnya, kami juga yang merasakan akibatnya.“Kudengar, salah satu dari mereka ini dulu bosmu.”Aku mendengkus. Itu pernyataan menjengkelkan.Kejadian akhir-akhir ini seakan menyadarkanku kalau kadang kenyataan jauh lebih konyol daripada yang kita bayangkan.“Terus kenapa?” Aku tak pernah suka Sir Taylor Wilder
Dingin!Banget.Gila, emang.Dengar, ya, aku ini bukan sejenis orang kampungan ignorant yang anti sama suasana baru.Aku juga pernah rasain musim dingin, meski bukan betulan.Rinjani, Semeru, Bromo.Toh, ketika kudaki dulu, semuanya juga bersalju.Jadi, seharusya sama aja, ‘kan? Aku bisa menahannya, ‘kan?Enggak.Baru kali ini, secara terbuka, aku menyatakan kalau pendapat itu salah.Bayangin aja, kalau gak salah ini udah pukul sepuluh siang; dibalut mantel wol tebal; duduk diam di ruangan yang ada pemanasnya; tapi sensasi bekunya masih nyaris bikin aku gila.Belum lagi gejolak sering dari keadaan sekitar yang bikin aku bolak-balik kamar mandi, mengeluarkan kembali isi perut.Huft …Ketika kutanya orang, katanya ini baru dua belas jam, tapi rasanya sudah beratus-ratus tahun.Padahal, dari yang kudengar, Moonrise dan Ibukota itu enggak terlalu jauh.“Kita akan segera berlabuh, Nona, Tuan. Yang Mulia berharap anda berdua bisa ketika saatnya tiba.”Nah, itu baru berita bagus.Penderita
“Tuan Dylan, Yang Mulia memberimu kesempatan sekali lagi, apakah ada yang ingin kau katakan?”Dylan nampak begitu tua. Rambutnya penuh uban, pipinya tumbuh jerawat bercampur bilu, kelopaknya berlapis kantung mata.Sepertinya, mau di mana pun, penjara selalu jadi tempat yang buruk.Aku heran, gimana bisa setelah semua itu beberapa orang masih bisa bertindak keras kepala.Bahkan setelah berhadap-hadapan dengan algojo dan senjata eksekutor yang siap memenggalnya kapan saja. Disaksikan lusinan musuh. Dylan hanya meludah. “Tuan Devon. Tidakkah anda sadar? Ini benar-benar bukan anda. Apa yang anda pikirkan ketika di sana? Kursi itu milik Tuan Zack, anda seharusnya membantu melindunginya, bukan malah mengambilnya sendiri.”“Yang Mulia, boleh saya beri sedikit pelajaran untuk mulutnya yang kurang ajar?”Devon cuma berdiri di gelangga istana, bungkam cukup lama, sebelum akhirnya berdeham. “Tidak.” Dia menelisik ke segala arah. Seakan mencoba mengungkap setiap sikap buruk yang orang-orang picik
Kadang aku sempat kepikiran, gimana jadinya kalau kecoak juga diberkahi kesadaran sekompleks manusia?Apakah dia bakal sadar diri sebagai serangga enggak penting yang sebaiknya dibasmi? Atau situasiya malah seperti sekarang?Heran, ya. Apa ketika mengajukan pertanyaan itu, dia enggak mikir?Setelah tindak-tanduknya yang ambigu dan seakan mengarah pada satu simpulan?Mana mau aku dinikahi sama lelaki homo macam dia.Aku yakin, anak-anaknya itu dari adopsi. Atau hasil dari semacam ritual gelap yang sebaiknya enggak kuketahui.Lagiaan posisi Duchess bukan tujuan utamaku.Meski enggak dapet sepertiga dari Duchy of Dawn, sebagai bangsawan yang ‘setia’ mengabdi pada Kerajaan, kami juga kecipratan hadiah.Dua county kecil perbatasan milik klan Carrington dan Jennings.Jadi, bisa dibilang, kini Dawver sama berpengaruhnya dengan Duke mana pun.Tapi, hanya itu.Aku enggak tahu apa rencana selanjutnya Devon, tapi kayaknya dia berusaha ngebatasin aku.Semuanya sangat jelas.Memerintahkan sendiri
“Ayahku adalah …” Apa mesti aku yang mengucapkan semua ini?Enggak!Memang mesti aku. Ayah pasti menginginkan ini. Karena … siapa lagi? ‘Ayah percaya sama kamu.’ Aku bahkan bisa ngerasain tepukan lembutnya, suaranya yang kadang bikin jengkel, tapi justru membuat suasana menjadi akrab.Ini baru beberapa hari.Tapi, kenapa dia mengkhianati janji yang kita buat bersama?Dia bersumpah bakal ada untukku seenggaknya sampai aku punya anak pertama.Bersama-sama nyaksiin kebahagiaanku. Melihat pria yang kupilih. Ngebimbing aku sebagai orangtua yang baik.Tapi, bahkan semua itu belum kejadian. “Pembohong.”Aku bisa melihat hadirin di Rumah Duka menarik napas, terkejut.Aku enggak maksud mengacaukan acara penting ini. Tapi, kalau ini saat terakhir aku menyampaikan semuanya.Saat terakhir kami bisa menyampaikan pendapat antara satu sama lain.Saat terakhir kami menyalurkan perasaan.Maka, aku akan mengungkapkan semuanya yang terlintas di pkiran. “Keras kepala. Menjengkelkan. Dan kadang terlalu ce