“Ayahku adalah …” Apa mesti aku yang mengucapkan semua ini?Enggak!Memang mesti aku. Ayah pasti menginginkan ini. Karena … siapa lagi? ‘Ayah percaya sama kamu.’ Aku bahkan bisa ngerasain tepukan lembutnya, suaranya yang kadang bikin jengkel, tapi justru membuat suasana menjadi akrab.Ini baru beberapa hari.Tapi, kenapa dia mengkhianati janji yang kita buat bersama?Dia bersumpah bakal ada untukku seenggaknya sampai aku punya anak pertama.Bersama-sama nyaksiin kebahagiaanku. Melihat pria yang kupilih. Ngebimbing aku sebagai orangtua yang baik.Tapi, bahkan semua itu belum kejadian. “Pembohong.”Aku bisa melihat hadirin di Rumah Duka menarik napas, terkejut.Aku enggak maksud mengacaukan acara penting ini. Tapi, kalau ini saat terakhir aku menyampaikan semuanya.Saat terakhir kami bisa menyampaikan pendapat antara satu sama lain.Saat terakhir kami menyalurkan perasaan.Maka, aku akan mengungkapkan semuanya yang terlintas di pkiran. “Keras kepala. Menjengkelkan. Dan kadang terlalu ce
Aku mati.Tubuhku dicincang.Isi perutku buyar.Otakku pecah.Tapi, entah gimana, aku maih bisa bernapas.Sempat kukira akhirnya aku ngedapetin kekuatan yang paling kuinginkan—keabadian absolut.Namun, semuanya menjadi kabur; sureal; samar-samar, sebelum akhirnya sesuatu membuatku membuka mata.Langit-langit yang terhalang kelambu. Aroma mawar. Kicauan burung camar.Cuma mimpi, ya.Huh, untuk suatu ‘bunga tidur’, itu lumayan ‘gila’.Ketukan di pintu dan suara lembut pelayan beralun.Aku nyuruh dia masuk. Ngelakuin rutinitas pagi kayak biasa—basa-basi kosong, nyajiin aku hidangan, dan kemudian lanut menyerukan sesuatu yang menarik. “Nona, setelah sarapan, Yang Mulia mengharapkan kehadiran Nona di Ruang Majelis, bila berkenan.”“Kehadiranku?” Aku ngerasain semacam firasat buruk. “Aku ingin, tapi bisa Yang Mulia menunggu sebentar? Rencananya sih hari ini aku bakal pulang, jadi mungkin aku bakal sedikit berbenah dulu.”“Maaf beribu maaf, Nona. Yang Mulia agaknya kurang suka menunggu.”Huh
Biasanya, untuk situasi seperti ini, Pangeran dan Sir Wilder sudah menyiapkan protokol tersendiri.Itu mengapa kami semua mesti memiliki liontin.Bukan cuma sebagai pengingat kalau apa pun yang terjadi, masih ada yang menunggu kami kembali.Tapi, juga sebagai peringatan kepada siapa kami mengabdi dan mengapa informasi adalah partikel penting yang lebih utama dibanding nyawa.Namun, pertempuran itu begitu kacau.Tanah gonjang-ganjing.Suhu yang seharusnya rendah justru membakar.Aku ... aku udah siap mengambil seteguk racun dan merelakan semuanyaItu keputusan yang egois, aku akui.Masih ada yang menanti kepulanganku di kampung halaman.Ayah keras kepalaku. Sepupu David yang selalu bercerita kalau dia bakal jadi kesatria.Dan Natalie.Sejak awal aku bukan pria hebat. Rupawan. Atau pandai bersyair—aku payah banget soal kata-kata, sumpah.Tapi, Natalie melihat sesuatu yang enggak pernah bisa orang lain maupun diriku sendiri lihat. Nganggap aku atraktif.Dan tiba-tiba aja kami saling jatu
Apa aku kembali ke masa lalu?Apa semuanya terulang?Enggak.Bukan.Aku bukan lagi siuman di tengah ruangan penuh obat dan orang-orang menyedihkan.Bagian atasnya saja terlalu sempit, dan terbuat dari tanah.Sekujur tubuhku tak senyeri sebelumnya. Tapi gerakanku juga menjadi enggak begitu bebas.Ada suara cicitan. Dan nyamuk. Dan lalat. Serangga-serangga kecil yang terbang dan mengganggu.Aku kenal tempat ini.Borgol di tanganku udah jadi jawabannya.Aku tamat.Pintu dibuka, dan akhirnya ada sumber cahaya lain selain obor di sini yang nampak.Tapi, cahaya itu segera tertutup oleh kehadiran sesosok yang posturnya kukenal.Orang itu berkata lantang. “Kenapa kamu ngelakuin itu?”Itu pertanyaan retorik, ya.Sampai kapan dia mau berpura-pura? “Aku cuma ngelakuin apa yang setiap orang biasa lakuin: bertahan hidup.”“Dengan nyakitin orang-orang enggak bersalah? Mereka … mereka yang ngerawat kamu sampai sembuh, lho.”“Dan aku berterima kasih untuk itu.” Enggak ada yang dikatakannya lagi? Baik
Ini kisah kecil dari negeri yang jauh. Pada masa yang jauh.Tersebut seorang anak nakal bernama Folwin yang selalu membangkang akan perkataan orangtuanya. Meremehkan peringatan mereka. Dan menganggap kalau semua itu adalah olok-olok bodoh untuk menakutinya.Di tempat tinggal Folwin kecil ada hutan terlarang yang konon merupakan tempat berkeliaran setan-setan.Mereka yang masuk ke sana akan diculik ke neraka dan menghadapi nasib yang lebih buruk dari kematian.Tapi, Folwin kecil menganggap itu mitos yang dikarang. Dan benci akan fakta kalau orangtuanya menganggap bahwa dia anak kecil yang masih takut akan hal semacam itu.Maka, pada malam yang dijanjikan, Folwin kecil bersama teman-temannya, cuma bermodal nekat, memasuki hutan itu ramai-ramai.Dan benar aja, setan bermunculan.Begitu banyak. Begitu murka.Ada perjanjian yang telah ditetapkan antara penduduk tempat Folwin kecil berada dan para penghuni negeri kegelapan yang sudah berlangsung selama ribuan tahun.Folwin kecil mendapatkan
Itu berhasil.Lagi-lagi seperti yang direncanain.Nah, siapa yang tertawa sekarang, badut-badut berengsek?Emang sekarang hanya berbentuk perlawanan kecil, tapi, bukannya kebakaran hebat biasanya muncul dari percikan yang merambat-rambat secara tak terduga?Salah satunya adalah insiden yang terjadi sendiri di Ibukota.Di sisi lain, Devon dan George Dexter nganggap itu cuma pertengkaran mabuk biasa—well, itu emang pertngkaran mabuk biasa, yang newasin kisaran puluhan orang, ngebuat ratusna terluka, dan beberapa penjga cedera.Tapi , siapa juga yang peduli sama nyawa rakyat biasa? Bukan aku. Bukan kami.Alih-alih ngurusin perihal enggak penting itu, perhatian mereka lebih terfokus ke kepentingan lain yang lebih mendesak.Seperti sisa-sisa pertempuran.Surprise, perang belum berakhir, orang-orang tolol.Itu berita yang dibuat-buat agar imej Kerajaan dan para penjilat sialan ini nampak lebih baik.Tapi, bangkai akan segera tercium. Dan ketika dua kekacauan terbentur, aku agaknya penasaran
Terlalu banyak kunci yang kupegang dan semuanya berkilau. Bernilai tinggi.Tapi, satu kali salah masuk, maka pintu itu meledak dan semuanya kacau.Jadi aku mesti memikirkan lagi langkahku matang-matang mulai sekarang.Ada kekacauan dan frustrasi rakyat yang bikin ekonomi makin memburuk. Perlawanan kecil itu mungkin enggak butuh waktu lama untuk naik jadi permasalahan serius—kadang permasalahan perut membuat orang bertindak lebih nekat; lebih tanggap; lebih cepat.Kemudian Whirlpol apalah itu. Aliansi Sabana yang nyatanya belum bubar. Dan … si Noah.Orang picik itu. Untuk seukurna serigala berbulu domba, penyamarannya terlalu jelek dan maksudnya terlalu jelas, tapi bahkan aku enggak menyagka ambisinya setinggi ituProspek Noah terdengar menarik.Tapi, itu artinya mesti ada pertempuran besar lagi.Perang lagi.Musim dingin, perang, dan kelaparan adalah harmoni paling cocok untuk ngubah suatu negeri jadi reruntuhan sejarah—banyak contohnya di dunia nyata, jangan malas membaca, ya.Dan la
“Aku enggak bisa ngelakuin ini.” Enggak setelah Pertempuran Darklyn.Enggak setelah semua yang terjadi.“Tapi, Jean—”“Kamu enggak bisa lihat atau gimana?” Aku pikir, dia bakal mengerti. “Ke mana pun aku pergi, aku bawa masalah. Aku cuma bawa kehacuran, kesedihan, kehilangan.”Bahkan karena tindakanku yang ceroboh, beberapa orang gak bersalah mesti gugur.“Hei, udah kubilang kan kalau itu bukan—”“Bukan salahku?” Aku udah muak. “Bukan salahku. Enggak ada hubungannya denganku. Tau gak itu apa? Tindakan egois.” Aku sudah ambil keputusan. “Aku akan mengundurkan diri dari posisi ini.”Bisa kuliat wajah Rachel gelagapan. Entah apa yang dia khawatirin. Bukannya tugasku udah usai?Bukannya tujuan yang berusaha kucapai udah gagal?Untuk apa pula dia masih melibatkanku di siniTapi, sebelum aku bisa beranjak, tanganku digenggam dan Rachel menggeleng.Aku berdecak. “Lepas!” Cengkeramannya begitu lemah hingga aku dapat berhasil berontak dalam sekali percobaan.Bukan cuma itu, dia sampai terempas
Percaya atau enggak, semua ini bener-bener di luar kendali.Aku juga ngira aku bakal mati kala itu.Emang pastinya bakal ada serangan.Di antara daerah lain, penjagaan kami hampir serapuh tahu. Bahkan cuma dengan dua puluh orang terlatih, kastil ini akan langsung jatuh.Tapi, ya … enggak secepat itu, setan.Mana, ketika mereka datang, mereka bawa satu pasukan penuh pula.Kira-kira jumlahnya ada sekitar dua belas ribu orang. Bersenjata lengkap. Armor mengilap. Bahkan ada artileri.Upaya yang sia-sia untuk menyerbu kastil enggak berharga.Padahal, kalau mereka minta aku nyerah baik-baik, bakal langsung kulakukan.api, orang-orang ini punya pemikiran aneh tentang musuhnya. Bahwa kami dianggap sebagai perwujudan setan yang mesti dibasmi, diperkosa, dibantai hingga musnah dan menjamin kemenangan.Maka, sembari menunggu mana pilihan paling pas yang bakal kudapat, aku mendapat kemuliaan untuk ngehuni penjara bawah tanah.Aku pernah ke sini sekali.Kala itu lebih ramai.Ada si Wilson tolol it
Malam udah begitu larut ketika akhirya kami bertatap mukaDevon nampak jauh lebih murug dari sebelumnya.Dqan enggak mau repot-repot untuk membuak pembicaraan.Jadilah mesti aku yang mengeluarkan suara duluan. “Boleh aku tidur bersama? Untuk hari ini?”“Ada esuatu yang terjadi?”“Aku mimpi buruk.Setelah beragam pertimbangan bisu dan sesi tatap-tatapan memuakkan yang berasa terjadi setahun, Devon akhirnya ngangguIsi dalamnya gak jauh beda dengan bilik pribadi yang kusinggahi.Kasur raksasa berkelambu.Lemari mahoni yang tingginya satu setengah kali manusia dewasa. Tapestri dan pernak-pernik keemasan yang menghiasi segenap dinding.Hanya aja semuanya tersamarkan oleh benderang lampu yang begitu redup. Melebur dalam kerlap-kerlip yang justru menciptakan suasana yang lebih menenangkan dan damai.Kayaknya emang isi kamar itu mencerminkan kepribadian seseorang.“Perlu saya hidupkan lampunya?”Aku menggeleng pelanDevon ngangguk. Kaku.Atau cuma aku yang berpikir demikian?Dengar.Ini buka
Sejak awal ini konyol. Bilangnya udah enggak seperti dulu lagi, tapi apa yang kulakuin di sini? Terjebak dalam dunia khayal tempat seharusnya aku enggak berada. Aku lebih penasaran, seberapa lama samaran murahan ini bakal bertahan. Maksudku, cuma selembar kain hitam bertudung yang dari bagian bahu hingga lengannnya koyak-koyak, bukannya kami bakal langsung dicurigain. Lagi, si Jeanette tolol ini juga gak nyiapin aku alas kaki. Apa dia enggak mempertimbangkan semua ini? Kayaknya aku terlalu berharap banyak. Pada akhirnya, meski dijulukin pahlawan dan penjahat perang—tergantung dari mana kau dengernya—nih cewek masih remaja. Pribadi berpikiran sempit yang punya semangat sekonyol orang pengidap gangguan jiwa. Selain prajurit, aku nyaksiin demonstrasi. Kumpulan massa dari para rakyat jelata dengan proporsi tubuh abnormal yang mendengarkan ceramah orang-orang teler. Orang-orang teler yang mengatakan ‘kebenaran’. “Negeri ini udah dikutuk di hari pertama Pengkhianat itu diangkat
`“Itu gak mungkin.”Bard sepertinya yang paling mengerti. “Aku tau dia temanmu, tapi … orang-orang akan selalu berubah, hingga pada titikk yan gak bisa kau kenalin.”Banyak yang bilang itu kabar angin, tapi berdasarkan pengalmanku dari berbagai sisi, itu merupakan kebenaran yang cuma dilebih-lebihkanEntah di bagian mananya, tapi hanya ada satu simpulan: banyak orang mati di Ibukota.“Aku mau keluar cari angin dulu.”Yang lain menanggapi dalam bungkam.Mengerti apa yang kurasakan.Sejak hari itu, aku udah berjanji.Pada diri sendiri, bahwa mulai sekarang aku bakal nyiptain ‘perubahan’.Tapi, bukan seperti yang dikehendaki Brown dan kawanannya.Visi mereka terlalu liar, brutal, dan tak manusiawi.Oh, tentu aku dengar soal mereka juga.Tentang gaung revolusi yang diserukan seluruh penjuru negeri.Mereka bahkan berani bawa-bawa nama Dia Yang Menguasai Langit dan Bumi. Menyebut kampaye kekerasan itu sebagai Perang Suci.Itu keterlaluan. Itu mesti kuhentikan.Tapi, tidak secara langsung.Be
Malam udah begitu larut ketika akhirya kami bertatap mukaDevon nampak jauh lebih murug dari sebelumnya.Dqan enggak mau repot-repot untuk membuak pembicaraan.Jadilah mesti aku yang mengeluarkan suara duluan. “Boleh aku tidur bersama? Untuk hari ini?”“Ada esuatu yang terjadi?”“Aku mimpi buruk.Setelah beragam pertimbangan bisu dan sesi tatap-tatapan memuakkan yang berasa terjadi setahun, Devon akhirnya ngangguIsi dalamnya gak jauh beda dengan bilik pribadi yang kusinggahi.Kasur raksasa berkelambu.Lemari mahoni yang tingginya satu setengah kali manusia dewasa. Tapestri dan pernak-pernik keemasan yang menghiasi segenap dinding.Hanya aja semuanya tersamarkan oleh benderang lampu yang begitu redup. Melebur dalam kerlap-kerlip yang justru menciptakan suasana yang lebih menenangkan dan damai.Kayaknya emang isi kamar itu mencerminkan kepribadian seseorang.“Perlu saya hidupkan lampunya?”Aku menggeleng pelanDevon ngangguk. Kaku.Atau cuma aku yang berpikir demikian?Dengar.Ini bukan
“Nyamankan dirimu sendiri, Rachel. Enggak usah terlalu tegang begitu. Aku enggak bakal nyakitin kamu atau gimana, kok. Gimana pun, kita ini temen lama, bukan?”Ya? Kalau begitu, biarkan kudaratkan satu pukulan paling kuat yang kubisa ke wajah bodohmu itu.Mungkin, setelahnya, aku jadi enggak terlalu gugup lagi.Karena gimana ya …Belum ada tiga hari sejak kedatangan bajingan-bajingan asing ini, dan mereka udah memperlakukan istana bak rumah sendiri.Kamar-kamar tamu ditempati sembarangan.Barak dan persenjataan dikuasai.Tentara-tentara yang tersisa dilucuti—alasannya sih untuk ngehindari kekerasan yang enggak perlu.Itu dalih tolol—atau mungkin enggak?Entahlah.Karena, terlepas dari info ini valid atau enggak, jumlah pasukannya enggak kurang dari 15 ribu.Membanjiri kota dengan intimdasi dan todongan yang dibalut dengan begitu manis hingga nampak seperti persembahan yang menarik.Apa salah satu di antara mereka ada yang punya kemampuan memgendalikan pikiran, ya?Makudku, mengubah per
Itu konsep yang asing: ketakutan.Apa aku pernah takut sebelumnya?Ah, ya.Nostalgia lain.Masa lalu lain.Emangnya aku semacam pecundang yang nganggur ya?Aku gak punya waktu untuk melanglangbuana ke perkara yang bahkan enggak penting.Lagian, ketakutan itu respons yang sealami rasa lapar.Bahkan orang paling berani pun bisa gentar ketika di ambang kematian.Tapi, apa yang bikini ini jadi berbeda?TOK! TOK! TOK!Aku menyahut, hamper sepelan lirihan. “Masuk.”Meski tanpa berbalik ke belakang, aku bisa menyadari tatapan iba George yang mencolok. “Ini kekejian yang enggak bisa dimaafkan. Bisa-bisanya mereka … oh, demi Yang Maha Penyaya—““Kamu dapetin anak itu?” Aku lagi enggak ingin dengar nama-Nya di saat kayak begini.Entah itu yang mereka sembah atau apa pun yang pernah menemuiku di masa lalu.Namun, George justru bungkam.Apa dia pergi diam-diiam, ya?Cih, orang-orang ini.Emang, ya. Kau diamkan sekali dan mereka pikir kau itu figur lemah yang bisa dikuasai.Ketika berbalik, aku me
Orang-orang Willvile bakal digantung, dan aku enggak ngerasain apa-apa.Dengar.Gini-gini, aku masih punya empatI. Kesenstifian hati. Dan rasa manusiawi.Tapi, apa pula yang bisa dikasihani dari para bajingan barbar itu?Enggak dulu maupun sekarang, kerjanya selalu menyusahkan.Lebih-lebih si Evelyn sialan itu yang masih bisa memasang senyum meski udah di atas dudukan. Bahkan ketika lehernyadipasang jerat dan algojo ambil ancang-ancang.Cuma bangsawan yang diberi hak untuk ngasih tahu pesan terakhirnya—seperti yang kubilang sebelum-sebelum ini: persetan sama rakyat jelataDan binatang-binatang itu punya hak yang lebih rendah lagiDigantung adalah hukuman yang terlalu ringan.Ya … meskipun ngelihat mereka menggelayut sambil menggelepar-gelepar di udara mata, melotot, dan mulut mengap-mengap karena kehilangan napas secara pelan-pelan itu lumayan muasin; tapi kebiadaban mereka belum diganjar sepenuhnya.Andai aja regulasi negeri fiktif sialan ini lebih simpel, udah kuberi mereka hukuman
“Lagi?”Percuma saja, dari sudut pandang mereka, apa pun yang kukatakan bakal menjadi geraman yang membuat bulu kuduk merinding.Bahkan meski aku tak punya niat membunuh—dan tak pernah demikian.Itu semua bukan untuk tujuan keji seperti itu.Hari itu aku kehilangan segalanya.Kebahagiaan. Harapan. Tujuan.Dan itu membuatku bertanya-tanya, untuk apa?Apakah ini pantas?Apakah aku seberdosa itu?Namun, bak belaian paling lembut, gemulai, dan menentramkan; sebentuk suara agung menyahut dari langit.Memberi pencerahan paling absud sekaligus paling masuk akal.Dewa mengambil, dewa juga memberi.Ibu, Fio, Janine, dan semua orang adalah harga mahal yang tak sepadan dengan nyawaku—awalnya, pemikiran bodoh kayak begitu entah kenapa terlintas.Tapi, kekekalan ini merupakan berkah niscaya yang datang bukan untuk disia-siakan.Neraka kosong dan para iblis ada di sini. Aku adalah titisan yang dikirim untuk membasmi mereka.Memusnahkan kekejian. Membumihanguskan kejahatan. Meluluhlantakkan segala w